Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

DEAD LIMB AMPUTASI

Oleh:
Juliatika
201820401011120
J-31

PEMBIMBING :
dr. Erika Kusuma S ,Sp.B

SMF ILMU BEDAH


RS BHAYANGKARA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus stase Bedah dengan topik

“Septik Arthritis”.

Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik Stase

Bedah di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis ucapkan terima

kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan

kasus ini, terutama kepada dr. Erika Kusuma S , Sp.B selaku dokter pembimbing

yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan

penyempurnaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang

kedokteran khususnya stase Bedah.

Kediri, Oktober 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

Pendahuluan

Dead limb (anggota tubuh yang mati): kelainan vaskuler, trauma, luka
bakar atau "frost bite"

Ketika pengerasan dinding arteri menimbulkan gangren dan nyeri yang


hebat dan berkepanjangan, maka amputasi merupakan pilihan pengobatan. Jika
amputasi tidak dilakukan, dapat menimbulkan adanya infeksi yang dapat
mengancam nyawa pasien. Kadang-kadang, tindakan by pass dapat mencegah
dilakukannya amputasi, tetapi tidak semua pasien dapat dilakukan operasi by pass.
Sebelum dilakukan amputasi, tungkai dapat menimbulkan masalah yang serius
yaitu dengan adanya infeksi dan nyeri yang dapat mengancam nyawa pasien.1

Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh


darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding
arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang
menuju ke kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka
sekitar 30-40% amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan
diabetes dapat timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif.
Ulkus bisanya rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasien-
pasien diabetes dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi.
Pengerasan dinding arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok,
maka mayoritas tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada
kelompok ini.1

BAB 2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. NM

 Umur : 80 Tahun

 Jenis Kelamin : perempuan

 Alamat : balowerti , Kediri

 Pekerjaan : Ibu rumah tangga

 Masuk RS : 9-01-2020

 Tgl Periksa : 9-01-2020

ANAMNESIS

Keluhan Utama: luka pada telapak kaki kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

• Pasien datang ke igd rs bhayangkara dengan keluhan nyeri di luka


pada kaki kanan sejak ±2 minggu SMRS.1 bulan yang lalu pasien jatuh
dari tangga dan pasien tidak menyadari bila ada luka dibagian jempol
bawah, luka dirawat sendiri dengan menggunakan air daun sirih awalnya
luka kecil semakin lama semakin meluas dan menghitam hingga keluar
cairan dan bau nanah dan terdapat kulit mengelupas. Pasien mempunyai
riwayat sakit kencing manis sejak 20 tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol
dan minum obat glibenclamid,Pada saat di IGD diperiksa kadar gula darah
rutin: 280 g/dl.
• Pasien tidak mengeluh sesak napas, batuk, demam, mual, maupun muntah.
Nafsu makan baik. Pasien makan 3-4 kali sehari, makan dalam porsi besar.
Minum baik. BAK pasien normal, BAB pasien normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

diabetes militus sejak tahun 2000 (20tahun) rutin minum glibenclamid,

hipertensi disangkal , jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang serupa, tidak

memiliki riwayat hipertensi dan riwayat diabetes mellitus. Riwayat kanker tidak

ada

Riwayat alergi :

Disangkal

Riwayat Sosial:

Pasien seorang ibu rumah tangga pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS

R Pengobatan : Pasien seorang ibu rumah tangga pasien berobat menggunakan

fasilitas BPJS

R Operasi : Tidak Ada

PEMERIKSAAN FISIK

A. PEMERIKSAAN AWAL

Pemeriksaan Umum

- Keadaan umum : sedang, compos mentis

- Kesadaran : GCS 456

- Tanda vital :
 Tekanan Darah : 111/57 mmHg

 Nadi : 85x/ menit, regular

 RR : 19x/ menit

 Suhu : 36° C

Status Generalis

Kepala dan leher

Anemis (-), ikterik (-), cyanosis (-), dypsneu (-), mata cowong (-)

Thorax

- Inspeksi : Simetris, Massa (-) , Bekas luka (-)

- Palpasi : Nyeri tekan (-) , Massa (-)

- Auskultasi : Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : ronchi (-), wheezing (-) , vesikuler / vesikuler

- Perkusi : Sonor

Abdomen

Inspeksi : Simetris , flat, massa (-), Bekas luka (-) , Luka (-), Darm

contour (-) , Darm steifung (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani seluruh abdomen


Palpasi : Nyeri tekan (-) , Undulasi (-) , Organomegali (-)

Ekstremitas

Atas : skar (-), nyeri tekan (-), akral dingin (-), edema (-)

Bawah : Regio Pedis dextra sulit dievaluasi

Status Lokalis

Regio. Pedis (D)

look :

11
• Tampak kaki hiperpigmentasi (menghitam) mulai dari jari kaki hingga ke

tungkai, kulit (+), atrofi (+), tampak luka melingkar di tumit dengan nanah

(+)

feel :

• Teraba dingin (+), nyeri tekan (+) , arteri dorsalis pedis, arteri tibialis

menurun

Move :

Rom minimal

Status vaskularisasi

Ekstremitas inferior (D) Ekstremitas inferior (S)


A. Femoralis ++++ ++++
A. Poplitea +++- ++++
A. Dorsalis pedis - ++++
A. Tibialis posterior ++-- ++++
Status Neurologis
- Kekuatan Motorik
5555 5555
4311 5555
 Kekuatan Sensorik

superio inferior
r
+/+ -/+

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap

Parameter Nilai
Hb 11,5
MCV 92
HCT 35.7
PCT 0.317
MCH 29.3
MCHC 32,0
RDW 14.6
PDW 12.5
NEU 59.7
LYM 32.7
MON 3.7
EOS 3.2
BAS 0.7
LED 20

Pemeriksaan darah lainnya

Parameter Nilai
HBsAg 17.2
GDA 312
Anti HIV Non reaktif

DIAGNOSIS

Death limb e.c peripheral arterial disease R. pedis dekstra

PLANNING DIAGNOSIS

Darah lengkap

PLANNING TERAPI

Inf RL 20 Tpm

Inj Ciprofloxacine 2x1 gr

Inj Santagesik 3x1 gr

Rawat Luka

Konsul Sp. B

FOLLOW UP

TGL Subjektif Objektif Assessment Planning


10/1202 Nyeri pada Status Generalis Dead limb pedis RL 20 tpm
0 luka kaki Vital Sign : dextra Nasal canal o2
kanan TD : 115/80 mmHg
RR : 32x/menit Inj. Santagesik 3x1
Sesak Nadi : 82x/menit,
hr
demam Suhu : 37,8 ͦC
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-  Ciprofloxacine
Tho : Cor: s1s2 tunggal
Pulmo: Simetris, sonor, Ves +/+, 2x200mg
Rho -/-, Whe +/+
Ext : akral hangat Rawat luka
Status lokalis : pedis dextra
Amputasi
look : nekrosis (+), nanah (+),
kulit mengelupas (+)
feel: nyeri tekan (+), nyeri
tekan (+), arteri dorsalis pedis,
arteri tibialis menurun
Move : rom minimal
11/1/202 Sesak Status Generalis Dead limb pedis RL 20 tpm
0 Keadaan Umum: berat Dextra
Demam Vital Sign : Nasal canal o2

TD : 110/80 mmHg Inj. Santagesik 3x1

RR : 32x/menit hr

Nadi : 78 x/menit, Ciprofloxacine

Suhu : 37,8 ͦC 2x200mg


K/L : a/i/c/d : -/-/-/+ rawat luka
Tho : Cor: s1s2 tunggal
Amputasi
Pulmo: Simetris, sonor, Ves +/+,
Rho -/-, Whe +/+

Ext : AH ke empat
ekstremitas.

Status lokalis

Look : nekrosis (+), nanah (+),


kulit mengelupas (+)

Feel : nyeri tekan (+), arteri


dorsalis pedis, arteri tibialis
menurun

Move: rom menurun

BAB 3

PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSBK dengan keluhan Pasien datang ke igd rs

bhayangkara dengan keluhan luka pada kaki kanan disertai nyeri sejak ±2 minggu

SMRS.1 bulan yang lalu pasien jatuh dari tangga dan pasien tidak menyadari

bila ada luka dibagian jempol bawah, luka dirawat sendiri dengan menggunakan

air daun sirih awalnya luka kecil semakin lama semakin meluas dan menghitam

hingga keluar cairan dan bau nanah dan terdapat kulit mengelupas. Pasien

mempunyai riwayat sakit kencing manis sejak 20 tahun yang lalu. Pasien rutin

kontrol dan minum obat glibenclamid,Pada saat di IGD diperiksa kadar gula darah

rutin: 280 g/dl.

Pemeriksaan lokalis pada region pedis kanan tampak Tampak kaki hiperpigmentasi

(menghitam) mulai dari jari kaki hingga ke tungkai, kulit meneglupas, atrofi pada

jari jari, tampak luka melingkar di tumit dengan nanah.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosis Death limb e.c

peripheral arterial disease R. pedis dekstra dengan indikasi amputasi.

ANATOMI TUNGKAI
Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi
tumpuan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya
penggerak. Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang
kuat dan di anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih
kokoh dan dapat menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap
tungkai dapat dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan
kaki.5

A. Otot-Otot Ekstremitas Bawah


1. Otot Paha :
 M. Rectus femoris
 M. vastus lateralis
 M. vastus medialis
 M. vastus intermedius
 M. Sartorius
 M. gracilis
 M. biseps femoris
 M. semitendinosus
 M. semimembranosus
2. Otot yang menggerakkan lutut dan kaki
 M. tibialis anterior
 M. ekstensor digiti longus
 M. ekstensor hallucis longus
 M. peroneus tersier
 M. peroneus longus
 M. peroneus brevis
 M. gastrocnemius
 M. soleus
 M. plantaris
 M. popliteus
 M. tibialis posterior
 M. fleksor digitorum longus
 M. fleksor hallucis longus
B. Tulang-Tulang Ekstremitas Bawah
1. Femur
2. Tulang tungkai :
 Tibia
 Fibula
3. Pergelangan kaki : tarsal
4. Kaki : metatarsal
5. Jari-jari kaki : phalanges
Gambar 1.1 Femur2

Gambar 1.2 Hip Joint2


Gambar 1.3 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Anterior View 2

Gambar 1.4 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Posterior View 2
Gb. Bony attachments of muscles of leg

Gb. Tulang jari kaki


Etiologi Amputasi

1. Penyakit vaskular perifer (PVD) 13,14,15,16,17


Kebanyakan amputasi dilakukan adalah untuk penyakit iskemik,
terutama pada orang tua dengan diabetes mellitus. Pasien-pasien ini sering
mengalami neuropati perifer yang berkembang menjadi ulkus dan
selanjutnya gangren dan osteomielitis.

2. Trauma
Patah tulang terbuka yang parah (IIIc) dengan cedera pada arteri
poplitea dan nervus tibialis posterior dapat diobati dengan teknik-teknik
terkini, namun dengan biaya yang tinggi, dan beberapa pembedahan
diperlukan. Hasilnya sering merupakan kaki yang terasa sakit,
nonfungsional, dan kurang efisien daripada prosthesis.

3. Tumor
Amputasi jarang dilakukan dengan munculnya teknik-teknik
penyelamatan ekstremitas yang semakin maju.

4. Infeksi
Pengobatan sepsis dengan agen vasokonstriktor kadang-kadang
dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan selanjutnya dapat
menjadi nekrosis, sehingga perlu amputasi. Di lain waktu, eradikasi
sumber infeksi yang sulit menyebabkan dilakukannya amputasi untuk
menghilangkan sumber infeksi tersebut.

5. Defisiensi ekstremitas kongenital (Congenital limb deficiency)


Amputasi karena defisiensi ekstremitas kongenital dilakukan
terutama pada populasi pediatrik karena kegagalan pembentukan tungkai
sebagian atau komplit. Defisiensi ekstremitas kongenital telah
diklasifikasikan sebagai longitudinal, transversal, atau intercalary.
Defisiensi radialis atau tibialis disebut sebagai preaxial, sedangkan
defisiensi ulnaris dan fibula disebut sebagai postaxial.
Amputasi ekstremitas bawah sering merupakan pilihan pengobatan untuk
ekstremitas yang tidak terekonstruksi dan fungsi yang kurang memuaskan.
Amputasi harus dilakukan dengan hati-hati dan dianggap sebagai prosedur
rekonstruktif, mirip dengan artroplasti total sendi panggul (total hip arthroplasty)
atau mastektomi (amputasi payudara), daripada sebuah prosedur ablatif.

Semakin tinggi level amputasi pada ekstremitas bawah, maka semakin


besar pengeluaran energi yang diperlukan untuk berjalan. Lihat gambar di bawah
ini untuk melihat tingkat amputasi7. Semakin proksimal level amputasi, maka
semakin berkurang kecepatan berjalan dan semakin besar konsumsi oksigen.

Bagi kebanyakan orang yang telah menjalani transtibial amputasi, biaya


energi untuk berjalan tidak lebih besar daripada yang diperlukan untuk orang-
orang yang tidak mengalami amputasi. Bagi mereka yang telah menjalani
amputasi transfemoral, energi yang diperlukan adalah 50-65% lebih besar
daripada yang diperlukan bagi mereka yang tidak mengalami amputasi. Selain itu,
mereka yang PVD yang telah menjalani amputasi mungkin transfemoral
cardiopulmonary atau penyakit sistemik dan memerlukan energi maksimal untuk
berjalan, membuat sulit untuk mempertahankan kemandirian.

Tabel pengeluaran energi untuk amputasi


Amputation level Energy above baseline, Speed, Oxygen cost,
% m/min mL/kg/m

Long transtibial 10 70 0.17

Average transtibial 25 60 0.20

Short transtibial 40 50 0.20

Bilateral transtibial 41 50 0.20

Transfemoral 65 40 0.28

Wheelchair 0-8 70 0.16

Indikasi Amputasi

Tindakan amputasi dilakukan apabila secara maksimal terapi yang


diberikan dinyatakan gagal. Adapun indikasi amputasi adalah 3 D :

a. Dead limb (anggota tubuh yang mati): kelainan vaskuler, trauma, luka
bakar atau "frost bite"

b. Dangerous limb (anggota tubuh yang membahayakan): tumor ganas,


infeksi yang mengarah ke sepsis atau "crush injury".

c. Damn Nuisance (anggota tubuh yang mengganggu): kelainan kongenital,


nyeri yang hebat, gangguan fungsi yang berat atau infeksi kronis yang
berulang.

Kontraindikasi Amputasi
Kontraindikasi Amputasi antara lain :
1. Kondisi umum yang jelek
2. Adanya penyakit dasar yang masih aktif, misalnya : Diabetes
melitus yang tidak terkontrol dan Adanya infeksi yang masih aktif

Batas Amputasi

Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas


amputasi pada cidera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas
amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas
risiko kekambuhan lokal, sedangkan pada penyakit pembuluh darah
ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka
puntung. Umumnya dapat dikatakan bahwa amputasi akan dilakukan sedistal
mungkin.

1. Ekstremitas atas
Pada ekstremitas atas tidak dipakai batas amputasi tertentu, dianjurkan batas
sedistal.

2. Ekstremitas bawah

Batas amputasi ekstremitas bawah yang lazim dipakai, yang disebut batas
amputasi klasik

Batas amputasi klasik ekstremitas bawah

1. Eksartikulasi jari kaki


2. Transmetatarsal
3. Artikulasi pergelangan kaki (amputasi syme)
4. Tungkai bawah (batas amputasi ideal)
5. Tungkai bawah (batas amputasi minimal)
6. Eksartikulasi lutut
7. Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut)
8. Tungkai atas (batas amputasi yang lazim dipakai)
9. Tungkai atas (batas amputasi minimal0
10. Eksartikulasi tungkai

11. Hemipelvektomi

1. Batas Amputasi

a. Jari dan kaki


Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx
dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di
sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan pes ekuinus dengan
pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
b. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat
sehingga dapat menutup ujung puntung.
c. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi
lutut, bergantung pada keadaan setempat, usia penderita, dan tinggi badan.
Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat
dikendalikan.
d. Eksartikulasi lutut
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini
dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
e. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10 cm dibawah sendi
panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi.
Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung
puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan
pembebanan.
f. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis
akan lebih sukar dipasang.
g. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin. setiap jari
dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab
dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
h. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya
i. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang
protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan
M. Brakhialis untuk fleksi siku.
j. Siku dan lengan atas
Eksartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang
tanpa fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis
harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi
bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi
termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya
merupakan protesis kosmetik.

2. Jenis Amputasi
Pembedahan dilakukan dalam daerah bebas darah dengan
menggunakan turniket, kecuali apabila dilakukan atas indikasi obstruksi
pembuluh nadi. Pembedahan dilakukan secara terbuka atau tertutup.

a. Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dikerjakan pada luka kotor seperti luka perang atau
infeksi berat, antara lain gas gangren. Pada cara ini sayatan kulit dibuat
secara sirkuler, sedangkan otot dipotong sedikit proksimal dari sayatan
kulit dan tulang dipotong sedikit proksimal dari otot. Luka dibiarkan
terbuka sampai infeksi teratasi, kemudian baru dikerjakan reamputasi.
b. Amputasi Tertutup
Pada amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan
bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung puntung
yang baik dengan lokasi bekas pembedahan diluar tempat pembedahan
prostesis dan sesuai dengan jenis prostesis yang akan dipasang. Otot,
pembuluh darah, dan syaraf dipotong pada batas tersendiri. Biasanya otot
difiksasi pada ujung tulang dengan teknik miodesis atau dijahit disekitar
ujung tulang secara mioplastik. Dengan demikian, otot mendapat insersi
kembali dan dapat berkontraksi sehingga tidak menjadi hipotrofi. Bila
fungsi otot baik, peredaran darah dipuntung juga membaik. Saraf akan
dipotong cukup tinggi agar ujungnya menarik diri kedalam jaringan
supaya neuroma yang terbentuk pada ujungnya terletak cukup terlindung
dari tekanan sehingga tidak menggangu.
3. Penanganan Pasca Operatif
a. Pembalutan yang rigid
Teknik ini mencegah edema pada daerah operasi, meningkatkan
penyembuhan luka pada jaringan lunak, mempercepat maturasi dari stump
amputasi, mengurangi nyeri pasca operatif dan mempercepat ambulasi
dengan alat Bantu.
b. Pemasangan protesis sementara

Setelah pemasangan balut yang rigid, ambulasi dengan kaki protesis dapat
dimulai segera setelah operasi, setelah penyembuhan stump tampak mulai
terjadi (hari ke 7-10), segera setelah stump sembuh (2-3 minggu), atau
setelah yakin bahwa stump benar-benar matur, yakin tidak akan terjadi
luka terbuka kembali. Pilihan tersebut tergantung kepada umur penderita,
kekuatan dan kemauan penderita itu sendiri.

