Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “ disease
of theories “ ini, masih sulit untuk ditanggulangi.1
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama toksemia gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya
kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.1
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian
bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi
di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara
maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara
rutin.1,2
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di
antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah
preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan
mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survei
yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13%
dari keseluruhan ibu hamil.1,3
Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg
atau lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15
mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat
dibuat. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu
6 jam pada keadaan istirahat.3
2

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam


jaringan tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan
kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan ½ kg per minggu dalam
kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa
kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/
liter dalam urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1
g/ liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang
diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul
lebih lambat daripada hipertensi dan edema, karena itu harus dianggap sebagai
tanda yang serius.1,3

1.2. Tujuan Penulisan


Secara umum tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai informasi
kepada para dokter untuk menambah pengetahuan di bidang Ilmu Obstetri dan
juga sebagai syarat untuk menyelesaikan program Internsip Dokter di RSUD
Pandan, Kab. Tapanuli Tengah.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Preeklamsia dan Eklamsia


Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.1,3
Preeklampsia adalah kelainan berupa malfungsi endotel pembuluh darah
menyeluruh ditandai dengan timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan dengan atau tanpa edema, setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan.1,3
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.

2.2. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut:4,5
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin intrauterin.
4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan
berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan
konsekuensi dari iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
menghasilkan suatu ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis. Untuk memenuhi
4

kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan


diameter arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat
4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan
memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah
wanita tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini
merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan.5
Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis
yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang
elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovaskular
normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan
oksigen dan nutrisi bagi janin.5
Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada
invasi trofoblas, sehingga ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis tidak terjadi.
Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara
arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos.
Selain itu ditemukan pula adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Garis
tengah arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini
menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya
menyebabkan insufisiensi dan iskemia.4,5,6

2.3. Insiden dan Faktor Resiko


Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran
hidup pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10
kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan
edema paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak
kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat,
dan meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsia
terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus (95%)
eklampsia antepartum terjadi pada terjadi trimester ketiga.2
5

Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan


dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada
primigravida daripada multigravida terutama primigravida usia muda.
Faktor risiko preeklampsia adalah:
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Adanya trombofilia
8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia


Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial
kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah
menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita
preeklampsia atau eklampsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia
dan eklampsia.2,4

2.4. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap
bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah
dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha
mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui
bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
6

mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. 3,4,5

a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya
produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester
ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah
sebelum hamil. Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi
pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada
malam hari.3,4,5

b. Regulasi Volume Darah


Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana
hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma
adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan
volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.4,6,8

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita
yang melahirkan BBLR.

d. Aliran Darah di Organ-Organ


1. Aliran darah di otak
7

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang


20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada
preeklampsia maupun perdarahan otak.
2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering
menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah
efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit)
dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi
120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan
terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis
tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah
besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan
tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada
kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan
aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak
hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron
diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan ini
tidak terjadi pada preeklampsia. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar
terjadinya preeklampsia adalah iskemia uteroplasenter, dimana terjadi
ketidak seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran
perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi
hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh
darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada
uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari
hipoperfusi uterus.4,6,8
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun
pada preeklampsia tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal
meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsia masih diatas
8

atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga
menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada
GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula
peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun
preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada
kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan
sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal
pada preeklampsia.6,8
3. Aliran darah uterus dan koriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan
belum ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik
di uterus maupun didesidua.7,8
4. Aliran darah paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya oleh
karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis.
5. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila
terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain
yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau dalam retina.
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.
9

2.5. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan
seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.
Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam
anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan
tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat
anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena
sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia,
keracunan.2,3,4

Gambar 2.1. Skema diagnosis hipertensi dalam kehamilan

Berikut ini adalah kriteria diagnosis dalam menentukan hipertensi dalam


kehamilan:
10

2.6. Manifestasi Klinis


Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil.
Pada waktu keluhan seperti edema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.4,6
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan
tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45
kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu
atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus
dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul
11

gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang
membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada
kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai
10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan
hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang
berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada
kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis
dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada
wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir
dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang
yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula
hepar akibat edema atau perdarahan.
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau
total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada
korteks oksipital.

2.7. Klasifikasi
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya
hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working
Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini:9
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
12

1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.


2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  300 mg / 24 jam, atau dipstick  +1.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  2 gr / 24 jam, atau dipstick  +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.9

Masalah Preeklampsia Ringan Preeklampsia Berat


Tekanan darah >140/90 >160/110
Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)
Edema +/- +/-
Peningkatan reflex +/- +
Nyeri epigastrium - +
Nyeri kepala - +
Gangguan visus - +
Oliguria - +
Peningkatan fungsi hati - +
Penurunan trombosit - +
Peningkatan bilirubin - +
Peningkatan kreatinin - +

Eklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual
keras, nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia. Konvulsi pada eklampsia dibagi
menjadi 4:6,8,9
13

1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar
ke kanan atau ke kiri.
2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan
berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.
3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-
ulang dalam tempo yang cepat.
4. Tingkatan koma.

2.8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup diluar uterus. Tujuan pengobatan adalah :10
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah
sakit ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih premature.3,10
14

2.8.1. Penanganan PEB (Preeklampsia Berat)


Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat
yang cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa
tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklampsia
berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap.
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau
konservatif. Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan
terapi medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan
dengan terapi medikmentosa12

1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-
tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia
janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang
dimaksud dengan impending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu
atau lebih gejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif. Terapi medikamentosa:12,13
A. Diberikan anti kejang MgSO4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam.
Cara pemberian: dosis awal 4 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan sebanyak 1 gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4:
frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100
ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga
antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV,
dalam 3 menit).13
B. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam
belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
C. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu,
dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau
prostaglandin E2. Seksio Cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi
atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
15

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan
konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO 4 dihentikan bila
tidak ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai
kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan
oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit. 11,14

Penanganan Eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
kejang dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu
mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk
menghindari kejangan saat pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg
IM. Obat yang diberikan adalah sulfas magnesikus.
Sulfas magnesikus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan saraf.
Dosis awal: 4 gram MgSO4 intravena , (40 % dalam 20 cc) diberikan dalam waktu
10 menit, cara:10 ml MgSO4 40% (setara 4 g MgSO4) + 10 ml RL  bolus pelan
10 menit. 12 jam berikutnya: 1 g/jam IV drip diberikan dalam 12 jam, cara: 30 ml
MgSO4 40% (setara 12 g MgSO4) + 500 cc RL = 530 ml. Jumlah tetesan:
(530ml/12jam) X (20/60) = 14 tetes/menit. Dosis Rumatan: 1g/jam MgSO4
diberikan selama 24 jam.10,12,13
Syarat - syarat pemberian MgSO4 :
▪ Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai).
▪ Refleks patella (+) kuat
▪ Frekuensi pernafasan > 16 kali permenit
▪ Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg bb/jam )/
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
16

▪ Ada tanda - tanda intoksikasi


▪ Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.

2.9. Diagnosis Banding


Diagnosis differensial preeklampsia:
1. Hipertensi menahun
2. Penyakit ginjal

Diagnosis differensial eklampsia :


1. Epilepsi
2. Kejangan karena obat anastesia
3. Koma karena sebab lain : perdarahan otak, meningitis, ensefalitis.8,9
17

2.10. Komplikasi
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang
biasa terjadi : 7
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi.
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal.
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine.

HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah
suatu komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang
dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan
– keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, edema
pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya
sindroma ini sebanyak 9,7% dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum
(70%) dan juga post partum (30%). Ciri – ciri dari HELLP syndrome adalah:7,8,9
 Nyeri ulu hati
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Tekanan darah diastolik  110 mmHg
 Menampakkan adanya oedema

HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:


1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
 Thrombositopenia
- Kelas 1: ≤ 50.000 / μl
18

- Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl


- Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl
 Disfungsi hemolisis - hepatis
- LDH  600 IU / L
- SGOT dan / atau SGPT  40 IU / L
- Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat
2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
 Complete
- Trombosit < 100.000 / μl
- LDH  600 IU / L
- SGOT  70 IU / L
 Parsial
- Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan
pada preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid
dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan
memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan
vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2
kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.12,13

2.11. Prognosis
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia adalah
kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
19

4. TD sistolik > 200 mmHg.


5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi
lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju
lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita-
penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian
ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan
edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan
pernapasan waktu kejang.3,10,12

2.12. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :2\
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya
segara apabila ditemukan;
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.2,11
20

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. I
Tanggal Lahir : 23 November 1992
Umur : 22 Tahun
Suku : Batak
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kalangan
RM : 02.81.49
Tanggal Masuk : Senin, 17 November 2014, pukul 08.00

