Anda di halaman 1dari 13

Pengesahan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia

Mengakujenius.com – Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia merupakan sebuah


konstitusi yang dianut oleh bangsa indonesia. Perannya sebagai penjabaran dari ideologi
bangsa kita yakni “Pancasila”. pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Ideologi yang lahir dari diri semua masyarakat indonesia. Nah, pada
kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai Pengesahan UUD 1945 Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum kita membahasnya lebih jauh alangkah baiknya kita
mengetahui beberapa penjelasan berikut ini.

Latar Belakang Pengesahan UUD 1945


Negara Indonesia menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam
pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan


pemerintahan negara. Oleh karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie (2008:5) konstitusi bukan
undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh
badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Dalam hierarki hukum, konstitusi merupakan
hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga peraturan-peraturan
dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, belum memiliki Undang-Undang Dasar.


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 di tetapkan oleh PPKI pada hari
Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi. Nah, cobalah kalian rumuskan
beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan perumusan Undang-Undang Dasar di
Indonesia. Pertanyaan kalian dapat dia rah kan pada persoalan-persoalan, seperti : lembaga
perumus, waktu perumusan, keanggotaan lembaga perumus, tahapan perumusan, dan hasil
rumusan.

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan


Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI melaksanakan sidang, yakni pada tanggal 18
Agustus 1945. Ir. Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan
penuh harapan mengatakan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :
413).

”Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya misalnya mengenai hal Undang-Undang
Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garisgaris besar yang telah dirancangkan oleh
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting
saja kita adakan dalam sidang kita sekarang ini. Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke
sampingkan, agar supaya kita sedapat mungkin pada hari ini pula telah selesai dengan
pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.”

Harapan Soekarno di atas mendapatkan tanggapan yang sangat baik dari para anggota PPKI.
Moh. Hatta yang memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar dapat
menjalankan tugasnya dengan cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang
penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, cermat dan teliti, dan saling menghargai
antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah
Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini, dikenal dengan sebutan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia
tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-
Undang Dasar 1945

Hasil Sidang PPKI


Dalam persidangan PPKI tanggal 18 Agustus 1945, di hasilkan keputusan sebagai berikut.

1. Mengesahkan UUD 1945.


2. Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden Republik Indonesia.
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Sidang PPKI telah melakukan beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD naskah
Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil sidang kedua BPUPKI. Empat
perubahan yang disepakati tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan.


2. Sila pertama, yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa.”
3. Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia asli yang
beragama Islam” menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli.”
4. Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29
UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sejarah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Dari Masa ke Masa
written by Nani July 17, 2017

Telah kita ketahui bahwa konsitusi merupakan hukum dasar tertulis yang menandai lahirnya
suatu bangsa. Dengan konstitusi, segala sesuatu yang berhubungan dengan negara diatur di
dalamnya. Begitu pula hubungan negara dengan warga negara yang tinggal dan kekuasaan
yang ada.

Konstitusi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlaku sejak 18
Agustus 1945. Artikel ini akan membahas dan mengurai secara jelas sejarah UUD 1945
mulai dari sejarah terbentuknya, sejarah diberlakukannya, penyimpangan terhadap UUD
1945, sampai amandemen UUD 1945 yang diberlakukan sampai sekarang.

Proses BPUPKI Dalam Pembentukan UUD


Jepang masuk ke Indonesia menggantikan Pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1942.
Dengan mengaku sebagai “saudara tua” banyak cara dilakukan Jepang untuk menarik simpati
rakyat Indonesia. Terutama ketika Jepang mulai mengalami kekalahan di Pasifik pada awal
tahun 1945. Badan penyelidik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BUPKI)
dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Jepang tanggal 1 Maret 1945 dengan janji kemerdekaan.
BPUPKI yang dalam Bahasa Jepang disebut Dokoritsu Junbi Cosakai diumumkan
terbentuknya oleh Jenderal Kumakichi Harada.

