Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jambu biji (psidium guajava L.) adalah salah satu tumbuhan yang
sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat, namun pemanfaatannya
hanyas sebatas pada buah untuk keperluan konsumsi. Karena mengandung
vitamin yang sangat tinggi, tetapi pemanfaatan daunnya hanya sebagian
kecil saja yaitu sebgai obat antidiare, Disentri, radang usus dan gangguan
pencernaan. Karena mempunyai kandungan tanin sebagai astringen dan
antimikroba.
Selain itu daun jambu biji juga mengandung zat lain seperti
flavonoid, terpenoid, polifenolat, alkaloid, minyak atsiri, asam guajaverin
dan vitamin. (Kartasapoetra, 2006).
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) berbau aromatik dan
rasanya sepat. Daunnya merupakan daun tunggal yang berwarna hijau
keabuan, helai-helai daun berbentuk jorong sampai bulat memanjang,
ujung daunnya meruncing sedangkan pangkal daunnya juga meruncing
tetapi ada pula yang membulat, daun berukuran panjang antara 6cm
sampai 15cm dan lebar antara 3cm sampai 7,5cm sedangkan tangkainya
kurang lebih 1cm. Daun berambut penutup pendek, tampak berbintik-
bintik yang sesungguhnya merupakan rongga-rongga lisigen, warnanya
gelap namun bila dalam keadaan terendam air menjadi tembus cahaya
(Kartasapoetra, 1992).
Sedangkan menurut (Duke, 2004) tanaman jambu biji (Psidium
guajava L.) khususnya bagian daun mengandung berbagai zat aktif
diantaranya adalah amritoside, aromadendren, avicularin, beta-sitosterol,
calcium-oxalat, caryopphyllen-oxide, catechol-tannins, crataegolic acid,
EO, guajiverin, guaijaverin, guavin-a,b,c,d, guajivolic-acid, nerolidiol,
oleanolic-acid, psidiolic-acid, quercetin, sugar, ursolic-acid, xantophyll,
gallo catechin,ellagic-acid, fat, genticid-acid, hyperocid, leucocyanidine,
hyperocide, aslinic-acid.

1
Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang banyak diproduksi dan
disukai oleh masyarakat karena tablet mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya adalah ketepatan dosis, mudah cara pemakaiannya, relatif
stabil dalam penyimpanan, mudah dalam transportasi dan distribusi
kepada konsumen, serta harganya relatif murah.
Tablet ekstrak daun jambu biji dibuat dengan menggunakan bahan
pengikat amilum yang merupakan eksipien dalam formulasi sediaan tablet
dan memberikan daya kohesif yang cukup pada serbuk antar partikel
eksipien sehingga membentuk struktur tablet yang kompak dan kuat
setelah pencetakan. (anwar, 2012)
Amilum (pati) merupakan bahan penolong yang sering digunakan
pada pembuatan tablet. Salah satunya adalah sebagai bahan penghancur.
Amilum akan melepaskan kekuatannya dari bahan pengikat dan
menyebabkan pembengkakan dari beberapa komponen penyusun sehingga
sebagian atau seluruh aksinya membantu hancurnya tablet (Voigt, 1984)
Pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah, dimana
metode ini sesuai untuk zat aktif yang sulit dicetak karena mempunyai
sifat alir dan kompresibilitas yang buruk, dapat meningkatkan
kompaktibilitas serbuk dengan cara meningkatkan kohesivitas serbuk
karena ada penambahan bahan pengikat. Proses yang dilakukan setelah
pembuatan granul yaitu pengeringan pada suhu 30°- 40° selama 48 jam,
bertujuan untuk menghilangkan pelarut dan mengurangi kelembaban.
Kelembaban dalam jumlah yang kecil, untuk menghindari terjadinya
sticking dan picking. (Yohanes Juliantoni, 2013)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh variasi amilum biji nangka sebagai bahan pengikat
pada formulasi tablet ekstrak etanol daun jambu biji?
2. Pada formula berapa yang menghasilkan tablet ekstrak etanol daun
jambu yang paling baik?

