Anda di halaman 1dari 25

Tabel 19.

3 Karakteristik dari dua tipe femoro-acetabular impingement (FAI)

Tipe FAI Pincer Cam


Tipikal pasien Perempuan, 30 – 40 tahun Laki-laki, 20 – 30 tahun; aktif
Level deformatis Acetabulum Femur proksima
Patologi anatomi Deep socket Ekstensi caputfemoris non-sferis; m
Maloriented socket (idiopa etafisis yang prominen; retrotilted h
tik, iatrogenik) ead
Low anteversion femoral neck/low C
CD angle (idiopatik, iatrogenik)
Penyakit yang berka Coxa profunda/ protrusio Idiopatik, perthes’ disease, nekrosis
itan Retroversi acetabular (idop avaskuler, slipped capital femoral e
atik, defisiensi fokal femoral piphysis, retrolilt setelah fraktur leh
proksimal, displasia post-tra er, iatrogenik
umatik, iatrogenik)
Struktur dari dama Labrum Kartilago acetabulum dengan abrasi
ge primer o/delaminasi outside-in
Perubahan sekunde Aposisi tulang acetabular ri Degenerasi labral
r m (double line), contre-
coup lesion, kartilago
postero-inferior, aposisi
tulang, femoral neck,
impingement cyst, head-
neck junction
Gejala radiologis Penyempitan celah sendi Migrasi anterolateral caputfemoris
awal postero-inferior
Progresivitas Lambat - cenderung nyeri Cepat, walaupun gejalanya ringan

Etiologi femoro-acetabular impingement


Terlepasnya epifisis caput femoris (slipped capital femoral epifisis, SCFE), Perthes’
disease dan displasia post-trauma diasosiasikan dengan insiden FAI tipe pincer dan cam yang
tinggi (Ganz et al., 1991; Dora et al., 2000; Leunig et al., 2000) (lihat gambar 19.39), tapi
etiologi dari sebagian besar FAI ‘idiopatik’ masih belum diketahui.
Retroversi asetabulum telah diaosiasikan dengan nyeri pinggul dan OA (Reynolds et
al., 1999; Giori danTrousdale, 2003). Deformitas yang umum ditemui ini merupakan sejenis
malorientasi spasial, bukan hanya defisiensi pada dinding posterior; FAI tipe pincer yang
fokal terbentuk dari penutupan/penyelimutan (coverage) caput femoris anterior yang
berlebihan. Retroversi iatropatik dilaporkan pernah terjadi setelah tindakan osteotomi
pelvik (Dora et al., 2002), tapi etiologinya dalam sebagian besar kasus masih belum dapat
diidentifikasi.
Pada awalnya, malformasi femur yang terjadi setelah SCFE yang tidak terdiagnosis dianggap
sebagai penyebab utama FAI tipe cam, tapi hasil MRI pinggul dengan FAI tipe cam tidak
menunjukkan adanya physeal abnormalities yang diasosiasikan dengan SCFE (Siebenrock et
al., 2004).
Aktifitas fisik yang berat pada masa perkembangan tulang (yang menyebabkan
peningkatan physeal stress) juga diperkirakan memiliki andil dalam perkembangan
abnormalitas pada femur proksimal.

Gejala klinis femoro-acetabular impingement (FAI)


Nyeri pada daerah inguinal dan keterbatasan gerakan merupakan gejala yang sering
muncul. Pada tahap awal penyakit, nyeri pada inguinal dapat diekserbasi oleh penggunaan
pinggul yang berlebihan atau muncul setelah duduk dalam jangka waktu yang panjang.
Pemeriksaan akan menunjukkan adanya restriksi internal rotasi dalam keadaan fleksi.
Munculnya nyeri pada pemeriksaan ini mengindikasikan adanya abnormalitas morfologi
kolumna femoris dan limbus acetabuli (presence of abnormality with recreation of pain),
terutama jika sudah ada lesi chondral atau labral. Terkadang nyeri juga bisa juga dimunculka
n dengan cara fleksi-abduksi dan/atau hiperekstensi dan eksternal rotasi ke arah impingeme
nt pada area tersebut.
Pasien yang mengeluhkan FAI tipe pincer biasanya wanita berusia 30 – 40 tahun. Nye
ri berasal dari labrum yang terluka saat terdapat kontak langsung antara kolumna femoris d
an serabut nyeri yang sensitif pada labrum. Nyeri dapat terasa sangat signifikan walaupun k
erusakan pada kartilagonya hanya sedang-sedang saja (moderate).
Pasien yang mengeluhkan FAI tipe cam biasanya laki-laki, cukup berotot dan tampak
atletik, dengan rentang usia yang kemungkinan 10 tahun lebih muda dari rentang usia pend
erita tipe pincer. Nyeri biasanya tidak terlalu berat, kemungkinan karena FAI pada kasus ini b
erupa gangguan pada bagian non-sferis caputfemoris yang masuk ke rongga sendi (socket).
Walaupun nyerinya terasa lebih ringan, tapi biasanya kerusakan kartilagonya lebih berat (Ta
bel 19.3).
Metode standar untuk menilai fungsi pinggul pada pasien dengan pinggul pengganti
(hip replacement) tidak sesuai untuk digunakan pada pasien FAI usia muda dengan tuntutan
atletik yang tinggi. Sistem skoring outcome baru untuk pasien dengan gangguan p1inggul ya
ng lebih muda telah dikembangkan dan divalidasi, namun sejauh ini masih belum digunakan
secara luas.

Radiologi
Pasien suspect FAI membutuhkan radiografi orthograde anteroposterior pelvis dan r
adiografi lateral pinggul. Gambar pelvis harus diambil dengan posisi coccyx menghadap ke a
rah simfisis dan dengan jarak 1 – 2 cm di antara keduanya. Posisi ini selain dapat menunjuka
n adanya deformitas ‘pistol-grip’ femur proksimal juga penting untuk mengevaluasi versi ace
tabular (acetabular version). Kualitas gambar yang diambil harus cukup bagus adar dapat me
mvisualisasikan bagian anterior dan posterior dan menampakkan kontur ganda dari limbus a
cetabulum; pada acetabulum yang retroversi (retroverted acetabulum), garis limbus anterior
akan bertukar dengan garis limbus posterior (Ganz et al., 2003; Jamali et al., 2007), fitur
yang diasosiasikan dengan FAI (Gambar 19.40).
Posisi pengambilan gambar lateral yang paling baik adalah ‘cross-table lateral’, karen
a dalam posisi ini salah satu abnormalitas anterolateral kontur kepala/leher dapat terdeteksi
(Gambar 19.41). MR arthrogram pinggul, termasuk potongan radial-nya, dapat digunakan u
ntuk memvisualisasikan labrum, kartilago, dan juga morfologi kaput/kolumna femoris.
19.40 X-ray – FAI tipe pincer. Radiografi anteroposterior pria berusia 23 tahun yang
mengalami retroversi bilateral. Bisa dilihat bahwa pada tiap pnggul, limbus acetabulum ante
rior terproyeksi ke lateral ke arah limbus posterior (tanda panah, pinggul kiri). Pada pinggul
kanan terdapat fatigue fracture pada bagian anterior limbus actebulum (panah, pinggul kan
an).

