Anda di halaman 1dari 50

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku,

akibat interaksi seseorang dengan lingkungannya. Artinya belajar merupakan

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh setiap individu,

sehingga terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Belajar pada

hakekatnya dilakukan melalui berbagai aktivitas baik fisik maupun mental untuk

mencapai sesuai dengan tujuan. Tujuan itu muncul dari adanya keinginan atau

kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Mata pelajaran Matematika, dapat

dipandang sebagai pelajaran yang ampuh untuk mencapai disiplin mental. Namun

Matematika berdasarkan teori daya, lebih banyak menekankan pada penyajian

soal yang sulit. Hal ini bertujuan agar siswa terbiasa berpikir. Kemampuan

berpikir ini pada akhirnya dapat di transfer dalam memecahkan masalah

kehidupan, baik bidang social, politik, dan sebagainya.

Belajar menurut Skinner (Muh.Sain, 2014:68) adalah menciptakan

kondisi peluang dengan penguatan,sehingga individu akan bersungguh-sungguh

dan lebih giat belajar dengan adanya ganjaran dan pujian dari guru atas hasil

belajarnya. Gagne (Muh.Sain, 2014:69) mengatakan bahwa belajar adalah

perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah secara terus-menerus

yang bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Lebih lanjut lagi,

Briggs (Sumiati & Asra, 2007:40) menyatakan belajar merupakan suatu proses
terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam upaya memperoleh

pemahaman dan struktur kognitif baru, atau untuk mengubah pemahaman dan

struktur kognitif lama. Piaget memandang belajar sebagai suatu proses asimilasi

dan akomodasi dari hasil assosiasi dengan lingkungan dan pengamatan yang tidak

sesuai antara informasi baru yang diperoleh dengan informasi yang telah diketahui

sebelumnya. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan kemampuan individu yang

disebabkan oleh pengalaman, lingkungan sekitar.

Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak dapat

mengetahui jenjang yang lebih tinggi tanpa melalui dasar atau hal-hal yang

merupakan prasyarat dalam kelanjutan program pengajaran selanjutnya. Untuk

mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa dalam menerima pelajaran,

kesiapan yang dimaksud adalah kematangan intelektual dan pengalaman belajar

yang telah dimiliki oleh anak, sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi

siswa. Belajar Matematika adalah proses dalam diri siswa yang hasilnya berupa

perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan dan untuk menerapkan konsep-

konsep, struktur dan pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir

logis, kreatif, sistematis dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar. Erman Suherman,

dkk. (2001: 8) menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang unik dan

bersifat internal yang berlangsung dalam diri individu, sedangkan pembelajaran

merupakan proses yang bersifat eksternal yang sengaja direncanakan. Belajar


yang disertai dengan proses pembelajaran akan berlangsung terarah dan

sistematik.

Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran pada berbagai mata

pelajaran, salah satunya adalah pembelajaran matematika. Hudojo (Hasratuddin,

2014:30) menyatakan bahwa matematika merupakan ide-ide abstak yang diberi

simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga

belajar matematika itu merupakan mental yang tinggi. James dalam kamus

matematkanya menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika

mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya

dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar,

analisis dan geometri. Menurut Wittgenstein, matematika adalah suatu cara untuk

menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara

menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,

menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah

memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan

hubungan-hubungan. Berdasarkan pengertian-pengertian matematika tersebut,

dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika yang diberi

simbol-simbol untuk digunakan pada pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,

digunakan pada pengetahuan tentang menghitung.

Pembelajaran matematika merupakan pembentukan pola piker dalam

pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara

pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan


untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang

dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek.

Berikut ini Schoenfeld (Heris & Utari, 2014:5) mengemukakan beberapa

pendapat siswa yang tidak benar dan perlu mendapat perhatian dalam

pembelajaran matematika di sekolah

a) Soal-soal matematika hanya mempunyai satu dan hanya satu jawaban

benar.

b) Hanya ada satu cara penyelesaian soal yang benar, yaitu yang disajikan

guru di kelas

c) Siswa dengan kemampuan biasa tidak dapat memahami matematika

dengan baik, mereka hanya menghafal dan menerapkan yang dipelajari di

sekolah secara mekanik tanpa pemahaman.

d) Matematika merupakan kegiatan yang terpisah, dan dikerjakan secara

individual.

e) Siswa yang paham matematika yang dipelajarinya, akan mampu

menyelesaikan soal apapun dalam waktu yang sangat singkat, misalnya 5

menit atau kurang.

f) Matematika yang dipelajari disekolah sedikit atau berhubungan dengan

dunia nyata.

g) Bukti formal tidak relevan dengan proses diskoveri dan penemuan dalam

matematika
Schoenfeld (Heris & Utari, 2014:5) juga mengemukakan bahwa belajar

matematis berarti: a) mengembangkan pandangan terhadap matematika: menilai

proses matematisasi dan abstraksi dan memiliki kecenderungan menerapakannya,

dan b) mengembangkan kompetensi berkenaan dengan alat matematika,

menggunakannya untuk mencapai tujuan memahami struktur matematika, dan

menyajikan sesuatu yang masuk akal.

Pendidikan matematika dalam tujuan pembelajarannya harus praktis

dengan tidak mengabaikan keharusan pemahaman konsep yang merupakan pola

struktur matematika. Proses pembelajaran matematika tampak masuk akal dengan

struktur yang sederhana. KTSP (2006) yang di sempurnakan pada kurikulum

2013, mencantumkan tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut: (1)

memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,

atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah

yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)

mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.
Agar siswa dapat mencapai berbagai kemampuan tersebut, proses

pembelajaran matematika sebaiknya dirancang berpusat pada siswa. Proses

pembelajaran matematika dirancang dengan berpusat pada siswa untuk

mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan

semangat belajar seperti tertuang dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007

tentang Standar Proses.

2.2 Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep.

Menurut Sardiman, pemahaman (Understanding) dapat diartikan menguasai

sesuatu dengan pikiran. Pemahaman merupakan perangkat standar program

pendidikan yang merefleksikan kompetensi sehingga dapat mengantarkan siswa

untuk menjadi kompeten dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Konsep merupakan simbol berpikir. Mempelajari cabang ilmu

pengetahuan apapun, selalu berkepentingan dengan belajar konsep. Itulah

sebabnya dalam proses belajar di sekolah bentuk belajar konsep selalu ada.

Sumiati & Asra (2016:56) konsep adalah hasil penyimpulan tentang sesuatu hal

berdasarkan atas adanya ciri-ciri yang sama pada hal tersebut. Konsep adakalanya

berkaitan dengan sesuatu obyek, sesuatu peristiwa, atau berkaitan dengan

manusia. Dalam mempelajari konsep dapat dilakukan dengan cara menerima saja

dari orang lain, melalui penjelasan guru, atau melalui proses pembentukan konsep.

Proses pembentukan konsep memerlukan suatu strategi yang dikenal dengan

strategi pencapaian konsep. Jerome S. Bruner mengemukakan dua macam strategi


pencapaian konsep, yaitu strategi pemilihan dan strategi penerimaan. Dalam

strategi pemilihan, siswa dituntut untuk menentukan atau memiliki cirri sama, dan

yang membedakannya dari contoh-contoh lain, kemudian mengambil kesimpulan

sendiri atau merumuskan konsepnya. Sedangkan dalam strategi penerimaan

sejumlah contoh yang dikemukakan guru ditandai dengan ciri-ciri tertentu, dan

berdasarkan kesamaan cirri itulah diambil kesimpulan sebagai konsepnya.

Joice&Weil ( Sumiati, 2016:56)

2.2.1 Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan dasar utama dalam pembelajaran

matematika. Herman menyatakan bahwa belajar matematika itu memerlukan

pemahaman terhadap konsep-konsep, konsep-konsep ini akan melahirkan teorema

atau rumus. Agar konsep-konsep dan teorema- teorema dapat diaplikasikan ke

situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep dan

teorema-teorema tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus

ditekankan ke arah pemahaman konsep.

Suatu konsep yang dikuasai siswa semakin baik apabila disertai dengan

pengaplikasian. Kemampuan pemahaman konsep matematika menginginkan

siswa mampu memanfaatkan atau mengaplikasikan apa yang telah dipahaminya

ke dalam kegiatan belajar. Jika siswa telah memiliki pemahaman yang baik, maka

siswa tersebut siap memberi jawaban yang pasti atas pernyataan-pernyataan atau

masalah-masalah dalam belajar.

Pemahaman konsep merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibanding

tipe belajar pengetahuan. Nana Sudjana menyatakan bahwa pemahaman dapat


dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu: Tingkat terendah adalah pemahaman

terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan

dan menerapkan prinsip-prinsip. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran

yaitu menghubungkan bagian-bagian dengan yang diketahui berikutnya atau

menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang

pokok dengan yang tidak pokok. Tingkat ketiga merupakan tingkat pemahaman

ekstrapolasi. Menurut W. Gulo kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam

pemahaman suatu konsep mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah

sebagai berikut:

1) Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu menjadi simbol

lain tanpa perubahan makna. Simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi

gambar atau bagan atau

grafik.

2) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat di

dalam simbol, baik simbol verbal maupun yang nonverbal. Dalam kemampuan

ini, seseorang dapat menginterpretasikan sesuatu konsep atau prinsip jika ia dapat

menjelaskan secara rinci makna atau konsep atau prinsip, atau dapat

membandingkan, membedakan, atau mempertentangkan dengan sesuatu yang

lain.

3) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau

kelanjutan dari suatu temuan. Kalau kepada siswa misalnya dihadapi rangkaian

bilangan 2, 3, 5, 7, 11, maka dengan kemampuan ekstrapolasi mampu menyatakan

bilangan pada urutan ke-6, ke-7 dan seterusnya.


Berdasarkan pendapat tersebut, maka tingkatan pemahaman konsep mulai

dari yang terendah sampai yang tertinggi dapat dikelompokkan dalam tiga

kategori yaitu: Tingkat pertama adalah mengartikan sebuah konsep kedalam

bentuk simbol. Tingkat kedua adalah menjelaskan makna atau konsep yang

terdapat dalam simbol dan menghubungkannya dengan kejadian berikutnya.

Tingkat ketiga adalah kemampuan melihat arah atau kelanjutan dari suatu

kejadian tersebut.

2.2.2 Indikator Pemahaman Konsep

Indikator-indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain:

1) Menyatakan ulang setiap konsep.

2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan

konsepnya).

3) Memberikan contoh dan non contoh dari konsep.

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Kegiatan pembelajaran, dalam implementasinya mengenal banyak istilah

untuk menggambarkan cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru. Saat ini,

begitu banyak macam strategi ataupun model pembelajaran yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas


pembelajaran menjadi lebih baik. Model-model pembelajaran sendiri biasanya

disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Joyce & Weil

(Rusman, 2012:132) Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan

prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis system,

atau teori-teori lain mendukung. Joyce & Weil berpendapat bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum, bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing

pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola

pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan

efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model pembelajaran yang akan

dibahas pada proposal ini adalah model pembelajaran berbasis masalah.

Model pembelajaran ini ditemukan pertama kali oleh kesehatan di

McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an. Istilah pembelajaran

berbasis masalah atau yang lebih dikenal dengan problem based learning (PBL)

bermula dari istilah Inggris problem based instructrion (PBI) yang artinya

pengajaran berdasarkan masalah. Model pengajaran berdasarkan masalah ini

telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewney (Trianto, 2009:91)

belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antar stimulus dengan respons,

merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Menurut Ngalimun

(2016:231) model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan

untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari

kehidupan actual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.

(Aris, 2016:130) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pengajaran yang


bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik

belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah masalah serta

memperoleh pengetahuan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang

didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelesaian nyata

dari permasalahan yang nyata.

Adapun tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:

membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan

pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik, menjadi siswa

yang mandiri, untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat

kemungkinan transfer pengetahuan baru, mengembangkan pemikiran kritis dan

keterampilan kreatif, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah,

meningkatkan motivasi belajar siswa, membantu siswa belajar untuk mentransfer

pengetahuan dengan situasi baru. Meskipun model pembelajaran ini sangat baik,

akan tetapi tidak semua materi pelajaran atau tidak semua pelajaran dapat

mempergunakan model ini. (Imas, 2015:48) Karena ada kreteria khusus dalam

menetapkan dan mempraktekkan model pembelajaran ini, adapun kreteria adalah:

1. Materi pelajaran harus mengandung isu-isu yangn mengandung konflik yang

bisa bersumber dari berita, rekaman, video, dan lain sebagainya.

2. Materi yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,

sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.

3. Materi pelajaran yang ditetapkan merupakan bahan yang berhubungan dengan

kepentingan orang banyak, sehingga terasa manfaatnya


4. Materi yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi

yang harus dmiliki oleh siswa dengan kurikulum yang berlaku

5. Materi harus sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu

untuk mempelajarinya.

2.3.1 Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Menurut Arends (Trianto, 2009:93), berbagai pengembangan pengajaran

berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki

karakteristik sebagai berikut

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar

prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran

berdasarkan masalah mengorganisasikan pembelajaran disekitar pertanyaan

dan masalah yang dua-duanya secara social penting dan secara pribadi

bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik,

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam

solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan

masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan

ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata

agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata

pelajaran.

c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan

siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata


terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan

masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan

menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat

inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan,

bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan

masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk

karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk

penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa

transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu dapat

juga berupa laporan, model fisik, video maupun program computer. Karya

nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh

siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang

apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap

laporan tradisional atau makalah.

e. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang

bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau

dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara

berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

keterampilan social dan keterampilan berpikir.


