“Kelainan Refraksi”
Pembimbing :
Disusun oleh:
1810221017
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik bagian Mata
RS Bhayangkara Tingkat 1 Raden Said Sukanto. Presentasi kasus ini terselesaikan atas
bantuan dari banyak pihak yang turut membantu.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Hermansyah, Sp. M selaku pembimbing dan seluruh
teman-teman kepaniteraan klinik Mata atas kerjasamanya selama penyusunan
presentasi kasus kasus ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 50 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Cimanggis
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pandangan buram terutama saat membaca tulisan dari jarak dekat yang
semakin memburuk perlahan-lahan sejak ± 2 bulan terakhir
B. Keluhan Tambahan
Mata menjadi cepat lelah dan pasien sering merasakan pusing
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke poliklinik mata RS Polri dengan
keluhan pandangan buram terutama saat membaca tulisan dari jarak dekat
yang semakin memburuk perlahan-lahan sejak ± 2 bulan terakhir. Keluhan
3
mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu namun dirasakan perlahan-
lahan memburuk sejak ± 2 bulan terakhir. Menurut pasien pandangan
menjadi lebih baik jika tulisan yang dibaca atau benda yang dilihat dari
jarak dekat letaknya dijauhkan. Keluhan dirasakan sama pada kedua mata.
Selain itu pasien juga mengeluhkan mata yang cepat lelah dan pasien sering
pusing terutama saat membaca, sehingga pasien tidak merasa nyaman
dengan pandangan pasien saat ini.
Pasien sudah pernah menggunakan kacamata, yang menurut pasien adalah
kacamata baca sejak 5 tahun yang lalu namun sekarang kaca mata tersebut
sudah tidak nyaman digunakan. Pasien menyangkal pernah mengalami
benturan maupun trauma pada matanya. Penglihatan berkabut dan silau jika
terkena cahaya disangkal. Keluhan mata merah (-), nyeri pada mata (-),
riwayat didepan computer dalam jangka waktu lama dalam sehari (-).
Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal.
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda vital
➢ Tekanan darah : 120/70 mmHg
➢ Nadi : 75x/menit
➢ Pernafasan : 18x/menit
➢ Suhu : 37.0 C
B. Status Oftamologi
OD OS
5
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Iris Bulat, batas tegas, sinekia (-) Bulat, batas tegas, sinekia (-)
6
Pupil Bulat, jernih, berada di sentral Bulat, jernih, berada di sentral,
isokor, 3 mm isokor, 3mm
IV. RESUME
Pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke poliklinik mata RS Polri dengan
keluhan pandangan buram terutama saat membaca tulisan dari jarak dekat.
Keluhan mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu dan semakin
memburuk perlahan-lahan sejak ± 2 bulan terakhir. Menurut pasien
pandangan menjadi lebih baik jika tulisan yang dibaca atau benda yang
dilihat dari jarak dekat letaknya dijauhkan. Selain itu pasien juga
mengeluhkan mata yang cepat lelah dan sering pusing terutama saat
membaca.
Pasien sudah pernah menggunakan kacamata, yang menurut pasien adalah
kacamata baca sejak 5 tahun yang lalu namun sekarang kaca mata tersebut
sudah tidak nyaman digunakan.
V. DIAGNOSIS KERJA
Astigmatism Miopia Compositus OS
Presbyopia ODS
7
VI. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
VII. PRGONOSIS
ODS :
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad cosmetican : Dubia ad Bonam
8
TINJAUAN PUSTAKA
9
Mata terdiri dari tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan terluar
adalah kornea dan sklera yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda. Kornea berfungsi sebagai pelindung mata dari infeksi dan
kerusakan struktural serta membiaskan cahaya ke lensa dan retina. Sklera
merupakan mantel atau pelindung mata agar tetap mempertahankan
bentuknya saat ada tekanan dari internal maupun eksternal. Sklera tertutup
oleh selaput transparan yang disebut dengan konjungtiva. Kornea dan sklera
dihubungkan oleh limbus.
b. Lapisan kedua terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Iris berfungsi dalam
pengaturan akomodasi pupil agar cahaya yang masuk dapat tersampaikan ke
retina dengan baik. Badan siliar berfungsi dalam memproduksi aqueous
humor dan terletak antara iris dan koroid. Koroid berfungsi dalam memasok
oksigen dan nutrisi ke bagian luar dan dalam retina. Fungsi lain dari koroid
adalah menyerap cahaya, termoregulasi dengan menghilangkan panas dari
mata, dan juga mengatur tekanan intraokuler dengan mengontrol vasomotor
aliran darah.
c. Lapisan terdalam dari mata adalah retina. Retina merupakan bagian mata
yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut dan sel batang. Bila
sel batang dan sel kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan melalui sel saraf
pada retina itu sendiri, ke serabut saraf optikus dan diinterpretasikan oleh
korteks serebri. 3,4
10
Gambar 2. Refraksi Cahaya
11
Gambar 3. Struktur mikroskopis lapisan kornea.
b. Lensa
Lensa adalah sebuah benda transparan bikonveks yang terdiri atas
beberapa lapisan. Letaknya persis dibelakang iris. Lensa menerima
cahaya dari pupil dan meneruskannya ke retina. Pada lensa ada
bagian yg bernama ligamentum suspensorium, bagian ini terdapat di
depan ataupun belakang lensa, fungsinya untuk mengaitkan lensa
pada korpus siliare. Fungsi lensa untuk mengatur focus cahaya
sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk
melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa akan
menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang
dari dekat), lensa mata akan menebal.
Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada
bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa
yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan
pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. 6,7
12
c. Vitreous Humor
Daerah belakang mata mulai dari lensa hingga retina. Diisi oleh
cairan penuh albumin berwarna keputih-putihan seperti agar-agar.
Fungsinya untuk membentuk dan mengokohkan mata serta
mempertahankan hubungan antara retina, selaput koroid dan
sklerotik. 7
d. Aqueous Humor
Merupakan cairan yang berada di mata, berasal dari korpus siliare
dan akan diserap kembali ke dalam aliran darah pada sudut antara
iris dan kornea. Diserap melali vena halus yang dikenal sebagai
saluran Schlemm. 7
13
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.7
14
jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang
mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan
karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan
refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai
keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
15
2. Kelainan Refraksi
16
2.1.Miopia
2.1.1. Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan
tanpa akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan
bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin
difokuskan tepat diretina, tanpa akomodasi.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer, dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah
dengan memberikan kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 D
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25 D,
maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 D agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Pada miopia tinggi sebaiknya
koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat
dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi
dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa.
Pada miopia tidak ada kompensasi akomodasi karena akomodasi
dibutuhkan untuk melihat dekat, sedangkan mata miopia ringan – sedang (<
6.0 D) bisa melihat dekat tanpa akomodasi. Hal ini disebabkan karena mata
hanyalah dapat mengumpulkan sinar (konvergensi) dan tidak dapat
menyebarkan sinar (divergensi). Pada miopia tinggi (> 6.0 D) harus
membaca pada jarak yang dekat sekali (15 cm dan punctum proximum lebih
dekat lagi, tergantung amplitude akomodasi). Jika tidak dikoreksi ia harus
mengadakan konvergensi yang berlebihan. Akibatnya polus posterior mata
lebih memanjang dan miopi nya bertambah. Makin lama miopi nya makin
progresif. Pada miopi tinggi kadang-kadang mata kiri dan kanan tidak bisa
berkonvergensi bersamaan sehingga pasien menggunakan matanya secara
bergantian. Di lain pihak kalau dikoreksi penuh maka saat melihat akan
17
terjadi akomodasi berlebihan dan sangat melelahkan. Pada miopi tinggi,
lensa kontak merupakan pilihan lain yang mungkin. Berikut ini adalah
usaha pasien miopia untuk melihat jelas. Seorang miopi mungkin sering
menggosok-gosok mata secara tidak disadari untuk membuat kurvatura
kornea lebih datar sementara. Selain itu, ia mungkin sering menyempitkan
celah mata untuk mendapatkan efek celah (silt) atau pinhole (lubang kecil),
yang merupakan usaha untuk mengurangi aberasi kromatis dan sferis.
Seorang miopik akan mendekati atau mendekatkan obyek untuk dapat
mengamatinya.2,7
2.1.3. Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk
panjangnya bola mata akibat:
18
• Kornea terlalu cembung
• Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan
dibiaskan kuat
• Bola mata dan sumbu mata (jarak kornea - retina) terlalu panjang,
dinamakan miopia sumbu. Daya bias kornea, lensa atau akuos humor
terlalu kuat, dinamakan miopia pembiasan
• Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks
• Miopi karena perubahan posisi lensa. Misal pasca operasi glaukoma
mengakibatkan posisi lensa lebih ke anterior.
Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan menjadi kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik
fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik
jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar. 2,7
19
2.2.Hipermetropia
2.2.1. Definisi
Keadaan ini merupakan kelainan refraksi dimana dalam keadaan mata tidak
berakomodasi, semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak
tak terhingga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang datang
dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan (secara imajiner) lebih jauh
lagi dibelakang retina. Trias melihat dekat terdiri dari akomodasi, miosis,
dan konvergensi. Maka pada orang hipermetropia, karena selalu
berakomodasi, pupilnya selalu miosis.2,7
20
2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya
1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 hingga +5.00 D
3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
2.2.3. Etiologi
Hipermetropia aksial disebabkan aksis mata yang terlalu pendek, dan ini
merupakan penyebab utama hipermetropia. Contoh penyebab kongenital
yaitu mikroftalmus. Pada hipermetropia dapatan jarak lensa ke retina terlalu
pendek seperti pada retinitis sentralis ( ada edem makula) dan ablation
retina. Hipermetropia kurvatura memiliki aksis normal, tetapi daya biasnya
berkurang. Sebabnya terletak pada lengkung kornea yang kurang dari
normal dan lensa tidak secembung semula karena sclerosis (> 40 tahun),
atau tidak mempunyai lensa/afakia. Akibat akomodasi terus menerus,
timbul hipertrofi otot siliaris yang disertai dengan terdorongnya iris ke
depan, sehingga kamera okuli anterior (KOA) menjadi dangkal.1
21
• Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula
Gejala Obyektif
• Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari
otot–otot akomodasi di corpus ciliare.
• Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf
parasimpatik N III.
• Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya
kecil (miosis).
• Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari
mata. Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II
kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
22
2.3.Astigmatisma
2.3.1. Definisi
Merupakan kelainan refraksi mata, yang ditandai adanya berbagai derajat
refraksi pada berbagai meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada
mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus pula. Astigmatisma
dibedakan menjadi 2 yaitu reguler dan ireguler. Pada astigmatisma reguler
setiap meridian mata mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya
teratur. Meskipun tiap meridian mempunyai daya bias tersendiri, tetapi
perbedaan itu teratur, dari meridian dengan daya bias telemah sedikit-
sedikit membesar sampai menjadi daya bias terkuat. Meridian dengan daya
bias terlemah ini tegak lurus dengan meridian daya bias terkuat. Dengan
demikian ada dua meridian utama yaitu meridian dengan kekuatan refraksi
tertinggi dan terendah.
Pada astigmatisma ireguler terdapat berbedan refraksi yang tidak teratur
pada setiap meridian atau bahkan mungkin terdapat perbedaan refraksi pada
meridian yang sama. 7
2.3.2. Etiologi
Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau polifaktorial. Kelainan
kornea (90%), perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan
atau pemanjangan diameter anteroposterior. Kelainan lensa, kekeruhan
lensa, biasanya katarak insipien atau imatur, biasanya menyebabkan
astigmatisma.2
2.3.3. Klasifikasi
1) Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya.
23
Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk
garis, lonjong atau lingkaran.
a. Etiologi
- Corneal astigmatisme : Abnormalitas kelengkungan
kornea
- Lenticular astigmatisme : Bisa akibat :
b. Klasifikasi
24
kedua fokus yang sudah menyatu dimundurkan ke retina dengan
sferis negatif).
3. Astigmatisma hipermetropik simpleks adalah apabila meridian
utama yang satu emetropik dan yang lain hiperopik sehingga
fokusnya satu di retina dan yang lain dibelakang retina.
Koreksinya dengan lensa silindris positif untuk memajukan
fokus yang dibelakang retina kedepan sehingga jatuh tepat di
retina.
4. Astigmatisma hipermetropik kompositus adalah apabila kedua
meridian utama adalah hiperopik tetapi dengan derajat berbeda
sehingga kedua fokus berada dibelakang retina tapi jaraknya
berbeda. Koreksinya dengan gabungan lensa sferis positif dan
silindris positif.
5. Astigmatisma mikstus adalah apabila meridian utama yang satu
miopik dan yang lain hiperopik sehingga fokusnya satu didepan
retina dan satu di belakang retina. Koreksinya dengan gabungan
lensa sferis negative dan lensa silindris positif dengan catatan
kekuatan lensa silindris lebih besar dari pada sferis.
25
Berdasarkan orientasi meridian utamanya, astigatisma
regular diklasifikasikan menjadi:
2) Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling
tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah
sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan. 2,7
26
2.4.Presbiopia
2.4.1. Definisi
Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana punctum proksimum
(titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang maksimal) telah
begitu jauh sehingga pekerjaan dekat yang halus seperti membaca, menjahit
sukar dilakukan.
Pada presbiopia terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut. Presbiopia
biasanya mulai muncul pada usia 40 tahun. Dengan bertambahnya usia
maka semakin kurang kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopia
terjadi akibat lensa makin keras (sclerosis lensa) sehingga elastisitasnya
berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya
berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang
sempurna. Orang yang lemah dengan keadaan umum yang kurang baik
sering lebih cepat membutuhkan kacamata baca akibat presbiopia daripada
orang sehat dan kuat.
27
· +1,0 D untuk usia 40 tahun
· +1,5D untuk usia 45 tahun
· + 2,0 D untuk usia 50 tahun
· + 2,5 D untuk usia 55 tahun
· + 3,0 D untul usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata
tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang
keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering disesuaikan
dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak
dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan kacamata
dengan kekuatan lensa yang lebih kecil. 2,7
28
3. Pemeriksaan Untuk Kelainan Refraksi
a. Uji pinhole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada
media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman
penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman pennglihatan berkurang atau tidak membaik berarti pada
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan ataupun gangguan retina
yang menggangu penglihatan yang disebut dengan kelainan organik.1
b. Uji Refraksi
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’
Jarak pemeriksaan pada jarak 6 meter atau minimal 5 meter atau 20
kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita,
Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih
dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia,
apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam
penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging
technique).1
29
c. Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3.0 D. Pasien diminta melihat kisi-kisi
juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90 derajat yang paling tebal, maka tegak lurus
padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan
dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini
dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya
atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya
bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan
ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas. 1
30
4. Penatalaksanaan
1) Koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa
negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan
disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias
terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias ini dapat
dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata
myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula
meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih
kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik.
Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan S - 3.00 dioptri memberikan tajam
penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka
sebaiknya diberikan koreksi S - 3.00 dioptri agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus
akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan
akan bertambah jelas.
2) Lensa kontak
Merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft contact lens) atau
rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan kornea. Lensa
kontak menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik dibanding
kacamata. Lensa kontak dapat diresepkan untuk mengoreksi miopia,
hiperopia, astigmatisma, anisometropia, anisokonia, afakia, setelah operasi
katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau rigid gas permeable
lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa kontak
31
toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan
depan lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah tarsal papillary conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival,
epithelial keratopathy, corneal neovascularization, nonmicrobial
infiltrates, dan corneal warpage. Perubahan endotel dapat terjadi termasuk
polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas sel
endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah
dilaporkan. Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke
kornea penting diperhatikan terutama pada pasien dengan kelainan refraksi
tinggi akibatnya lensa kontak yang dipakai lebih tebal dan lebih berpotensi
menimbulkan masalah.
a. Soft Contact Lens
Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan
plastik fleksibel serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan
menutupi seluruh kornea. lensa ini dapat digunakan untuk miopia dan
hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung kornea maka tidak dapat
dipakai untuk mengoreksi astigmatisma yang lebih dari astigmatisma
minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact lens lebih
gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara pada ruang
lensa dan kornea serta adaptasinya juga cepat. 6,7
32
dibanding soft contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada setiap
mata dengan lebih tepat dan teliti. Kerugiaannya adalah lensa RGP kurang
nyaman dibanding soft contact lens dan masa adaptasinya yang lebih lama.
Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti keratoconus dimana terdapat
irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi soft contact lens.
Lensa kontak toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini memiliki
dua power untuk sferis dan silindris. Agar berada pada posisi yang tepat dan
stabil biasanya lensa ini lebih berat dan memiliki penanda di bawah.
c. Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact
lens dan RGP yang memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah
dipakai dan pertukaran oksigen yang baik.
3) Bedah Refraksi
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a. Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik,
angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa
orang menjalani radial keratotomy menunjukan penurunan myopia,
sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana
dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak.
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy
seperti variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau,
penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang penurunan
permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,
meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia,
dan perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut
33
pada beberapa bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan.
Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala
presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari
bola mata.
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi
laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-
92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan
photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang
terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali
jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan
penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi. Photorefractive
keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari
pada radial keratotomy.
c. Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (LASIK)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk
membentuk kurva kornea dengan membuat slice (potongan laser) pada
kedua sisi kornea.
34
ANALISIS KASUS
35
penglihatan maksimal dan menyebabkan, komplikasi yang
spheris silinder sesuai dengan dapat muncul.
aksisnya.
• Pasien diedukasi untuk
mamakai kacamata secara
rutin.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2006. 1-14, 35-48
2. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009.
3. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
4. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu
kesehatan Mata FK UGM; 2012.
5. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke– 4. New Age
International. New Delhi. 2012.
6. Bruce James, Chew C and Bron A. Lecture Notes: Oftalmologi. 9 ed.
Jakarta: Erlangga, 2006.
7. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
37