19.41 X-ray – dari kasus yang sama pada gambar 19.40. Proyeksi lateral dari femur pr
oximal dextra. Perhatikan ekspansi non-sferis dari kontur anterolateral epifisis femur (panah
menunjukkan garis melengkung pada bekas growth plate)
19.42 MR Arthrography. Bagian dari ruang sendi lateral dari pinggul kiri yang retrove
rsi menunjukkan adanya proyeksi tulang pada limbus acetabuli (panah), dan sedikit perubah
an pada labrum yang melingkan dan sedikit irugularitas pada kartolago yang berdekatan.
MR arthrogram pinggul digunakan secara rutin untuk memvisualisasikan labrum dan
kartilago artikuler. Cara ini dapat mendeteksi abnormalitas dari bentukan sferis (abnormal s
phericity) caputfemoris, offset rendah kolumna femoris, impingement cyst dan aposisi tulan
g dari limbus acetabulum (bone aposition of the limbus), yang berkaitan dengan FAI. MR arth
rografi bersifat sensitif dan spesifik dalam mendeteksi lesi labral dan chondral; akan tetapi, c
ara ini masih memiliki keterbatasan dalam mendeteksi undisplaced delamination pada kartil
ago acetabulum.
Terdapat berbagai teknik radiologi mutakhir baru yang bisa digunakan, serperti 3-Tes
la system dan delayed gadolinium-enhanced MRI of cartilage (dGEMRIC) yang mungkin dapa
t digunakan untuk deteksi dini lesi kartilago dan adesi kapsular.
19.43 FAI – arthroscopy. Gambaran arthroscopy menunjukkan adanya kartilago artik
ular acetabulum yang koyak.

Tatalaksana
Non-operatif. Keuntungan dari tatalaksana non-operatif, seperti terapi fisik atau terapi anti-i
nflamasi, masih dipertanyakan. Restriksi kegiatan atletik terkadang dapat mengurangi gejala;
namun menunda operasi koreksi dismorfisme tulang yang simptomatik (symptomatic bone
dismorphism) dapat memberikan lampu hijau padap progresivitas destruksi kartilago artikul
er, yang berujun dengan osteoartritis onset prematur.
Operative. Athroscopic procedure hanya bisa digunakan untuk abnormalitas minor dan struk
tural (gambar 19.43). Lesi labral tersolir tanpa memperbaiki patologi pertulangan yang men
dasari merupakan penyebab utama kegagalan.
Open operation with dislocation of the hip merupakan tindakan yang lebih disukai dalam ma
najemen FAI; dengan keuntungan: akses yang tidak tidak terbatas, koreksi yang presisi, refik
sasi anatomis labral dan kemungkinan untuk mengontrol koreksi secara dinamis (gambar 19.
44). osteokondroplasty membutuhkan debridemen untuk bagian kartilago yang rusak dan/a
tau reseksi bagian tulang yang menghalangi (bone impediment) gerak sendi dan menyebabk
an malartikulasi (malarticulation). Untuk FAI tipe cam, bonggol tulang (bony excrescence) pa
da bagian anterior kolumna femoris perlu direseksi; untuk FAI tipe pincer, abnormal overgro
wth pada bagian anterior limbus harus dihilangkan. Pada beberapa kasus, mungkin dibutuhk
an juga osteotomy korektif untuk bagian proksimal femur dan acetabulum (gambar 19.45).
Gambar 19.44 – osteochondroplasty terbuka. Foto serial yang menunjukkan operasi terbuka
untuk manajemen FAI. (a-c) memperbaiki (re-fixed) labrum acetabulum yang terkoyak dan
(d-f) pemangkasan bagian caput femoris yang non-sferis.
Morbiditas pada prosedur ini rendah dan hasil jangka pendek hingga jangka menengahnya b
aik atau bahkan sangat baik (Beck et al., 2004; Murphy et al., 2004; Espinosa et al., 2006;
Beaule et al., 2007).

19.45 FAI – koresksi tulang. Deformitas tulang akibat displasia acetabuler, old perthes’ disea
se atay SCFE mungkin juga memerlukan osteotomi korektif. Gambar ini menunjukkan wanita
19 tahun dengan old Perthes’ deformity (a) trochanter mayor yang high riding dengan kolum
na yang pendek, menyebabkan extra-articular impingement terhadap dinding acetabular po
sterosuperior. Margon anterior caput femoris yang menonjol (membentuk ‘sagging rope sig
n’ pada x-ray) mengarah pada FAI. (b) koreksi impingement yang kompleks dapat dilakukan
dengan cara memangkas kontur caput femoris dan ‘memanjangkan’ kolumna femoris, bersa
maan dengan advancement trochanter mayor dan minor.

OSTEONECROSIS
(LIHAT JUGA BAB 6)
Osteonekrosis simptomatik sering berlokasi pada caputfemur, utamanya karena vaskularisas
i khas yang membuat caputfemur rentan terhadap iskemia akibat terputusnya aliran darah a
rteri (arterial cut-off), venous stasis, intravascular thrombosis, intraosseus sunusoidal compr
ession, atau kombinasi dari beberapa hal ini. Proses patogenesis dan patologi anatomi untuk
kondisi ini akan dibahas lebih lanjut pada Bab 6.
Post-traumatic osteonecrosis biasanya terjadi setelah displaced fracture pada kolum
na femoris atau dislokasi pinggul. Penyebab utamanya adalah gangguan aliran darah, tapi da
pat juga disertai faktor pendukung seperti venous stasis dan trombosis arteriol dan kapiler i
ntramedular.
Non-traumatic osteonecrosis sering ditemukan berkaitan dengan gangguan infiltratif
pada sumsum tulang, Gaucher’s disease, Sickle-cell disease, koagulopati, caisson disease, sys
temic lupus erythemathosus (SLE) dan – yang paling umum diantara seluruh penyakit ini – p
emberian kortikostreoid dosis tinggi dan penyalahgunaan alkohol (alkohol abuse). Perhes’ di
sease merupakan penyakit khsus yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain di bab ini.
Patogenesis dan patologi anatomi yang berkaitan dengan perubahan tulang kanan di
bahas lebih lanjut pada Bab 6.

Gejala Klinis
Post-traumatic osteonecrosis mulai berkembang segera setelah terjadinya trauma pada ping
gul, tapi tanda dan gejala baru akan muncul beberapa bulan setelahnya.
Non-traumatic osteonecrosis bersifat lebih berbahaya. Osteonekrosis non-traumatik
dapat terjadi pada anak-anak dengan kondisi tertentu seperti Perthes’ disease, sickle-cell dis
ease dan Gaucher’s disease. Pasien dewasa mencakup kedua jenis kelamin dan seluruh usia.
Keluhan utama biasanya berupa nyeri pada pinggul (atau pada lebih dari 50 persen k
asus, pada kedua pinggul), yang menjadi sangat nyeri secara bertahap selama 2-3 tahun. Na
mun, pada lebih dari 10 persen kasus, kondisi ini bersifat asimptomatik dan ditemukan secar
a tidak sengaja saat melakukan X-ray atau MRI pada proses diagnosis penyakit sistemik atau
gejala jangka panjang lain di pnggul yang satunya.
Pada pemeriksaan, pasien akan tampak berjalan pincang dan mungkin memiliki Tren
delenburg sign yang positif. Paha tampak menyusut (wasted thigh) dan ekstremitas dapat m
enjadi 1 – 2 cm lebih m=pendek. Pergerakan terbatas, terutama abduksi dan internal rotasi.
Gejala yang khas adalah kecenderungan pinggul untuk bergerak ke arah rotasi eksternal saat
fleksi pasif; hal ini berkaitan dengan ‘sectoral sign’, saat pinggul diekstensikan, rotasi interna
l dapat dilakukan hingga hampir maksimal, tapi saat pinggul difleksikan, rotasi internal menj
adi sangat terbatas.
Mungkin dapat ditemukan juga tanda dan gejala dari penyakit kausatif yang berhubu
ngan dengan kondisi ini atau riwayat terapi kortikosteroid – harap diingat, terapi kortikoster
oid - jangka pendek sekalipun – dapat menyebabkan osteonekrosis, terutama pada pinggul.
Faktor resiko lain adalah konsumsi alkohol yang tinggi.

Radiologi
X-ray
Pada tahap awal osteonekrosis, gambaran pada foto polos akan tampak normal. Gejala pert
ama akan muncul 6 – 9 bulan setelah terjadinya bone death dan terjadi terutama akibat per
ubahan reaktif pada tulang yang masih hidup di sekitarnya. Jadi, gambaran klasik berupa pe
ningkatan densitas (yang diinterpretasikan sebagai sklerosis) sebenarnya lebih menunjukkan
adanya perbaikan dibanding nekrosis. Seiring berjalannya waktu, perubahan destruktif akan
nampak pada segmen yang nekrotik; garis fraktus subchondral yang tipis (‘crescent sign’), se
dikit pemipihan weightbearing zone dan kemudian peningkatan distorsi yang diikuti oleh kol
apsnya permukaan artikuler caput femoris.

19.46 osteonekrosis – radiologi, tahap awal (a) pasien ini memiliki beberapa gejala dan gam
baran radiologis yang equivocal. Akan tetapi, bahkan pada tahap awal sekalipun MRI (b)
telah menunjukkan potongan jelas segmen osteonekrosis pada dome caput femoris.
MRI
MRI dapat menunjukkan perubahan pada sumsum tulang jauh sebelum gejala nampak pada
X-ray – dengan rata-rata 3,6 bulan setelah inisiasi terapi steroid pada seuatu studi (Sakamoto
et al., 1997). Fitur diagnostik pada MRI berupa lingkaran dengan intensitas sinyal yang berl
ainan yang berjalan sepanjang caput femoris (berkurangnya intensitas pada T1 weighted SE
image dan peningkatan intensitas pada STIR image). Lingkaran (‘band’) ini menunjukkan zon
a reaktif antara tulang yang hidup dan mati, sehingga dapat menentukan batas dari segmen
yang iskemik dan sejauh apa lokasinya. Informasi yang penting untuk menentukan staging le
si.
19.47 osteonekrosis – gambaran tahap akhir. (a) foto polos menunjukkan gambaran khas
osteonekrosis terinduksi kortikosteroid bilateral pada caput femoris. Pita dengan densitas
tinggi menunjukkan batasan antara tulang yang mati dan pembentukan tulang baru. (b)
hasil MRI pada pasien yang sama.

Diagnosis
Gambaran destruktif dan sklerotik osteoartritis pada X-ray terkadang disalahartikan sebagai
osteonecrosis. Memang, pada beberapa jenis OA mungkin dapat ditemukan beberapa elem
en nekrosis tulang, tapi ada beberapa poin yang berbeda antara kedua kondisi ini: pada OA r
ongga artikular menyempit dan hilang sebelum terjadi kerusakan pada tulang, sedangkan pa
da osteonekrosis rongga artikuler dapat tetap bertahan hingga akhir (karena osteonekrosis
pada dasarnya bukan penyakit yang menyerang kartilago).
Osteoporosis transien pada pinggul seringkali dikira sebagai nekrosis avaskuler. Kondisi ini a
kan dijelaskan sebagai berikut.
Penyakit kausatif. Penjelasan mengenai penyakit yang mendasari harus disertakan dalam di
agnosis. Mungkin saja terdapat riwayat trauma, riwayat penyakit keluarga seperti sickle-cell
disease atau Gaucher's disease, riwayat pekerjaan yang kemungkinan berhubungan dengan i
skemia disbarik, penyakit yang mendasari seperti systemic lupus erythematosus (SLE), atau ri
wayat pemberian kortikosteroid atau penyalahgunaan alkohol. Jika tidak ada riwayat seperti
yang sudah disebutkan, maka pasien harus diperiksa secara lengkap untuk mencari tahu ada
nya kondisi yang berkaitan ini (lihat Bab 6).
Perlu diingat bahwa faktor patogenik bersifat kumulatif, sehingga pasien dengan SLE atau ke
biasaan konsumsi alkohol sedang hingga berat dapat mengalami osteonekrosis setelah men
dapatkan dosis cortisone yang relatif lebih rendah, dan terkadang bahkan setelah pengguna
an steroid topikal berlebih dalam jangka panjang (Solomon dan Pearse, 1994).

19.48. diagnosis (a) osteorartritis terkadang menunjukkan sklerosis segmental yang sangat
jelas pada x-ray. Gambaran ini seling disalahartikan sebagai osteonekrosis. Clue-nya ada
pada hilangnya ‘ruang’ antar sendi, yang merupakan cardinal sign osteoarthritis.
Bandingkan dengan (b) foto polos pasien dengan osteonekrosis di mana ruang antar sendi
tetap bertahan walaupun tulangnya sudah kolaps.
Staging (lihat Bab 6)
Dulu staging radiografik nekrosis caput femoris Ficat dan Arlet digunakan secara luas. Pada S
tage 1, pasien mengeluhkan nyeri minimal atau tidak mengeluhkan adanya nyeridan foto po
los tidak menunjukkan adanya abnormalitas, namun terdapat perubahan yang tipikal pada
MRI (lihat gambar 19.46). Pada Stage 2, terdapat gambaran awal pada X-ray tapi masih belu
m nampak distorsi pada kepala femur. Stage 3 lebih parah, dengan peningkatan kerusakan t
ulang dan distorsi caput femoris. Karakteristik Stage 4 adalah kolaps-nya permukaan artikule
r dan disorganisasi sendi. Ini adalah klasifikasi deskriptif yang berguna untuk menggambarka
n kondisi saat ini, tapi metode ini tidak dapat memberikan panduan prognosis (dan terapi
yang berkaitan) pada tahap awal awal penyakit.

19.49 osteonekrosis. Nekrosis caput femoris akibat (a) fraktur kolumna femoris; (b)
Gaucher’s disease; dan (c) penyalahgunaan alkohol kronis.
Shimizu et al. (1994) mengajukan klasifikasi lain berdasarkan gambaran MR yang
dapat menunjukkan lokasi, intensitas dan jangkauan segmen abnormal pada caput femoral.
Resiko kolaps caput femoris (setidaknya dalam jangka waktu 2 – 3 tahun) utamanya
berkaitan dengan jangkauan (area gambaran corona caput femoris yang berkaitan) dan
lokasi (porsi permukaan yang menahan beban) pada MRI awal. Pada umumnya, temuan
yang didapatkan menunjukkan bahwa: (1) jangkauan segmen iskemik ditentukan pada
outset dan tidak akan meningkat seiring berjalannya waktu; (2) lesi yang menempati kurang
dari seperempat diameter corona caput femoris dan hanya 1/3 medial permukaan yang
menahan beban (weightbearing surface) jarang kolaps; (3) lesi yang menempati ½ diameter
caput femoris dan melibatkan antara ½ hingga 1/3 permukaan yang menahan beban
kemungkinan akan kolaps pada 30% kasus; dan (4) lesi yang menempati lebih dari ¼
diameter caput femoris dan lebih dari 2/3 permukaan yang menahan beban kemungkinan
akan kolaps dalam 3 tahun pada lebih dari 70% kasus. Saat membicarakan tentang
pengobatan, kita dapat mengacu pada tiga derajat keparahan yang bisa disebut sebagai
Grade I, Grade II, dan Grade III.
Perlu diingat bahwa walaupun klasifikasi ini penting untuk memperkirakan outcome
dan merencakan terapi, jangkauan (extent) (pada konteks ini) bukan merupakan sinonim
dari volume; volume segmen nekrotik yang sebenarnya sangat sulit ditentukan ( Kim et al.,
1998).
19.50 Predictive Staging. Kemungkinan terjadinya kolaps tergantung pada lokasi dan
jangkauan dari perubahan batasan osteonekrosis pada MRI. Pada bagan ini, resiko
progresivitas digambarkan dengan simbol (+). Skema ini diadaptasi dari penelitian yang dilak
ukan oleh Shimizu (1994).
Jika tujuannya adalah untuk membandingkan data sebelum dan sesudah terapi pada
berbagai sumber, maka klasifikasi yang disarankan adalah klasifikasi 1yang dibuat oleh Inter
national Association of Bone Circulation and Bone Necrosis (Association Research Circulatio
n Osseous – ARCO) (Tabel 19.4).
Tabel 19.4 Staging ARCO osteonekrosis

Stage 0 Asimptomatis dan hasil seluruh pemeriksaan klinis ‘normal’


Biopsi menunjukkan adanya osteonekrosis
Stage 1 X-ray normal. MRI atau radionuclide dapat menunjukkan adanya osteonekro
sis
Stage 2 x-ray dan MRI menunjukkan tanda awal osteonekrosis tapi tidak ditemukan a
danya distorsi bentuk tulang atau ‘crescent sign’ subchondral.
Subklasifikasi berdasarkan permukaan artikular yang terlibat:
A = kurang dari 15%
B = 15 – 30%
C = lebih dari 30%
Stage 3 x-ray dan MRI menunjukkan tanda ‘crescent sign’, tapi caput femoris masih s
feris.
Subklasifikasi berdasarkan luas ‘crescent’/ permukaan artikular yang terlibat:
A = kurang dari 15%
B = 15 – 30%
C = lebih dari 30%
Stage 4 x-ray dan MRI menunjukkan tanda kolapsnya caput femoris.
A = kurang dari 15% permukaan artikuler
B = 15 – 30% permukaan artikuler
C = lebih dari 30% permukaan artikuler
Stage 5 Perubahan seperti di atas ditambah dengan hilangnya rongga sendi (‘joint sp
ace’) (OA sekunder)
Stage 6 Perubahan seperti di atas ditambah dengan kerusakan permukaan artikuler y
ang signifikan
ARCO, Association Research Circulation Osseous; OA, osteoarthritis.

Tatalaksana osteonekrosis post traumatik


Nekrosis kaput femoris yang terjadi akibat dislokasi atau fraktur pinggul biasanya berakhir
dengan kolapsnya kaput femoris. Pada pasien yang masih sangat muda (di bawah 40 tahun),
akan sayang sekali jika dilakukan hip replacement, maka sebagai gantinya bisa dilakukan
realignment osteotomy, dengan atau tanpa grafting pada segmen nekrotik. Pasien-pasien ini
kemungkinan membutuhkan hip replacement pada stage yang lebih lanjut.
Pasien yang lebih tua biasanya akan memilih joint replacement total atau sebagian.

Tatalaksana osteonekrosis non-traumatik


Early
Lesi Shimuzu Grade I (lesi yang terbatas pada bagian medial kaput femoris) progresifitasnya
sangat lambat atau bahkan tidak sama sekali. Oleh karena itu, hampir seluruh terapi pada
kelompok ini dianggap sebagai ‘bermanfaat’. Yang dibutuhkan hanyalah terapi simptomatik
dan penyemangat; tapi akan lebih bijak lagi jika dilakukan observasi selama beberapa tahun
untuk berjaga-jaga bilamana ada perubahan.
Lesi Grade II (lesi yang meliputi ½ caput femoris dan sekitar 1/3 hingga 2/3
permukaan yang menahan beban) cenderung berkembang. Jika lesi ini ditemukan sebelum
terdapat distorsi pada kaput femoris, pilihan untuk menganjurkan operasi konsevatif dapat
dibenarkan (core decompressin atau decompression dan bone grafting pada caput femoris).
Coring pada caput femoris diperkenalkan oleh Ficat (1985) sebagai cara untuk mengurangi
tekanan intraosseus pada pasien dengan osteonekrosis non traumatik dini. Tekanan
intraosseus diukur, dan apababila tekanannya meningkat, maka 7 mm core dari tulang
femur akan diangkat lewat columna femoris menggunakan bor dengan bantuan image
intensificiation fluoroscopy. Kita tidak bisa memperkirakan kasus yang mana yang akan
merespon tindakan ini dengan baik, tapi tindakan ini cukup bermanfaat dan terdapat
perbaikan simptomatik pada 30 – 50% pasien. Alternatif yang bisa dilakukan adalah
realignment osteotomy pada pasien yang masih muda dan hip replacement parsial atau total
pada pasien berusia di atas 45 tahu yang gejalanya terus bertambah.
Lesi Grade III (lesi yang menempati sebagian besar kaput femoris dan lebih dari 2/3
permukaan yang menahan beban) memiliki prognosis yang buruk. Efek dekompresi
kemungkinan besar tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, pada pasien yang lebih
muda, treatment of choice-nya adalah realignment osteotomy. X-ray dan CT scan dapat
menunjukkan secara detil lokasi segmen nekrotik sehingga dapat dilakukan perencanaan
angulation osteotomy untuk menjauhkan segmen nekrotik dari sumbu penahan berat
maksimum (maximal load-bearing trajectory). Sebagian besar kasus membutuhkan flexion
osteotomy. Osteotomi yang lebih radikal seperti transtrochanteric rotational osteotomy of
Sugioka (Sugioka dan Mohtai, 1998) lebih susah untuk dilakukan dan hasilnya (berdasarkan
sebagian besar operator) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan osteotomi konvensional.
Pasien yang lebih tua dengan gejala yang lebih intrusive lebih baik ditatalaksana dengan
joint replcement total atau parsial.
Late
Pasien dengan osteonekrosis tingkat lanjut dan tulang yang kolaps (Ficat Stage 3 atau 4)
akan membutuhkan operasi rekonstruksi: osteotomi, dengan atau tanpa bone grafting, atau
joint replacement.
Terdapat ruang yang terbatas bagi pasien usia muda yang siap menerima pinggul
yang ‘kaku’ sebagai ganti dari hilangnya rasa nyeri (Solomon, 1998).

OSTEOPOROSIS TRANSIEN PADA PINGGUL (MARROW


OEDEMA SYNDROME)

Sindroma ini adalah sindroma yang cukup terkenal, walaupun jarang ditemui, dengan
karakteristik berupa nyeri dan osteoporosis yang berkembang dengan cepat pada caput
femoris dan pelvis yang berdekatan. Hasil scan radionuclide menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas pada kedua sisi pelvis, tapi bukan pada jaringan lunak. Keadaan ini
pada awalnya ditemukan pada wanita hamil trimester akhir, namun kini kondisi ini dapat
ditemukan pada kedua jenis kelamin dan pada semua umur, mulai dewasa muda dan
seterusnya. Biasanya perubahannya bertahan selama 6 – 12 bulan, kemudian gejalanya
mereda dan hasil x-ray kembali normal.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi gambaran MRI menunjukkan karaktersitik marrow
oedema. Terdapat dugaan bahwa kondisi ini adalah prekursor (atau forme fruste) dari
nekrosis avaskuler, tapi tidak cukup banyak bukti untuk mendukung dugaan ini (lihat Bab 6).

Tatalaksana
Kondisi ini hampir selalu mereda dengan sendirinya dan sebagian besar pasien hanya
membutuhkan terapi simptomatis. Akan tetapi nyeri dapat berkurang secara cepat melalui
dekompresi operatif pada caput femoris (dengan cara mem-bor kolumna femoris), dan
beberapa pasien lebih memilih tindakan ini dibandingkan dengan ‘penyembuhan’ alami. Jika
terdapat keraguan apakah perubahan MRI disebabkan oleh osteonekrosis atau edema,
maka direkomendasikan untuk melakukan dekompresi operatif.
19.51 Marrow oedema syndrome, pasien ini mengeluhkan nyeri pada pinggul kanan. X-ray ti
dak menunjukkan abnormalitas yang jelas, akan tetapi daerah di sekitar pinggul dapat tamp
ak osteoporotik.MRI menunjukkan gambaran tipikal dari diffuse signal reduction (pada capt f
emoris dextra) pada T1 weighted scan. Hal ini sangat berkebalikan (contrast sharply) dengan
localized bands yang menjadi ciri khas osteonekrotik.

BURSITIS DAN TENDINITIS DI SEKITAR PINGGUL


Trochanteric Bursitis
Nyeri pada bagian lateral pinggul atau paha dapat disebabkan oleh trauma lokal atau
penggunaan berlebihan yang mengakibatkan inflamasi bursa trochanteric pada bagian
dalam tensor fascia latae. Terdapat tenderness lokal dan terkadang terdapat krepitasi saat
fleksi dan ekstensi pinggul. Pembengkakan jarang ditemukan, tapi perdarahan post-
traumatik dapat menyebabkan hematoma bursa.
X-ray dapat menunjukkan adanya riwayat fraktur, atau implant logam yang mencuat,
atau trochanteric wire yang ada sejak operasi sebelumnya. Kalsifikasi atau bayangan yang
dapat menunjukkan adanya pembengkakan jaringan lunak juga dapat ditemukan. Eksklusi
penyakit lain yang mendasari (underlying disorders) seperti gout, rheumatoid disease dan
infeksi (termasuk tuberkulosis) penting untuk dilakukan.
Penyebab lain nyeri dan tenderness pada greater trochanter adalah stress fracture
(pada atlet dan orang tua), slipped epiphysis (pada dewasa muda) dan infeksi tulang (pada
anak-anak). Penyebab paling sering misdiagnosis adalah referred pain dari vertebrae lumbal.
Terapi yang biasany diberikan pada bursitis trochanter adalah istirahat, pemberian
obat non-steroidal anti-inflammatory drugs dan (jika tidak terdapat infeksi) injeksi anastesi
lokal dan kortikosteroid. Jika terdapat hematoma, maka hematoma tersebut harus
diaspirasi.

Gluteus medius tendinitis


Tendinitis akut dapat menyebabkan nyeri dan ternderness terlokalisasi pada greater
trochanter. Kondisi ini sering ditemui pada penari dan atlet. Karakteristik klinis dan
radiologisnya (x-ray) serupa dengan trochanteric bursitis, dan diagnosis bandingnya juga
sama. Tatalaksananya adalah istirahat dan injeksi anestesi lokal dan kortikosteroid.

Adductor longus strain atau tendinitis


Overuse injury sering ditemukan pada pemain sepak bola dan atlet. Pasien mengeluhkan
nyeri pada inguinal dan tenderness dapat dirasakan pada awal adductor longus yang
mendekati pubis. Pembengkakan di bawah lokasi ini dapat menunjukkan adanya robekan
adductor longus.
Strain akut dapat ditatalaksana dengan istirahat dan panas. Strain kronis mungkin
akan mebutuhkan fisioterapi yang lebih panjang.

Iliopsoas bursitis
Rasa nyeri pada inguinal dan paha anterior dapat disebabkan oleh bursitis illiopsoas. Lokasi
tenderness susah didefinisikan dan kemungkinan terdapat muskulus pelindung yang
melewati trochanter minor. Gerakan pelvis terkadang terbatas; keadaan ini memang
mungkin dapat terjadi akibat sinovitis pada pelvis karena ada kemungkian pertemuan antara
bursa dan sendi. Karakteristik yang paling tipikal adalah peningkatan tajam nyeri saat pelvis
di-adduksi dan internal rotasi. Nyeri juga dapat dimunculkan dengan cara menguji kontraksi
psoas terhadap hambaran (lihat Gambar 19.3).
Diagnosis banding untuk nyeri pada pelvis anterior diantaranya adalah limfadenopati
inguilnal, hernia, abses psoas, fraktur trochanter minor, slipped epiphysis, infeksi lokan dan
arthritis.
Terapinya adalah NSAID dan injeksi anestesi lokal dan steroid; injeksinya paling baik
dilakukan dalam kontrol fluoroskopik.

Snapping hip
‘snapping hip’ adalah penyakit di mana pasien (biasanya wanita muda) mengeluhkan
panggulnya ‘bergeser dari tempatnya (jumping out of place)’, atau ‘catching’, saat berjalan.
Snapping terjadi akibat pita yang menebal pada aponeurosis gluteus maximus terlipat
melewati trochanter mayor. Pada fase swing saat berjalan, pita ini bergerak ke anterior; dan
pada fase stance, saat gluteus maksimus berkontrakis dan menarik pelvis ke arah ekstensi,
pita ini terlempar lagi ke arah trokanter, menyebabkan suara ‘snap’. Kondisi ini biasanya
tidak nyeri, tapi dapat menjadi sangat mengganggu, terutama jika pinggul oleng. Terkadang
terdapat tenderness pada pinggul, dan sensasi yang khas dapat dimunculkan dengan cara
fleksi dan ekstensi pinggul saat abduksi.
Kondisi ini harus dibedakan dengan penyebebab lain painful clicking, terutama
robekan labrum actebular atau flap osteokartilaginosa pada caput femoris (sejenis dengan
osteochondritis dissecans). Contrast arthropgraphy, atau arthroscopu jika ada dapay
mengeksklusikan diagnosis banding ini.
Snapping tendon biasanya tidak membutuhkan tatalaksana khusus; pasien hanya
membutuhkan penjelasan dan penenangan hati. Terkadang jika terdapat rasa tidak nyaman
yang signifikan maka pita tersebut dapat dibagi atau dipanjangkan menggunakan Z-plasty.

Nyeri di Sekitar Pinggul


Anterior (inguinal)
Sinovitis dan artritis
Perthes’ disease
Labral tear atau detachment
Loobse bodies pada sendi
Stress fracture
Osteitis pubis
Lesi tulang lainnya
Hernia inguinalis
Limfadenitis inguinal
Tendinitis atau bursitis illiopsoas
Abses iliopsoas
Strain atau tendinitis adduktor longus

Lateral
Referrred pain dari vertebrae
Slipped epiphysis
Trochanteric bursitis
Stress fracture
Tuberkulosis trochanter

Posterior
Referrred pain dari vertebrae
Tendinitis gluteus medius

PRINSIP OPERASI PINGGUL


Exposure pada pinggul
Pendekatan operatif pada pinggul dapat dibagi menjadi anterio, anterolatelar, lateral, dan
posterior
Pendekatan anterior (Smith-Petersen) dimulai pada bidang antara sartorius dan
rectus femoris di medial dan tensor fasciae femoris di lateral, dengan tetap berada di
anterior gluteus medius. Kapsul pelvis diekspos dengan cara melepaskan insersi dari rectus
femoris. Pendekatan ini memberikan exposure yang cukup bagi berbagai operasi, termasuk
open reduction untuk dislokasi pelvis pada bayi (infants) dan berbagai jenis pelvis
osteotomy. Akan tetapi pendekatan ini tidak ideal untuk operasi rekonstruksi mayor pada
orang dewasa.
Pendekatan anterolateral (Watson-Jones) juga berada di anterior gluteus medius,
tapi di belakang tensor fasciae femoris. Pendekatan ini menyediakan exposure sendi pelvis
yang cukup, dengan detachment otot yang minimal, tapi hip replacement susah dilakukan
karena ada gluteus medius yang menghalangi.
Pendekatan lateral susah dilakukan akibat gluteus medius dan minumus yang
menghalangi penglihatan operator ke acetabulum. Abduktor ditangani dengan cara (1)
diretraksi ke posterosuperior (penyelesaian yang terbatas), atau (2) dibelah dan bagian yang
anterior diangkat dari trochanter mayor (pendekatan lateral langsung Hardinge), atau (3)
osteotomi trochanter mayor dan meretraksinya ke atas bersama dengan abduktor yang
menempel padanya (seperti pada pendekatan Charnley untuk total joint replacement).
Pendekatan ini memberikan exposure yang sangat baik; akan tetapi, kemungkinan akan
terdapat kesulitan untuk melekatkan fragmen trochanter.
Pendekatan posterior adalah pendekatan yang paling direct. Dengan membelah
bagian anterior gluteus maximus, rotator pada bagian belakang pelvis akan terekspos, dan
pelvis bisa diakses secara langsung. Banya dokter bedah yang memilih pendekatan ini saat
melakukan joint replacement. Pendekatan ini memiliki dua kerugian minor: orientasi
menjadi lebih sulit, terutama untuk mencari letak acetabular cup; dan pendekatan ini
meningkatkan insiden terjadinya dislokasi post operasi.
Planning
Bedah rekonstruksi pelvis membutuhkan perencanaan prepoperatif yang teliti. Tracing hasil
foto polos penting untuk memperhitungkan tindakan yang akan dilakukan dan sudut
reposisinya. Untuk kasus yang sulit, gmabaran tiga dimensinya harus didapatkan dan
dipelajari

Osteochondroplasty
Osteochondroplasty untuk OA yang diasosiasikan dengan femoro-acetabular impingement
(FAI) dibahas pada halaman 528.

Intertrochanteric osteotomy
Rationale
Intertrochanteric osteotomy memiliki tiga tujuan: (1) untuk mengubah orientasi caput
femoris sehingga dapat mengurangi stress mekanik pada segmen yang bermasalah; (2)
meluruskan dengan femur proksimal, untuk memperbaiki kesuaian sendi (joint congruity);
dan (3) trancesting the bone untuk mengurangi hipertensi intraoseus dan mengurangi nyeri.
Konsekuensi yang seringkali tidak disengaja dan kurang dipahami adalah (4) perbaikan
fibrokartilago perukaan artikuler.
19.52 Ostheoarthritis - treatment menggunakan osteotomy
Berikut adalah tipe varus dari osteotomi, sebagian besar rasa sakit pada pasien ini telah
hilang. Dan pada gambaran x-ray menunjukkan regenerasi dari artikuler kartilago.

Indikasi. Pada anak-anak osteotomi digunakan untuk mengoreksi deformitas angular


maupun rotasional dari femur proksimal. (Cnth . Pada kongenital dislokasi. Coxa vara. Slip yg
parah pada capital epifisis) atau untuk membuat penahan di kepala femur pada penyakit
Perthes.

Pada dewasa, indikasi utamanya adalah osteoarthritis dengan displasia sendi, khususnya
pada pasien kurang dari 50 th. Nyeri sering hilang dengan cepat (mungkin karena berkurang
nya hambatan pembuluh darah) dan kadang-kadang ruang artikular berangsur-angsur pulih.
Indikasi utama lainnya adalah nekrosis avaskular terlokalisasi pada kepala femoralis; jika
hanya segmen kecil yang terlibat, penataan kembali dapat memutar segmen ini keluar dari j
alur stres maksimum.

Kontraindikasi Osteotomi tidak cocok pada pasien usia lanjut dan pada mereka dengan
kesulitan parah; pergerakannya mungkin akan semakin menurun setelahnya. Ia juga dikont
raindikasikan pada reumatoid arthritis, dan bahkan pada OA jika ada kehilangan substansi ar
tikular secara luas; reposisi tidak berguna jika bagian lain dari kepala femoral sama-sama ru
sak.

Pertimbangan teknis Osteotomi memungkinkan reposisi kepala femoralis dalam valgus, varu
s atau derajat rotasi yang berbeda. Penempatan dan angulasi yang tepat hanya dapat dipas
tikan dengan perencanaan pra operasi yang teliti dan pelaksanaan pemotongan tulang yang
teliti. Fragmen diperbaiki dengan pelat dan sekrup. Pasca operasi, pasien hanya diizinkan u
ntuk menahan setengah dari berat badan selama 3-6 bulan. Sekitar 15 persen pasien akan
memerlukan bantuan (tongkat jalan) selama sisa hidup mereka.

Sugioka (Sugioka dan Mohtai, 1998) merancang rotasi osteotomi transtrochanteric untuk m
enangani lesi destruktif segmental anterosuperior dari kepala femoral, seperti osteonekrosis
lokal. Hal ini memungkinkan leher femoralis diputar pada sumbunya yang panjang, sehingg
a memutar kepala femur melalui sudut 90 derajat atau lebih.

Komplikasi. Komplikasi utama adalah malposisi tulang. Hanya perencanaan yang cermat yan
g dapat mencegah hal ini. Non-union osteotomi jarang terjadi.

Hasil. Asalkan indikasi diamati secara ketat, hasilnya cukup baik. Dalam serangkaian 368 ost
eotomi, analisis sur vivorahip menunjukkan bahwa 10 tahun setelah osteotomi 47 persen p
asien tidak memerlukan operasi lebih lanjut (Werners et al., 1990).

Operasi belum diadopsi secara luas, sebagian karena kompleksitas teknisnya, sebagian kare
na risiko komplikasi dan sebagian karena keraguan tentang efektivitas jangka panjangnya ter
utama dibandingkan dengan hasil metode modern penggantian hip total.

ARTHRODESIS
Rationale Fusion dari pinggul dijamin untuk menghilangkan rasa sakit dan memberikan stabi
litas seumur hidup. Tetapi berapa biayanya? Anehnya, meskipun persendiannya menyatu,
pasien mempertahankan banyak 'mobilitas' karena pemiringan dan rotasi lumbosakral diper
tahankan dan sering meningkat. Namun demikian, ada batasan: untuk duduk dengan nyam
an pinggul membutuhkan 60 derajat fleksi; untuk menaiki tangga, 45 derajat; dan untuk be
rjalan, 20 derajat. Pada fase berdiri, pinggul normal mengalami sedikit abduksi, tetapi pada
fase ayunan ia dilakukan dengan sedikit tambahan. Tidak ada posisi fusi yang dapat memen
uhi semua tuntutan ini, jadi orang bertujuan untuk berkompromi. Dan kadang-kadang itu sa
lah, dengan akibatnya fungsi tersebut mengalami gangguan serius.

Indikasi Arthrodesis harus dipertimbangkan untuk kondisi destruktif pinggul ketika ada kontr
aindikasi serius untuk osteotomi atau artroplasti: misalnya, pasien yang terlalu muda, pingg
ul yang sudah kaku tetapi sakit, dan infeksi sebelumnya. Pasien muda beradaptasi dengan b
aik; mereka yang berusia di atas 30-40 tahun merespons dengan tidak terduga.

Kontraindikasi Pasien lanjut usia, dan pasien mana pun dengan kisaran gerakan yang baik, a
kan membenci 'pinggul kaku'. Kontraindikasi lain adalah kurangnya stok tulang dan kelainan
pada 'sendi kompensasi' (tulang belakang lumbar, lutut dan pinggul berlawanan).

Pertimbangan teknis. Posisi yang direkomendasikan untuk arthrodesis adalah 20-30 derajat
fleksi, 0-10 derajat adduksi (kecuali kaki pendek) dan sekitar 5 derajat rotasi eksternal. Nam
un, pada orang muda ada kecenderungan untuk 'sendi' yang lepas ke fleksi lebih lanjut dan
pada usia 40 ini mungkin sebanyak 40 derajat. Beberapa bentuk fiksasi internal digunakan u
ntuk mengamankan tulang pada posisi yang diinginkan. Penting untuk memastikan bahwa i
mplan ini tidak menghancurkan abduktor; meskipun mereka tidak diperlukan saat pinggul a
dalah arthrodesed, mereka akan sangat penting jika fusi diubah menjadi artroplasti.

Komplikasi. Komplikasi utama adalah (1) kegagalan untuk berfusi dan (2) malposisi, yang me
nghambat fungsi dan menyebabkan ketegangan yang tidak diinginkan pada sendi lain. Kom
plikasi akhir adalah (3) kelainan kompensasi pada sendi lain (lutut dan pinggul berlawanan)
dan (4) sakit punggung rendah, yang terjadi pada lebih dari 60 persen pasien 20 tahun setela
h fusi. Wanita mungkin mengeluh tentang (5) kesulitan berhubungan seksual, dan (6) berjo
ngkok tentu saja tidak mungkin. Namun, harus diingat bahwa penggantian total masih mun
gkin dilakukan setelah pinggul mengalami arthrodesed.

Hasil yang diberikan 'sendi kompensasi' (tulang belakang lumbar, lutut dan pinggul berlawan
an) benar-benar normal, pasien muda khususnya dapat memperoleh manfaat dari arthrodes
is, dengan bertahun-tahun kenyamanan yang wajar, lemas yang disamarkan dengan baik da
n kemampuan untuk berjalan jarak jauh dan bermain permainan. Pasien yang lebih tua me
miliki tarif yang kurang baik: mereka merasa berjalan lebih sulit, cenderung mengalami sakit
punggung dan tampaknya lebih rentan terhadap perubahan degeneratif pada sendi lain.

Di negara-negara di mana fasilitas dan keahlian canggih tersedia, teknik modern penggantia
n pinggul total - memberikan hasil tingkat kelangsungan hidup setinggi 90-100 persen denga
n fungsi luar biasa pada 10 tahun pasca operasi - telah membuat artrodesis lebih atau kuran
g usang. Sikap ini berlaku semakin kuat karena setiap generasi baru ahli bedah ortopedi tida
k memiliki pelatihan berkelanjutan dalam jenis operasi 'lama' seperti ini.

PRINSIP UMUM. PERGANTIAN HIP TOTAL


Dasar Pemikiran. Pengganti total permukaan artikular tampaknya merupakan cara yang idea
l untuk mengobati segala gangguan yang terjadi kehancuran sendi. Namun, ada beberapa m
asalah yang harus diatasi: (1) implan prostetik harus tahan lama; (2) mereka harus mengizin
kan gerakan gesekan rendah luar biasa di artikulasi; (3) mereka harus melekat kuat pada ker
angka; dan (4) mereka harus lembam dan tidak memprovokasi reaksi yang tidak diinginkan
dalam jaringan. Kombinasi yang biasa adalah komponen logam femoralis (stainless steel, tit
anium atau paduan kobalt) berartikulasi dengan soket polietilen. Komponen keramik memil
iki karakteristik gesekan yang lebih baik tetapi lebih mudah pecah. Fiksasi dilakukan dengan
menanamkan implan ke dalam semen methylmethacrylate, yang bertindak sebagai bahan p
enekan yang mengisi celah, atau dengan memasang implan secara dekat ke lapisan tulang ta
npa semen. 'Ikatan' antara tulang dan permukaan implan, atau semen, tidak pernah sempur
na. Yang terbaik yang bisa diharapkan adalah pertumbuhan tulang trabecular pada implan a
tau semen (osseointegration). Ada berbagai cara untuk meningkatkan proses ini: (1) jika se
men akrilik digunakan, itu diterapkan di bawah tekanan dan diizinkan untuk menyembuhkan
tanpa gerakan atau ekstrusi setelah implan telah dimasukkan; (2) Ling dan rekan-rekan kerj
anya telah menunjukkan bahwa prostesis femoralis yang mulus, runcing dan tanpa kerah ak
an terus menetap di dalam mantel semen bahkan setelah polimerisasi, dengan demikian me
mpertahankan tekanan ekspansi antara semen dan tulang (Fowler et al., 1988); (3) implan t
anpa semen dapat ditutup dengan mesh atau lapisan berpori yang mendorong pertumbuha
n tulang (Engh et al., 1987); (4) implan dapat dilapisi dengan hidroksiapatit, substrat yang sa
ngat baik untuk pembentukan tulang baru dan osseointegrasi osteoblastik (Geesink, 1990).

19.53 Kekakuan pinggul sebagian besar disamarkan oleh mobilitas tulang belakang dan lutut.

Indikasi. Karena kecenderungan implan mengendur dengan waktu, penggantian sendi biasa
nya dilakukan untuk pasien di atas 60 tahun. Namun, dengan teknik penyemenan yang ditin
gkatkan dan kemajuan pesat dalam desain prostesis tanpa semen, operasi ini ditawarkan ke
pada pasien yang lebih muda dengan gangguan pinggul destruktif, dan kadang-kadang bahk
an untuk anak-anak yang sangat lumpuh dengan penyakit rheumatoid.

19.54 Fiksasi prostetik Fiksasi antara semen dan tulang adalah dengan (a) interlock (interdigi
tasi penyimpangan besar pada semen dan tulang) dan, lebih lengkapnya, dengan (B) osseoin
tegration (penetrasi semen mendalam antara trabekula endosteal).

Kontraindikasi. Sepsis laten atau terbuka adalah kontraindikasi utama untuk penggantian se
ndi. Arthroplasty yang terinfeksi berarti bencana. Pasien di bawah 60 tahun dianggap hany
a jika operasi lain tidak sesuai.

Pertimbangan teknis. Ketakutan akan infeksi menentukan serangkaian tindakan pencegahan,


termasuk penggunaan ruang operasi khusus udara ultraclean, menutup pakaian atre dan
pemberian antibiotik perioperatif (Lidwell et al., 1984; Marotte et al., 1987). Selain itu, bebe
rapa ahli bedah secara rutin menggunakan semen yang sarat antibiotik.

Pilihan implan harus bergantung pada uji biomekanik dan biologis yang baik. Susunan lebih
dari 300 mekanisme berbeda yang saat ini ada di pasar mewakili kemenangan harapan atas
alasan. Argumen 'disemen versus tanpa semen' berlangsung. Teknik suara mungkin lebih p
enting daripada yang lainnya.

Pasca operasi implan harus dilindungi dari beban berat sampai osseointegration ditingkatka
n; 6 minggu menggunakan kruk tidak masuk akal.

Komplikasi. Penggantian pinggul sering dilakukan pada pasien yang agak tua; beberapa me
miliki penyakit reumatoid dan mungkin memiliki terapi steroid. Akibatnya tingkat komplikas
i umum tidak berarti sepele; trombosis vena dalam lebih sering terjadi dibandingkan denga
n operasi elektif lainnya.

19.55 (A) X-ray dari sistem penggantian pinggul Charnley, cikal bakal semua metode modern
penggantian pinggul total. Ini terdiri dari prosthesis femoralis berkerah dengan batang yang
cukup lebar dan gelas acetabular polyethelene, keduanya ditanam dengan semen akrilik.
(B) X-ray dari prosthesis femur Ling disemen - tanpa kerah dengan batang meruncing - dan c
angkir acetabular tanpa semen

Faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada pengembangan komplikasi termasuk operasi pi


nggul sebelumnya, deformitas parah, kurangnya perencanaan pra operasi, 'cadangan tulang'
yang tidak memadai, lingkungan operasi yang kurang steril dan kurangnya pengalaman atau
keahlian di pihak tim bedah.

Komplikasi intraoperatif termasuk perforasi atau bahkan fraktur tulang paha atau asetabulu
m. Perawatan khusus harus diambil pada pasien yang sangat tua atau osteoporosis dan pad
a mereka yang pernah menjalani operasi pinggul sebelumnya.

Palsy saraf sciatic (biasanya karena traksi tetapi kadang-kadang disebabkan oleh cedera lang
sung) dapat terjadi dengan semua jenis artroplasti tetapi lebih umum dengan pendekatan p
osterior. Sebagian besar kasus pulih secara spontan tetapi jika ada alasan untuk mencurigai
kerusakan saraf, daerah tersebut harus dieksplorasi.

Dislokasi pasca operasi jarang terjadi jika komponen prostetik dipasang dengan benar. Peng
urangan itu mudah dan traksi dalam penculikan biasanya memungkinkan pinggul stabil. Jika
malposisi komponen femoralis atau asetabular parah, revisi mungkin diperlukan, atau mung
kin augmentasi soket.

Pembentukan tulang heterotopik di sekitar pinggul terlihat pada sekitar 20 persen pasien 5 t
ahun setelah penggantian sendi. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi pasien dengan hipero
stosis tulang dan spondilitis ankilosa sangat berisiko. Dalam kasus yang parah ini dikaitkan d
engan rasa sakit dan kekakuan. Osifikasi dapat dicegah pada pasien berisiko tinggi dengan
memberikan obat antiinflamasi non-steroid selama 3-6 minggu pasca operasi atau dosis tun
ggal iradiasi ke pinggul.

Melonggarnya aseptik dari soket asetabular atau batang femoralis adalah penyebab paling u
mum dari kegagalan jangka panjang. Angka kejadiannya sangat bervariasi, tergantung pada
kriteria yang digunakan. Dengan metode modern pemasangan fiksasi implan, kemungkinan
ada bukti radiografi untuk melonggarkan kurang dari 10 persen pasien 15 tahun setelah ope
rasi; pada tingkat mikroskopis banyak implan stabil menunjukkan reaksi seluler dan pemben
tukan membran pada antarmuka semen tulang (Linder dan Carlsson, 1986). Untungnya, ha
nya sebagian kecil dari ini yang simtomatik. Nyeri mungkin merupakan gambaran, terutama
ketika pertama kali menambah berat pada kaki setelah duduk atau berbaring, tetapi diagnos
is biasanya didasarkan pada tanda-tanda x-ray yang semakin meningkatkan radiolusen di sek
itar implan, fraktur semen, pergerakan implan atau resorpsi tulang (Gruen). et al., 1979). P
emindaian radionuklida menunjukkan peningkatan aktivitas, dan diklaim bahwa pola serapa
n 99Tc-HDP dan 67Ga dapat membedakan antara pelonggaran aseptik dan infeksi (Taylor et
al., 1989). Jika gejalanya ditandai, dan terutama jika ada bukti resorpsi tulang progresif, imp
lan dan semen harus diangkat dengan susah payah dan prostesis baru dimasukkan. Revisi ar
troplasti dapat disemen atau tidak disemen, tergantung pada kondisi tulang.
Kadang-kadang terlihat osteolisis agresif, dengan atau tanpa pelonggaran implan. Ini terkai
t dengan pembentukan granuloma di antarmuka antara semen (atau implan) dan tulang. Ini
mungkin disebabkan oleh reaksi histiosit yang parah yang distimulasi oleh semen, polietilen
atau partikel logam yang masuk ke zona batas. Revisi biasanya diperlukan dan ini mungkin h
arus disertai dengan pencangkokan impaksi dengan tulang mellellized.

19.56 Penggantian pinggul - pelonggaran aseptik (a) Sepuluh tahun setelah penggantian pan
ggul ada garis radiolusen yang berbeda di sekitar implan femoralis ini serta resorpsi calcar.
(B) Tahap lebih lanjut ditunjukkan pada pasien lain. Osteolisis agresif. (c) Akhir dari garis. P
asien ini, setelah empat 'revisi', berakhir dengan fragmentasi tulang paha proksimal, resorps
i besar acetabulum dan fragmen tulang dan semen akrilik di jaringan lunak. Syukurlah, kasu
s-kasus seperti ini, saat ini, sedikit dan jarang tetapi risikonya selalu ada.

Infeksi adalah komplikasi pasca operasi yang paling serius. Dengan profilaksis yang memada
i risikonya harus kurang dari 1 persen, tetapi lebih tinggi pada orang yang sangat tua, pada p
asien dengan penyakit rheumatoid atau psoriasis, dan pada mereka yang menggunakan tera
pi imunosupresif (termasuk korosterosteroid).
Sebagian besar bahan asing membatasi akses mekanisme pertahanan normal tubuh; akibat
nya, bahkan kontaminasi luka ringan mungkin serius. Organisme dapat berkembang biak da
lam hematoma pasca operasi untuk menyebabkan infeksi dini, dan, bahkan bertahun-tahun
kemudian, penyebaran hematogen dari tempat yang jauh dapat menyebabkan infeksi yang t
erlambat.
Infeksi luka dini terkadang merespons antibiotik. Kemudian infeksi lebih jarang terjadi dan
mungkin perlu 'debridemen' operasi diikuti dengan irigasi dengan larutan antibiotik selama
3-4 minggu. Setelah infeksi sembuh, prostesis baru dapat dimasukkan, lebih disukai tanpa s
emen. Alternatif lain, yang lebih cocok untuk infeksi 'ringan' atau 'meragukan', adalah artro
plasti pertukaran satu tahap menggunakan semen gentamisin yang diregulasi. Hasil revisi ar
troplasti untuk infeksi hanya cukup baik. Jika semuanya gagal, prostesis dan semen mungki
n harus diangkat, meninggalkan artroplasti eksisi (Girdlestone).
Hasil Tingkat keberhasilan penggantian pinggul total primer sekarang sangat tinggi sehingga
hanya dengan tindak lanjut yang berkepanjangan dari sejumlah besar kasus yang dapat kita
evaluasi manfaat relatif dari model yang berbeda. Penting untuk membandingkan suka den
gan suka; teknik penyemenan saat ini (dan non-penyemenan) jauh lebih unggul daripada te
knik yang hanya satu dekade lalu dan tingkat kelangsungan hidup implan lebih dari 95 perse
n pada 15 tahun dilaporkan.

Anda mungkin juga menyukai