Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN EPELEPSI

DI RUANG LUKMAN HAKIM RSUD AL-IHSAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Stase Keperawatan anak

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Muhamad Hisyam M : J.0105.19.023


2. Marselina Surat Nama : J.0105.19.020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS (PROFESI)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2019
KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversible.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi.
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(idiopatik), sering terjadi pada:

a) Trauma lahir, asphyxia neonatorum


b) Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e) Tumor otak
f) Kelainan pembuluh darah

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama


ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik Epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik
akut dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama kecuali
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam
dan ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi bahkan bayi yang tidak segera
menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/ radang
otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/ trauma serta adanya tumor
otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya
epilepsi.

Penyebab- penyebab kejang pada epilepsy


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

Trauma

Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alcohol

Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme

C. Pathway
Terlampir
D. Manifestasi Klinis
1.  Kehilangan kesadaran
2. Aktivitas motorik
a. Tonik klonik
b.  Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
c.  Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
d. Kedipan kelopak mata
e. Sentakan wajah
f. Bibir mengecap – ecap
g. Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
3. Fungsi pernafasan
a. Takipnea
b. Apnea
c. Kesulitan bernafas Jalan nafas tersumbat

E. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi
dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a. klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab

1) Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak


dengan paroksimal oksipital
2) Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus
otak
b. klasifikasi tipe kejang epilepsi
1) Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal
Dengan gejala motorik:

1. Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
2. Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
3. Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
4. Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
5. Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo).

 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk


jarum.
1. Visual: terlihat cahaya
2. Auditoris: terdengar sesuatu
3. Olfaktoris: terhidu sesuatu
4. Gustatoris: terkecap sesuatu
5. Disertai vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,


pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

a. Disfagia: gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku


kata, kata atau bagian kalimat.
b. Dimensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti
sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya.
Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu,
merasa seperti melihatnya lagi.
c. Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
d. Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
e. Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar.
f. Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.

b) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.


Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :
kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.

 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada


golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut
muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu,
memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak


permulaan kesadaran.

 Hanya dengan penurunan kesadaran


 Dengan automatisme

c) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,


tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum.


2) Epilepsi kejang umum
a) Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
Lena khas (tipical absence)

Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka


tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi
bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit
dan biasanya dijumpai pada anak.

1. Hanya penurunan kesadaran


2. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
3. Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
4. Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau
mengedang.
5. Dengan automatisme
6. Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)

Dapat disertai:

1. Gangguan tonus yang lebih jelas.


2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

b) Grand Mal
1. Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
2. Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai
terutama sekali pada anak.

3. Kejang tonik

Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya


menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan
dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.

4. Kejang tonik- klonik

Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu
tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh
pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-
kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan
ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa
saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut
menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur
beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-
pegal, lelah, nyeri kepala.

5. Kejang atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas


sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.

3) Epilepsi kejang tak tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
F. Pemeriksan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Elektrolit (natrim dan kalium), ketidak seimbangan pada Na+¿¿ dan K +¿¿
dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
2. Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
3. Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya
aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang
berhubungan dengan pengobatan
4. Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy
obat
5. Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang
teurapetik
6. Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi,
perdarahan\Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel,
fraktur
7. DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan
metabolik
( Dongoes, 2000 : 202 )

G. Pentalaksanaan
1. Atasi penyebab dari kejang
2. Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang
didalam seseorang
a. Anti konvulson
b. Sedatif
c. Barbirorat
Obat yang dapat mencegah serangan epilepsi
a. fenitoin (difenilhidantoin)
b. karbamazepin
c. fenobarbital dan asam valproik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:

a. Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.


b. Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
c. Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


B. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang.
Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada
keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien
mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pasien sering mangalami kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan
pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan memar tanpa
sebab), kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya  riwayat  penyakit  sebelumnya  yang  berhubungan  dengan 
keadaan  penyakit  sekarang  perlu  ditanyakan.
5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan
aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit
pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit
contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah kelahariran dan pertumbuhan dan
perkembanagannya.
6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya faktor
hereditas misalnya kembar monozigot.

Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu


dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
a. Selama serangan :
1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
5) Apakah pasien menggigit lidah.
6) Apakah mulut berbuih.
7) Apakah ada inkontinen urin.
8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
10) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya
berubah pada satu sisi atau keduanya.

b. Sesudah serangan
a. Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
b. Apakah ada perubahan dalam gerakan.
c. Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi
sebelum, selama dan sesudah serangan.
d. Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau
frekuensi denyut jantung.
e. Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c. Riwayat sebelum serangan
1) Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
2) Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
3) Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
d. Riwayat Penyakit
a. Sejak kapan serangan terjadi.
b. Pada usia berapa serangan pertama.
c. Frekuensi serangan.
d. Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
e. Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
f. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
g. Apakah makan obat-obat tertentu
h. Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan fisik

1. Tingkat kesadaran pasien


2. Sirkulasi
i. Gejala : palpitasi.
ii. Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
a. Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
a. Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
b. Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
a. Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
a. Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
b. Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
a. Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing.
b. Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
a. Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
b. Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi cairan.

