Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

Disusun Oleh :
Nita Nurmiati
1814201116

PRODI STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. Kasus (masalah utama)


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi terhadap suatu stimulus ekternal dimana
stimulus tersebut pada kenyataanya tidak ada (Stuart Sundeen, 2005).
Halusinasi adalah persepsi yang salah (false perception) tanpa adanya
objek luar. Halusinasi dapat dipengaruhi oleh imajinasi mental yang kemudian
diproyeksikan keluar sehingga seolah-olah datangnya dari luar dirinya (H. Ayub
Sani Ibrahim, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra dan terjadi dalam keadaan sadar atau bangun. Dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik (Willy F Maramis, 2009).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
Terdapat tiga faktor pendukung terjadina halusinasi, yang pertama yaitu
faktor biologis dimana terjadi abnormalitas perkembangan sistem saraf dan
fungsi otak/SSP dapat menimbulkan gangguan seperti hambatan
perkembangan khususnya korteks frontal, temporal, dan limbik. Gejala yang
mungkin timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara dan daya ingat.
Lalu pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal,
neonatus dan kanak-kanak. Faktor pendukung yang kedua adalah faktor
psikologis dimana keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan sensori persepsi adalah penolakan atau kekerasan
dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau
teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu
melindungi. Pola asuh usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya tidak
ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi. Konflik dan
kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua, aniaya dan kekerasan
rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan sensori persepsi.
Yang terakhir faktor sosial budaya karena stres yang menumpuk dapat
menunjang awitan gangguan sensori persepsi dan gangguan lainya, tetapi
tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

B. Faktor Presipitasi
Stresor yang menjadi pencetus terjadinya halusinasi yang pertama
merupakan stresor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis
maladaptif meliputi Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak, yang mengatur proses informasi; dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
Faktor pencetus halusinasi berikutnya yaitu stresor lingkungan dimana
ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

C. Jenis-jenis halusinasi
1. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya. Terdapat sekitar 70 %
pasien yang menderita halusinasi pendengaran (auditorik). Ada beberapa
tipe halusinasi auditorik yang patologis:
a. Halusinasi auditorik non-verbal
b. Halusinasi auditorik verbal
2. Halusinasi pengelihatan (visual/optik)
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak melihatnya. Terdapat sekitar 20 % pasien yang
menderita halusinasi pengelihatan (visual) ini. Apa yang dilihat seolah-
olah berbentuk: orang, binatang, barang atau benda. Apa yang dilihat
seolah-olah tidak berbentuk: sinar, kilatan atau pola cahaya. Apa yang
dilihat seolah-olah berwarna atau tidak berwarna.
3. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Klien merasakan makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan
rasa makanan yang tidak enak.
4. Halusinasi Penghidu/Penciuman (olfaktorius)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa sesuatu yang
nyata dan orang lain tidak menciumnya.
5. Halusinasi Perabaan (taktil/somatik)
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
(terdapat 10% dari halusinasi pengecapan penhidu dan perabaan).
6. Halusinasi kinestetik
Merasa badanya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya
bergerak (misalnya, anggota badan bayangan atau phantom limb).

7. Halusinasi viseral
Perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya.
8. Halusinasi hipnagogik
Ada kalanya pada seseorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi
sensorik bekerja salah.
9. Halusinasi hipnopompik
seperti no 8 tetapi terjadi tepat sebelum terbangun penuh dari tidurnya.
10. Halusinasi histerik
Timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional.
11. Formication
Merupakan halusinasi (taktil) dimana pasien merasa ada serangga
merayap dibawah kulit, sering terjadi pada pengguna kokain.
D. Fase-fase
Proses terjadinya halusinasi menurut (Stuart and Laraia, 2007) dibagi
menjadi empat fase yaitu Fase pertama (conforting) dimana klien
mengalami kecemasan, stress perasaan berpisah dan kesepian, klien mungkin
melamun atau memfokuskan kedalama hal-hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan stress dan kecemasannya tapi hal ini bersifat sementara, jika
kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran namun intensitas
meningkat. Pada fase kedua (condeming) kecemasan meningkat dan
hubungan dengan pengalaman internal dan ekternal, individu berada pada
tingkat listening halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambaran
suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan proyeksi seolah-olah
halusinasinya datang dari orang lain atau tempat lain.
Kemudian pada fase ketiga Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan
mengontrol, klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan
halusinasinya, kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa
aman sementara. Dan terakhir fase keempat (conquerting) dimana klien
merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam.
Memerintah, dan memarahi. Dan tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang
menakutkan yang berlangsung singkat atau bahkan selamanya.

E. Rentang Respon neurobiologik


Respon klien atau gejala dan tanda yang dapat dideteksi dari berbagai
respon yang terkait dengan fungsi otak yaitu kognisi, persepsi, emosi,
perilaku dan sosialisasi, yang juga saling berhubungan, dapat dilihat pada
bagan rentang respon dibawah ini (Stuart & Sundeen, 2007).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang-kadang proses Gangguan proses


Persepsi akurat pikir terganggu pikir : Waham
Emosi konsisten Ilusi Halusinasi
dengan pengalaman Emosi berlebihan/ Tidak mampu
Perilaku cocok berkurang mengalami emosi
Hubungan sosial Perilaku yang tidak Perilaku tidak
positif biasa terorganisir
Menarik diri Isolasi sosial
F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif
meliputi:
1. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup
sehari-hari.
2. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. With drawal, menarik diri dan klien sudah asyik dengan pengalaman
internalnya.

III. A. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi


Isolasi Sosial

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi, ditandai dengan:
DS :
- Klien mengatakan sering mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
- Klien takut pada suara dan bunyi yang dilihat dan didengar
DO :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, H. Ayub Sani. 2011. “Skizofrenia.” Jelajah Nusa: Tangerang.

Maramis, Willy F. 2009. “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.” Airlangga university


press: Surabaya.

Stuart Gail W. 2006. “Buku Saku Keperawatan Jiwa.” Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai