Anda di halaman 1dari 20

ANALISA PROGRAM SWOT

PROGRAM P2-ISPA DI PUSKESMAS TIRTO II


KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN

Dosen Pembimbing : Sigit Prasojo M.Kep

Oleh :

Dewi Rakhmawati Risqi (18.0529.N)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI PROFESI NERS

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi menusia (HAM), sebagaimana
disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tahun 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Hak atas
kesehatan juga dapat ditemukan di instrument nasional yang diatur dalam UU no 36
tahun 2009 tentang kesehatan. Sesuai dengan norma HAM, maka negara berkewajiban
untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan tersebut.
Kewajiban tersebut antara lain dilakukan dengan cara menyediakan pelayanan kesehatan
berkualitas yang aksesibel bagi seluruh rakyat (inklusif), upaya pencegahan menurunnya
status kesehatan masyarakat, melakukan langkah-langkah legislasi yang dapat menjamin
perlindungan kesehatan masyarakat, dan mengembangkan kebijakan kesehatan, serta
menyediakan anggaran memadai.
Pembangunan kesehatan dalam 3 dekade terakhir ini telah berhasil meningkatkan
umur harapan hidup penduduk Indonesia dari 54,4 pada tahun 1980 (SP 1980) menjadi
69,8 pada tahun 2012 (BPS 2013). Keberhasilan juga ditunjukkan dalam menurunkan
nagka kesakitan dari berbagai penyakit menular. Namun demikian, Indonesia masih
dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam pencegahan pengendalian penyakit
menular, antara lain masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pas aanak. Dari semua kasus yang
terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit.
Episode batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali pertahun (Rudan et all
Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyakit utama dengan kunjungan
pasien yang tinggi di Puskesmas (40%-60%) dan Rumah Sakit (15%-30%). Menurut
hasil Riskesdas 2007, proporsi kematian balita karena pneumonia menempati urutan
kedua (15,2%) setelah diare. Salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian
juga adalah penyakit influenza, karena penyakit influenza merupakan penyakit yang
dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010
tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangan.
Beberapa kondisi telah ditengarai menjadi factor risiko terhadap timbulnya ISPA,
antara lain kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan
(indoor air pollution), berat badan bayi lahir rendah (BBLR), kepadatan penduduk serta
imunisasi campak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk penanggualngan ISPA yang
diawali pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di tingkat
global.
Dalam perjalannya, strategi penggulangan ISPA di Indonesia telah mengalami
beberapa perkembangan terkait dengan perkembangan strategi global, regional maupun
local, sebagai berikut :
1. Lokakarya ISPA Nasional 1984, menghasilkan pengembangan system dan
mengklasifikasikan penyakit ISPA menjadi ISPA ringan, sedang dan berat.
2. Lokakarya ISPA Nasional 1988, disosialisasikan pola baru tatalaksana kasus ISPA
dengan tiga klasifikasi : pneumonia, pneumonia berat dan batuk bukan pneumonia.
3. Lokakarya ISPA Nasional III 1990 di Cimacan disepakati menerapkan pola baru
tatalaksana kasus ISPA di Indonesia dengan memfokuskan kegiatan pengendalian
pneumonia Balita.
4. Tahun 1997, WHO memperkenalkan Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai model pendekatan
tatalaksana kasus terpadu untuk berbagai penyakit anak, yaitu : pneumonia, diare,
DBD, malaria, campak, gizi kurang dan kecacingan. Pada daerah yang telah
melaksanakan MTBS, tatalaksana pneumonia diintegrasikan dalam pendekatan
MTBS.
5. Dalam pertemuan Review pengendalian ISPA di Bekasi, 2005 di kalangan akademisi
mulai diperkenalkan istilah Infeksi Respiratorik Akut (IRA) sebagai padanan istilah
bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Pada dasarnya ISPA sama dengan
IRA.
6. Tahun 2007 telah dilaksanakan Seminar Perkembangan ISPA yang dihadiri leh Ikatan
Dokter Ahli Anak Indonesia (IDAI) dan Dokter Spesialis Anak dari 14 Fakultas
Kedokteran di Indonesia untuk merevisi pedoman tatalaksana pneumonia Balita
sesuai dengan perkembangan terbaru khususnya perubahan pemberian antibiotika dari
5 hari menjadi 3 hari pengobatan.
7. Review terhadap pedoman ini juga telah dilaksanakan pada tahun 2011 namun tidak
mengalami perubahan substansi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Program Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas Tirto
II Kabupaten Pekalongan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kegiatan Program Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas
Tirto II Kabupaten Pekalongan.
b. Mengetahui kesesuain Program Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas
Tirto II Kabupaten Pekalongan.
c. Mengetahui unsur kekuatan (Strengt) dalam pelaksanaan program.
d. Mengetahui unsur kelemahan (Weaknees) dalam pelaksanaan program.
e. Mengetahui unsur peluang (Opportunity) dalam pelaksanaan program.
f. Mengatahui unsur Ancaman (Threat) dalam pelaksanaan program.
g. Memberikan solusi dari masalah yang muncul dalam pelaksanaan Program
Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan.