Tanda : dispnea, apnea, batuk

C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: -- Resiko cedera
DO:

pasien kejang (kaki menendang-


nendang, ekstrimitas atas fleksi),
gigi geligi terkunci, lidah menjulur
DO: Bersihan jalan napas
tidak efektif
Sesak,dipsnea, cyanosis
,frekuensi nafas berubah
Isolasi sosial

DO:

- klien terlihat rendah diri


saat berinteraksi dengan
orang lain
- menarik diri
DO Ansietas

- klien terlihat cemas,


gelisah.
- takikardi, frekuensi napas
cepat atau tidak teratur
DO: Ketidakefektifan pola
napas
- pasien mengeluh sesak
- RR meningkat dan tidak
teratur,

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
2. Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan
3. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
4. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk
penyakit epilepsi dalam masyarakat
5. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan

E. Intervensi keperawatan

Tujuan (SMART) Rencana Tindakan Rasi


Tupan : Observasi Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Untuk mende
keperawatan selama 3x24 jam
kedalaman usaha napas) bahaya.
kertidakefektifan jalan napas
dapat teratasi 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Untuk mende
Tupen :
3. Monitor sputum bahaya
Setelah dilakukan tindakan
3. Untuk mengu
keperawatan selama 8jam
terapi dan me
sumbatan lidah di endotrakea,
Terapi
respirasi yang
dapat di atasi 4. Posisikan semifowler atau fowler
dengan kriteria hasil : 5. Berikan minum hangat Terapi
6. Lakukan fisio terapi dada 4. Untuk memba
5. Untuk menge
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 6. Membantu m
15 detik keluarkan sumbatan benda membersihka
7. Untuk mentim
padat dengan forsep McGill membersihka
8. Berikan oksigen jika perlu 8.
Edukasi
Edukasi 9. Untuk memes
9. Anjurkan asupan cairan 2000ml/ hari adekuat dan m
jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi 10.
10. Kolaborasipemberian
bronkodilatorekspektora, mukolitik, jika
perlu.

Tupan : Pemantauan respirasi


Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Untuk mendetek
keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman gangguan
intoleransi aktivitas teratasi. 2. Untuk mendetek
dan upaa napas
gangguan
Tupen : 2. Monitor pola napas 3. Membantu
Setelah dilakukan tindakan 4. Untuk mengukur
3. Monitor kemampuan batuk efektif
keperawatan 8 jam intoleransi
dan mendeteksi
aktivitas teratasi dengan kriteria 4. Monitor adanya produksi sputum
hasil : yang mungkin te
5. Monitor saturasi oksigen
5. Untuk memanta
6. Memberikan ken
Terapeutik
7. Mengetahui kea
6. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
8. Agar klien tidak
7. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur 9. Memberikan ken
klien
pemantauan
9. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Tupan:
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 1. Mengetahui ting
ansietas teratasi. 2. Identifikasi kemampuan mengambil klien
keputusan 2. Melibatkan klien
Tepen : 3. Monitor tanda-tanda ansietas intervensi
Setelah dilakukan tindakan 3. Mengetahui pen
keperawatan selama 20 menit Terapeutik
ansietas dapat teratasi dengan 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk 4. Memberikan hub
kriteria hasil : menumbuhkan kepercayaan percaya diri anta
1. Klien tidak lagi bingung 5. Temani pasien untuk mengurangi perawat
2. Klien tidak lagi tegang kecemasan 5. Memberikan ken
6. Pahami situasi yang membuat ansietas klien
7. Dengarkan dengan penuh perhatian 6. Mengetahui pen
8. Gunakan penndekatan yang tenang dan 7. Memberikan ken
meyakinkan klien
9. Motivikasi mengidentifikasi situasi yang 8. Memberikan ken
memicu kecemasan klien
10. Diskusikan perencanaan realistis 9. Menjalin hubung
tentang perisiwa yang akan datang
10. Menentukan inte
Edukasi
11. Anjurkan untuk tetap bersama pasien
12. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi 11. Untuk menurunk
13. Latih kegiatan pengalihan untuk 12. Memberikan ken
mengurangi ketenangan klien
14. Latih teknik relaksasi 13. Menurunkan ras

14. Untuk mengalihk


klien
Tupan:
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1x24 jam 1. Identifikasi respon psikologi 1. Untuk menen
isolasi sosial dapat di atasi terhadap situasi dan ketersediaan selanjutya
Tupen: sistem pendukung 2. Untuk mengid
Setelah dilakukan tindakan 2. Identifikasi sumber daya untuk kebutuhan da
keperawatan selama 3x24 jam ketersediaan pengasuh dengan sumb
rendah diri terhadap keadaan 3. Monitor situasi keluarga saat ini dan 3. Dukungan ke
penyakit dan stigma buruk sistem pendukung membantu da
penyakit epilepsi dalam Terapuetik 4. Untuk menim
masyarakat tidak terjadi dengan 4. Berikan dudkungan dan caring kepercayaan
kriteria hasil : dalam pelayanan 5. Membantu da
1. klien dapat mengakui bahwa 5. Motivasi membina hubungan dengan penyembuhan
hubungan sosialna adekuat pihak yang memiliki kebutuhan yang 6. Untuk menum
2. dapat meningkatkan aktivitas sama penerimaan d
sosial 6. Libatkan keluarga, orang penting 7. Untuk memba
dan teman dalam perawatan penyembuhan
Edukasi 8. Untuk membe
7. Informasika jaringan sosial yang dalam proses
tersedia 9. Membantu m
8. Informasikan tingkat pendukung kecemasan
(mis, keluarga, teman, dan 10. Untuk menjam
masyarakat) perawatan ya
9. Anjurkan keluarga dalam perawatan 11. Untuk menjam
Kolaborasi perawatan ya
10. Rujuk ke kelompok swadaya
11. Kolaborasi dengan program
penvegahan atau pengobatan
berbasisi masyarakat, jika perlu
Penanganan kejang
Obsevasi
5 Resiko Cedrera 1. Monitor status neurologis
2. Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
3. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
4. Rendahkan ketinggian tempat tidur
5. Berikan alas empuk di bawah
kepalah
6. Jauhkan benda-benda berbahaya
terutama benda tajam
Eukasi
7. Ajarkan segera melapor jika
merasakan aura
8. ajarkan keluarga pertolongan
pertama pada kejang
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian antikonvulsan

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.srib.co.id


Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ; EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SiKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai