Pendamping:
Oleh:
dr. Afriyati
2015
1
BORANG PORTOFOLIO KASUS KEGAWATAN
2
Juni 2008]
3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced
Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.
4. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery 2nd
edition. New York: McGraw Hill, 1996.
5. Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery 2nd
edition. New York : McGraw Hill, 1996.
6. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and
Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins, 2003.
7. Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury.
Http://findlaw.doereport.com. [diakses 19 Juni 2014]
8. Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses 19 Juni 2014].
9. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra Grafindo,
2005
Hasil Pembelajaran:
RANGKUMAN PORTOFOLIO
IDENTITAS PASIEN
Usia : 65 tahun
No. RM : 15.23.xx
Alamat : Jombang
Agama : Islam
Suku : Jawa
3
Pekerjaan : PNS
Pasien laki-laki datang dengan keluhan nyeri pada kepala post terjatuh dari ketinggian (lantai 2),
nyeri pada kepala disertai dengan darah dan berjolan. Menurut keluarga yang mengantar pasien
sempat mengalami pingsan beberapa menit sebelum dibawa ke RS lalu tersadar dengan sendirinya
dan dibawa ke rumah sakit. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan nyeri pada dada akibat
OBYEKTIF
a. Airway
Clear, no cervical pain
b. Breathing
- Pernafasan : 20 x/menit tipe torako-abdominal
- Gerak dinding dada simetris tipe pernapasan torako-abdominal
- Suara nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, stridor (-), krepitasi (-)
c. Circulation
- Nadi : 82 x/menit, regular, kuat, isi cukup, equal (+)
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
d. Disability
- GCS : 15 (E4,V5,M6)
- Pupil : bulat isokor diameter 3 mm/3 mm
refleks cahaya langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung
+/+
- Parese motorik : sulit dinilai
- Parese sensorik : sulit dinilai
- Refleks fisiologis : ekstremitas superior / + ekstremitas inferior / +
- Refleks patologis : ekstremitas superior - / - ekstremitas inferior - / +
4
Survei Sekunder (Setelah 1,5 jam observasi di IGD)
Status Generalis
Kulit : kuning langsat, turgor cukup, tidak pucat, tidak kuning, tidak sianosis
Rambut : Beruban, persebaran rambut merata dan mulai renggang, pendek dan tidak mudah
dicabut
Mata : AVOD CF (3/60) AVOS CF (3/60), konjungtiva pucat – / –, sklera ikterik – / –, pupil
isokor, refleks cahaya langsung + / +, refleks cahaya tidak langsung + / +, shadow
test - / -, kekeruhan lensa – / –, xanthelasma – / –
Telinga : liang telinga ADS lapang,membran timpani ADS intak, serumen + / +, secret, nyeri
tekan tragus – / –, nyeri tekan mastoid – / –
Hidung : deformitas (–), deviasi septum (–), sekret (– / –), konka bilateral tidak edema
Tenggorokan: arkus faring simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (–), tonsil T1/T1
Gigi mulut : higienitas oral cukup, karies dentis (+), kavitas (+), stomatitis angular (–), lidah
tidak pucat, sianosis sentral (–)
Leher : JVP (5+2) cm H2O posisi supinasi, refluks hepatojugular (+), tiroid tidak teraba
membesar, KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (-), bruit karotis (-)
Dada : Kelainan bentuk dada tidak tampak, diameter anteroposterior kesan dalam batas
normal, puting tampak simetris, sikatriks (–), massa (–), venektasi (–), ekspansi
dada tampak simetris, tulang iga terlihat, sela iga tampak tidak melebar, retraksi
5
interkostal (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral,
heave tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral,
heave (–), thrust (–), tap (–), thrill (-)
Perkusi : perkusi jantung redup, batas jantung kanan di sela iga 5, linea sternalis dekstra,
batas jantung kiri di sela iga 5, linea
midklavikula sinistra, dua jari lateral, pinggang jantung di sela iga 2 linea
parasternal kiri
Paru
Palpasi : fremitus kanan simetris kiri, emfisema subkutis (–), massa (–)
Perkusi : Redup pada apeks dan lapang paru kanan; batas paru-hepar di sela iga 5, linea
midklavikula dekstra, batas paru-gaster di sela
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler, rhonki basah kasar pada lapang paru kanan,
wheezing – / –
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (–), massa (–), massa pulsasi (–), darm contour (–)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, ballotement (–)
6
Punggung : skapula simetris, deformitas vertebra (–), nyeri ketok CVA – / -
GCS : 15 (E4,V5,M6)
Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm,
refleks cahaya langsung +/+
ASSESMENT
Traumatic Brain Injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung maupun ti dak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1,2
Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan dan
kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan terhadap kematian akibat
trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900
orang per 100.000 populasi.3 Terdapat 200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150
hingga 250 orang dirawat di rumah sakit dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30
orang meninggal ( 50% di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya (Bruns and
Hauser, 2003). Data menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000 orang mengalami
Traumatic Brain Injury setiap tahun di Amerika Serikat, dimana 50.000 orang meninggal dan
235.000 orang dirawat di rumah sakit. Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain
akibat jatuh (28%), kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%),
bertubrukan dengan benda yang bergerak maupun diam (19%), dan penyebab lainnya. 4 Data
epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS
Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20%
CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB,
5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.1
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis
klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta
7
berdasar morfologi.1,5,6
A. Berdasarkan mekanisme
Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,
atau pukulan benda tumpul. 1,5,6
Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda
tumpul. 1,5,6
B. Berdasarkan beratnya
Ringan (GCS 14-15) 1,5,6
Sedang (GCS 9-13) 1,5,6
Berat (GCS 3-8) 1,5,6
C. Berdasarkan morfologi
Fraktura tengkorak
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur
yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture.
Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: 1,5,6
- Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit 1,5,6
- Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi
dan ‘splintering’. 1,5,6
- Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. 1,5,6
- Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak
terdapat juga hematoma subdural. 1,5,6
Lesi intrakranial
Fokal (epidural, subdural, intraserebral)
Perdarahan Epidural
Adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang
tengkorak dan durameter. Paling sering terjadi di regio temporal atau tempor-
parietal akibat robeknya arteri meningea media. Epidural hematom dapat
menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam
dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan
dilatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
muntah, kejang, penurunan nadi dan peningkatan suhu. Perdarahan epidural di
daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan
8
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. 1,5,6,8
Perdarahan subdural
Perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering
terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera
kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks
serebral dan sinus draining. Namun dapat berkaitan dengan laserasi permukaan
atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih
berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas
umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat
segera dan pengelolaan medis agresif. 1,5,6,8
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan,
respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering
dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. 1,5,6,8
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah
cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri.Tekanan serebral yang
terus-menerus menyebabkan penurunan kesadaran. 1,5,6,8
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang
subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran
vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan
terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.1,5,6,8
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak
yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid . Diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat
trauma dapat memasuki ruang subarahnoid dan disebut sebagai perdarahan
subarahnoid (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan
pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut
9
luas dengan manifestasi edema cerebri.1,5,6,8
Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak.
Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.1,5,6,8
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi
akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya
(countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan
tergantung pada lokasi dan luas perdarahan. 1,5,6,7,8,9
10
efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab
kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut
menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak
yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.
Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak
yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.1,5,6,7,8,9
Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada
edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat
pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral
lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya
renjatan hipovolemik. 1,5,6,7,8,9
Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau
terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan
disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak. 1,5,6,7,8,9
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder.3 Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari
suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.5 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi
peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. 1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala
bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara
tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.6
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pada anamnesis penting ditanyakan
tentang mekanisme trauma. Pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan bersamaan dengan
11
secondary survey meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian GCS awal saat pasien dating
sangat penting untuk menilai kegawatdaruratan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis perlu
dilakukan lebih dalam mencakup pemeriksaan batang otak, saraf cranial, fumgsi motorik dan
fungsi sensorik serta refleks.9 Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan
adalah rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya
penderita cedera kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan
kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.6,9
Indikasi pemeriksaan CT Scan pada kasus cedera kepala adalah:
Secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi cedera kepala sedang dan berat.9
Cedera kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak9
Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii9
Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran9
Sakit kepala yang hebat9
Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak9
Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
SKALA GCS
12
Jenis Pemeriksaan Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi normal 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Penatalaksanaan cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan,
sedang, atau berat.3 Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi
rawat antara lain:
13
5. Intoksikasi alkohol atau obat9
6. Fraktura tengkorak9
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea9
8. Cedera penyerta yang jelas9
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan9
10. CT scan abnormal9
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway,
breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting
untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. 3 Prinsip utama
penatalaksaan pada kasus traumatic brain injury adalah cegah atau obati hipertensi intrakranial,
memelihara kebutuhan metabolik otak (hipokapnea, kontrol cairan, diuretic (manitol)
Adapun tindakan umum yang dapat dilakukan pada kasus traumatic brain injury antara
lain
- Hiperventilasi ringan
Menyebabkan PCO2 ¯ ® vasokonstriksi ® CBV¯ ® TIK ¯
- Pertahankan normothermia
• Suhu dipertahankan 36-37°C
• Terapi hipothermia (ruangan berAC)
• Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C meningkatkan kebutuhan cairan ± 10%
- Manitol
• Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB yang utuh
• Efek : dehidrasi (osmotik diuresis), rheologis, antioksidan (free radical scavenger)
• Dosis 0,25-1g/kgBB/pemberian, diberikan 4-6x/hari
• Diberikan atas indikasi da tanda klinis terjadinya herniasi klinis & radiologis TIK
14
meningkat
Pada pasien ini, didapatkan keluhan utama berupa penurunan kesadaran pasca terjatuh
dari ketinggian dengan keluhan lain berupa nyeri kepala hebat. Dari kedua keluhan serta riwayat
terjatuhnya pasien ini maka diagnosis pasien ini jelas merupakan kasus cedera kepala (traumatic
brain injury) berdasarkan skala GCS yang diperiksa termasuk dalam klasifikasi cedera kepala
berat (severe head injury) serta diduga telah terjadi perdarahan epidural. Diagnosis ini pun
ditunjang dengan pemeriksaann fisik berupa adanya penurunan skala GCS (somnolen),
bradikardia, adanya tanda lateralisasi ke kanan berupa pupil anisokor dan penurunan refleks
fisiologis pada ekstremitas kanan. Hal ini mendukung diagnosis perdarahan epidural. Namun
masih perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan untuk lebih memastikan kembali
diagnosa kerja pada pasien serta tata laksana yang akan diberikan pada pasien. Mengingat fasilitas
CT scan tidak ada maka pasien dirujuk ke RS lain. Meskipun diagnosis kerja belum dapat
ditegakkan prinsip penanganan awal pasien cedera kepala berat (untuk mencegah hipertensi
intrakranial) sudah diberikan berupa bed rest dengan elevasi kepala 30°, pemberian O2 dan manitol
(untuk menurunkan tekanan intracranial), asam traneksamat (untuk menghentikan on going
bleeding di dalam ruang epidural) dan citicholin (mencegah kerusakan neuron akibat perdarahan)
yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Prognosis:
ad sanasionam : ad bonam
PLANNING
Penatalaksanaan:
Non Farmakologis :
Bed rest elevasi kepala 30°
15
Farmakologis :
Edukasi
1. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang diagnosa sementara
berupa cedera kepala berat, kondisi pasien saat itu dan kemungkinan terburuk yang akan
terjadi pada pasien.
2. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya dilakukan
pemeriksaan CT scan segera.
Konsultasi :
Konsultasi dengan spesialis saraf mengenai traumatic brain injury susp epidural hemmoraghi
16