BAB II
TINJAUAN PROGRAM

A. Tinjauan Program Nasional


1. Program
Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan.
2. Kebijakan
a. Advokasi dan Regulasi
1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Peyakit Menular.
2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
6) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2005 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang
Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
UU.
7) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangna Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
9) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
10) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
11) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular.
12) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang
milik Negara/ Daerah.
13) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi , dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
14) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional.
15) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah.
16) Peraturan Kepala BNPB Nomor 6A Tahun 2011 Tenatng Pedoman
Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan Darurat Bencana.
17) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/ MENKES/ PER/ VIII/ 2004
Tentang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
18) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/ MENKES/ PER/ VII/ 2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota18.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/ MENKES/ PER/ VIII/ 2010
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
19) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/ MENKES/ PER/ X/ 2010 Tentang
Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan.
20) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1537A/ MENKES/ SK/ XII/ 2002
Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita.
21) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.
22) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300/ MENKES/ SK/IV/2009 Tentang
Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza.
23) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 311/ MENKES/ SK/ V/ 2009 Tentang
Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain) Sebagai Penyakit yang
dapat Menimbulkan Wabah.
24) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/ MENKES/ SK/ V/ 2009 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
25) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 Tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
26) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011 Tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
27) Permenkes No 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.
b. Penemuan dini dan Tatalaksana Kasus sesuai Standar
1) Penemuan dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Penemuan kasus secara pasif
Upaya penemuan dilakukan terhadap balita yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan Puskesmas dan jaringannya atau Rumah Sakit
termasuk Rumah Sakit swasta.
b) Penemuan kasus secara aktif
Dalam hal ini, petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan
kasus baru di lapangan dan kunjungan ke rumah pada pasien ISPA maupun
Pneumonia yang tidak datang untuk kunjungan ulang.
Rumus Presentase Puskesmas yang memberi layanan ISPA sesuai standar
Cara Jumlah balita batuk dan atau sesak napas yang dihitung napas atau ada TTDK x 100%
perhitungan : Jumlah kunjungan balita batuk dan atau sesak napas
2) Tatalaksana Kasus
a) Menanyakan balita yang batuk dan atau kesukaran bernafas
b) Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan 2
bulan sampai 59 bulan
c) Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (TDDK) dan hitung napas.
d) Melakukan klasifikasi balita batuk atau kesukaran bernapas seperti ;
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.
c. KIE sesuai kondisi setempat
Puskesmas Tirto II memberikan pelayanan Konseling yang di buka setiap hari
kamis di Ruang Promosi Kesehatan

d. Logistik : Pusat dan Daerah


Terdapat alat yang diberikan dari pihak Dinas Kesehatan yaitu Spirometri dan
Aritema namun alat mati semua serta belum terlaksana.
e. Kerjasama dan kemitraan LS LP
Subdit ISPA bekerjasama dengan Lintas Program dan Lintas Sektor telah
melaksanakan simulasi penanggulangan episenter pandemi influenza di Bali
(April 2008) dan Makassar (April 2009), Table top Exercise di 6 Provinsi (Jawa
Barat, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah),
penyusunan rencana kontijensi penanggulangan episenter di 11 propinsi
(Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Riau, Banten,
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan), 80
kabupaten/kota, penyusunan pedoman dan modul, sosialisasi H1N1 ke 33
provinsi dengan melibatkan lintas program dan listas sektor.
Review dan assesment kesiapsiagaan pendemi influenza tahun 2015 di
delapan provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Banten, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Selatan) dilakukan bersama tim independen. Masih banyak
provinsi dan kabupaten/kota yang memerlukan advokasi untuk mengadopsi atau
mereplikasi upaya tersebut yang disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-
masing.
Pada tahun 2016 dilaksanakan kegiatan review penyusunan rencana
kontijensi di tingkat nasional bekerjasama dengan RSPAD dan melibatkan Lintas
Sektor (Kementerian dan Lembaga terkait) juga lintas program di Kemenkes dan
dilanjutkan dengan simulasi terbatas di RSPAD. Dilanjutkan dengan rencana
kontijensi tingkat propinsi di lima provinsi terpilih (Banten, Jawa Barat, Jawa
Timur, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan), dan Table Top
Exercises (TTX) dan simulasi terbatas di dua provinsi (Banten dan Kepulauan
Riau). Kegiatan lainnya yang dilakukan sebagai bentuk respon dan kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan pandemik influenza adalah adanya Surveilans ISPA
Berat Indonesia (SIBI) di 6 RS sentinel (RSUD Wonosari Jogjakarta, RSUD
Kanujoso Kalimantan Timur, RSUD Bitung Sulawesi Utara, RSUD Deli Serdang
Sumatera Utara, RSUD dr M. Haulussy Maluku, RSUD Provinsi NTB), dan
Sentinel Influenza Like Illness (ILI) di 27 Puskesmas di 26 Provinsi.
f. Monev
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan strategi pencegahan dan
pengendalian ISPA memerlukan data dan informasi yang lengkap, akurat, relevan,
tepat waktu dan berkesinambungan. Data dan informasi tersebut diperoleh melalui
kegiatan yaitu :
1) Pencatatan dan pelaporan yang merupakan bagian dari sistem informasi P2-
ISPA.
a) Variabel yang ada meliputi :
(1) Jumlah kunjungan balita batuk/ kesukaran bernapas
(2) Jumlah balita batuk/ kesukaran bernapas dihitung napas atau dilihat
TDDK
(3) Kasus pneumonia berdasarkan golongan umur dan gender
(4) Kasus pneumonia berat berdasarkan golongan umur dan gender
(5) Kasus batuk bukan pneumonia berdasarkan golongan umur dan gender
(6) Jumlah kematian karena pneumonia berdasarkan golongan umur dan
gender
b) Mekanisme yang ditetapkan meliputi :
(1) Semua balita yang berkunjung ke Puskesmas dengan gejala batuk dan
atau kesukaran bernapas dicatat dalam register Puskesmas.
(2) Semua balita denga gejala batuk atau kesukaran bernapas dilakukan
perhitungan frekuensi napas dan dilihat ada tidaknya tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam (TDDK)
(3) Dari hasil hitung napas dan dilihat ada tidaknya TDDK kemudian di
klasifikasikan (pneumonia, pneumonia berat, dan batuk bukan
pneumonia) atau didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis, hasil
perhitungan napas dan ada tidaknya TDDK serta
klasifikasikan/diagnosis dicatat dalam status penderita, yang kemudian
di pindahkan/ dicatat kembali dalam register harian ISPA atau register
Puskesmas.
2) Laporan Surveilans Sentinel
Laporan Surveilans Sentinel, terdiri atas :
a) Laporan Sistem Surveilans ISPA Berat Indonesia (SIBI), meliputi :
(1) Laporan ditujukan untuk mengidentifikasi sirkulasi virus berpotensi
pandemi dengan demikian surveilans ini merupakan bagian dari
pelaksanaan kewaspadaan pandemi
(2) Pelaksanaan SIBI merupakan kolaborasi antara Balitbangkes dan
Ditjen P2P yang mempunyai lokasi kegiatan di 2 RS provinsi dan 4 RS
Kabupaten pada 6 Provinsi. Disadari bahwa data dari hasil surveilans
merupakan hasil pada wilayah sentinel dan belum mewakili Indonesia
(3) Keterangan rinci dari pencatatan dan pelaporan ini dapat dilihat pada
“Petunjuk Teknis Sistem Surveilans ISPA Berat Indonesia (SIBI) tahun
2013”
b) Laporan Surveilans ILI
(1) Kegiatan Surveilans ILI ditujukan untuk memperoleh informasi
peredaran virus influenza dari waktu ke waktu melalui pendekatan
virologi dan epidemiologi. Disamping itu, kegiatan ini ditunjukan
untuk mengidentifikasi besaran masalah dari influenza yang didasarkan
pada pemeriksaan klinis yang juga digunakan untuk meningkatkan
pelayanan influenza khususnya dalam menentukan kebutuhan logistik
dan jenis pelayanan.
(2) Untuk maksud tersebut telah dipilih masing-masing 1 Puskesmas dari
27 Kabupaten dalam wilayah 27 Provinsi.
3. Target, Sasaran, dan Indikator Keberhasilan
a. Target
1) Target Nasional

Indikator 2015 2016 2017 2018 2019


Proses 20 30 40 50 60
Output 100 100 100 100 100
RPJMN 20 30 40 50 60
2) Target Jawa Tengah

b. Sasaran
c. Indikator

Indikator
Proses 50% Puskesmas melakukan tatalaksana
standar melalui pendekatan MTBS
Output Cakupan penemuan ISPA
RPJMN Prosentase kabupaten dengan cakupan
penemuan ISPA minimal 80%

4. Kegiatan/ Upaya Program


a. Berkoordinasi dengan kabupaten/kota dalan mengantisipasi dan penanggulangan
kejadian peningkatan kasus ISPA
b. Menggerakkan sumber daya ke lokasi seperti ambulance, obat dan tenaga
peralatan bila terjadi kejadian luar biasa
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan pasca penanggulangan

B. Tinjauan Kegiatan Program Di Puskesmas


1. Masalah kesehatan masyarakat yang ada di wilayah puskesmas
a. Dampak Langsung terhadap masalah kesehatan
Perubahan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan kejadian kematian dan
kesakitan,s seperti : heatstroke dan stress
b. Dampak tidak langsung terhadap masalah kesehatan
1) Peningkatan penyakit ISPA karena pencemaran
2) Peningkatan penyakit yang ditularkan melalui makanan terkait dengan
pencemaran, pengolahan pangan
3) Meningkatnya penyebaran agen penyakit bawaan air, dan wabah penyakit
menular seperti diare.
4) Ekosistem rawa dan mangrove yang berubah (air menjadi payau) dapat
menyebabkan pola penyebaran vector penyakit meningkat (An. Sundaicus
vector penyakit malaria)
2. Target dan sasaran
a. Target 100%
b. Sasaran : Seluruh pasien ISPA bukan pneumoni
3. Strategi dan kegiatan
a. Strategi 1 : Penemuan dan tatalaksana kasus pneumonia
1) Penemuan
a) Penjaringan kasus di puskesmas (BP, KIA, Poli MTBS)
b) Penemuan kasus di FKTP (DPS, klinik)
c) Koordinasi dan integrase ISPA – KIA
d) Deteksi dii oleh kader/ ormas/ masyarakat
2) Tatalaksana kasus ISPA dan pneumonia
a) Tatalaksana kasus pada bayi 0-2 bulan
b) Tatalaksana kasus pada balita 2-59 bulan
b. Strategi 2 : Kesiapsiagaan dan respon pandemic influenza
1) Penyusunan rencana kontingensi kesiapsiagaan dan respon pandemic
influenza
2) Koordinasi lintas program \/institusi yang terlibat dalam siaga bencana (Tim
penyakit menular <P2 ISPA, zoo, surveilans, KLB>, kesling, BPBD, KKP, RS
rujukan flu burung, promkes, BAPPEDA, biro kesra)
3) Sosialisasi kewaspadaan ILI dan pandemic influenza
4) Pelatihan kesiapsiagaan pandemic
5) Surveilans ILI
c. Strategi 3 : Pengendalian factor risiko ISPA
1) Penguatan di HULU (sosialisasi dan pemberdayaan kader/ masyarakat)
2) Koordinasi dengan program-program yang terkait dengan factor resiko ISPA/
pneumonia (KIA, kesling, imunisasi) dan promkes
3) Penguatan BALKESMAS, dkk dan puskesmas
d. Strategi 4 : SIM, SURVEILANS, KAJIAN
1) Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas & FKTP
2) Pencatatan dan pelaporan di Kabupaten/ Kota
3) Pencatatan dan pelaporan di Propinsi
e. Strategi 5 : Dukungan Manajemen
1) Komitmen pemimpin
2) Masuk dalam indicator RPJMD/ Renstra
3) Anggaran untuk terlaksananya kegiatan
4) Monitoring oleh pimpinan
4. Peran serta masyarakat
Pengendalian ISPA tidak dapat dilaksanakan hanya dari jajaran kesehatan saja
namun didukung pemangku kepentingan dan masyarakat agar dapat mencapai tujuan.
Dukungan tersebut diperlukan dalam berbagai kegiatan pengendalian ISPA baik
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan dana sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Namun Tingkat Pengetahuan dan kesadaran masyarakat masih
rendah dalam keikutsertaan pelaksanaan program P2-ISPA.
5. Lintas sector/ program
Dinas Pendidikan, Posyandu, Kemenag, Kader, SD, MI.
6. Sasaran
Semua balita usia 1 sampai 5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Tirto II melalui
screening ISPA dengan pemeriksaan langsung ke Puskesmas. Untuk yang ISPA
dewasa dengan perimbangan tanda dan gejala ISPA.
7. Implementasi
a. Hambatan
1) Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM di fasilitas pelayanan kesehatan
primer dalam :
a) Deteksi ISPA secara cepat dan akurat
b) Tatalaksana kasus
c) Managemen program ISPA karena tingginya frekuensi mutase pegawai di
daerah
2) Rendahnya kepatuhan petugas dalam menghitung napas/ melihat tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam
3) Belum ada mekanisme kerjasama pelaporan dari dokter keluarga BPJS dalam
penanganan pneumonia ke puskesmas
4) Kasus pneumonia balita yang under reported karena : rendahnya pengetahuan
dan pemahaman petugas tentang ISPA atau pneumonia balita di fasilitas
pelayanan kesehatan primer
5) Ketergantungan daerah kepada pusat, dalam :
a) Dukungan alat deteksi pneumonia
b) Buku pedoman
c) Peningkatan kapasitas nakes
d) Media promotive-preventive dan KIE
6) Beberapa kabupaten/ kota memiliki dana APBD untuk operasional ISPA,
banyak provinsi yang tergantung anggaran dekonsentrasi
7) Dana BOK belum optimal dimanfaatka daerah untuk mendukung program
P2ML
8) Kelengkapan laporan 2018 program ISPA masih rendah : kelengkapan laporan
provinsi 58,82 % dan kelengka[an laporan kabupaten/kota 43,61 %
b. Pendukung
Adanya pelatihan pemegang program P2 ISPA dan juga kader dari wilayah kerja
puskesmas Tirto II oleh pihak dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan serta
didukung dengan adanya alat spirometri dan aritema namun saat ini dalam
keadaan tidak dapat digunakan karena rusak.
8. Evaluasi
a. Hasil
Untuk dari pihak Puskesmas sendiri bisa dicakup tapi tidak untuk di kader dan
Lintas Program/sektor lain karena kurangnya pendataan.
b. Kekurangan dan Kelemahan
1) Sebagian besar SDM ISPA belum terlatih/ perlu penyegaran atau tidak patuh
SOP
2) Peran masyarakat (keterlibatan aktif) dalam penemuan dini masih rendah
3) Ketersediaan sarana pendukung terbatas (dukungan logistik seperti alat
kesehatan, pedoman, media KIE, dll)
4) Hanya beberapa daerah yang memiliki dana operasional, namun terbatas
5) Daerah belum menindaklanjuti rencana kontijensi dan kesiapsiagaan pandemi
BAB III
ANALISA PROGRAM
Analisis program P2-ISPA ini menggunakan pendekatan SWOT yaitu
kekuatan(strength), kelemahan(weakness), peluang(opportunity), dan ancaman (threat)
suatu organisasi dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan. Lingkup analisis
mencakup 2 kegiatan , yaitu kegiatan di dalam gedung dan diluar gedung. Kedua
kegiatan tersebut akan dianalisis berdasarkan pelaksanaan program P2-ISPA di
Puskesmas Tirto II.

A. Pelaksanaan Program
1. Program yang sudah terlaksana
Berdasarkan hasil pengkajian dengan penanggung jawab program, Bapak Eni
S.Kep.,Ns pada tanggal 24 Juni 2019 didapatkan data bahwa program P2-ISPA di
Puskesmas Tirto II selalu berjalan rutin setiap tahunnya, program ini dibentuk dalam
upaya peningkatan kesehatan pada saluran pernapasan khususnya di Wilayah kerja
Puskesmas Tirto II. Program P2 ISPA di Puskesmas Tirto II berjalan melalui kegiatan
di dalam gedung dan di luar gedung.

2. Program yang belum terlaksana

Berdasarkan pengkajian dengan penanggung jawab program pada tanggal 24 Juni


2019 didapatkan data bahwa program P2 ISPA sudah memiliki program kerja sesuai
dengan tujuan dibentuknnya program, dan sejauh ini program kerja sudah terlaksana.
Tetapi Ketersediaan sumber daya manusia untuk melaksanakan program P2 ISPA di
Puskesmas Tirto II dirasa masih kurang. Hal itu karena memang terbatasnya jumlah
SDM yang ada di Puskesmas. Di Puskesmas Tirto II terdapat satu orang yang
bertugas sebagai pemegang program P2 ISPA, namun petugas ini bukan hanya
memegang program P2 ISPA, tetapi juga program Diare, Pneumonia dan Hepatitis.

B. Analisa SWOT
Analisa SWOT S (STRENGHTS) W (WEAKNESS)

1. Pemegang program 1. Pelaksana kegiatan


merupakan lulusan S1 program hanya 1 orang
Profesi Ners yang telah yang juga memegang
memahami program dan melaksanakan
tersebut. program lain
2. Kurangnya
2. Puskesmas Tirto II
ketersediaan data dan
memberikan pelayanan
hasil riset terkait P2-
Konseling yang di buka
ISPA
setiap hari kamis
3. Masih lemahnya
3. Program P2 ISPA telah
dukungan manajemen
melakukan kerjasama
program
lintas sektor.

O (OPPORTUNITY) SO WO

1. Adanya program Puskesmas Tirto II Pelaksana program hanya 1


puskesmas tentang memberikan promosi orang tetapi melakukan
promosi kesehatan kesehatan rutin. kerja sama lintas sector
2. Adanya Kegiatan
pemeriksaan dan
pembinaan dengan
inspeksi dan
pembinaan dengan
cara ceramah dan
tanya jawab.

T (TREATHS) ST WT

1. Kesadaran Perlu adanya kegiatan Tingkat Pengeetahuan dan


masyarakat akan promosi kesehatan, kesadaran masyarakat yang
upaya pencegahan penyuluhan untuk rendah akan semakin
universal masih menanggulangi tingkat berdampak buruk bagi
kurang. kesadaran masyarakat program
2. Belum efektifnya
terhadap upaya pencegahan
upaya-upaya
universal lebih baik
penemuan dan
tatalaksana kasus
pneumonia balita
3. Cakupan penemuan
kasus pneumonia
balita secara nasional
masih rendah
4. Belum optimalnya
upaya penanganan
ISPA di Wilayah
kabut asap
5. Masih rendahnya
jumlah daerah
dengan
kesiapsiagaan
pandemic influenza

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Strengths (S)
Terdapat beberapa kekuatan dari program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Wiradesa,
meliputi:
1. Pemegang program merupakan lulusan S1 Profesi Ners yang telah memahami
program tersebut.
Pemegang program telah memahami semua program yang bersangkutan dengan ISPA
sehingga program terlaksana dengan baik. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 bahwa tenaga pemegang dan
pelaksana P2-ISPA adalah setiap orang yang lulus pendidikan minimal diploma tiga di
bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Program telah melakukan kerja sama.
Program ini juga telah menjalin kerjasama lintas sektor di Wilayah Kerja Puskesmas
Tirto II, sehingga implementasi program akan menjadi semakin mudah

B. Weaknesses (W)
1. Pelaksana kegiatan program hanya 1 orang yang juga memegang dan melaksanakan
program lain
Ketidakseimbangan jumlah SDM dan sasaran yang banyak menurunkan angka
keefektifitasan program P2 ISPA. Sehingga perlu adanya penambahan jumlah anggota
pelaksana kegiatan program P2 ISPA.
2. Kurangnya ketersediaan data dan hasil riset terkait P2-ISPA
Pelaksanaan system suveilans penyakit belum dapat mendukung penyediaan data
secara optimal, karena kelengkapan dan ketepatan waktu laporan belum sepenuhnya
dipenuhi. Demikian pula, pelaksanaan pencatatan dan pelaporan di fasilitas pelayanan
kesehatan belum optimal. Hal ini mengkibatkan sulitnya mendapatkan informasi
akurat dan lengkap yang diperlukan untuk pengembangan strategi dan kebijakan
pencegahan dan pengendalian ISPA. Kondisi ini diperberat dengan masih kurangnya
riset dan kajian dalam negeri tentang pengendalian ISPA, khususnya keterkaitan
antara factor resiko dengan kejadian ISPA. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius
untuk memastikan ketersediaan data dan informasi terkait P2-ISPA.
3. Masih lemahnya dukungan manajemen program
Beberapa provinsi dan kabupaten masih belum sepenuhnya dapat menerapkan
kebijakan dan strategi nasional karena keterbatasan dalam aspek sumber daya,
kebijakan daerah dan peran serta masyarakat.

C. Oportunity (O)
1. Adanya program puskesmas tentang promosi kesehatan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan, promosi kesehatan
dapat membantu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.
2. Adanya Kegiatan pemeriksaan dan pembinaan dengan inspeksi dan pembinaan
dengan cara ceramah dan tanya jawab.
Pemeriksaan dan pembinaan dapat memberikan implementasi yang tepat untuk
menanggulangi masala-masalah kesehatan lingkungan yang ada.
D. Treaths (T)
1. Kesadaran masyarakat akan upaya pencegahan universal masih kurang.
Kesadaran dari masyarakat yang masih kurang terhadap P2 ISPA menjadi ancaman
terhadap program, sehingga perlu adanya tindak lanjut berupa pengarahan atau
penyuluhan agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut.
2. Belum efektifnya upaya-upaya penemuan dan tatalaksana kasus pneumonia balita
Hal ini dapat menjadi penghambat upaya pemerintah dan masyarakat dalam
percepatan penurunan angka kematian balita dan mengindikasikan bahwa upaya-
upaya intensifikasi penemuan kasus perlu dilakukan serta upaya inovatif perlu terus
dikembangkan.
3. Belum optimalnya upaya penanganan ISPA di Wilayah kabut asap
Upaya penanganan ISPA sebagai dampak gangguan kesehatan pada wilayah kabut
asap dinilai belum terintegrasi secara optimal. Pada kementerian kesehatan, masih
diperlukan mekanisme kerja lintas program terkait. Oleh karena itu, penanganan ISPA
perlu mendapat perhatian bagi seluruh pelaku program kesehatan yang terkait.,
4. Masih rendahnya jumlah daerah dengan kesiapsiagaan pandemic influenza
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya penguatan kesiapsiagaan dan
respon (core capacity) untuk mengatasi terjadinya pandemic. Upaya-upaya telah
dilakukan melalui penyusunan rencana kontjensi, table top exercise dan simulasi
lapangan. Namun demikian, skala yang dilakukan dinilai masih terlalu kecil, belum
banyak kabupaten/kota yang menyelenggarakan hal tersebut. Di samping itu, rencana
kontijensi belum mengindikasikan kegiatan yang terstruktur dan terkoordinasi. Oleh
karena itu, masih perlu dilakukan penguatan kapasitan dan mekanisme kerja secara
lintas program maupun lintas sector.
BAB V
KESIMPULAN

Ketersediaan sumber daya manusia untuk melaksanakan program P2 ISPA di


Puskesmas Tirto II dirasa masih kurang. Hal itu karena memang terbatasnya jumlah SDM
yang ada di Puskesmas. Di Puskesmas Tirto II terdapat satu orang yang bertugas sebagai
pemegang program P2 ISPA, namun petugas ini bukan hanya memegang program P2
ISPA, tetapi juga program Diare, Pneumonia dan Hepatitis. Untuk pelaksana program,
pemegang program bertanggung jawab untuk memeriksa pasien ISPA dewasa dan
membuat laporan bulanan. Selain itu juga terdapat seorang bidan di bagian KIA yang
bertugas memeriksa pasien ISPA balita dan membuat laporan ISPA harian. Tenaga yang
ada harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, baik kuantitas maupun kualitasnya
yang meliputi latar belakang pendidikan, lama waktu bekerja serta pelatihan yang pernah
diikuti.
Terbatasnya dana yang dialokasikan kedalam program P2 ISPA di Dinas
Kesehatan Kabupaten sendiri. Dalam aspek kompetensi, petugas pemegang program P2
ISPA di Puskesmas Tirto II sudah memenuhi syarat yakni memiliki kompetensi Profesi
Ners. Aspek dana meliputi ketersediaan dana, sumber dana, dan bagaimana alokasi dana
di dalam program P2 ISPA. Dukungan dana sangat membantu terlaksananya kegiatan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa memang tidak dianggarkan secara khusus dana
untuk program P2 ISPA di Puskesmas Tirto II karena perencanaan program yang tidak
dibuat secara detail sehingga tidak dapat ditentukan besaran dana yang seharusnya
dibutuhkan untuk tiap kegiatan dalam program. Dana untuk program P2 ISPA di Dinas
Kesehatan Kabupaten Pekalongan sendiri juga sangat terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Saluran Pernapasan Akut. Directorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
2016

Anda mungkin juga menyukai