Setelah satu bulan lebih pengumuman terbentuknya, barulah tanggal 28 April 1945
diresmikan pengurus BPUPKI dan anggota-anggotanya. Peresmian dilakukan di Gedung Cuo
Sang In, Pejambon atau Gedung Departemen Luar Negeri sekarang. Ketua BPUPKI yang
ditunjuk oleh Jepang adalah dr. Rajiman Widiodiningrat, wakilnya Icibangase, dan
sekretarisnya Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI dari seluruh Indonesia adalah 63 orang.
Beberapa anggota BPUPKI antara lain Drs. Muhammad Hatta, KH Wahid Hasyim, Haji
Agus Salim, dan Ir. Sukarno. (Baca juga: Sejarah BUPKI)
Penyusunan UUD 1945
BPUPKI didirikan dengan tujuan mempersiapkan Indonesia yang merdeka. Di antara
persiapan-persiapan tersebut adalah penyusunan rancangan dasar negara dan undang-undang
dasar.  Tahapan-tahapan sampai disusunnya rancangan undang-undang dasar untuk Indonesia
merdeka adalah sebagai berikut :

1. Sidang BPUPKI I
BPUPKI selama dibentuk melakukan dua kali persidangan. Persidangan pertama, 29 Mei
sampai 1 Juni 1945. Sidang ini membahas penyusunan dan pembentukan dasar negara. Pada
sidang ini ada tokoh perumusan pancasila Mr. Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir
Soekarno mengajukan usulan yang hampir mirip, yaitu lima dasar negara. Kemudian pada
tanggal 1 Juni, Ir Sukarno menamakan rancangan dasar negaranya sebagai Pancasila.
Sekarang, 1 Juni dikenal sebagai hari lahir Pancasila.
Artikel terkait:

 Politik Luar Negeri Indonesia


 Fungsi DPR
 Sejarah BPUPKI
 Penyimpangan Terhadap Konstitusi
 Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi
2. Panitia Sembilan
Masa persidangan BPUPKI yang pertama sampai berakhirnya belum berhasil merumuskan
dasar negara Indonesia. Sidang ini reses (istirahat) selama satu bulan. Untuk menyelesaikan
perumusan dasar negara, maka dibentuk Panitia Sembilan yang bertugas membuat
rancangannya. Disebut Panitia Sembilan, karena anggotanya terdiri dari Sembilan tokok
BPUPKI, yaitu Ir. Sukarno sebagai ketua, Abduk Kahar Muzakkar, A.A Maramis, Drs.
Mohammad Hatta, Abikusno Cokrosuryo, KH. Wahid Hasyim, Mr. Mohammad Yamin, dan
Ahmad Subardjo.
Panitia Sembilan bekerja dengan sangat terorganisir dan cerdas. Sehingga pada tanggal 22
Juni 1945 berhasil membuat rumusan dasar negara (Pancasila) untuk Indonesia merdeka.
Rumusan dasar negara tersebut oleh Mr. Mohammad Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta
atau Jakarta Chartered. Isi Piagam Jakarta tersebut kita kenal sekarang sebagai Pembukaan
UUD 1945 dari alinea pertama sampai keempat, dengan perbaikan bahasa dan perubahan
bunyi sila pertama dari dasar negara Pancasila. (baca juga: Konstitusi Republik Indonesia
Serikat)
3. Sidang BPUPKI II
Setelah masa reses dari sidang BPUPKI yang pertama selama sekitar satu bulan, BPUPKI
mengadakan sidang yang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 16 Juli 1945. Sidang kedua
BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar yang akan digunakan Indonesia
merdeka. Untuk memperlancar pembahasan sidang. maka pada sidang kali ini langsung
dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir Soekarno.
Kemudian panitia tersebut membentuk panitia yang lebih kecil dengan anggota tujuh orang
untuk membuat rancangan undang-undang. Anggota panitia yang lebih kecil ini adalah
Mr.Supomo sebagai ketua, Wongsonegoro, Ahmad Subardjo, Singgih, H. Agus Salim, dan
Sukirman.
Panitia kecil berhasil menyusun rancangan undang-undang dasar Indonesia merdeka.
Rancangan undang-undang dasar yang dihasilkan panitia kecil ini disempurnakan / diperhalus
bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Panitia yang menyempurnakan dan memperhalus
bahasa dalam rancangan undang-undang dasar yang dibuat terdiri atas Husein Jayadiningrat,
H. Agus Salim, dan Mr Supomo. Setelah disempurnakan oleh Panitia Penghalus Bahasa, pada
tanggal 14 Juli 1945 Ir Sukarno melaporkan hasil kerja panitianya di depan sidang BPUPKI
II. Dalam laporan tersebut, Ir Sukarno membagi rancangan undang-undang dasar menjadi
tiga bagian, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan
batang tubuh undang-undang dasar. Dan hari terakhir sidang, 17 Juli 1945, rancangan
undang-undang dasar resmi diterima oleh Sidang Pleno BPUPKI.

Proses Persidangan PPKI Dalam Pembentukan UUD


Gerakan BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin Indonesia yang merdeka. Maka Pemerintah
Jepang , 7 Agustus 1945 BPUPKI membubarkan dan menggantinya dengan PPKI, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokoritsu Junbi Inkai dalam Bahasa  Jepang. Jepang
menunjuk Ir Sukarno sebagai ketua dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakilnya.  Kepada
kedua tokoh ini, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945.
Janji itu diberikan saat dipanggil ke Dalat, Vietnam, 12 Agustus 1945, oleh Jendral Terauchi
mewakili Pemerintah Jepang.

Pengesahan UUD 1945


Setelah Jepang menyerah pada sekutu, di Inodnesia terjadi kekosongan kekuasan. Golongan
pemuda berhasil mendesak Ir Sukarno dan Muhammad Hatta untuk memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, di Jl Pegangsaan Timur Nomor 56,
Jakarta. Sejarah kemerdekaan Indonesia dimulai pada saat pembacaan proklamasi.  
Proklamasi merupakan langkah awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
melengkapi syarat ketetanegaraan dan mengatur NKRI yang wilayahnya begitu luas, yaitu
seluruh wilayah bekas jajahan Hindia
Sidang PPKI, 18 Agustus 1945, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satu keputusannya
adalah mengesahkan undang-undang dasar bagi Indonesia merdeka. Undang-undang dasar
yang disahkan ini sampai sekarang dikenal dengan sebutan UUD 1945. Bagian UUD 1945
yang disahkan yaitu:

 Pembukaan UUD 1945, pembukaan UUD 1945, diambil dari naskah Piagam Jakarta
dengan sedikit penyesuaian bahasa dan perubahan pada dasar negara Indonesia sila
pertama. Sila pertama yang awalnya berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, atau usul Drs. Mohammad Hatta diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembukaan UUD 1945 ini sudah lengkap berisi pernyataan
kemerdekaan Indonesia dan dasar negara Indonesia, Pancasila. Ada 4 alinea dan pokok
pikiran dalam pembukaan UUD 1945.
 Batang Tubuh UUD 1945, batang tubuh UUD 1945 ikut disahkan langsung oleh PPKI,
18 Agustus 1945. Batang tubuh ini mengambil dari rancangan undang-undang dasar yang
telah disusun oleh BPUPKI, 17 Juli 1945.
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan kembali oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
pada sidangnya yang pertama, yaitu 29 Agustus 1945. Dengan demikian, Indonesia sudah
menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 yang sesuai dengan kepribadian
bangsa.

Artikel terkait:

 Sejarah Pancasila
 Tugas Mahkamah Konstitusi
 Dasar Hukum Otonomi Daerah
 Asas Ius Sanguinis
Pelaksanaan UUD 1945
Selama kurun waktu Indonesia merdeka sampai sekarang, sejarah UUD 1945 mengalami
pasang surut. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dari masa ke masa, sampai akhirnya
terjadi amandemen UUD 1954 yang kita pakai saat ini. Tahapan atau periode pelaksanaan
UUD 1945 secara berurutan diuraikan dalam tahapan konsitusi yang pernah berlaku di
Indonesia, di bawah ini.

Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949


Sejak disahkannya, 18 Agustus 1945, UUD 1945 belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Ini
terjadi karena kondisi Indonesia yang sedang berada dalam masa peralihan, sehingga banyak
hal yang masih harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga
disibukkan oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Beberapa hal yang belum sesuai dengan UUD 1945 pada periode ini adalah:
 Belum adanya lembaga legislatif di negara, sehingga presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah mempunyai wewenang yang sangat luas. Baru kemudian, 16 Oktober
1945, dikeluarkan Maklumat Presiden Nomor X yang memutuskan bahwa KNIP diberi
kekuasaan legislatif selama MPR dan DPR belum dibentuk.
 Sistem pemerintahan presidensil diganti dengan sistem pemerintahan semi
presidensil (semi parlementer), pada tanggal 14 November 1945. (baca juga: Konstitusi Yang
Pernah Berlaku di Indonesia)
Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (UUD RIS)
Sebulan setelah Konfrensi Meja Bundar, yang dihadiri perwakilan Indonesia, Belanda,
Negara Boneka Belanda, dan PBB ditandatangani pendirian negara Republik Indonesia
Serikat (RIS), 27 Desember 1949. Mengikuti berdirinya negara RIS, undang-undang yang
berlaku adalah UUD RIS. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi-bagi menjadi bebrapa
negara bagian. Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Sukarno hanya meliputi Pulau Jawa
dan beberapa wilayah Sumatra.

Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (UUDS 1950)


Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Dalam kronologi pembubaran RIS,
Sedikit demi sedikit beberapa wilayah negaranya bergabung dengan wilayah Republik
Indonesia. Sampai akhirnya, 17 Agustus 1950, diperingatan HUT RI yang kelima, semua
negara bagian RI memutuskan kembali bergabung menjadi NKRI. Usaha Belanda untuk
memecah belah dan kembali menguasai Indonesia mengalami kegagalan. Rakyat Indonesia
tetap berkeinginan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan republik tidak menyebabkan UUD
1945 langsung berlaku dan digunakan kembali. Presiden memutuskan menggunakan Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS)dan membentuk Konstituante untuk membuat undang-
undang dasar baru. Karena UUDS berlaku sejak tahun 1950, maka lebih dikenal dengan
sebutan UUDS 1950.
Pada masa ini terjadi kekacuan, antara lain :
 UUDS memberlakukan demokrasi parlementer yang mengarah pada demokrasi
liberal. Akibatnya kabinet sering berganti dan pembangunan menjadi tersendat.
 Presiden menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang tidak dapat diganggu
gugat.
Konstituante yang dibentuk untuk menyusun undang-undang baru gagal melaksnakan
tugasnya.
 Unntuk menyelematkan negara yang sudah dalam kondisi genting, Presiden
mengeluarkan Dekrit, 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit Presiden mengumumkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan UUDS 1950 tidak digunakan lagi,

Periode 5 Juli 1959 – 1966 (Masa Pemerintahan Orde Lama)


Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali melaksanakan UUD 1945. Presiden
membubarkan Konstituante, membentuk DPRS, MPRS, dan MA. Namun pada
pelaksanaanya masih banyak terjadi penyimpangan.  Pemerintahan masa ini disebut sistem
pemerintahan orde lama yang mempunyai ciri demokrasi terpimpin, bukan demokrasi
pancasila. Di antara penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa ini, yaitu:
 Diangkatnya ketua DPRS, MPRS, dan ketua MA sekaligus sebagai menteri negara.
 Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat membuat UU tanpa
persetujuan DPR
 Presiden sebagai kepala negara juga merupakan ketua DPAS
MPR menetapkan Presiden Sukarno menjadi presiden seumur hidup.
 Pidato Presiden Sukarno yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto
Politik), 17 Agustus 1950, dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Padahal fungsi GBHN dalam pembangunan nasional sangatlah strategis.
 Pada tahun 1960, DPRS tidak menyetujui Rancangan Anggaran Belanja Negara
(RABN) yang diajukan pemerintah. Akibatnya Presiden membubarkan DPRS dan
menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR).
 Kekuasaan Presiden tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. (baca
juga: Syarat Menjadi Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD)
Penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 membuat situasi negara
tidak terkendali. Berbagai pemberontakan terjadi. Puncaknya adalah Pemberontakan yang
kemudian dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (pemberontakan G30S / PKI).

Periode 1966 – 1998 (Masa Pemerintahan Orde Baru)


Pemberontakan G30S/PKI membuat situasi bertambah darurat. Persediaan barang kebutuhan
pokok terb atas dan harga yang menjulang tinggi. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden
menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Suharto, yang saat itu menjabat sebagai
Kepala Kostrad Angkatan Darat. Surat penyerahan kekuasaan tersebut dikenal dengan
sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang menandai lahirnya kekuasaan Orde
baru.  Supersemar menjadi pemerintah orde baru.. Pemerintahan Orde Baru, pada awalnya
bertekad akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.  Hal ini
dibuktikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak lagi sementara dan
dilanjutkan dengan diselenggrakannya Pemilu pertama mas Orde Baru, tahun 1969.
Namun, pada kenyataannya, tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Orde Lama, masa
pemerintahan Orde Baru juga melakukan banyak penyimpangan terhadap UUD 1945. 
Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain :

 Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, di mana lembaga-lembaga negara yang


ada dikendalikan oleh Presiden.
 Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan di atas kepentingan negara merajalela.
 Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan pemerintah akan
dibekukan surat ijinnya.
 Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengijinkan adanya 3 partai
politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDIP. (baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam
UUD 1945)
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa. 
Mahasiswa yang berdemo menuntut refoemasi di segala bidang berakhir dengan mundurnya
Presiden Suharto sebagai presiden, 21 Mei 1998.

Periode 21 Mei 1998 – 19 Oktober 1999


Sejarah UUD dari periode ini dikenal sebagai masa transisi ke masa reformasi. Wakil
presiden BJ Habibie diangkat menjadi Presiden menggantikan Presiden Suharto. Pelaksanaan
UUD 1945 masa ini diguncang dengan lepasnya wilayah timor Timur dari NKRI.

Periode 19 Oktober 1999 sampai sekarang (Masa Reformasi)


Aksi mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan reformasi, salah satu tuntutannya adalah
perubahan terhadap UUD 1945. Mereka beranggapan bahwa UUD 1945 yang ada
menyebabkan banyak peluang penyimpangan. Masa ini ingin menerapkan demokrasi era
reformasi. Maka, sejak masa ini UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang dikenal dengan
amandemen UUD 1945.
Amandemen UUD 1945
Sesuai tuntutan reformasi, dilakukan perubahan terhadap UUD 1945. Tujuan amandemen
UUD 1945, antara lain :

 Merubah struktur kekuasaan yang ada pada UUD 1945 agar tidak berpusat pada satu
lembaga negara
 Menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
 Menyempurnakan pasal-pasal yang belum jelas aturannya

Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan kesepakatan, yaitu :

 Tidak mengubah bentuk negara kesatuan (NKRI) dan sistem pemerintahan


presidensil
 Tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945 dan menghapus bagian penjelasan
 Amandemen dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli (adendum).

Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu tahun 1999, 2000,2001, dan 2002
(dapat dibaca di artikel peridode konstitusi di Indonesia).  Perubahan yang terjadi antara lain :
 Perubahan terhadap lembaga-lembaga negara dan pembagian kekuasannya. 
Lembaga DPA dihapuskan dan adanya lembaga baru, yaitu Mahkamah Konsitusi (MK) dan
Komisi Yudisial (KY).
 Pasal-pasal lebih rinci tentang hubungan negara dengan warga negara.
 Pasal-pasal lebih rinci temtang pemerintah pusat dan pemerintah daerah
 Pasal-pasal lebih rinci tentang pelaksanaan hak asasi manusia di Inodnesia.

Demikian sejarah panjang UUD 1945 mulai dari terbentuknya hingga amandemen UUD
1945.  Kita berharap pelaksanaannya pada masa ini tidak lagi banyak terjadi penyimpangan. 
Semoga artikel ini bermanfaat.
oleh: Fajar Muhammad Rhydo (Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI
2014) Jika kita melihat dari sejarahnya, pemilihan Presiden Republik Indonesia telah
melewati fase – fase dan perubahan – perubahan yang begitu signifikan. Sistem pemilihan
pun terus menerus mengalami pembaharuan seiring kemantapan Indonesia menjadi Negara
demokrasi. Untuk itu marilah sejenak kita melihat proses – proses pemilihan Presiden dari
masa ke masa. Presiden Soekarno selaku Presiden pertama Republik Indonesia terpiilih
melalui musyawarah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus
1945, tepat satu hari setelah beliau menyampaikan Proklamasi Kemerdekaan. Selama
puluhan tahun beliau menjabat sebagai Presiden, tidak pernah ada lagi proses pemilihan
Presiden, bahkan Soekarno pun diangkat sebagai Presiden seumur hidup melalui ketetapan
MPR. Kejatuhan Soekarno pada pertengahan dekade 60an menandai diawalinya masa –
masa kekuasaan Soeharto yang ditunjuk oleh MPR sebagai pemegang mandat jabatan
Presiden dalam Sidang Istimewa MPR. Pada masa – masa berikutnya, pemilihan Presiden
dilakukan dalam forum Sidang Umum MPR. Pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan
suara, dan yang mempunyai hak suara untuk memilih Presiden hanyalah anggota MPR.
Dikarenakan mayoritas anggota MPR berasal dari Fraksi Golkar dan ABRI yang merupakan
penyokong utama kekuasaan Soeharto, maka Soeharto pun selalu terpilih secara aklamasi
dalam setiap pemilihan Presiden yang ia ikuti. Selain itu, pada masa tersebut Undang –
Undang Dasar tidak memberikan batasan periode seseorang berhak menjadi Presiden.
Kolaborasi dari dua hal inilah yang membuat kekuasaan Soeharto mencengkram kuat
Republik ini selama puluhan tahun. Kejatuhan Orde Baru ditandai dengan mundurnya “The
Smiling General” Bapak Soeharto pada Mei 1998. Dengan demikian B.J.Habibie selalu wakil
presiden pun mengambil alih jabatan Presiden hingga dilaksanakan pemilihan presiden
selanjutnya. Dan pemilihan Presiden pun dilakukan pada tahun 1999 dengan sistem yang
masih sama pada masa orde baru, yaitu mekanisme voting di lembaga MPR. Hal yang
membuatnya berbeda adalah ketika Fraksi Golkar dan ABRI tidak lagi menjadi fraksi
mayoritas di MPR. Hasilnya, yang mendapat mandate sebagai Presiden selanjutnya adalah
Abdurrhaman Wahid yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa dan disokong penuh oleh
gabungan partai – partai islam. Kekuasaan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak
berlangsung lama, pergolakan politik membuat beliau terpaksa meninggalkan istana setelah
MPR mencabut mandat yang pernah diberikan kepada beliau sebagai orang nomor satu di
Indonesia. Alhasil, Megawati Soekarnoputri yang kala itu menjabat Wakil Presiden, dilantik
untuk menggantikan Gus Dur sebagai Presiden dan mencatatkan dirinya dalam sejarah
sebagai Presiden wanita pertama Indonesia, sekaligus orang kedua yang pernah menduduki
jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Pada masa Megawati menjadi Presiden, dilakukanlah
segala persiapan untuk menciptakan pemilihan Presiden secara langsung oleh seluruh
rakyat Indonesia, tidak lagi melalui sidang umum MPR. Usaha ini berbuah manis ketika
tahun 2004 Indonesia berhasil melaksanakan pemilihan Presiden pertama secara langsung
dengan mekanisme voting oleh ratusan juta jiwa rakyat Indonesia. Susilo Bambang
Yudhoyono pun mencatatkan dirinya dalam sejarah sebagai Presiden Pertama yang dipilih
langsung oleh rakyat. Padahal beliau berkompetisi dengan Presiden Petahana, Megawati
Soekarnoputri. Megawati harus menerima kenyataan pahit bahwa sistem pemilihan yang
berhasil beliau laksanakan pada masanya itu justru membuat beliau harus kehilangan
jabatan Presiden untuk periode selanjutnya. Padahal kala itu SBY diusung oleh Partai
Demokrat yang memiliki kursi sangat sedikit di MPR. Pemilihan Presiden tahun 2004 sangat
menarik untuk diperhatikan. Selain sebagai pemilihan langsung pertama di Indonesia,
ternyata terdapat berbagai macam mekanisme dalam keseluruhan prosesnya. Pertama,
setiap calon Presiden diajukan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik (hal ini
masih sama dengan pemilihan tidak langsung di MPR) tapi tidak seluruh partai bisa
mencalonkan. Partai atau gabungan partai yang ingin mengajukan calon presiden harus
mendapatkan minimal 15% Kursi di DPR atau 20% suara nasional pada pemilihan legislatif.
Metode ini dikenal luas dengan nama Presidential Threshold. Maka dari itu, hanya 5 pasang
calon yang muncul dalam pilpres 2004 tersebut, padahal peserta pemilu legislatif sebanyak
24 partai. Kelima pasangan calon tersebut adalah: 1. Wiranto dan Salahuddin Wahid 2.
Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi 3. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
4. Amien Rais dan Siswono Yudohusodo 5. Hamzah Haz dan Agum Gumelar Kedua, setiap
calon harus mendapatkan suara 50%+1 agar bisa terpilih sebagai Presiden. Apabila tidak ada
calon yang berhasil maka diadakan pemilihan putara kedua. Dikarenakan tidak ada satupun
dari kelima pasang calon tersebut yang memenuhi syarat suara 50%+1, maka 2 pasang
peraih suara tertinggi harus mengikuti pemiliha putaran kedua. Megawati dan SBY terpaksa
harus beradu lagi dalam putaran kedua. Setelah pemilihan putaran kedua digelar,
didapatlah hasil bahwa SBY terpilih sebagai Presiden dan memaksa Megawati untuk
mengucapkan selamat tinggal pada Istana Merdeka. Pemilihan Presiden tahun 2009 menjadi
pemilihan langsung kedua dalam sejarah Indonesia. tidak banyak hal yang berubah dari
sistem sebelumnya, kecuali Presidential Threshold yang mengalami kenaikan menjadi 20%
kursi DPR dan 25% suara nasional dalam pileg. Kenaikan threshold ini berhasil memangkas
jumlah calon Presiden hanya menjadi 3 orang saja. Ketiga calon Presiden tersebut adalah
Megawati, SBY, dan Jusuf Kalla. Mereka bertiga adalah orang yang sama – sama pernah
menjadi peserta pilpres tahun 2004. Tahun 2009 ini, megawati kembali bertarung dengan
orang yang pernah mendongkelnya dari kursi Presiden. SBY pun bertarung dengan orang
yang pernah menjadi kawan seperjuangannya dalam mendongkel kekuasaan megawati.
Pemilihan presiden 2009 ini bisa dikatakan semacam reuni, akan tetapi dalam keadaan yang
telah banyak berubah. SBY pun keluar sebagai Presiden terpilih dengan kemenangan mutlak
60% suara. Pemilihan presiden tahun 2014 masih tetap menggunakan threshold dengan
besaran yang sama dengan pemilihan sebelumnya. Tidak ada kenaikan threshold akan tetapi
terdapat pengurangan calon presiden menjadi 2 orang saja. Hal ini tentu lebih dikarenakan
dinamika politik, bukan karena sistem yang memaksa untuk menjadi 2 orang saja. Terdapat
pembaharuan dalam sistem keterpilihan presiden pada tahun 2014 ini, yaitu seorang calon
tidak hanya harus mendapat 50%+1 suara, namun juga harus mendapat minimal 20% suara
di 17 provinsi (20% di tiap – tiap provinsi tersebut). Meskipun syarat pertama dipenuhi tapi
syarat kedua tidak, maka pemilihan putaran kedua terpaksa harus digelar. Akan tetapi
dikarenakan hanya terdapat 2 calon Presiden maka dapat dipastikan bahwa pemilihan
hanya akan berlangsung satu putaran saja. Untuk Pemilihan Presiden tahun 2019
mendatang, setiap Partai yang menjadi peserta pemilu legislative dipastikan dapat
mengajukan calon presidennya masing – masing. Hal ini merupakan tindak lanjut dari
dikabulkannya uji materi terhadap UU no 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden. Oleh
sebab itu, sistem Presidential Threshold hanya akan digunakan terakhir kali pada pilpres
tahun 2014 ini. Pemilihan presiden juga akan dilangsungkan serentak dengan pemilihan
legislatif. Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat yang telah digelar sebanyak 2 kali
dengan dimenangkan oleh satu orang yang sama sejatinya belum bisa dijadikan tolak ukur
keberhasilan demokrasi one man one vote ini. Jika pada era – era sebelumnya rakyat
Indonesia memilih Presiden melalui wakil – wakil rakyat di MPR, sudah jelas tidak
memberikan efek yang baik bagi Negara. Akan tetapi apakah pokok permasalahannya
berada pada sistem pemilihan ini? Cobalah teman – teman bayangkan dan bandingkan.
Bagaimana mungkin pendapat orang yang berpendidikan dan berpihak pada kepentingan
bangsa disamakan dengan pendapat orang yang tak mengerti apa – apa dan memikirkan diri
sendiri. Orang yang berpikiran baik tentu akan memilih presiden yang memiliki kompetensi
mumpuni, sedangkan orang yang tidak berpendidikan dan miskin, besar kemungkinan
memilih berdasarkan uang yang mereka peroleh dari calon. Intinya, tidak semua orang
memiliki kebijaksanaan dalam memilih pemimpin. Lalu masih pantaskah sistem one man
one vote oleh seluruh rakyat dengan berbagai ketimpangan ini tetap dipakai untuk memilih
pemimpin tertinggi? Sumber: Undang – Undang Republik Indonesia no 23 tahun 2003
Undang – Undang Republik Indonesia no 42 tahun 2008

Anda mungkin juga menyukai