2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengikat amilum biji
nangka pada formulasi ekstrak etanol daun jambu biji.
2. Untuk mendapatkan tablet ekstrak etanol daun jambu biji yang paling
baik di antara variasi konsentrasi amilum biji nangka
.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Diharapkan melalui penelitian ini, amilum biji nangka dapat dijadikan
sebagai bahan pengikat tablet ekstrak etanol daun jambu biji.
2. Menambah pengetahuan tentang formulasi tablet ekstrak etanol daun
jambu biji dengan amilum biji nangka sebagai pengikat.

1.5 Hipotesis
H0 : Amilum biji nangka tidak dapat dijadikan sebagai bahan pengikat
dalam pembuatan tablet ekstrak etanol daun jambu biji
H1 : Amilum biji nangka dapat dijadikan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan tablet ekstrak etanol daun jambu biji

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Famili (suku) : Myrtaceae
Genus (marga) : Psidium
Spesies (jenis) : Psidium guajava L (Tjtrosoepomo, 2002)
2.1.2 Nama Daerah
Sumatra : glima breueh (Aceh), glimeu beru (Gayo).
Galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biawas,
jambu biji, jambu batu (melayu). Jawa : jambu klutuk (Sunda),
bayawas, jambu krutuk, jambu krikil, jambu krutuk, petokal
(jawa), jhambhu bhender (Madura). Nusa Tenggara : sotong (Bali),
guawa (Flores), goihawas (Sika). Sulawesi : gayawas (Manado),
bayawas (Manado), bayawat (mongondow), koyawas (Tonsaw),
dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makasar), jambu paratukala
(Bugis), jambu (Baree), kujabas (Roti), biabuto (Buoi). Maluku :
kayawase (Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu,
lutu hatu (Ambon), gawaya (Ternate, Halmahera) (Dalimartha,
2001)
2.1.3 Nama Asing
Fan Shi Liu gan (c ), jamphal, jamrukh (ip), guajave (p),
guava (I).
2.1.4 Nama Simplisia
Psidii Folium (daun jambu biji), Psidii Fructus (buah jambu
biji).

4
2.1.5 Uraian tumbuhan
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah
yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung
air yang cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon
buah-buahan. Namun sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada
ketinggian 1-1.200m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga
sepanjang tahun.
Perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak.
Batannya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna
coklat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak
berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua
licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung
tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas,
pertulangan menyirip, panjang 6 sampai 12 cm, lebar 3-6 cm,
berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun,
berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau
kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak,
berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak
mengumpul ditengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning
kecoklatan (Dalimartha, 2001)
2.1.6 Kandungan Kimia
Daun jambu biji mengandung tanin, minyak atsiri (eugenol),
minyak lemak, damar, zat samak, titerpenoid, asam malat.
Buahnya mengandung asam amino (triptofan, lisin), pektin,
kalsium, fosfor, besi, mangan, magnesium, sulfur, dan vitamin (A,
B, dan C). saat menjelang matang kandungan vitamin C dapat
mencapai 3 – 6 kali lebih tinggi dari jeruk. Jambu biji juga karya
dengan serta yang larut dalam air terutama di bagian kulitnya
sehingga dapat mengganggu penyerapan glukosa dan lemak larut
dalam air terutama makanan dan membuangnya keluar tubuh.

5
2.1.7 Sifat dan Khasiat
Daun jambu biji rasanya khelat, sifatnya netral, berkhasiat
astringen (pengelat), anti diare, anti radang, pencegah pendarahan
(hemostatis) dan peluruh haid. Buahnya berkhasiat sebagai anti
oksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Dalimartha, 2001)

2.2 Ekstrak etanol daun jambu biji


2.2.1 Pengertian ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang
cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering
harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979)
Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dikelompokkan menjadi 3:
1) Ekstrak encer (extractum tennue)
Sediaan ini memiliki konsentrasi seperti madu dan dapat
dituang.
2) Ekstrak kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang.
3) Ekstrak kering (extratum siccum)
Sediaan ini memiliki konsentrasi keri ng dan mudah digosokkan,
melalui penguapan cairan pengekstraksi kandungan lembeb
tidak lebih dari 5% (Voigt, 1984)
2.2.2 Metode pembuatan ekstrak
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara
lain maserasi, perkolasi, sokhletasi, infundasi. Biasanya metode
ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam
metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang
sempurna atau mendekati sempurna dari obat (Ansel, 1989)

6
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia
yang sudah halus dan memungkinkan direndam hingga meresap
dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zatnya akan larut.
Proses ini dilakukan dalam bejana bermulut lebar, serbuk
ditempatkan lalu ditambah pelarut dan ditutup rapat, isinya
dikocok berulang-ulang kemudian disaring. Proses ini dilakukan
pada temperatur 15 – 20 ˚C selama tiga hari. (Ansel, 1989)
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama
dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986)
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia
dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-
lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia dimasukkan
kedalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirnya
cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk
keluar dan ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom.
Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan pelarut,
memungkinkan berlangsungnya suatu maserasi bertingkat
(Ansel, 1989)
3. Soxhletasi
Soxhletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan disari
berada dikantung ekstraksi (kertas karton) didalam sebuah alat
ekstraksi dari gelas yang berada diantara labu suling dan suatu
pendingin balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut
berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan
akan menguap mencapai kedalaman pendingin balik melalui
pipa pipet. Pelarut mampu memberikan perlindungan dari
kontaminasi mikroba (Ansel, 1989)

7
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya
digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam
air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh
kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan
cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986)

2.3 Tablet
a. Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya
rata atau cembung, mengandung satu jenis atau lebih zat aktif
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan
dapat berfungsi sebaai zat pengisi, zat pengemban, zat pengikat, zat
pembasuh, atau zat lainnya yang cocok (Anonim, 1979)
b. Metode pembuatan tablet
Metode pembuatan tablet ada 3 macam, metode granulasi
basah, metode granulasi kering dan cetak langsung (Anonim, 1995)
1) Metode granulasi basah
Metode granulasi basah merupakan metode terluas yang
digunakan dalam pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir
da konpresibilitasnya jelek dan tidak tabah terhadap tekanan
yang besar tetapi stabil dalam kondisi panas atau lembab.
Tahap-tahap pembuatan tablet dengan metode granulasi basah
dimulai dengan penimbangan dan pencampuran bahan
berkhasiat dengan bahan pengisi, pengikat, dan penghancur
kemudian pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan
lembab menjadi granul, pengeringan kering, pencampuran
bahan pelicin baru dikempa menjadi tablet (Ansel, 1989)
2) Metode granulasi kering

8
Zat yang berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat
pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa
cetak menjadi tablet yang besar, setelah itu tablet yang terjadi
dipecah menjadi granul dan diayak, dan akhirnya dikempa cetak
menjadi tablet yang dikehendaki dengan mesin tablet (Anief,
1997)
3) Metode kempa langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah
mengalir sebagai mana juga sifat-sifat kohesifnya yang
memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet
tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel, 1989)
2.4 Bahan Pengikat
2.4.1 Klasifikasi Nangka
Kedudukan taksonomi tanaman nangka menurut Rukmana (1997), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Morales
Famili (suku) : Moraceae
Genus (marga) : Artocarpus
Spesies (jenis) : Artocarpus heterophylus Lamk.
Amilum digunakan sebagai bahan penolong dalam formulasi tablet
yaitu sebagai bahan penghancur, bahan pengikat, dan bahan pengisi.
Contohnya adalah amilum biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh amilum biji nangka
sebagai bahan penghancur terhadap sifat fisik tablet antlagin. Dalam
penelitian ini dibuat tiga formula tablet antalgin dengan penambahan bahan
penghancur amilum biji nangka secara intragranulasi dan ekstragranulasi
yaitu formula I 100% intragranulasi, formula II 50% intragranulasi dan 50%
ekstragranulasi serta formula III 100% ekstragranulasi. Metode pembuatan
tablet dengan metode granulasi basah. Granul kering diuji sifat alirnya,
sedangkan tablet antalgin diuji sifat fisisnya meliputi keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Hasil uji sifat fisik granul dan

9
tablet dianalisis secara statistik anava satu arah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa amilum biji nangka dapat digunakan sebagai bahan
penghancur tablet antalgin dengan konsentrasi 10% secara intragranulasi,
ekstragranulasi dan kombinasi. Penambahan bahan penghancur biji nangka
berpengaruh terhadap sifat fisik tablet antalgin. Pengaruh penambahan
amilum biji nangka sebagai bahan penghancur secara kombinasi
intragranulasi dan ekstragranulasi dapat menyebabkan waktu hancur tablet
semakin cepat.

10
BAB 3
METODA PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Juni
2018 di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
(STIFI) Yayasan Perintis Padang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat gelas standar laboratorium seperti kaca arloji,
cawan penguap, gelas ukur, corong, kertas perkamen, botol
semprot, ph meter, timbangan digital, mortir, stamfer, lemari
pendingin, desikator, biret, botol maserasi, rotari evaporator, pipet
tets, krus poerselin, oven, batang pengaduk, plat tetes, spatel, alat
uji kandungan air, alat uji distribusi ukuran granul, mikrometer,
alat uji kekerasan hardnes tester, friability tester, desintegrator
tester, mesin cetak tablet single punch.
3.2.2 Bahan-Bahan
Daun jambu biji (Psidium guajava L.), etanol 70%, lactosa,
Mg stearat, amilum, mucilago amily, sukrosa, tatrazin Cl (FD dan
C yellow), aqua dest, kloroform, FeCl3, serbuk Mg, HCl (p), norit,
asam asetat anhidrat, kloroform amoniak, H2SO4 (p), H2SO4 2 N.
3.3 Metoda Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
jambu biji (Psidium guajava L.) yang diambil didaerah Lubuk
Buaya, Padang.
3.3.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel di lakukan di herbarium jurusan biologi
fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas
Andalas Padang.

11
3.3.3 Ekstraksi Daun Jambu Biji
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) dibersihkan, dikering
anginkan, ditimbang ± 200g, kemudian dimasukkan kedalam botol
maserasi dan ditambah dengan etanol 70% sampai terendam
sempurna dalam wadah yang tertutup baik dan terlindung dari
cahaya sambil sesekali diaduk. Proses maserasi dilakukan selama
24 jam kemudian hasil maserasi disaring, kemudian dimaserasi
kembali dengan menggunakan etanol 70% sebanyak 3 kali
pengulangan, kemudian diupkan dengan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental.
3.3.4 Pemeriksaan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
a. Uji Fitokimia
Ekstrak etanol daun gambir dimasukkan kedalam tabung
reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5ml kloroform kemudian
dikocok, dibiarkan sampe terbentuk dua lapisan air dan
kloroform.
1. Uji fenolik
Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu
tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru
menandakan adanya kandungan fenolik.
2. Uji flavonoid ( metode “sianidin test” )
Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu
tambahkan serbuk Mg dan HCl P, terbentuknya warna merah
menandakan adanya flavonoid.
3. Uji saponin
Ambil lapisan air, kocok kuat - kuat dalam tabung reaksi,
terbentuknya busa yang permanen (±15 menit) menunjukkan
adanya saponin.
4. Uji terpenoid dan steroid (metode “ simes” )
Ambil sedikit lapisan kloroform, tambahkan norit lalu saring,
teteskan pada plat tetes, keringkan, kemudian teteskan asam
asetat anhidrat dan H2SO4 P, terbentuknya warna biru ungu

12
menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna
merah menunjukkan adanya terpenoid.
5. Uji alkaloid ( metoda “Culvenore-frisgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform
amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa tetes
H2SO4 2N kemudian kocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan
asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer, reaksi positif
alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan
putih.
b. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan dilakukan secara fisual dengan mengamati
bentuk, warna, bau, dan rasa.
c. Pemeriksaan kelarutan
Pemeriksaan kelarutan dilakukan dengan melarutkan
ekstrak kental pada air dan etanol 96%.
d. Pemeriksaan susut pengeringan
Ditimbang krus porselen yang telah dikeringkan selama 30
menit didalam oven pada suhu 105oC. Ekstrak ditimbang
sebanyak 1 gram dan di masukkan kedalam krus porselen, lalu
ditimbang. Kemudian dengan perlahan krus digoyang agar
ekstrak merata. Krus dimasukkan kembali lkedalam oven
dengan membuka tutupnya dan membiarkan tutup tetap berada
didalam oven. Krus berisi ekstrak di panaskan pada suhu 105oC
selama 1 jam. Setelah itu dikeluarkan dan didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang sampe diperoleh berat yang konstan.
(𝐵−𝐴)−(𝐶−𝐴)
% Susut pengeringan = 𝑥 100%
(𝐵−𝐴)