3.2. Anamnesis Pasien


Ny. I, 22 thn, G1P0A0, Batak, SMA, , IRT, i/d Tn. K, 22 thn, Batak, Islam,
Nelayan.
Keluhan Utama: Riwayat kejang
Telaah : Hal ini dialami pasien sebanyak 1x pada tgl 17 November 2014
pkl 03.00 wib kejang terjadi saat pasien berada di rumahnya
selama sekitar 2 menit. Kemudian Os dibawa ke RS dan
mengalami kejang sebanyak 2x. Riwayat keluar air-air dari
kemaluan (+) dialami sejak 2 hari yang lalu. Riwayat mulas-mulas
mau melahirkan (+) dialami 1 hari ini , riwayat keluar lendir darah
(+) 1 hari ini. Riwayat tekanan darah tinggi diketahui pasien sekitar
1 minggu sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
hamil disangkal. Riwayat nyeri kepala (-), riwayat pandangan
kabur (-), riwayat nyeri ulu hati . Riwayat menderita penyakit
gula (-), penyakit ginjal (-), penyakit autoimun (-). Riwayat
keluarga mengalami penyakit yang sama saat hamil tidak dijumpai.
21

Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)


Riwayat Pemakaian Obat : (-)
HPHT :?
TTP :?
ANC : Bidan 2x
Riwayat Persalinan :-

3.3. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Sopor Anemis : (-)
Tekanan Darah: 160/110 mmHg Ikterik : (-)
Nadi : 98 x/ menit Dyspnoe : (-)
Pernapasan : 24 x/menit Sianosis : (-)
Suhu : 37C Edema : (+)

Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata :
Kepala : Mata : conj.palp.inf pucat (-/-), sklera ikterik (-)/(-)
Telinga/Hidung/Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R-2 cmH20
Thorax : Paru: SP : Vesikuler
ST : -
Jantung : HR 98 kali/menit, regular, S1 S2 N, murmur (-)
Genitalia : terpasang kateter urine, UOP 100 cc/jam dalam 3 jam, kuning
pekat.
Ekstremitas: Oedema pretibial (+/+), Refleks KPR (+/+) N

Status Obstetrikus :
Abdomen : Membesar asimetris, hepar/lien/renal tidak teraba
TFU : 4 jari bpx, 29 cm
Tegang : Kanan
22

Terbawah : Kepala
His : (+) 2 x 20”/10’
Gerak : (+)
DJJ : 172 X/menit, reguler
VT : Cx sakral, Ø 2 cm, eff 100%, selaput ketuban (-),
Kepala H1, UUK ?
ST : lendir darah (+), air ketuban (+)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan
(Hematologi)
DARAH LENGKAP
(CBC) :
Hemoglobin g% 11,4 12-16 (pr)
Eritrosit (RBC) 106/mm3 4,05 4,20-4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 25 4,5-11,0
Hematokrit % 32,8 43-49
Trombosit 103/mm3 367 150-450
MCV fL 81 85-95
MCH pg 28,1 28-32
MCHC g% 34,8 33-35
RDW % 17,1 11,6-14,8
MPV fL 8,0 7,0-10,2
PCT % 0,1
23

PDW Fl 9,7

KIMIA KLINIK
Elekrolit
Natrium (Na) mEq/dL - 135-155
Kalium (K) mEq/dL - 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/dL - 96 - 106
Faal Hemostasis
PT + INR
Waktu Protrombin
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
INR
APTT
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
Waktu Trombin
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
Fibrinogen mg/dL 150-400
D-dimer ng/dL <500
Hati
Albumin g/dL 3,5-5,0
LDH U/L
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) mg/dL 219 <200
Ginjal
Ureum mg/dL <50
Kreatinin mg/dL 0.50-0.90
Proteinuria ++ -

3.5. Diagnosis Kerja :


24

Eklampsia + KPD + PTM + Fetal takikardia + PG + KDR (aterm) + PK +


AH + Inpartu

3.6. Pengobatan :
Airway management : goedle terpasang
Pasang abocath No. 18
Pasang kateter urin menetap
O2 2-4 L/menit via nasal kanul
Loading dose MgSO4 40% (10 cc) Bolus perlahan
Maintenance dose MgSO4 40% (30 cc) + IVFD RL 500 cc (14 gtt/i)
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)

Rencana : - SC cito

Tanggal 17 November 2014 pukul 10.00 wib lahir bayi dengan SC a/i
Eklampsia, BB : 3400 gram, PB : 54 cm, AS : 7/9, caput (+), anus (+)

3.7. Laporan Pembedahan


Diagnosis Pra Bedah : Eklampsia + KPD + PTM + Fetal takikardia + PG +
KDR (aterm) + PK + AH + Inpartu

Diagnosis Post Bedah : Post SC a/i eklampsia + KPD + PTM + fetal takikardi +
NH0
Lama pembedahan 60 menit

Uraian pembedahan :
 Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik,
dilakukan tindakan aseptik dengan antiseptik povidone iodine dan alkohol
70% pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi.
25

 Dibawah general anesthesia dilakukan insisi pfanenstiel mulai dari kutis,


subkutis dan fascia
 Dengan meyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekiri dan
kanan, otot dikuakan secara tumpul.
 Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, digunting keatas kebawah dipasang
hak blast.
 Tampak uterus gravidarum sesuai masa kehamilan, identifikasi SBR, lalu
plika vesico uterine digunting secara konkaf ke kiri dan kanan, disisihkan ke
blast secukupnya. Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf
menembus subendometrium, endometrium ditembus secara tumpul dan
diperlebar sesuai arah sayatan.
 Dengan meluksir bokong, lahir bayi laki-laki BB 3400 gr, PB 54 cm, A/S 7/9,
anus (+).
 Tali pusat di klem dari 2 tempat dan digunting diantaranya, palsenta lahir
lengkap dengan traksi pada tali pusat dan penekanan fundus. Kedua sudut kiri
dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem. Kavum uteri dibersihkan
dari selaput ketuban dengan kasa steril sampai bersih, kesan bersih.
 Dilakukan penjahitan hemostatis pada ujung insisi uterus, kemudian dijahit
secara continous interlocking, dilanjutkan dengan overhecting &
reperitonealisasi. Evaluasi tidak ada pendarahan. Klem peritoneum di pasang,
cavum abdomen ditutup lapis demi lapis, luka operasi ditutup kassa + betadine
solution. Liang vagina dibersihkan dari sisa darah dengan kapas sublimat
sampai bersih.

Terapi post OP : -IVFD RL + MgSO4 40% 30 cc 14 gtt/I (24jam)


- Inj ceftriaxone 1g/12jam
- Inj ketorolac 1 amp/8jam
- IVFD RL + Oxytocyn 10 iu 20 gtt/i
Rencana post op : cek DL 2 jam post op + urinalisa

Hasil laboratorium 2 jam post operasi:


Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan
26

(Hematologi)
DARAH LENGKAP
(CBC) :
Hemoglobin g% 9,6 12-16 (pr)
Eritrosit (RBC) 106/mm3 3,42 4,20-4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 22 4,5-11,0
Hematokrit % 27,3 43-49
Trombosit 103/mm3 346 150-450
MCV fL 81 85-95
MCH pg 28,1 28-32
MCHC g% 34,8 33-35
RDW % 17,1 11,6-14,8
MPV fL 8,0 7,0-10,2
PCT % 0,1
PDW Fl 9,7

KIMIA KLINIK
Elekrolit
Natrium (Na) mEq/dL - 135-155
Kalium (K) mEq/dL - 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/dL - 96 - 106
Faal Hemostasis
PT + INR
Waktu Protrombin
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
INR
APTT
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
Waktu Trombin
- Kontrol Detik
- Pasien Detik
Fibrinogen mg/dL 150-400
27

D-dimer ng/dL <500


Hati
Albumin g/dL 3,5-5,0
LDH U/L
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) mg/dL 171 <200
Ginjal
Ureum mg/dL 19 <50
Kreatinin mg/dL 0,9 0.50-0.90
Proteinuria -

3.8. Follow up
P
Tgl S O A
Terapi Rencana
18 - Sens: CM Post SC -IVFD RL +
Novem TD : 100/70 oxytocyn 10
a/i
ber mmHg iu →20gtt/i
2014 Nadi : 96 x/i eklampsia -IVFD RL +
RR : 20 x/i MgSO4 40%
+ KPD +
Rawat T : 37,0 oC 30cc →14
ICU PTM + gtt/I →24 jam
Anemia (-) -inj ceftriaxon
fetal
Ikterik (-) 1gr/12jam
Sianosis (-) takikardi -inj ketorolac
Oedem (+) 1amp /8jam
+ NH1
Abdomen :
soepel,
peristaltik (+) N
TFU 1 jari atas
pusat, kontraksi
kuat
P/V (-)
BAB (-),
flatus (-)

19 - Sens: CM Post SC -IVFD RL +


Novem TD : 110/70 oxytocyn 10
a/i
ber mmHg iu →20gtt/i
2014 Nadi : 92 x/i eklampsia -inj ceftriaxon
RR : 20 x/i 1gr/12jam
+ KPD +
28

