Ada seekor Beruang Cokelat yang bertubuh besar dan tinggi. Ia selalu terpesona saat
mendengar burung-burung berkicau sangat riang. Beruang Cokelat ingin bisa berkicau seperti
burung-burung itu, tapi ia tidak mampu untuk melakukannya. Suatu hari ia tersesat di ladang
dekat perkampungan warga. Ia sangat takjub melihat seorang anak gembala meniup seruling
dengan merdu sekali. Beruang kembali masuk hutan dan menceritakan pengalamannya pada
si Kancil.
Berpikirlah ia untuk berbuat jahil pada Beruang Cokelat. Berhari-hari ia mencari Beruang,
akhirnya ia menemukan Beruang Cokelat yang sedang berendam disebuah sungai.
Dari kejauhan Beruang melihat Kancil seolah-olah sedang mempermainkan seruling dari
bambu.
"Cil daripada aku hanya melihat saja, ajarilah aku mempermainkan seruling itu," kata
Beruang sambil mendekati Kancil.
"Boleh, julurkan lidahmu, tempelkan ke celah seruling bambu yang panjang ini," kata Kancil.
Kancil segera bersiul memanggil angin. Setelah beberapa saat angin berhembus dan
menggoyang-goyakan pohon bambu. Bambu berderit, menjepit ujung lidah beruang. Beruang
menjerit kesakitan untunglah ia segera mencabut lidahnya.
Sadarlah Beruang Cokelat, bahwa Kancil sengaja menipunya. Tapi ia tidak marah, sebab
derit suara bambu itu terdengar merdu.
Begitu merdunya derit suara bambu itu sehingga Beruang Cokelat terlelap tidur di bawah
pohon bambu