Anda di halaman 1dari 20

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL FEEL-OFF

EKSTRAK DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus


Lam.) SEBAGAI ANTI JERAWAT DAN UJI
AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI
PROPIONIBACTERIUM ACNES
LAPORAN PENELITIAN

OLEH :

KELOMPOK 4

 Novri yy kurnia  Intan Oktaviani


(1504051) (1504089)
 Novela Nursyamsiah  Yulia Rahmawati
(1504003)
(1504110)
 Nabilla Rifka Hanifa
(1504025)  Rahmawati Hasarah
 Laras Pratiwi (1504135)
(1504049)  Else Dian Pramita
 Tri Wulandari (1504127)
(1504073)

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA


YAYASAN PERINTIS
PADANG
2018

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai macam tanaman yang memiliki banyak

potensi yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Tanaman tersebut

dapat diproses atau diolah baik secara sederhana atau alami berdasarkan

pengalaman para nenek moyang terdahulu maupun secara modern yang

disesuaikan dengan perkembangan zaman, digunakan untuk mengobati dan

mencegah beberapa penyakit bahkan sering juga digunakan untuk perawatan

kecantikan. Namun hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui dan

mempercayai tentang kegunaan tanaman tersebut. Salah satunya adalah

masyarakat menggunakan daun nangka sebagai obat untuk mengatasi jerawat.

Daun nagka tersebut diolah secara sederhana dibuat dalam bentuk ekstrak.

Dimana daun nangka mengandung saponin, flavonoid, dan tanin, pada buah

nangka yang masih muda dan akarnya mengandung saponin (hutapea 1993).

Senyawa tersebut memiliki manfaat untuk kulit manusia, khususnya jerawat.

Saponin dan tanin mampu membunuh sel bakteri, sedangkan senyawa

flavonoid mampu bertindak sebagai antioksidan dan berfungsi menetralisir

radikal bebas, sehingga mampu meminimalkan efek kerusakan pada sel dan

jaringan tubuh.

2
Jerawat merupakan salah satu masalah kesehatan pada kulit wajah

yang umumnya terjadi pada kalangan remaja. Jerawat dapat terjadi karna

adanya gangguan karatinisasi folikel disetai produksi sebum yang meningkat

dan kemungkinan terjadi penyumbatan aliran sebum. Bakteri

Propionibacterium acnes ikut berperan dalam terjadinya jerawat karena

adanya pembentukan komedo dan peradangan yang dirangsang oleh adanya

produk metabolisme bacteri.

Masker gell peel-off merupakan masker gell yang praktis dalam

penggunaanya, tidak lengket dan memberikan rasa dingin, serta tidak perlu

dibilas, dimana setelah kering masker dapat langsung dilepas dan

menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada permukaan kulit

wajah.

Untuk memudahan masyarakat dalam penggunaan ekstrak daun

nangka pada pengobatan jerawat, maka dapat diformulasikan kedalam bentuk

sediaan farmasi. Sediaan diformulasikan kedalam bentuk sediaan masker gell

peel-off. Dengan demikian masyarakat akan lebih mudah dan praktis dalam

mengobati jerawat dan perlunya dilakukan uji aktivitas ekstrak daun nangka

dalam bentuk sedian masker gell peel-off terhadap bakteri penyebab jerawat

tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah ekstrak daun nangka dapat diformulasi dalam sediaan masker

gel peel-off ?

3
1.2.2 Apakah ekstrak daun nangka efektif untuk membunuh bakteri

propionibacterium acnes ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui apakah ekstrak daun nagka dapat diformulasi dalam

sediaan masker gel peel-off.

1.3.2 Mengetahui apakah ekstrak daun nangka efektif untuk membunuh

bakteri propionibacterium acnes?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Diharapkan melalui penelitian ini dapat mempermudah masyarakat

dalam menggunakan ekstrak daun nangka sebagai anti jerawat dalam

bentuk sediaan masker gel peel-off.

1.4.2 Meningkatkan mutu dan kualitas sediaan masker gel peel-offsebagai

anti jerawat.

1.5 Hipotesis

H 0 : ekstrak daun nangka tidak dapat diformulasi dalam sediaan masker gel

peel-off.

H 1 : Ekstrak daun nangka dapat diformulasi dalam sediaan masker gel peel-

off.

H 2 : Ekstrak daun nangka efektif untuk membunuh bakteri

Propionibacterium

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Klasifikasi

Kedudukan taksonomi tanaman nangka menurut Rukmana (1997),


adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Morales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus Lamk.

2.1.2 Morfologi Daun

Pohon Artocarpus heterophyllus memiliki tinggi 10-15 m.

Batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun

A. heterophyllus tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang

menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm,

lebar 4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau.

Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada

di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya

5
terpisah dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di

batang baru di antara daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna

kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda (Heyne, 1987).

2.1.3 Kandungan kimia

Nangka yang masih muda dan akarnya mengandung saponin

(hutapea 1993). Daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan

sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit (Wahlanto et al.

2017). Senyawa saponin, flavonoid, dan tannin dapat bekerja sebagai

antimikroba dan merangsang pertumbuhan sel baru pada luka. Senyawa

saponin akan merusak membrane sitoplasma dan membunuh sel bakteri

(Wahlanto et al. 2017). Senyawa flavonoid mekanisme kerjanya

mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel tanpa

dapat diperbaikilagi (Pelczar, M.J. dan Chan 1988)

Daun tanaman ini di rekomendasikan oleh pengobatan ayurveda

sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek

hipoglikemi (Chandrika, 2006). Selain itu daun pohon nangka juga

dapat digunakan sebagai pelancar ASI, borok (obat luar), dan luka (obat

luar). Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai

makanan sayuran yang mengandung albuminoid dan karbohidrat.

Sedangkan biji nangka dapat digunakan sebagai obat batuk dan tonik

(Heyne. 1987).

Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai

bahan baku industri makanan (bahan makan campuran). Khasiat kayu

sebagai antispasmodic dan sedative, daging buah sebagai ekspektoran,

6
daun sebagai laktagog. Getah kulit kayu juga telah digunakan sebagai

obat demam, obat cacing dan sebagai antiinflamasi. Pohon nangka

dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kandungan kimia dalam

kayu adalah morin, sianomaklurin (zat samak), flavon, dan tannin.

Selain itu, dikulit kayunya juga terdapat senyawa flavonoid yang baru,

yakni morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B (Ersam,

2001). Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker,

antivirus, antiinflamasi, diuretil, dan antihipertensi (Ersam, 2001).

2.2 Kulit

2.2.1 Pengertian kulit

Kulit merupakan organ terluar dan terluas yang menutupi seluruh

permukaan tubuh. Tebalnya kulit bervariasi mulai dari 0,5 mm sampai

6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis

terletak pada kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian

medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak

tangan, telapak kaki, punggung bahu, dan bokong. (Hutasuhut et al.

2014)

2.2.2 Struktur kulit manusia:

1. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis dibentuk dari beberapa lapisan sel dengan

ketebalan 0,1 sampai 1 mm dan berbeda-beda pada tiap bagian

tubuh. Dari luar kedalam lapisan episdermis terdiri dari lapisan

tanduk (stratum korneum), lapisan jernih (stratum lucidum),

7
lapisan berbutir-butir (stratum granulosum), lapisan malphigi

(stratum spinosum), dan lapisan basal (stratum gemninativum).

2. Lapisan dermis

Jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen seluler,

kelenjar, dan rambut sebagai adneksa adalah Lapisan pembentuk

dermis. Lapisan ini terdiri atas pars papilaris, dan bagian menonjol

ke dalam epidermis berisi ujung serabut saraf pembuluh darah, dan

pars retikularis, bagian bawah dermis yang berhubungan dengan

subkutan

3. lapisan subkutan.

Merupakan kelanjutan dermis,yang merupakan lapisan paling

dalam kulit, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di

dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan ini

terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Tidak

ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutan.

(wasitaatmadja 1997)

(Gambar 1. Struktur Kulit)

8
2.2.3 Fungsi kulit

1. Proteksi, kulit berfungsi melindungi tubuh dari gangguan fisik dan

mekanis. Serabut elastis pada dermis dan jaringan lemak subkutan

berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior

tubuh. Lapisan mantel lemak dan tanduk menjaga kadar air dalam

tubuh dengan mencegah penguapan air, dan sebagai barier terhadap

racun dari luar.

2. Absorpsi, melalui jalur epidermis dan melalui kelenjar sebasea

beberapa zat dapat diabsorpsi kulit ke dalam tubuh.

3. Eksresi, kelenjar-kelenjar pada kulit juga dapat mengeluarkan zat

beracun atau yang tidak digunakan serta sisa metabolisme, seperti

urea, NaCL, asam urat, dan amonia.

4. Persepsi sensorik, kulit berfungsi sebagai indra yang bertanggung

jawab terhadap rangsangan dari luar, seperti tekanan, raba, suhu,

dan nyeri.

5. Pengaturan suhu tubuh, kulit mengatur suhu tubuh dengan cara

mengekuarkan keringat, dan mengerutkan otot pembuluh darah

kulit.

6. Pembentukan pigmen, lapisan basal merupakan tempat sel

pembentuk pigmen (melanosit) berada. Jumlah, tipe, ukuran dan

distribusi pigmen melanin akan menetukan warna kulit seseorang.

7. Karatinasi, karatinasi dapat memberikan perlindungan kulit

terhadap infeksi secara mekanis maupun fisiologis. (Hutasuhut et

al. 2014).

9
Letak paling luar menyebabkan kulit yang pertama kali menerima

rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh

buruk dari luar. Hal-hal tersebut menyebabkan kulit rentan terkena

penyakit. Salah satu penyakit kulit yang paling sering diderita oleh

masyarakat adalah jerawat. Secara alamiah kulit telah berusaha untuk

melindungi diri dari serangan mikroorganisme dengan adanya tabir

lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit

kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi

sebagai sawar kulit (wasitaatmadja 1997). Namun dalam kondisi tertentu

factor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan seringkali

akibat bakteri yang melekat pada kulit menyebabkan terjadinya jerawat.

2.3 Jerawat

Jerawat (acne) adalah salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat

perhatian bagi para remaja dan dewasa muda (Wahlanto et al. 2017). Pada

umumnya jerawat terjadi pada masa pubertas, hal ini disebabkan karena

ketidak seimbangan hormon, serta pembentukan hormon-hormon dewasa,

hormon-hormon ini menyebabkan sebaceous ”kelenjar penghasil sebum

pada kulit” menjadi lebih aktif. Kenaikan aktifitas kelenjar ini

mengakibatkan produksi sebum “minyak” pada wajah juga meningkat. Jadi

tumpukan sebum ini nantinya akan menjadi satu bergabung dengan kotoran

serta sel kulit mati sehingga menyumbat terjadi penyumbatan pori-pori.

Pada saat pori-pori yang tersumbat ini tumbuh dan berkembang

sejenis bakteri yang disebut “Propionibacterium acnes” yang merupakan

bakteri penyebab jerawat. Propionibacterium acnes melepaskan sejenis zat

10
iritan yang nantinya akan mengiritasi kulit, efek dari iritasi inilah nantinya

yang menyebabkan kulit memerah dan membengkak. Disamping itu juga

menyebabkan nanah dibawah permukaaan kulit, semua efek tersebut

merupakan bentuk perlawanan sisitem imun tubuh untuk menetralkan zat

iritan yang dihasilkan oleh bakteri serta memperbaiki jaringan kulit yang

telah teriritasi.

2.4 Bakteri Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes terdapat dalam kelompok bakteri

corynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit. Propionibacterium

acnes berfungsi pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang

memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat

mengakibatkan infalamasi jaringan ketiak berhubungan sistem imun dan

mendukung terjadinya akne. Propionibacterium acnes termasuk bakteri

yang tumbuh relatif lambat. Genome dari bakteri ini telah dirangkai dan

sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat menghasilkan

enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin immunogenic

(mengaktifkan sistem kekebalan tubuh). Oleh karena itu dibutuhkan

kosmetika untuk mengobati jerawat agar bakteri penyebab jerawat tersebut

dapat dihilangkan.

2.4.1 Klasifikasi

Klasifikasi secara ilmiah dari P. acnes adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

11
Class : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetales

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Species : Propionibacterium acnes

2.4.2 Morfologi

Ciri-ciri penting dari bakteri Propionibacterium acnes adalah

berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan gram

positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan

endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filamen bercabang atau

campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid.

Propionibacterium acnes memerlukan oksigen mulai dari aerob atau

anaerob fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Beberapa

bersifat patogen untuk hewan dan tanaman.

(Gambar 2. Bakteri Propionibacterium Acnes)

12
2.5 Tinjauan Farmasetik

Bentuk sediaan gel lebih baik digunakan pada pengobatan jerawat dari

pada bentuk sediaan krim karena sediaan gel dengan pelarut yang polar

lebih mudah dibersihkan dari permukaan kulit setelah pemakaian dan tidak

mengandung minyak yang dapat meningkatkan keparahan jerawat

(Wahlanto et al. 2017). Gel dipilih karena tidak mengandung minyak

sehingga tidak akan memperburuk jerawat, bening, mudah mengering

membentuk lapisan film yang mudah dicuci, juga bentuk sediaan gel cocok

untuk terapi topical pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit

berminyak (Pelczar, M.J. dan Chan 1988).

Gel dengan basis hidrofilik dan yang bersifat memperlambat proses

pengeringan merupakan bahan yang cocok untuk gel sehingga mampu

bertahan lama pada permukaan kulit (Wahlanto et al. 2017). Basis hidrofilik

tersebut diantaranya adalah karbopol dan CMC-Na. Keuntungan

penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah memberikan

viskositas stabil pada sediaan (Wahlanto et al. 2017). Jerwat juga dapat

diatasi dengan menggunakan tananaman yang mengandung flavonid,

saponin, tanin. Salah satu tanaman tersebut adalah nangka.

13
BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

 Waktu : Maret s/d Mei 2018

 Tempat : Laboratorium Famasetika Dasar STIFI Yayasan Perintis

Padaang, Laboratorium Farmakognosi STIFI Yayasan Perintis Padaang

dan Laboratorium Mikrobiologi Dasar STIFI Yayasan Perintis Padaang.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Alat :

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah

ayakan mesh 65, Alumunium foil, batang pengaduk, Timbangan

analitik, Rotary evaporator, Waterbath, Hot-plat, Pipet volume, Cawan

penguap, Kertas Perkamen, Kertas Saring, corong , Mortir, Stemper,

Spatel, Alat Maserator , pH universal, gelas ukur, gelas kimia, Pot

lastik, Blender Inkubator, api bunsen, Mistar dan kaca transparant.

3.2.2 Bahan :

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun nagka (Artocarpus

heterophylus) sebagai sampel, etanol 70 %, Na CMC, Gliserin, Metil

paraben, Aqua dest, Nutrien Agar, Bacteri Propionibacterium acnes,

H2SO4, BaCl2.2H20.

14
3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel bebas

Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah formulasi

yang akan direncanakan, dosis dalam formulasi yang akan dibuat,

cara ekstraksi daun nangka

3.3.2 Variabel terikat

Dalam penelitian ini variabel terikat yang digunakan adalah

kandungan yang terdapat pada daun nangka, efek farmakologi dari

daun nangka, morfologi dari daun nangka, sifat fisika kimia dari

daun nangka

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen, yaitu metode yang bertujuan untuk menguji pengaruh suatu

variabel terhadap variabel lain atau menguji bagaimana hubungan sebab

akibat antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Metode

penelitian eksperimen memiliki perbedaan yang jelas dibanding dengan

metode penelitian lainnya, yaitu adanya pengontrolan terhadap variabel

penelitian dan adanya pemberian perlakuan terhadap kelompok eksperimen.

Dimana pada penelitian ini membuat suatu formulasi dalam bentuk masker

gel feel off dari ekstrak daun nagka (Artocarpus heterophylus) sebagai anti

jerawat dan juga dilakukan uji aktivitas terhadap bakteri propionibacterium

acnes.

15
3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun nangka

yang diambil dari Kayu Tanam, 2X11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang

Pariaman, Sumatera Barat. Determinasi simplisia dilakukan di STIFI

YP Padang. Determinasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui

spesifikasi tanaman yang akan digunakan sebagai penelitian.