2.3.2 Peran Guru Pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus

dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pembelajaran

berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru

memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan

penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan Tabel

2.1

Peran guru didalam kelas pembelajaran berbasis masalah antara lain


sebagai berikut:
1. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik,
yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari
2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan
atau melakukan eksperimen/percobaan
3. Memfasilitasi dialog siswa; dan
4. Mendukung belajar siswa.
Tabel 2.1

Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,


Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Tahap-2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasikan siswa untuk belajar mendefenisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Tahap-3 Guru menolong siswa untuk
Membimbing penyelidikan individual mengumpulkan informasi yang sesuai,
maupun kelompok melaksanakan eksperimen, untuk
Tahap Tingkah Laku Guru

mendapatkan penjelasan dan


pemecahan masalah.
Tahap-4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya
karya yang sesuai seperti laporan, video dan
model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5 Guru membantu siswa untuk
Menganalisis dan mengevaluasikan melakukan refleksi atau evaluasi
proses pemecahan masalah terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.

2.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistic yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah

yang dipilih

b. Guru membantu siswa mendefiniskan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut(menetapkan topic,

tugas, jadwal, dll)

c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,

pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalahan.

d. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang

sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan

temannya.

e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan antara lain:

a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam

situasi nyata

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui

aktivitas belajar

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban

siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari

perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

f. Siswa memiliki kemampuan menila kemajuan belajarnya sendiri

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam

kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka

h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching

Selain kelebihan tersebut model pembelajaran berbasis masalah juga memiliki

beberapa kekurangan antara lain:

a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru

berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk


pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan

pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi

akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

c. Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam

proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk

proses tersebut.

2.4 Keefektifan Pembelajaran

Keefektifan pembelajaran harus selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan

pembelajaran. Sadiman (Trianto, 2009:20) kefektifan pembelajaran adalah hasil

guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Tim

Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam

Trianto(2009:20), bahwa efesiensi dan kefektifan mengajar dalam proses interaksi

belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar

bisa belajat dengan baik. Untuk mengetahui kefektifan mengajar, dengan

memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek

proses pengajaran.

Trianto (2009:20) Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi

persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:

1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM;


2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa;
3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan
4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan
struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4)
Soesmosasmito (Trianto, 2009:20) Guru yang efektif adalah guru yang

menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat

dalam suatu mata pelajaran dengan preesentasi waktu belajar akademis yang

tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif

atau hukuman. Selain itu, guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat

menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas

yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki suatu rasa cinta belajar, menguasai

sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak

sekadar mencapai suatu prestasi namun juga menjadi anggota masyarakat yang

pengasih.

Sikap diri seperti dikatakan Roseshine dan Frust (Trianto, 2009:21), da[at

diidentifikasi 5 variabel proses yang memperlihatkan keajegan hubungan dengan

pencapaian tujuan, yaitu: (1) kejelasan dalam penyajian; (2) kegairahan mengajar;

(3) ragam kegiatan; (4) perilaku siswa akan melaksanakan tugas dan

kecekatannya; dan (5) kandungan bahan pengajaran yang diliput siswa.

Salah satu strategi yang membantu siswa belajar dari teks tertulis dan

sumber-sumber informasi yang lain adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

sehingga siswa harus berhenti dari waktu kewaktu untuk menilai pemahaman

mereka sendiri terhadap teks atau apa yang diucapkan gurunya.

2.5 Aktivitas Belajar Siswa

Keberhasilan pendidikan tidak hanya tergantung pada pendidik yang selalu

dituntut dapat mengajar secara profesional saja, melainkan peran aktif siswa di
dalam proses belajar juga sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan.

Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai

tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, merupakan bentuk perubahan

perilaku yang relatif menetap. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil belajar

yang baik dan maksimal diperlukan aktivitas yang baikdalam belajar. Aktivitas

belajar yang baik dalam belajar merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi

oleh siswa dalam mencapai hasil belajar.

Perubahan aktivitas belajar yang terjadi merupakan usaha sadar dan

disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya,

individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi

perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya

semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.

Dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan

memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan

dengan pembelajaran tersebut. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk

kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Bertambahnya pengetahuan

atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari

pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar

bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Untuk

memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan

perubahan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh


pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap

dan keterampilannya. Gagne (Aliwanto, 2017: 66) perubahan perilaku yang

merupakan hasil dari aktivitas belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara
tertulis maupun tulisan.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi
dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan
pengelolaan keseluruhan aktivitasnya.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.
Kondisi siswa yang siap menerima pelajaran dari guru, akan berusaha

merespon

atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Untuk dapat memberi

jawaban yang benar tentunya siswa harus mempunyai pengetahuan dengan cara

membaca dan mempelajari materi yang akan diajarkan oleh guru. Dalam

mempelajari materi tentunya siswa harus mempunyai buku pelajaran dapat berupa

buku paket dari sekolah maupun buku diktat lain yang masih relevan digunakan

sebagai acuan untuk belajar. Proses belajar mengajar di sekolah menempatkan

siswa sebagai komponen yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Siswa

adalah subyek sekaligus objek dalam proses belajar mengajar, sebab siswalah

yang melakukan belajar dan siswa pula yang menjadi tujuan belajar. Melalui

proses belajar diharapkan siswa mengalami perubahan pengetahuan, nilai, sikap

dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan seharihari. Mulyono


Abdurahman (Aliwanto, 2017: 66) mengatakan : “anak didik adalah unsur

manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai

pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran”. Berarti

siswa menduduki posisi yang menentukan kelangsungan proses belajar serta

pencapaian tujuan belajar. Perbedaan individu dapat menyebabkan perbedaan

tingkah laku siswa dalam berinteraksi di sekolah serta aktivitas belajar dikalangan

siswa. Banyak faktor yang menjadi penyebab dari masalah ini, salah satunya

adalah pengaruh dalam lingkungan keluarga. Selain taraf intelegensi, faktor lain

yang turut menyebabkan perbedaan individu pada tiap-tiap siswa adalah keadaan

rumah, lingkungan sekitar rumah, pendidikan, kesehatan siswa, makanan, usia,

keadaan sosial ekonomi orang tua dan lainnya”. Paul B. Diedric (Aliwanto, 2017:

66) mengatakan ada beberapa jenis aktivitas belajar yang harus dilakukan dengan

baik oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal diantaranya : (1)

visual activities, yaitu kegiatan membaca, memperhatikan. (2) oral activities,

yaitu kegiatan yang dilakukan seperti merumuskan, bertanya, memberi saran,

berpendapat, diskusi, dan intruksi (3) listening activities yaitu kegitan

mendengarkan, (4) writing activities yaitu kegiatan menulis, (5) drawing

activities, yaitu kegiatan menggambar, membuat grafik, peta dan diagram (6)

motor activities, yaitu kegiatan melakukan pekerjaan, membuat konstruksi, model,

(7) mental activities yaitu kegiatan menanggapi, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis dan mengambil keputusan, (8) emotional activities yaitu tenang,

merasa bosan, gugup.


Aktivitas-aktivitas belajar seperti yang diuraikan dari delapan jenis

aktivitas di atas tentunya terjadi pada setiap sekolah. Demikian juga halnya terjadi

di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tanah Pinoh. Para siswa cukup terlibat

dalam aktivitas belajar di sekolah misalnya memperhatikan guru yang sedang

menjelaskan, menulis apa yang diperintahkan oleh gurunya, bertanya dan

berdiskusi. Namun beberapa aktivitas belajar tersebut tidak semuanya baik

dilakukan oleh siswa yang ada di sekolah tersebut. Masih banyak terdapat

beberapa siswa yang tidak memperhatikan guru dalam mengajar, sering sibuk

sendirian di belakang, kurang tanggap terhadap pelajaran yang diberikan, apabila

diberikan pertanyaan mereka kurang mampu untuk menjawab apalagi minta untuk

bertanya. Akan tetapi jika ada pelajaran kosong mereka tampak aktif untuk

berbuat keributan.

2.6 Kemampuan Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran

Proses pembelajaran yang merupakan inti dari proses pendidikan formal

sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pembelajaran

komponen-komponen itu dapat dikelompokkan kelompokkan ke dalam tiga

kategori utama, yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa.

Pada awal proses pembelajaran peran guru bisa lebih aktif. Guru

memberikan pengetahuan yang dibutuhkan siswa dengan mengemukakan

pendapat, bertanya, menjelaskan, memberikan contoh yang akan dipelajari siswa.

Selanjutnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan

berpartisipasi secara nyata menerapkan apa yang telah dipelajarinya dari guru
dengan bertanya, berpendapat, mengerjakan tugas, berlatih, atau mencoba. Ketika

siswa aktif peran guru mulai berubah menjadi lebih pasif, misalnya dengan cara

mengawasi atau membimbing siswa dan memberikan feedback. Sebaliknya dari

guru, pada awalnya pelajaran siswa cenderung pasif. Mereka mendengarkan dan

mengamati penjelasan guru.

Di dalam melaksanakan merupakan proses pembelajaran, guru dituntut

untuk memiliki berbagai keterampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap

suatu pernyataan, yaitu bagaimana menyelenggarakan pembelajaran yang dapat

mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut

menuntut pada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh

seorang guru, sehingga dapat melakasanakan tugas dengan berhasil. Persyaratan-

persyaratan itu meliputi:

1. Penguasaan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan isi pembelajaran yang dibawakan untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, jika seorang guru mengajar

tanpa menguasai materi pembelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai

hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi

pembelajaran tertentu yang merupakan bagian dari suatu mata pelajaran saja,

tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi pembelajaran itu sendiri dapat

menuntun hasil yang lebih baik.

Penguasaan materi pembelajaran secara baik yang menjadi bagian dari

kemampuan guru, biasanya merupakan tuntutan pertama dalam proses keguruan.

Namun seberapa banyak materi pembelajaran harus dikuasai belum ada tolok
ukurnya. Dalam praktek seringkali dapat dirasakan atau diperoleh kesan tentang

luas tidaknya penguasaan materi pembelajaran yang dimiliki guru. Namun itu pun

bukan merupakan ukuran yang bersifat pasti. Sebab, masih banyak faktor yang

berpengaruh terhadap pembelajaran selain dari itu. Jadi, yang menjadi ketentuan

adalah bahwa guru harus menguasai apa yang akan diajarkan, agar dapat member

pengaruh terhadap pengalaman belajar yang berarti kepada siswa.

2. Kemampuan Menerapkan Prinsi-prinsip Psikologi

Prinsip-prinsip psikologi yang biasanya merupakan hasil penelitian para

ahli, menjelaskan kepada kita tentang tingkah laku manusia dalam berbagai

konteks. Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku.

Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik, perlu menerapkan prinsip-

prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan belajar.

Di samping itu, para ahli baik ahli pendidikan maupun ahli psikologi

mengakui tentang adanya perbedaan individual yang dimiliki oleh setiap individu.

Perbedaan-perbedaan itu meliputi kecerdasan, bakat, minat, sikap, harapan, dan

aspek-aspek kepribadian lainnya. Perbedaan itu dapat member pengaruh terhadap

hasil belajar. Dengan berpegang pada prinsip perbedaan individu ini guru dapat

mencari metode pembelajaran yang tepat, agar proses pembelajaran yang

dilaksanakan mencapai hasil yang optimal.

3. Kemampuan Menyelenggarakan Proses Pembelajaran.

Kemampuan menyelengarakan proses pembelajaran merupakan salah satu

persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari

pembelajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan


konseptual dan pengalaman praktek. Itu sebabnya maka di lembaga-lembaga

pendidikan yang mendidik calon guru, menyiapkan para calon guru dapat

memberikan bekal-bekal teoritus dan pengalaman praktek kependidikan. Bekal

teoritis meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat menunjang

pemahaman teori dan konep belajar mengajar. Sedangkan bekal praktis diperoleh

melalui kegiatan pengamatan terhadap guru dalam mengajar serta melakukan

praktek. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenali dan mengalami situasi

“nyata” dalam pelaksanaan pembelajaran.

4. Kemampuan Menyesuaikan Diri dengan Berbagai Situasi Baru

Secara formal maupun professional tugas guru seringkali menghadapi

berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang

terjadi dilingkungan tugas profesionalnya. Perubahan dalam bidang kurikulum,

pembaharuan dalam sistem pembelajaran, serta anjuran-anjuran dari “atas” untuk

menerapkan konsep-konsep “baru” dalam pelaksanaan tugas, seperti system

belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini

membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas.

Kebingungan tersebut diantaranya diakibatkan oleh kurangnya persiapan guru

menerima berbagai pembaharuan. Dampak yang terjadi adalah ketidakmapuan

menyesuaikan diri denganberbagai situasi, sehingga muncul berbagai sikap yang

tidak mendukung pembaharuan.

Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan pada

dasarnya muncul seiring dengan adanya sikap positif untuk mau meningkatkan

diri dalam karir profesionalnya. Sikap ini dapat muncul jika guru memiliki
kecakapan yang memadai mengenai hal-hal yang bertalian dengan proses

pembelajaran, sehingga perubahan yang terjadi dilingkungan profesinya tidak

terlalu mengejutkan, bahakn guru yang bersangkutan mampu menyediakan diri

dengan perubahan atau situasi baru yag dihadapi.

Kemampuan seorang guru dalam penyelesaian tugas-tugas keguruan

merupakan kompetensi professional yang sangat penting, sebab langsung

berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh karena itu, tingkat

keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini. Beberapa

kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini di antaranya:

a) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham

akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan pembelajaran.

b) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang

tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar, dan lain

sebagainya.

c) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang

studi yang diajarkannya.

d) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi

pembelajaran.

e) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber

belajar.

f) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.

g) Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.


h) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya

paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.

i) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk

meningkatkan kinerja.

2.7 Perangkat Pembelajaran

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan

perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam

mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), buku ajar siswa, buku guru,

, tes pemahaman konsep.

1. Rencana Pelaksanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu panduan langkah-langkah yang

akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam

skenario kegiatan. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun untuk setiap

pertemuan yang terdiri dari tiga rencana pembelajaran, yang masing-masing

dirancang untuk pertemuan selama 90 menit dan 135 menit. Skenario kegiatan

pembelajaran dikembangkan dari rumusan tujuan pembelajaran yang mengacu

dari indicator untuk mencapai hasil belajar sesuai kurikulum berbasis kompetensi

(KBK, 2004).

Rencana pelaksanaan pembelajaran dimaksud adalah rencana pelaksanaan

pembelajaran berorientasi pembelajaran terpadu yang menjadi pedoman bagi guru

dalam proses belajar mengajar.


Komponen-komponen penting yang ada dalam rencana pembelajaran

meliputi: Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), hasil belajar,

indicator pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran,

alat dan bahan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

Sesuai pengertiannya maka RPP disusun sebagai rancangan kegiatan

pembelajaran per satu KD. Berikut ini langkah menyusun RPP.

a. Menuliskan identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan (nama

sekolah), kelas, semester, mata pelajaran, jumlah pertemuan.

b. Menentukan SK, KD, dan indikator pencapaian kompetensi yang akan

digunakan. Indikator pencapaian kompetensi pencapaian kompetensi itu telah

dikembangkan pada silabus yang sebelumnya telah disusun.

c. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan indicator

pencapaian kompetensi pencapaian kompetensi.

d. Mengidentifikasi materi ajar. Materi ajar diidentifikasi berdasarkan materi

pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Menurut Standar Proses,

materi ajar ini memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan

ditulis dalam bentuk butir-butir yang relevan dengan indikator pencapaian

kompetensi. Pencapaian tujuan pembelajaran harus difasilitasi oleh

pembelajaran yang materi ajarnya memadai dari segi keluasan maupun

kedalamannya.

e. Menentukan alokasi waktu. Menurut Standar Proses, alokasi waktu ditentukan

sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.


f. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Metode

pembelajaran ditentukan mengacu pada kegiatan pembelajaran yang dirancang

di silabus pembelajaran. Menurut Standar Proses, metode pembelajaran

digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa mencapai KD atau seperangkat indikator yang telah

ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan

kondisi siswa, serta karakteristik dari setiap indikator pencapaian kompetensi

yang hendak dicapai siswa.

g. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan

pendahuluan, inti, dan penutup. Rumusan langkah-langkah pembelajaran

disusun dengan mengacu desain kegiatan pembelajaran yang telah disusun

pada silabus. Silabus dibuat untuk satu KD. Bila pembelajaran 1 KD dikelola

lebih dari satu pertemuan maka pada setiap pertemuan hendaknya diuraikan

langkah kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Kegiatan Pendahuluan:

Menurut Standar Proses, kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam

suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan

memfokuskan perhatian siswa agar berpartisipasi aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam kaitan itu, menurut Standar Proses, isi kegiatannya antara

lain:

i. menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses

pembelajaran,
ii. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan pengetahuan yang akan dipelajari (apersepsi),

iii. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai,

iv. meyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan pembelajaran sesuai

silabus.

Kegiatan Inti:

Menurut Standar Proses, kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk

mencapai KD.Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai

denga bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti

dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi. Menurut Standar Proses, kegiatan penutup merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam

bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan

tindak lanjut.

Menurut Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007), kegiatan inti

menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan

mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

i. Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:


 melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang

topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam

takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;

 menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,

dan sumber belajar lain;

 memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

 melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;

 memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,

atau lapangan.

ii. Elaborasi

Dalarn kegiatan elaborasi, guru:

 membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui

tugas-tugas tertentu yang bermakna;

 memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain

untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

 memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

 memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

 memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan

prestasi belajar;

 rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;


 memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kreasi; kerja individual

maupun kelompok;

 memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta

produk yang dihasilkan;

 memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

iii. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

 memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

 memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta

didik melalui berbagai sumber,

 memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan,

 memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna

dalam mencapai kompetensi dasar: (a) berfungsi sebagai narasumber dan

fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi

kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; (b)

membantu menyelesaikan masalah; (c) memberi acuan agar peserta didik

dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; (d) memberi informasi

untuk bereksplorasi lebih jauh; (e) memberikan motivasi kepada peserta

didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.


h. Menyusun rancangan penilaian: Menurut Standar Proses penilaian mencakup

prosedur dan instrument penilaian proses dan hasil belajar yang disesuaikan

dengan indicator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar

Penilaian.

i. Menentukan sumber belajar yang akan digunakan. Menurut Standar Proses,

penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD, materi ajar, kegiatan

pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi

2. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan

siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun

panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan

eksperimen atau demonstrasi.

Lembar kegiatan siswa memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang

harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya

pembentukan kemampuan dasar sesuai indicator pencapaian hasil belajar yang

harus ditempuh. Pengaturan awal dari pengetahuan dan pemahaman siswa

diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen

sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna, dan dapat terkesan dengan baik

merupakan salah satu dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi

setiap lembar kegiatan siswa pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat

mencerminkan hal itu.


Trianto (2010:212) Lembar kegiatan siswa dibagi dalam dua macam, yaitu

(1) lembar kegiatan yang berisi sarana untuk melatih, mengembangkan

keterampilan dan mengembangkan serta menemukan konsep dalam suatu tema

(lembar kegiatan siswa tak berstruktur), (2) lembar kegiatan siswa yang

diramcang untuk membimbing siswa dalam suatu proses belajar mengajar dengan

atau tanpa bimbingan guru. Lembar kegiatan siswa dimaksudkan untuk

mngaktifkan siswa, membantu siswa menemukan dan mengembangkan konsep,

melatih siswa menemukan konsep, menjadi alternative cara penyajian materi

pelajaran yang menekankan keaktifan siswa, serta dapat memotivasi siswa.