4. Komplikasi
a. Hematoma
Hematoma dapat menghambat proses penyembuhan dari luka dan
merupakan tempat berkembang biak kuman. Pembentukan hematoma
dapat dicegah dengan perawatan perdarahan, penggunaan drain. Bila
ditemukan hematoma dapat dilakukan aspirasi dan dekompresi.
b. Infeksi
Komplikasi ini sering ditemukan pada amputasi untuk penyakit vaskuler
perifer, terutama pada penderita diabetes. Adanya abses harus didrainase
secara baik bila perlu dengan membuka jahitan sebanyak yang dibutuhkan.
Dilakukan pemeriksaan kultur terhadap eksudat dan diberikan antibiotika
yang tepat.
c. Nekrosis
Adanya nekrosis yang kecil pada tepi kulit dapat ditangani konservatif
namun dapat menghambat penyembuhan. Pada nekrosis yang hebat
menandakan insufisiensi sirkulasi pada level amputasi sehingga perlu
dilakukan reseksi luas atau reamputasi pada level lebih proksimal.
d. Kontraktur
Kontraktur sendi pada stump amputasi dapat dicegah dengan
memposisikan stump secara benar dan mendorong penderita untuk segera
latihan menguatkan otot dan menggerakkan persendiannya. Pada amputasi
bawah sendi lutut penderita dilarang untuk menggantung stump amputasi
pada pinggir tempat tidur atau berbaring atau duduk berlam-lama dalam
posisi lutut fleksi. Pada amputasi diatas sendi lutut penderita dilarang
untuk meletakkan bantal diantara paha. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kontraktur pada sendi lutut dan panggul.
e. Neuroma
Neuroma terbentuk pada ujung syaraf yang dipotong. Nyeri yang terjadi
akibat traksi pada syaraf saat neuroma tertarik ke bawah oleh jaringan
parut.
f. Sensasi Phantom

Setelah tindakan amputasi, kebanyakan penderita masih merasakan


keberadaan bagian anggota tubuh yang telah diamputasi. Hal ini
mengganggu walaupun jarang disertai nyeri. Rasa ini biasanya menghilang
terutama setelah penggunaan protesis secara teratur. Kadang disertai nyeri
yang hebat dan sulit diobati, sehingga diperlukan tindakan eksisi local dari
neuroma, revisi dari stump myoplasty atau penanganan lain yang lebih
ekstensif.

BAB 4

KESIMPULAN

luka pada kaki kanan disertai nyeri sejak ±2 minggu SMRS.1 bulan

yang lalu pasien jatuh dari tangga dan pasien tidak menyadari bila ada luka

dibagian jempol bawah, luka dirawat sendiri dengan menggunakan air daun sirih

awalnya luka kecil semakin lama semakin meluas dan menghitam hingga keluar
cairan dan bau nanah dan terdapat kulit mengelupas. Pasien mempunyai riwayat

sakit kencing manis sejak 20 tahun yang lalu.

Pemeriksaan lokalis pada region pedis kanan tampak Tampak kaki hiperpigmentasi

(menghitam) mulai dari jari kaki hingga ke tungkai, kulit meneglupas, atrofi pada

jari jari, tampak luka melingkar di tumit dengan nanah.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosis Death limb e.c

peripheral arterial disease R. pedis dekstra dengan indikasi amputasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Taylor SM, Kalbaugh CA, Blackhurst DW et al. Preoperative clinical


factors predict postoperative functional outcomes after major lower
limb amputation: an analysis of 553 consecutive patients. J Vasc
Surg 2005; 42: 227-35.
2. Ertl W. Amputations of the Lower Extremity dalam
www.emedicine.com. Updated Maret 2008.
3. Jawaid M, Ali Irfan, Kaimkhani GM. Current indications for major
lower limb Amputations at civil hospital, Karachi. Pakistan Journal
of Surgery. Vol 24, issued 4. 2008. p 228-231

Anda mungkin juga menyukai