3.5.2 Pembuatan simplisia

Dalam pembuatan simplisia perlu disiapkan berbagai metode

antara lain:

a. Pengumpulan bahan

Daun nangka dikumpulkan, kemudian disortir.

b. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor

lainnya yang melekat pada daun nangka. Pencucian dilakukan

dengan air yang mengalir.

c. Pengeringan

Untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga

lebih tahan lama dengan cara mengurangi kadar air. Dilakukan

dengan cara menjemur di bawah paparan sinar matahari dengan

ditutupi kain hitam untuk mencegah sinar UV secara langsung

sampai tingkat kerapuhan yang sesuai.

16
3.5.3 Pembuatan ekstrak

 Tempat : Pembuatan ekstrak daun nangka dilakukan di

Laboratorium Farmakognosi STIFI Yayasan Perintis

Padaang dengan metode maserasi.

 Cara kerja:

Ekstraksi menggunakan cara maserasi dengan pelarut etanol

70% sebanyak 1 liter. Sampel ditimbnag 100 gram, kemudian

dimasukkan ke dalam wadah kaca dan direndam dengan etanol

70% selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian

didiamkan selama 18 jam, lalu ditutup. Maserat dipisah degan cara

penyaringan. Proses penyarian diulangi sekurang-kurangnnya dua

kali denagn menggunakn pelarut dengan jenis dan jumlah yang

sama. Selanjutnya semua maserat dikumpulkan dan kemudian

diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental.

3.5.4 Formulasi dan pembuatan sediaan

Bahan Konsentrasi (%)

Ekstrak daun nagka 1

PVA 12

HPMC 1

Madu 6

Propilenglikol 10

17
Metil paraben 0.2

Propil paraben 0.05

Aquadest 100

3.6 Evaluasi sediaan gel

Dalam evaluasi dilakukan berbagai macam uji diantaranya:

3.6.1 Pengamatan organoleptis

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan-

perubahan bentuk, bau dan warna sediaan yang dilakukan secara visual

sesudah pembuatan basis.

3.6.2 Pengujian pH

Dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pH meter kedalam

setiap sediaan masker gel yang sebelumnya telah dilarutkan dengan

aquadestilata.

3.6.3 Pengujian Daya Sebar

Sebanyak 1 gram sediaan gel diletakkan dengan hati- hati di atas

kaca berukuran 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutupi dengan kaca yang lain

dan digunakan pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram

dan diukur diameternya setelah 1 menit (Garg et al., 2002).

3.6.4 Pengujian Waktu Sediaan Mengering

Dilakukan dengan cara mengoleskan masker gel buah ke

punggung tangan dan amati waktu yang diperlukan sediaan untuk

18
mengering, yaitu waktu dari saat mulai dioleskannya masker gel hingga

benar-benar terbentuk lapisan yang kering.

3.6.5 Pengujian Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang

telah dibuat homogen atau tidak.

3.6.6 Pengujian Daya Lekat

Sampel 0,25 gram diletakkan diantara 2 gelas obyek, kemudian

ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu beban diangkat

dari gelas obyek, kemudian gelas obyek dipasang pada alat test.

3.7 Uji Aktivitas Antimikroba

Alat-alat non dan gelas disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf

pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dibakar dengan api bunsen.

Tujuan pengukuran aktivitas antibakteri adalah untuk menentukan potensi

suatu zat yang diduga atau telah memiki aktivitas sebagai antibakteri dalam

larutan terhadap suatu bakteri.

Metode uji aktivitas antimikroba yang digunakan adalah metode difusi

agar. Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.

Formulasi ekstrak daun nagka antimikroba diletakkan pada media agar yang

telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.

Lalu didiamkan selama 1 x 24 jam pada suhu 37’ C. Area jernih pada

permukaan media agar mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba.

DAFTAR PUSTAKA

19
hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi II. Jakarta: Depkes
RI Badan Penelitian Dan pengembangan Kesehatan.

Hutasuhut, Riamayanti, Fakultas Kedokteran, D A N Ilmu, and Program Studi


Farmasi. 2014. “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.”

Pelczar, M.J. dan Chan, E. C. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I. Jakarta:


UI Press.

Wahlanto, Panji et al. 2017. “Panji Wahlanto : Uji Aktivitas Formulasi Gel
Antijerawat Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lam.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro.” 4: 74–82.

Wasitaatmadja. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.

20

Anda mungkin juga menyukai