Sebagai bahan pertimbangan penulisan lembar kegiatan siswa, setiap

lembar kegiatan siswa yang disediakan memenuhi criteria penulisan sebagai

berikut: (1) mengacu pada kurikulum, (2) mendorong siswa untuk belajar dan

bekerja, (3) bahasa yang digunakan mudah dipahami, dan (4) tidak dikembangkan

untuk menguji konsep-konsep yang sudah diujikan guru dengan cara duplikasi

(Trianto, 2010:213)

Penyusunan suatu LKS mengacu pada pedoman yang tercantum dalam

Depdiknas. Berikut adalah tahap-tahap penyusunan bahan ajar dalam bentuk LKS

(Depdiknas, 2008:23-24)

a) Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum bertujuan untuk menemukan mater-materi mana yang

memerlukan bahan ajar LKS. Penentuan materi yang akan dianalisis dengan

cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan

diajarkan, kemudian apa saja kompetensi yang harus dimiliki siswa.


b) Penyusunan Peta Kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah dan

urutan LKS yang akan disusun. Urutan ini sangat diperlukan dalam

menentukan prioritas penulisan LKS.

c) Penentuan Judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi dasar, materi-materi pokok

atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu kompetensi

dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu

besar.

d) Tahap-tahap Penulisan LKS

Berikut adalah tahap-tahapan penulisan LKS diantaranya, penguasaan

rumusan kompetensi dasar, penentuan alat penilaian, penyusunan materi dan

perancang struktur LKS.

3. Buku Ajar Siswa dan Guru

Buku siswa merupakan buku panduan bagi siswa dalam kegiatan

pembelajaran yang memuat materi pelajaran tentang teorema pythagoras, kegiatan

penyelidikan berdasarkan konsep, informasi, dan contoh-contoh penerapan

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, bacaan siswa ini juga sebagai panduan belajar baik dalam

proses pembelajaran dikelas maupun belajar mandiri. Materi ajar berisikan garis

besar bab, tujuan yang memuat tujuan yang hendak dicapai setelah mempelajari

materi ajar, materi pelajaran berisi uraian materi yang harus dipelajari, bagan atau
gambar yang mendukung ilustrasi pada uraian materi, uji diri setiap submateri

pokok.

Pada buku Guru terdapat dua macam bentuk petunjuk membelajarkan,

yaitu Petunjuk Umum dan Petunjuk Khusus. Pada Petunjuk Umum disajikan

tentang konsep kurikulum 2013, keterkaitan antara KI-KD, karakteristik

pembelajaran matematik, petunjuk membelajarkan kegiatan saintifik, dan

pedoman penilai. Pada Petunjuk Khusus disajikan tentang petunjuk kegiatan

membelajarkan dalam pendekatan ilmiah, yaitu mengamati, menanya, menggali

informasi, menalar, dan mengomunikasikan

Buku Guru disusun untuk memudahkan para guru dalam melaksanakan

pembelajaran tematik terpadu. Buku ini mencakup hal-hal sebagai berikut.

 Jaringan tema yang memberi gambaran kepada guru tentang suatu tema

yangmelingkupi beberapa Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator dari

berbagai mata pelajaran.

 Tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada setiap kegiatan

pembelajaran.

 Kegiatan pembelajaran tematik terpadu untuk menggambarkan kegiatan

pembelajaran yang menyatu dan mengalir.

 Pengalaman belajar yang bermakna untuk membangun sikap dan perilaku

positif, penguasaan konsep, keterampilan berpikir saintifik, berpikir

tingkat tinggi,kemampuan menyelesaikan masalah, inkuiri, kreativitas, dan

pribadi reflektif.

 Berbagai teknik penilaian siswa.


 Informasi yang menjadi acuan kegiatan remedial dan pengayaan.

 Kegiatan interaksi guru dan orang tua, yang memberikan kesempatan

kepadaorang tua untuk ikut berpartisipasi aktif melalui kegiatan belajar

siswa di rumah.

 Petunjuk penggunaan buku siswa.

4. Tes Pemahaman Siswa

Perangkat pembelajaran ini bertujuan agar guru dapat mengetahui konsep-

konsep yang telah dimiliki siswanya pada materi teorema Pythagoras.

2.8 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Sudjana (Trianto, 2009:177), untuk melaksanakn pengembangan

perangkat pembelajaran diperlukan model-model pengembangan yang sesuai

dengan system pendidikan. Sehubungan dengan hal itu ada beberapa model

pengembangan perangkat pembelajaran dikenal tiga macam model pengembangan

perangkat, yaitu model Dick-Carey, model 4-D dan model Kemp. Model yang

akan dibahas adalah model 4-D.

Model pengembangan perangkat 4-D disarankan oleh Thiagarajan dan

Semmel. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu define, design,

develop, dan disseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-P, yaitu

pendefenisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran seperti pada Gambar

beikut
1) Tahap Pendefinisian (Define)

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran

diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan

perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu (a) analisis ujung depan,

(b) analisis siswa; (c) analisis tugas; (d) analisi konsep; dan (e) perumusan tujuan

pembelajaran.

a) Analisis Ujung Depan

Analisi ujung depan bertujuan untuk memunculkan dan

menetapkan maslah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran matematika

SMP sehingga dibutuhkan pengembangan bahan pembelajaran.

Berdasarkan masalah ini disusunlah alternative perangkat yang relevan.

Dalam melakukan analisi ujung depan perlu mempertimbangkan beberapa

hal sebagai alternative pengembangan perangkat pembelajaran, teori

belajar.

Analisis ujung depan diawali dari pengetahuan, keterampilan, dan

sikap awal yang dimiliki siswa untuk mencapai tujuan akhir yaitu tujuan

tercantum dalam kurikulum. Kesenjanagn antara hal-hal yang sudah

diketahui siswa dengan apa yang seharusnya akan dicapai siswa

memerlukan telaah kebutuhan akan materi sebagai penutup kesenjangan

tersebut.

b) Analisis tugas
Analisi tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi dalam

satuan pembelajaran. Analisis tugas dilakukan untuk merinci isi materi

ajar dalam bentuk garis besar. Analisis ini mencakup: analisis struktur isi,

analisis procedural, analisis proses informasi, analisis konsep, dan

perumusan tujuan

2) Tahap Perancangan (Design)

Tujuan tahap ini adalah untuk menyiapkan prototype perangkat

pembelajaran. Tahap ini terdiri dari 3 langkah, yaitu: (a) penyusunan tes acuan

patokan, merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan

tahap design. Tes disusun berdasarkan hasil perumusan tujuan pembelajaran

khusus. Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya perubahan tingkah laku

pda diri sisa setelah kegiatan belajr mengajar; (b) pemilihan media yang sesuai

tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran, (c) pemilihan format. Di dalam

pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format

perangkat yang sudah ada an yang sudah dikembangkan di Negara-negara lain

yang lebih maju.

3) Tahap Pengembangan (Develop)

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang

sudah direvisi berdasarkan masukan dari para pakar. Tahap ini meliputi: (a)

validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi; (b) simulasi, yaitu

kegiatan mengoperasionalkan rencana pelajaran; dan (c) uji coba terbatas dengan

siswa yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi.
Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan jumlah siswa yang sesuai

dengan kelas sesungguhnya.

4) Tahap Pendiseminasian (Ddisseminate)

Tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah

dikembangkan pada skala yang lebih luas, misalnya dikelas lain, di sekolah lain,

oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah untuk menguji efektivitas penggunaan

perangkat di dalam KBM.

2.7.1 Langkah-langkah Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Secara umum tiap-tiap langkah pengembangan perangkat pembelajaran

berhubungan secara langsung dengan aktivitas ‘revisi’. Pengembangan perangkat

dapat dimulai dari titik mana pun dalam siklus. Namun menurut Ibrahim (Trianto,

2009:192) karena kurikulum yang telah berlaku secara nasional di Indonesia

berorientasi pada tujuan, maka seyogianya proses pengembangan itu dimulai dari

tujuan.

1) Tujuan

Pada tahap ini dilakukan analisi terhadap tujuan yang terdapat dalam

kurikulum. Sebenarnya tahap ini berupa analisi tugas, yang mencakup analisi

struktur isi pelajaran, konsep, procedural, dan perumusan tujuan pembelajaran.

a) Analisi Struktur Isi

Analisis struktur isi adalah analisi termasuk isi kurikulum.

b) Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama yang akan

diajarkan dan menyususnya secara sistematis serta mengaitkan satu konsep

dengan konsep lain yang relevan, sehingga membentuk suatu peta konsep.

Dari analisis konsep yang dilakukan didapatkan suatu peta konsep.

c) Analisi Prosedural

Analisis procedural digunakan untuk mengidentifikasi tahap-tahap

penyelesaian tugas. Menurut Kemp (Trianto, 2009:194), analisi procedural

digunakan untuk menganalisi tugas dengan jalan mengidentifikasi tahap-

tahap penyelesaiannya.

d) Perumusan Tujuan Pembelajaran

Penyusunan tujuan pembelajaran atau indikato pencapaian hasil belajar

didasarkan pad Kompetensi Dasar dan Indikator yang tercantum dalam

kurikulum tentang suatu konsep materi.

2) Analisis Siswa

Analisis siswa merupakan telaah karakteristik siswa yang meliputi

kemampuan, latar belakan pengetahuan, dan tingkat perkembangan kognitif siswa.

Dari hasil analisis ini nantinya akan dijadikan kerangka acuan dalam menyusun

materi pembelajaran.

Menurut teori belajar Piaget perkembangan anak dibagi menjadi beberapa

tahap, yaitu sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional

konkret (7-11 tahun), dan operasioanal formal (11 tahun keatas).

Jika menjadi subjek adalah siswa SMP kelas 1 dengan usia antara 12-14

tahun, maka sesuai teori Piaget siswa pada kelompok usia seperti itu berada dalam
tahap operasi formal atau mereka telah mampu untuk berpikir abstrak. Slavin

(Trianto, 2009:197) Jadi pada tahap ini para siswa sudah mampu menyelesaikan

masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks daripada anak yang masih

berada dalam tahap operasional konkret.

3) Materi

Yang dimaksud materi pelajaran di sini adalah hasil analisis tujuan, yang

dinyatakan dengan analisis konsep dan analisi tugas.

4) Tujuan Belajar

Tujuan belajar adalah tujuan pembelajaran (khusus) yang diperoleh dari

hasil analisis tujuan yang telah dilakukan pada perumusan tujuan pembelajaran di

atas.

5) Pemilihan Pendekatan Pembelajaran

Pemilihan pendekatan pembelajaran bertujuan untuk memilih dan

merencanakan kegiatan belajar berdasarkan bahan kajian yang sesuai dengan TP

yang sudah dibuat agar dapat dicapai hasil belajar yang maksimal. Sesuai dengan

pendekatan yang digunakan dalam PBM ini dan tujuan yang ingin dicapai

digunakan pendekatan berorientasi pada pembelajaran inovatif-progresif.

6) Penilaian Awal Siswa

Penilaian awal siswa dilakukan dengan cara memberikan tes, yang berupa

pretest. Tes ini dilakukan untuk penjajalan atau pengukuran tentang siswa

terhadap tujuan yang harus dicapai.


7) Aktivitas Belajar Mengajar dan Sumber Belajar

Pembelajaran pokok bahasan energy ini berorientasi pada pendekatan CTL

yang mengacu model pembelajaran langsung dan kooperatif sehingga langkah-

langkah KBM yang dipersiapkan mengacu pada sintaks atau langkah-langkah

pelaksanaan model pembelajaran.

8) Evaluasi

Tes Hasil Belajar (THB) disusun berdasarkan pada hasil perumusan tujuan

pembelajaran. Tes merupakan salah satu alat untuk mengukur terjadinya

perubahan tinglah laku pada siswa setelah berlangsung serangkaian proses belajar

mengajar.

Perubahan tingkah laku siswa yang diharapkan berupa produk dan proses,

sehingga haris disusun tes hasil belajar produk dan proses yang dibuat

berdasarkan acuan patokan. Tes acuan patokan merupakan alat evaluasi untuk

mengukur seberapa jauh ketercapaian TP yang telah dirumuskan.

2.8 Hasil Penelitian Relevan

Penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah telah banyak dilakukan.

Pada umumnya hasil dari penelitian tersebut pasti dapat meningkatkan

kemampuan peserta didik. Pada sub bab ini akan diperlihatkan penelitan-

penelitian yang relevan guna sebagai rujukan bagi penelitian yang akan dilakukan,

dan juga berguna agar tidak terjadi pengulangan judul dari penelitian yang sudah

dibuat. Berikut ini diperlihatkan berbagai penelitian yang telah dilakukan.


Hasil penelitian Wakhidah Nur Shalihah (2016) menunjukkan peningkatan

pemecahan masalah pada siswa kelas VIII SMP Kasatriyan 1 Surakarta materi

Pythagoras dilihat dari: 1. menunjukkan pemahaman masalah Pythagoras dari

sebelum tindakan 5 siswa (22,73%) setelah tindakan meningkat menjadi 14 siswa

(63,64%) 2. memilih metode pemecahan masalah materi Pythagoras secara tepat

dari sebelum tindakan 3 siswa (13,64%) setelah tindakan meningkat menjadi 13

siswa (59,09%) 3. menyelesaikan masalah pythagoras dari sebelum tindakan 4

siswa (18,18%) setelah tindakan meningkat menjadi 13 siswa (59,09%).

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa penerapan Problem Based Learning

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika materi

Pythagoras.

Demikian pula dengan hasil penelitian Yusniar Wulandari (2016) yang

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan masalah

matematika siswa kelas VIII di SMP N 1 SIrah Pulau Padang. Penelitian yang

dilaksanakan selama 8 kali pertemuan dikelas eksperimen dan kelas control.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan kemampuan

pemecahan masalah matematika pada materi Pythagoras berhasil.

Hasil Penelitian Lukman (2003) yang mencoba menerapkan model

pembelajaran berdasarkan masalah dalam pelajaran matematika di kelas II MTs.

Negeri Palu Selatan Sulawesi Tengah, hasilnya menunjukkan adanya peningkatan

kecerdasan emosi ketika diajarkan menggunakan model pembelajaran berdasarkan

masalah.
Demikian pula dengan hasil penelitian Abbas (2000) menemukan bahwa

hasil belajar mengajar menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah

lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diajarkan secara konvensional di

dalam pembelajaran matematika kelas I SMU Negeri 18 Surabaya. Model

pembelajaran berdasarkan masalah juga efektif untuk mengajarkan aturan sinus

dan cosinus.

Dari beberapa kutipan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa guru

mampu mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

berdasarkan masalah, asal kepada guru tersebut dilatihkan terlebih dahulu.

Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah telah berhasil

meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di dalam kelas, seperti siswa

senang mengikuti pelajaran dengan model yang diterapkan, aktivitas siswa dan

guru meningkat, dan umumnya aktivitas berpusat pada siswa. Dari segi hasil

belajar menunjukkan peningkatan proporsi jawaban benar pada produk, proses,

dan psikomotor.

Uraian di atas merupakan bukti-bukti empirik mengenai implementasi

model pembelajaran berdasarkan masalah di kelas-kelas di sekolah di Indonesia,

sebagai berikut:

a. Model pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan di Idonesia.

b. Sejauh yang telah diujicobakan, model pembelajaran berdasarkan masalah

dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.

c. Sejauh yang telah diujicobakan, model pembelajaran berdasarkan masalah


dapat diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan seperti SD, SMP/MTs,

SMA, lebih-lebih di Perguruan Tinggi.

d. Model pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan kualitas

pembelajaran yang ditandai dengan kegiatan penyelidikan dan pengamatan

yang berpusat pada siswa.

e. Model pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan proporsi

jawaban benar siswa pada ranah kognitif, keterampilan proses, dan

psikomotor.

2.9 Uraian Materi

2.9.1 Pengertian Teorema Pythagoras

Teorema Phytagoras adalah suatu keterkaitan dalam geometri Euklides

antara tiga sisi sebuah segitiga siku-siku. Teorema ini dinamakan menurut filsuf

dan matematikawan Yunani abad ke-6 SM. Teorema Pythagoras merupakan

peninggalan dari Pythagoras yang penerapannya banyak digunakan hingga saat

ini.

Teorema Phytagoras menyatakan bahwa: jumlah luas bujur sangkar pada

kaki sebuah segitiga siku-siku sama dengan luas bujur sangkar hipotenusa.

Sebuah segitiga siku-siku adalah segitiga yang mempunyai sebuah sudut siku-

siku; kakinya adalh dua sisi yang membentuk sudut siku-siku tersebut, dan

hipotenusa adalah sisi ketiga yang berhadapan dengan sudut siku-siku tersebut.

Kuadrat hipotenusa dari sebuah segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah

kuadrat dari kaki-kakinya (sisi siku-sikunya). Secara matematis teorema


pythagoras ditulis sebagai c2 = a2 + b2 dimana a dan b mewakili panjang kedua

sisi siku-sikunya dan c mewakili panjang hipotenusanya. Dalam bentuk geometri,

Teorema Pythagoras dapat dinyatakan sebagai berikut.

Pada suatu segitiga siku-siku, luas persegi yang sisinya adalah hipotenusa sama

dengan jumlah luas persegi yang sisi-sisinya adalah sisi siku-siku dari segitiga

siku-siku tersebut.

Dengan kata lain:

Luas Persegi III = Luas Persegi I + Luas Persegi II


2.9.2 Menghitung Panjang sisi segitiga siku-siku

Contoh :

1. Pada suatu segitiga ABC siku-siku di titik A. panjang AB= 4 cm dan AC= 3

cm. Hitunglah panjang BC!

Jawab:

BC2 = AC2 + AB2

BC2 = 32 + 42

BC2 = 9 + 16

BC2 = 25

BC = 5 cm

2. Sebuah kapal berlayar ke arah Barat sejauh 80 km, kemudian ke arah utara

sejauh 60 km. Hitunglah jarak kapal sekarang dari jarak semula.

jawab:

OU2 = OB2 + UB2

OU2 = 802 + 602

OU2 = 6.400 + 3.600

OU2 = 10.000

OU = 100 km

2.9.2 Menentukan Jenis Segitiga jika Diketahui Panjang Sisinya dan Triple

Pythagoras

1. Kebalikan Dalil Pythagoras

Dalil pythagoras menyatakan bahwa dalam segitiga ABC, jika sudut A siku-siku

maka berlaku a2= b2 + c2.


Dalam ABC, apabila a adalah sisi dihadapan sudut A, b adalah sisi dihadapan

sudut B, c adalah sisi sihadapan sudut C, maka berlaku kebalikan Teorama

Pythagoras, yaitu:

Jika a2 = b2 + c2 maka ABC siku-siku di A.

Jika b2 = a2 +c2 maka ABC siku-siku di B.

Jika c2 = a2 + b2 maka ABC siku-siku di C.

Dengan menggunakan prinsip kebalikan dalil Pythagoras, kita dapat menentukan

apakah suatu segitiga merupakan segitiga lancip atau tumpul.

Jika a2 = b2 + c2 maka ABC adalah segitiga siku-siku.

Jika a2 > b2 + c2 maka ABC adalah segitiga tumpul.

Jika a2 < b2 + c2 maka ABC adalah segitiga lancip.

Contoh :

Tentukan jenis segitiga yang memiliki panjang sisi

1. 5 cm, 7 cm dan 8 cm.

Jawab: sisi terpanjang adalah 8 cm, maka a= 8 cm, b = 7cm dan c = 5 cm

a2 = 82 = 64

b2 + c2 = 72 + 52

b2 + c2 = 49 + 25

b2 + c2 = 74

karena a2 < b2 + c2, maka segitiga tersebut adalah segitiga lanci

2. 8cm, 7cm dan 12 cm

Jawab: sisi terpanjang adalah 12 cm, maka a= 12 cm, b = 7cm dan c = 8 cm

a2 = 122 = 144
b2 + c2 = 72 + 82

b2 + c2 = 49 + 64

b2 + c2 = 113

karena a2 > b2 + c2, maka segitiga tersebut adalah segitiga tumpul

2. Triple Pythagoras

Yaitu pasangan tiga bilangan bulat positif yang memenuhi kesamaan “kuadrat

bilangan terbesar sama dengan jumlah kuadrat kedua bilangan yang lain.”

Contoh :

3, 4 dan 5 adalah triple Pythagoras sebab, 52 = 42 + 32

2.10

Anda mungkin juga menyukai