T : 37,0 oC PTM + -inj ketorolac


1amp /8jam
fetal
Anemia (-)
Ikterik (-) takikardi
Sianosis (-)
+ NH2
Oedem (+)
Abdomen :
soepel,
peristaltik (+) N
TFU 1 jari atas
pusat, kontraksi
kuat
P/V (-)
BAB (-),
flatus (+)

20 Nyeri Sens: cm Post SC -IVFD RL 20 Pindah


Novem luka TD : 100/70 gtt/i Ruangan
a/i
ber operasi mmHg -inj ceftriaxon
2014 Nadi : 88 x/i eklampsia 1gr/12jam
RR : 16 x/i -inj ketorolac
+ KPD +
T : 37,0 oC 1amp /8jam
PTM + -Methergin
Status tab 2 x 1
fetal
Lokalisata :
Abdomen : takikardi
Soepel,
+ NH3
peristaltic (+) N
TFU : setinggi
umbilikus
p/v : (-), lochia
(+) rubra
BAK (+) N
BAB (-)
Proteinuria (+1)

21 Demam, Sens: cm Post SC -IVFD RL 20


Novem mual TD : 110/70 gtt/i
a/i
ber mmHg -inj ceftriaxon
2014 Nadi : 80 x/i eklampsia 1gr/12jam
RR : 22 x/i -inj ketorolac
+ KPD +
T : 38,7 oC 1amp /8jam
PTM + -Methergin
Status tab 2 x 1
fetal
Lokalisata : -PCT 3x1
Abdomen : takikardi -Antasid syr
29

Soepel, + NH4 3xCth1


peristaltic (+) N
TFU : setinggi
umbilikus
p/v : (-), lochia
(+) rubra
BAK (+) N
BAB (-), flatus
(+)

22 Demam Sens: cm Post SC -Cefadroxil Kontrol 3


Novem (-), mual TD : 110/70 2x1 hari lagi
a/i
ber (-) mmHg -Asam ke Poli
2014 Nadi : 88 x/i eklampsia mefenamat
RR : 22 x/i 3x1
+ KPD +
T : 37 oC -Methergin
PTM + tab 2x1
Status - SF tab 1x1
fetal
Lokalisata : - Vit B
Abdomen : takikardi kompleks 3x1
Soepel, -GV
+ NH5
peristaltic (+) N
TFU : setinggi
umbilikus
p/v : (-), lochia
(+) rubra
BAK (+) N
BAB (+), flatus
(+)
Proteinuria (-)

BAB 5
30

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pasien wanita, 22 tahun, G1P0A0 didiagnosis dengan eklampsia + KPD +


PTM + Fetal Takikardia + PG+ AH + Inpartu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
atau koma.
Penatalaksanaan pada pre-eklampsia dan eklampsia terdiri dari tindakan
konservatif untuk mempertahankan kehamilan dan tindakan aktif sesuai dengan
usia kehamilan ataupun adanya komplikasi yang timbul pada pengobatan
konservatif. Pada preeklampsia dan eklampsia harus diobservasi kesejahteraan
janin dan ibu.

5.2. Saran
Setiap ibu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antenatal sehingga
berbagai komplikasi dalam kehamilan termasuk preeklampsia dapat terdeteksi
sejak awal dan segera ditangani sehingga tidak timbul komplikasi lebih berat yang
dapat membahayakan ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA
31

1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-301.
2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi ilmu
kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.
3. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.
4. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in
Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut: Appleton and Lange,
2007 : 443 – 452.
5. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
6. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In
Wayne R. Cohen
7. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia: Lippicott Williams dan
Wilkins, 2000 : 207 -26.
8. Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In: Obstetrics normal and problem
pregnancies. 4th edition, Churchill Livingstone USA, 2002: 573-96.
9. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000;
183: S1 – S22.
10. Angsar MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di
Indonesia. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
11. Mose C, Johanes. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi,Ed. 2,
Gestosis hal 68 – 81, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Bandung. EGC. Jakarta: 2005
12. Rambulangin, John, Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita
Preeklampsia Berat dan Eklampsia, Cermin Dunia Kedokteran; 2003.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kand
ungan.pdf)
32

13. Sudhaberatha, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, UPF:


Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur; 15 Juni 2008.
http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-dan-
eklampsia/#more-37
14. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. 2006.
Preeklampsia Berat dan Eklampsia Hal M-38. Ed.1, Cet. 11. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai