Dosen Pengampu :
Agus Sholahuddin, M.H.I
Nama Kelompok:
1. Aufa Ma’rifatin Nadliroh (201955020400788)
FAKULTAS SYARI’AH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO
2
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ........................................................................................ 1
Latar belakang ................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II Pembahasan ........................................................................................ 3
A. KESIMPULAN ................................................................................... 9
B. SARAN ...............................................................................................
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penghapusan Khilafah Turki Utsmani pada 3 Maret 1924, yang sekaligus menandai
berakhirnya dominasi Islam dalam pentas politik global selama lebih dari 13 abad sejak era
Khulafa’ Arrasyidien, dan meroketnya hegemoni Barat atas dunia Islam, menegaskan
keberadaan umat Islam mulai saat itu telah terpuruk ke dasar degradasi peradaban. Realitas
keterpurukan umat Islam dalam kancah politik, ekonomi, militer, budaya, dan bayang-
bayang kemajuan Barat dalam sains dan teknologi yang menyudutkan umat Islam, serta
“penjajahan modern” yang dilancarkan Barat terhadap dunia Islam, disinyalir kuat menjadi
faktor terpenting yang membangkitkan eskalasi “kerinduan” umat Islam akan kejayaan yang
pernah dimilikinya di masa silam itu.
Dalam hierarki ijtihad mengembalikan kejayaan yang hilang ini, umat Islam setidaknya
terpecah ke dalam dua limit (manhaj) perjuangan. Ada sebagian umat Islam yang berikhtiar
melalui pendekatan-pendekatan metodologis, kontekstual, progresif, permisif, dan inklusif,
bersedia membuka diri dan kompromi dengan nilai-nilai positif peradaban Barat. Dan ada
sebagian ikhtiar umat Islam yang cenderung eksklusif, fundamental, anti Barat, dan memilih
kembali pada nilai-nilai positif Islam konvensional, serta tak kenal kompromi dengan nilai-
nilai kearifan lokal dan modernitas. Bagi kelompok kedua ini, mengembalikan Khilafah
Islamiyah adalah satu-satunya pilihan politik yang tak bisa ditawar untuk memungkinkan
membangun kembali kejayaan Islam yang hilang. Maka, sejak saat itulah term “khilafah”
menjadi isu harakah (pergerakan) Islam dengan misi dan agenda politik membangun
kembali Daulah Islamiyah internasional..
Sebagai umat Islam, memimpikan idealisme sebuah sistem pemerintahan dan bentuk
negara yang Islami, adalah suatu impian yang lumrah sebagai tuntutan dan konsekuensi
logis atas keIslamannya. Dan hal ini harus dihormati karena merupakan bagian dari hak
asasi manusia. Akan tetapi yang penting dimengerti adalah, bahwa umat Islam hidup tidak
sendiri. Umat Islam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bersama “orang lain”
(non Muslim), yang tidak dibenarkan memaksakan mereka dengan aturan-aturan sepihak
Islam saja.
4
Terlepas dari prinsip kemaslahatan, dari segi teoretik, misi dan visi ide khilafah, sebenarnya
tidak ada yang salah, bahkan baik, dan pantas diapresiasi. Karena ide ini merefleksikan
kepedulian, niat baik, cita-cita, dan ghirah militan untuk memperjuangkan Islam. Akan tetapi,
ketika cita-cita dan niat baik ini tidak diimbangi dengan pemahaman yang baik terhadap
realitas sosial masyarakat —dan tentunya pemahaman keIslaman yang baik pula—, maka
hanya akan menimbulkan benturan-benturan destruktif antara Islam itu sendiri dengan
praktik-praktik kehidupan sosial masyarakat
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khilafah
Al Khilâfah dalam Al-Qur’an Kata ( الخالفةal khilâfah) berasal dari akar kata خلف
(khalfun) yang arti asalnya “belakang” atau lawan kata “depan”.Dari akar kata khalfun
berkembang menjadi berbagai pecahan kata benda seperti khilfatan (bergantian);
khilâfah (kepemimpinan sebagai pengganti); khalîfah, khalâif, khulafâ (pemimpin,
pengganti); ikhtilâf (berbeda pendapat); dan istikhlâf (penggantian). Kata kerja yang
muncul dari kata khalfun adalah kha-la-fa ( )خلفartinya mengganti; ikh-ta-la-fa ()إختلف
yang artinya berselisih, berbeda pendapat; dan kata is-takh-la-fa ( )استخلفyang
artinya menjadikan sesuatu sebagai pengganti. Khilafah berasal dari kata ( خلفkha-
la-fa), yang berarti menggantikan. Definisi Khilafah sendiri merupakan preposisi dari
kata Khalifah. Kata Khalifah diambil berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30.
Kemudian Utsman bin Affan meninggal, para sahabat membai’at Ali bin Abi
Thalib. Kemudian sistem seperti ini berubah pada pemerintahan Khilafah Umayyah,
Abbasiyah, hingga masa Utsmaniyah dimana setelah sang Khalifah wafat, digantikan
oleh anaknya. Sistem ini mirip dengan sistem kerajaan pada zaman sekarang. Tetapi
6
yang membedakannya dengan sistem kerajaan ialah kekuasaan Khalifah merupakan
kekuasaan yang ditujukan sebagai perwakilan umat dalam menjalankan
pemerintahan dan menerapkan Syariat Islam sebagai dasar hukum dan
pemerintahan, sedangkan kekuasaan raja merupakan kekuasaan mutlak yang
mempunyai kuasa penuh untuk memerintah negaranya (Monarki Absolut) atau hanya
memainkan peranan simbolis yang biasanya tidak ikut campur dalam urusan
pemerintahan
7
3. Masa Dinasti Abbasiyah
Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah ini berlangsung selama ratusan tahun.
Akan tetapi, tidak dapat di pungkiri jika pada masa ini, kepemimpinan dinasti
Abbasiyah berdampingan dengan beberapa dinasti lain secara silih
berganti.Diantaranya adalah di nasti Umayyah Andalusia yang gagal di gulingkan
bersamaan dengan dinasti Umayyah lainnya, dinasti Fathimiyyah dan kesultanan
Mamluk.Pada masa Kekhalifahan ini ada banyak sekali perkembangan Islam yang
terjadi di berbagai bidang. Baik ekspansi wilayah, bidang keilmuan dan masih
banyak lagi.Tentu saja dengan pengaruh yang besar dari banyak khalifah Islam
terbesar di dalamnya.Namun, pada akhirnya Abbasiyah Baghdad runtuh karena
serangan negara Mongol di abad ke-13 dan yang terakhir ada di Mesir sebagai
simbol saja.
4. Masa Dinasti Utsmaniyah
Setelah habisnya masa kepemimpinan dinasti Abbasiyah, masa selanjutnya di
pegang oleh kesultanan Utamni yang juga berlangsung begitu lama. Bahkan, ini
terhitung hingga berabad-abad lamanya.Kala itu, di bawah kepemimpinan
Utsmaniyah, islam begitu berjaya dalam banyak hal. Khususnya dalam perluasan
wilayah, bisa di katakan bahwa Islam sudah mencapai kesuksesannya.Meski
demikian, tetap saja pada masa ini Islam tidak berada dalam satu kepemimpinan
karena saat itu wilayah daulah Utsmaniyah juga terbatas.Dan di sampingnya
terdapat dua kepemimpinan lainnya, yakni kerajaan Syafawi dan Mughal.Karena
itulah masa tersebut sering di sebut-sebut dengan masa 3 kerajaan besar
Islam.Akan tetapi, tetaplah Utsmani adalah yang terbesar diantara ketiganya.
5. Khalifah Islam Terakhir
Jika merujuk pada pembahasan sebelumnya, bisa di lihat bahwa daftar
kekhalifahan yang terakhir berada di tangan Daulah Utsmaniyah. Hal ini
menjadikan khalifah terakhirnya sebagai khalifah Islam terakhir.Pada saat itu,
kekhalifahan Islam Turki utsmani memang sangat berjaya di Eropa. Bahkan, daulah
ini hampir menguasai sepertiga dunia. Namun, akhirnya mengalami keruntuhan
juga.Hampir satu abad yang lalu, tepatnya tahun 1924 M, Turki Utsmani berhasil di
gulingkan oleh bangsa Barat dengan motif dendam turun termurun yang masih
mereka rasakan.Bersamaan dengan itu, akhirnya Islam di seluruh dunia akhirnya
tidak lagi di pimpin oleh satu kekhalifahan, tetapi tercerai-berai dalam banyak
negara dan wilayahnya masing-masing.Sultan terkahir yang merupakan khalifah
Islam terakhir kala itu adalah Sultan Abdul Hamid II, yang lahir di Istanbul pada
tahun 1842 M. Pada saat itu, sang sultan mewarisi tahta dari pamannya.Namun,
8
sangat di sayangkan karena kondisi kerajaan yang membentang begitu luasnya
tersebut di wariskan dalam kondisi yang sangat rumit dalam berbagai bidang,
termasuk politik dan ekonomi.Beliau sendiri merupakan sultan yang sangat teguh
menjaga syari’at Islam di negaranya. Karena itulah, kala itu hukum Islam di
terapkan dengan sangat tegas.Namun, pada akhirnya, beliau mengalami
pengkudetaan dari para musuh melalui berbagai jalan. Hingga akhirnya, sultan
Abdul hamid II beserta keluarganya mengalami pengasingan yang parah dalam
beberapa fase.Setelah wafatnya beliau, berangsur-angsur masa Turki Utsmani ini
akhirnya runtuh. Hal ini sekaligus meruntuhkan kekhalifahan Islam yang pernah
begitu berjaya selama berabad-abad di bumi ini.Setelahnya sudah tidak ada lagi
kekhalifahan Islam. Namun, suatu hari nanti, sesuai janji Allah, akan muncul
khalifah islam akhir zaman yang akan mempersatukan umat sebelum kiamat
terjadi.
C. Khilafah dan sistem pemerintahan di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga dikenal dengan nama Nusantara
yang artinya negara kepulauan. Wilayah NKRI meliputi wilayah kepulauan yang
terbentang dari sabang sampai merauke. NKRI adalah negara kebangsaan.
Indonesia dengan keragaman agama, suku dan budaya menjadi ciri khas kehidupan
berbangsa.
Kata khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalifah. Oleh karena itu tidak akan
ada suatu khilafah tanpa adanya seorang khalifah. Sedangkan secara teknis,
khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur'an dan
Sunnah. Khilafah merupakan medium untuk menegakkan agama dan memajukan
syariah.
Dari pandangan yang demikian, muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa
Islam meliputi di wa ad-daulah (agama dan negara. Dalam Firs Encylopedia of Islam,
khalifah berarti "wakil", "pengganti","penguasa", gelar bagi pemimpin tertinggi dalam
komunitas muslim, dan bermakna "pengganti Rasulullah". Makna terakhir senada
dengan Al-Maududi bahwa khalifah adalah pemimpin tertinggi dalam urusan agama
dan dunia sebagai pengganti Rasul.
Khilafah sebutan bagi suatu pemerintahan pada masa tertentu, seperti
khilafah Abu Bakar, khilafah Umar bin Khattab, dan seterusnya untuk melaksanakan
wewenang yang diamanahkan kepada mereka. Dalam konteks ini, kata khilafah bisa
mempunyai arti sekunder atau arti bebas, yaitu pemerintahan atau institusi
pemerintahan dalam sejarah Islam. Kata Khilafat analog pula dengan kata Imamat
9
yang berarti keimaman, kepemimpinan, pemerintahan, dan dengan kata Imarat yang
berarti keamiran, pemerintahan.
NKRI adalah negara kesatuan yang berupa republik yang memiliki sistem
desentralisasi, yang dimana pemerintah daerah menjalankan otonomi dengan luas di
bidang pemerintahan. Yang juga telah ditentukan oleh UU yang ditetapkan
pemerintah pusat. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat 1 NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Ketetapan ini
juga telah disusun di dalam pasan 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu terbadi atas kota dan kabupaten yang masing-masing kota,
kabupaten dan provinsi tersebut memilki pemerintahan daerah yang diatur dengan
Undang-Undang. Kemunculan khilafah yang diagungkan ole ormas Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) seakan kontraproduktif dengan model NKRI yang sudah final dan
menjadi landasan bangunan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
Secara khusus tujuan Khilafah adalah sebagai berikut:
a. Melanjutkan kepemimpinan agama islam setelah Nabi Muhammad saw.
Wafat (bukan pengganti sebagai Nabi).
b. Berupaya untuk memelihara keamanan dan ketahanan agama dan Negara.
c. Mengupayakan kesejahteraann lahir batin dalam rangka memperoleh
kebahgiaan di dunia dan di akhirat.
d. Mewujudkan dasar-dasar Khilafah (pemerintahan) yang adil dalam seluruh
aspek kehidupan umat islam.
10
*Kedua, persoalan imamah dalam pandangan Ahlussunna wal Jama'ah bukanlah
bagian dari masalah aqidah, melainkan termasuk persoalah siyayah syar'iyyah atau
fiqih mu'amalah.
Karena itu, kita boleh berbeda pendapat dalam soal sistem pemerintahan, sesuai
dengan kondisi zaman masyarakat masing-masing dalam mempertimbangkan
mashlahah dan masfsadah dari system yang diantutnya tersebut.
*Ketiga, membentuk pemerintahan agama di suatu daerah, akan membunuh agama
itu sendiri.
Menegakkan islam di suatu daerah di Indonesia, sama halnya dengan membunuh
Islam di daerah-daerah lain seperti di Irian jaya, di Flores, di Bali dan lain
sebagainya. Daerah basis non Islam akan menuntut hal yang sama dalam proses
pegakkan agamanya masing-masing. Bentuk Negara nasioal adalah wujud kearifan
para pemimpin agama di Indonesia, tidak ingin terjebak pada institusionalisasi
agama, sebagi tuntutan dari otonomi daerah.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sebagai agama yang komprehensif (din syamil kamil) tidak mungkin
melewatkan masalah negara dan pemerintahan dari agenda pembahasannya,
kendati tidak dalam konsep yang utuh, namun dalam bentuk nilai-nilai dan prinsip-
prinsip dasar (mabadi’ asasiyyah).Mengangkat pemimpin (nashb al-imam) wajib
hukumnya, karena kehidupan manusia akan kacau tanpa adanya pemimpin.Islam
tidak menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk negara dan sistem
pemerintahan tertentu bagi para pemeluknya. Umat diberi kewenangan sendiri
untuk mengatur dan merancang sistem pemerintahan sesuai dengan tuntutan
perkembangan kemajuan zaman dan tempat. Namun yang terpenting suatu
pemerintahan harus bisa melindungi dan menjamin warganya untuk mengamalkan
dan menerapkan ajaran agamanya dan menjadi tempat yang kondusif bagi
kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan.
Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan adalah fakta sejarah yang pernah
dipraktikkan oleh al-Khulafa’ al-Rasyidun. Al-Khilafah al-rasyidah adalah model
yang sesuai dengan eranya, yakni ketika kehidupan manusia belum berada di
bawah naungan negara-negara bangsa (nation states). Pada masa itu umat Islam
sangat dimungkinkan untuk hidup dalam sistem khilafah. Pada saat umat manusia
bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation states) maka sistem khilafah
bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya
12
DAFTAR PUSTAKA
http://ppssnh.malang.pesantren.web.id/cgi-bin/content.cgi/artikel/khilafah_aswaja.single
https://persis.or.id/makna-khilafah-dalam-al-quran-dan-sunnah
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Khilafah
https://wisatanabawi.com/sejarah-khalifah-islam/
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/tsaniaqomariyah/5e039712097f3
66dd230c1e2/pembentukan-negara-khilafah-perspektif-nkri
https://bangkitmedia.com/khilafah-dalam-perspektif-nahdlatul-ulama/
13