Dimana A : berat krus kosong


B : berat krus + sampel sebelum dipanaskan
C : berat krus + sampel sesudah dipanaskan

13
e. Pemeriksaan kadar abu ( DEPKES RI, 2000)
Ekstrak ditimabng sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan
kedalam krus porselen yang telah dipijar sebelumnya. Krus
didiginkan dalam desikator dan dimasukkan kedalam furnes
suhu 600oC selama 24 jam. Setelah dingin, ditimbang. Hitung
kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
𝐶−𝐴
% Kadar Abu = 𝐵−𝐴 𝑥 100%

Dimana A : berat krus kosong


B ; berat krus + sampel sebelum pemijaran
C : berat krus + sampel setelah pemijaran
f. pemeriksaan pH ekstrak
Dengan menggunakan pH meter. Alat di kalibrasi terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan dapar pH 4 dan larutan
dapar pH 7. Angka yang muncul pada alat berada pada harga pH
larutan tersebut. Kemudian elektoda dicuci dengan aquadest dan
dikeringkan dengan tisue. Pengukuran pH ekstrak kental
dilakukan dengan cara mengencerkan 1 gram ekstrak etanol
daun jambu biji dengan aquadest hingga 10 ml dalam wadah
yang cocok. Elektroda dicelupkan kedalam wadah tersebut dan
dibiarkan angka bergerak sampai posisi konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan harga pH ekstrak etanol daun
jambu biji.
3.3.5 Pemeriksaan bahan tambahan
Pemeriksaan semua bahan tambahan meliputi : laktosa,
sukrosa, Mg stearat, amilum, mucilago amily, tartrazin, sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Handbook Of
Farmaceutical Excipients dan Farmakope Indonesia Edisi III
dan) IV
3.4 Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
3.4.1 Formula Tablet
Tabel 1. Formula Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji (
Psidium guajava L.)

14
Formula untuk 1 tablet dengan berat 600 mg dibuat
sebanyak 100 tablet
Bahan Formula I Formula II Formula III
(mg) (mg) (mg)
Ekstrak Daun Jambu Biji 50 50 50
Laktosa 300 300 300
Sukrosa 70 70 70
Mg Stearat 12 14 16
Amilum 30 30 30
Tartrazin 1 tts 1 tts 1 tts
Mucilago amyli 30 45 55
Talkum 108 91 79

3.4.2 Cara Pembuatan Tablet


Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Dibuat
Mucilago amyli sebagai bahan pengikat pada pembuatan granul.
Ekstrak kental daun jambu biji dikeringkan dengan freeze
drying, kemudian ditambahkan sukrosa di gerus lalu
ditambahkan laktosa digerus sedikit demi sedikit sampai
homogen. Lalu tambahkan tartrazin selanjutnya ditambahkan
amilum . lalu tambahkan mucilago amyli sampai terbentuk
massa yang siap di granulasi. Setelah itu massa diayak dengan
ayakan no 14, hasilnya dikeringkan dalam oven dengan suhu
50oC- 60 o
C hingga kering. Setelah kering, granul diayak
kembali dengan ayakan No 16, dimeudian dilakukan uji sifat
fisik meliputi bobot jenis, daya kompresibilitas, faktor hausner,
porositas, kandungan air, kecepatan alir, sudut istirahat dan
persentase fines atau serbuk halus. Setelah dilakukan uji sifat
fisik lalu granul dicampur dengan Mg Stearat dan talkum.
Kemudian dicetak dengan mesin pencetak tablet single punch
dengan bobot tablet masing-masing 600 mg sebanyak 100 tablet.

15
3.4.3 Evaluasi granul
Evaluasi granul meliputi :
1. Organoleptis
Pengamatan terhadap bentuk bau, warna dan rasa
yang dilakukan secara visual.
2. Kandungan air
Mengukur kandungan air dilakukan dengan
menggunakan alat infrared moisture balance. Caranya:
ditimbang 5 gr granul dan diletakkan pada piring timbangan
sebelah kiri dan posisi lampu diletakkan pada ketinggian 6
cm sehingga bisa mencapai suhu 100 oC. Perhatikan skala
kadar air pada posisis 0, kemudian lampu dihidupkan.
Perhatikan granul jika mulai mengering, skala
seketimbangan akan berubah. Dengan bantuin knop
indikator, skala seketimbangan dapat digerakkan agar dapat
tercapai kesetimbangan. Bila indikator kesetimbangan sudah
kembali, maka granul benar-benar kering dan skala daapt
dibaca. Atau granul kering ditimbang dan kandungan air
dihitung dengan rumus:

𝑊1−𝑊2
Kandungan air = × 100%
𝑊1

Dimana :
W1= Berat granul awal (gram)
W2 = Berat granul yang sudah kering (gram).
3. Kecepatan alir (lachnan dkk, 1994;voigt, 1995)
Ditimbang 30 gram granul dan masukkan ke dalam
corong yang bagian bawah di tutup. Pada saat bersamaan
tutup di buka dan stopwatch dihidupkan. Di cata aktu yang
dibutuhkan granul untuk mengalir seluruhnya dari corong
dan dihitung kecepatan alirnya dengan rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Kecepatan alir = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)

16
Tabel: Hubungan kecepatan alir dengan sifat aliran serbuk
Kecepatan alir (g/detik) Sifat aliran
>10 Sangat baik
4-10 Baik
1,6-4 Sukar
<1,6 Sangat sukar

4. Sudut istirahat
Ditimbang 30 gram granul dan dimasukkan dalam
corong yang bagian bawahnya ditutup. Kemudian tutup
dibuka dan dibiiarkan granul mengalir seluruhnya dari
corong dimana granul ditampung menggunakan kertas
grafik. Lalu diukur diameter dasar granul dan tinggi kerucut
yang terbentuk dengan penggaris. Kemudian diukur sudut
istirahatnya dengan rumus :

Tg α = 𝑟

Dimana :
α = sudut istirahat
h = tinggi tumpukan granul
r = jari-jari

Tabel: Hubungan sudut istirahat dengan sifat aliran


(Aulton,1988)
Sudut istirahat (Tg α) Sifat aliran
<25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Cukup
>40 Sangat buruk

5. Bobot jenis nyata

17
Ditimbang 30 gr granul (wo), masukkan dalam gelas
ukur 100 ml, dan di amati volumenya (vo). Bj nyata dihitung
dengan rumus:
𝑊𝑜
Bj nyata = 𝑉𝑜

6. Bobot jenis mampat


Ditimbang 30 gr granul (wo), masukkan dalam gelas
ukur 100 ml, dan di amati volumenya (vt). Kemudian di
letakkan pada alat tap density tester dengan pengetukan
sebanyak 1250 kali dan dicatat volumenya (Vt1). Jika selisih
antaraVt dan Vt1 tidak lebih dari 2 ml, maka di pakai Vt.
Bobot jenis mampat dihitung dengan rumus :
𝑊𝑜
BJ Mampat = 𝑉𝑡

7. Bobot jenis benar


Menggunakan pikno meter dan pelarut parafin. Caranya :
ditimbang pikno meter kosong (a), pikno meter + parafin
sampe penuh (b). Kemudian pikno meter kosong + 2g granul
(c), kemudian + parafin sampai penuh dan ditimbang kembali
(d). Bobot jenis benar dihitung dengan rumus:
𝑏−𝑎
Bj pelarut (ρ) = 𝑉 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑐−𝑎
Bj benar = (𝑐−𝑎)+(𝑏−𝑑) 𝑥 𝜌

8. Kompresibilitas
𝐵𝐽 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡−𝐵𝑗 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
Kompresibilitas = 𝑥 100%
𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡

9. Porositas
Porositas berbanding terbalik dengan waktu hancur, jadi jika
porositas kecil maka waktu hancurnya lama, dan berbanding
lurus dengan kekerasan tablet, jika porositas kecil, tablet
kurang keras.
Syarat : 37-40%
𝐵𝐽 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
Porositas = 1 − 𝐵𝑗 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑥 100%

18
10. Faktor hausner
𝐵𝐽 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
Faktor hausner = 𝐵𝑗 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

Faktor hausner : <1.25 aliran baik


>1.5 aliran buruk

11. persentase fines / serbuk halus


Dilakukan dengan metoda pengayakan. Caranya : 30 g granul
diletakkan diatas ayakan dan diayak. Granul yang masih
tertinggal diayakan ditimbang. Persentase fines dihitung
dengan rumus :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
% fines = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

3.4.4 Evaluasi Tablet


a. organoleptis
Pengamatan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa
dilakukan secara fisual.
b. keseragaman bobot
Ditimbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata. Jika
dihitung satu persatu tidak boleh lebih dari dua tablet yang
masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A,
dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B.
Tabel: persyaratan keseragaman bobot
Perbedaan bobot rata-rata dalam %
Bobot rata-rata tablet A B
< 25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
>300 mg 5 10

19
c. keseragaman ukuran
Pengukuran dilakukan terhadap 10 tablet yang
diambil secara acak, Farmakope Indonesia Edisi III
menyatakan bahwa kecuali dinyatakan lain garis tengah
tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari 1 1/3 x
tebal tablet
d. kekerasan tablet
Pemeriksaan kekerasan tablet menggunakan alat
digital hardnes tester (Vaguard Pharmaceutical Machinery).
Sebuah tablet diletakkan pada alat dengan posisi horizontal,
alat dikalibrasi hingga posisi 0,00. Putar alatnya hingga
tablet patah. Baca skala yang tertera pada alat. Percobaan
dilakukan limakali dan dihitung harga putarnya (voigt,
1995). Kekerasan tersebut dinyatakan dalam kg. Tablet
memiliki kekerasan antara 4-10 kg.
e. kerapuhan tablet
Uji kerapuhan menggunakan alat friabilator tester.
Tablet dibersihkan dari debu dengan cara memakai kuas
kecil, ditimbang bobot 20 tablet (M1), tablet dimasukkan
kedalam alat kemudian alat dijalankan selama 4 menit
dengan kecepatan 25 putaran permenit, setelah itu tablet
dikeluarkan lalu dibersihkan dari debu dengan memakai kuas
kecil, ditimbang bobot (M2). Indeks kerapuhan dihitung
dengan memaki rumus :
𝑀1−𝑀2
kerapuhan Tablet = 𝑀1

f. waktu melarut
Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet dengan alat
uji waktu melarut tablet menggunakan medium air pada suhu
36-38oC, catat waktu yang diperlukan saat tablet tepat habis
didalam medium.

20
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1997). lmu Meracik Obat. jogyakarta: gadjah mada university press.
Anonim. (1979). Materia Medika Indonesia Jilid 3. jakarta: departemen kesehatan
republik indonesia.
Anonim. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Direktoral Jendral Pengawasan Obat
Dan Makanan.
Anonim. (1995). Farmakope Indonesia Edisi keempat. jakarta: departemen
kesehatan republik indonesia.
Ansel. (1989). Pengantar bentuk Sedian Farmasi. jakarta: universitas indonesia
press.
anwar. (2012). Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.
jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Dalimartha. (2001). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. jakarta: Trubus
Agriwidya.

21
Duke. (2004). Phytochemical Database. Marryland: Agricultural Research
Service, Beltsvile Research Center.
Kartasapoetra, A. G. (1992). Kalkulasi Pengendalian Biaya Produksi. jakarta:
Rineka Cipta.
Kartasapoetra, A. G. (2006). Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. jakarta: bumi aksara.
Tjtrosoepomo. (2002). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). yogyakarta: UGM
Press.
Voigt. (1984). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. yogyakarta: gadjah mada
university press.
Yohanes Juliantoni. (2013). FORMULATION LAZONGE OF GUAVA
LEAVES ( Psidium guava L .) CONTAINING FLAVONOIDS WITH A
COMBINATION OF EXCIPIENTS MANNITOL – SUCROSE, 18(May),
103–108.

22

Anda mungkin juga menyukai