"Hal ini merupakan bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka
lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE bagi produsen Indonesia,
setelah sebelumnya sempat mengalami kelesuan akibat adanya pengenaan bea masuk anti
dumping (BMAD) atas produk tersebut," tandas Mendag.
UE mengenakan BMAD atas produk biodiesel Indonesia sejak tahun 2013 dengan margin dumping
sebesar 8,8%-23,3%. Sejak saat itu, ekspor biodiesel Indonesia ke UE mengalami penurunan.
Berdasarkan data statistik BPS, pada periode 2013–2016 ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun
sebesar 42,84%, dari USD 649 juta pada tahun 2013 turun menjadi USD 150 juta pada tahun 2016.
Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi di tahun 2015 yaitu hanya sebesar
USD 68 juta.
Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO telah melihat bahwa UE tidak konsisten dengan
peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO selama proses penyelidikan dumping hingga penetapan
BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia.
Ketentuan Perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan UE
untuk biodiesel (DS480), yaitu pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh
eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak menggunakan data biaya-
biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin
dumping. Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di
Indonesia.
Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan
dengan ketentuan. Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam,
UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan
terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan, di Jakarta menuturkan bahwa hasil putusan Badan
Penyelesaian Sengketa WTO dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping
agar konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi.
“Komitmen kami dalam mengamankan pasar ekspor adalah mengawal ekspor Indonesia agar
kembali dapat bersaing di pasar negara tujuan ekspor, seperti UE. Sedangkan bagi otoritas
penyelidikan negara lain, tentunya kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi agar berhati-
hati saat menuduh Indonesia melakukan praktik dumping,” ujarnya.
Dalam penyelesaian sengketa ini, Indonesia memutuskan untuk menempuh jalur hukum, baik
melalui pengadilan di UE maupun penyelesaian sengketa melalui DSB WTO. Indonesia mengajukan
sebanyak tujuh klaim gugatan utama kepada UE. Pembelaan Indonesia juga disampaikan dalam
sidang First Substantive Meeting (FSM) pada 29-30 Maret 2017 dan dilanjutkan dalam sidang
Second Substantive Meeting (SSM) pada 4-5 Juli 2017.
--selesai--