Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM KESMAS DASAR

EPIDEMIOLOGI

DI SUSUN :
KELOMPOK II
ABDUL RIZAL NAYIU (811414016)
HENOK SINGA (811416046)
DIKA SYAFITRI R. ITY (811416061)
FITRIA ILHAM (811416018)
WIRANDA TAMBIPI (811416005)
YULIANI A. R. LATOKO (811416051)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KEGIATAN 1
A. Judul
“Pemeriksaan Mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) TBC”
B. Tujuan
Melakukan pemeriksaan BTA untuk mengetahui penyebab penyakit TBC.
C. Dasar Teori
1. Definisi Penyakit Tuberkulosis (TBC)
Penyakit TB paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang dalam
perjalanan patogenesisnya dapat mengakibatkan berkurangnya persediaan zat besi
dalam tubuh, (Idris, 2018).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menginfeksi beberapa organ tubuh, seperti paru-paru,
ginjal dan tulang. Pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus tuberkulosis, hal ini
sama dengan 140 kasus per 100.000 populasi. Penyakit ini juga merupakan
penyebab kematian urutan ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran
pernapasan, (Idris, 2018).
TB paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian
menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu :
kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain,
(Febriani, 2015).
Bakteri tersebut kerap menyerang organ paru dibandingkan organ dalam
lainnya dan dapat ditularkan melalui udara yang membawa droplet nuklei
penderita TB, (Nugroho, 2018).
2. Etiologi TBC
Kuman TB menular dari orang ke orang melalui percikan dahak (droplet)
ketika penderita TB paru aktif batuk, bersin, bicara atau tertawa. Kuman TB cepat
mati denga sinar matahari lang-sung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur
lama (domaint) selama beberapa tahun, (Mursyaf, 2018).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 60 0C dalam
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel, (Lestari, 2015).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacterium tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah
(droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan
terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi
melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui
benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat
menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung,
(Lestari, 2015).
3. Patofisiologi TBC
Bila terinplantasi Mycobacterium tuberculosis melalui saluran nafas, maka
mikroorganisme akan membelah diri dan terus berlangsung walaupun cukup
pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus
limfe regional dapat terjadi, menghasilkan radiodens area menjadi kompleks
Ghon. Makrofag yang terinaktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah
yang terdapat Mycobacterium tuberculosis sebagai bagian dari imunitas yang
dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda, juga berkembang melalui
aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag membentuk granuloma yang
mengandung organism, (Kusumawardhani, 2016).
Setelah kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, bakteri TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfa, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya, (Kusumawardhani, 2016).
4. Gejala/Manifestasi Klinik TBC
Menurut Lestari (2015), tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
a. Demam.
b. Malaise.
c. Anoreksia.
d. Penurunan berat badan.
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu–Minggu
sampai berbulan–bulan).
f. Peningkatan frekuensi pernapasan.
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit.
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi.
i. Demam persisten.
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan.
5. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis Tuberkulosis ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium
Tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan
menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman
(paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Kesulitan kedua,
pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya
berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
di ambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas
berpengalaman, (Febriani, 2015).
6. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Febriani (2015), penyakit tuberkulosis di klasifikasikan dalam tiga :
a. TB Paru BTA (+)
1) Sekurang - kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran TB aktif.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB (+).
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya (+) setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA (-) dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. TB Paru BTA (-)
1) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-).
2) Foto rontgen dada menunjukan gambaran TB aktif.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV (-).
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. TB Ekstra Paru
TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain, (Febriani, 2015).
7. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit TB Paru
Risiko perkembangan infeksi TB menjadi sakit TB meningkat akibat
penurunan sistem imun oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), diabetes
melitus (DM), konsumsi alkohol, malnutrisi, merokok, (Muchtar, 2018).
Pada tahun 2003 WHO mencanangkan TB sebagai global emergency.
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung
pembuluh darah. WHO dalam Anual Report On Global TB Control 2003
menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries
terhadap TB termasuk Indonesia. Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan penyakit
TBC, (Hapsari, 2015).
Penderita TB paru dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei) pada waktu batuk atau bersin, sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Percikan dahak yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi jika percikan dahak itu terhirup dalam saluran pernafasan. Satu
penderita TB paru BTA (+) berpotensi menularkankepada 10-15 orang per tahun
sehingga kemungkinan setiap kontak dengan penderita akan tertular.3,7Apabila
penderita TB paru BTA (+) batuk maka ribuan bakteri tuberkulosis berhamburan
bersama “Droplet” napas penderita yang bersangkutan sehingga berpotensi
menularkan ke orang lain, (Wulandari, 2015).
8. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Menurut Febriani (2015), Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap
(OATKDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
2) Tahap lanjutan
Kategori anak (2RHZ/4RH), prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3
macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap
hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan
dengan berat badan anak, (Febriani, 2015).
9. Pencegahan TBC
a. Imunisasi BCG
Upaya pencegahan suatu penyakit, termasuk penyakit TB Paru, ialah dengan
imunisasi. Pemberian imunisasi dimaksudkan untuk menurunkan morbiditas,
mortilitas, cacat, serta bila mungkin didapatkan eradikasi di suatu daerah atau
negeri. Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisa untuk memprediksi kejadian TB Paru pada anak. Pemberian imunisasi
BCG dapat melindungi dari meningitis TB dan TB milier, (Febriani, 2015).
10. Basil Tahan Asam (BTA)
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang atau basil dan bersifat tahan
asam bila diwarna dengan pewarnaan bakteri tahan asam misalnya pewarnaan
Ziehl Neelsen, oleh sebab itu M.tuberculosis dikenal dengan istilah basil tahan
asam (BTA). M.tuberculosis memiliki sifat khas, diantaranya tahan terhadap asam
sehingga pencucian asam dan alcohol pada pewarnaan Ziehl Neelzen tidak
melunturkan zat warna pertama yakni Carbol Fuchsin. M.tuberculosis juga
bersifat dorman dan aerob, mati pada pemanasan 10000C selama 5-10 menit atau
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bateri ini dapat bertahan hidup lama,
terutama di tempat lembab dan gelap, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran
udara, (Kalma, 2018).
Beberapa jenis bakteri sukar dilakukan pewarnaan karena mempunyai sifat
tahan terhadap penghilangan warna dengan zat peluntur/asam. Bakteri jenis ini
dikenal sebagai basil tahan asam (BTA), salah satu contoh BTA adalah
Mycobacterium tuberculosis, (Team Teaching, 2019).
Bakteri ini yang merupakan bekteri pathogen gram positif berbentuk batang
halus/basil dengan panjang 1-4 µ dan lebar 0,3-0,6 µ. Pada pembenihan berbentuk
kokoid, berfilamen, tidak berspora dan tidak bersimpai. M. Tuberculosis
menyebabkan penyakit Tuberkulosis (TB) yang menular secara akut maupun
kronis terutama pada organ paru, dan akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37ºC
dengan pH optimal 6,4-7, (Team Teaching, 2019).
Sebagaian besar susunan sel M. Tuberculosis terdiri atas asam lemak, yang
menyebabkan bekteri jenis ini lebih tahan asam dan lebih kuat terhadap gangguan
kimia maupun fisik. Pemberian asam etil alkohol 95% yang mengadung 3% asam
hidroklorat (asam-alkohol) dapat menghilangkan warna semua bakteri dengan
cepat kecuali M. Tuberculosis.untuk mengetahui adanya Basil Tahan Asam
(BTA) M. Tuberculosis dalam sediaan mikroskopik dahak, perlu dilakukan
dengan metode pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN), (Team Teaching, 2019).
11. Metode Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Metode ini, menggunakan teknik pengecatan/ pewarnaan menggunakan carbon
fuchsin (pewarna merah) dan methylene blue (pewarna biru) pada specimen
dahak/sputum dengan pencucian menggunakan zat peluntur (decolorizing agent)
seperti asam alkohol. Oleh karena dinding bakteri BTA dapat bertahan terhadap
pencucian dengan asam sehingga tidak mudah untuk dilunturkan dengan
menggunakan asam alcohol, akibatnya bakteri ini akn berwarna merah dengan
warna biru disekelilingnya, (Team Teaching, 2019).
Diagnosis TB paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan klinis,
gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelainan
bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan
diagnosisnya, (Kurniawan, 2016).
Menurut American Thoracic Society (ATS) dan WHO 1964 diagnosis pasti
tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman M. tuberculosis dalam
sputum atau jaringan paru secara biakan, namun tidak semua memberikan sediaan
atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan
dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik
sehingga diagnosis tuberkulosis paru banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan, (Kurniawan, 2016).
Sumber penularan TB paru adalah pasien TB dengan Basil Tahan Asam (BTA)
positif melalui percik renik sputum yang dikeluarkannya, namun bukan berarti
bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan negatif tidak mengandung kuman
dalam sputumnya. Hal tersebut bisa terjadi oleh karena jumlah kuman yang
terkandung dalam contoh uji < 5000 kuman/ml sputum sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, (Kurniawan, 2016).
Pemeriksaan BTA pada spesimen sputum telah digunakan di seluruh dunia
untuk menegakkan diagnosa TB. Pasien dengan BTA sputum negatif kurang
infeksius dibandingkan dengan BTA sputum positif tetapi tetap menjadi sumber
penularan kuman TB. Mikroskop dapat mendeteksi kuman mikobakterium dengan
jumlah minimal 5000 kuman/ml sputum, sedangkan jumlah yang dapat
menginfeksi hanya beberapa kuman. Oleh karena itu, orang dalam kontak dengan
pasien TB paru BTA negatif tetap berada pada risiko infeksi akibat M.
tuberculosis dan perkembangan selanjutnya menjadi aktif, (Kurniawan, 2016).
Selain berpatokan pada gejala klinis, diagnosis TB paru dengan pemeriksaan
mikroskopik sputum (pemeriksaan BTA) sangat mendukung sarana-sarana
diagnostik lainnya. Pemeriksaan sputum penting untuk mendeteksi kuman M.
tuberculosis, dan dengan ditemukannya kuman ini pada sputum maka dapat
ditegakkan diagnosis TB paru. Pemeriksaan mikroskopik dengan metode
pewarnaan Ziehl-Neelsen mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya tinggi, dapat
dilakukan dengan fasilitas sederhana dan memberi sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup tinggi, (Djakaria, 2017).
Pemeriksaan mikroskopis merupakan cara yang tepat guna, mudah, dan murah,
terutama di daerah dengan jumlah pengidap TB yang tinggi. Di samping itu,
pemeriksaan dahak langsung secara mikroskopis dapat dikerjakan di semua
tingkatan laboratorium, (Larissa, 2015).
Saat ini, menurut panduan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes),
pemeriksaan dahak secara mikroskopis untuk penetapan diagnosis TB dilakukan
dengan mengumpulkan tiga (3) spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa bahan Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) , (Larissa,
2015).
Penetapan diagnosis TB dilakukan dengan memeriksakan tiga (3) spesimen
dahak secara mikroskopis, karena dari berbagai telitian didapatkan hasil yang
serupa dengan yang biakannya, (Larissa, 2015).
12. Pelaporan Hasil Pemeriksaan BTA
Menurut Team Teaching (2019), Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan
secara sistemik dengan menggunakan skala IUAT (International Union Against
Tuberculosis) sebagai berikut :
a. Tidak ditemukan BTA/100 LP, ditulis :0
b. Ditemukan 1-9 BTA/100 LP, ditulis : jumlah kumannya
c. Ditemukan 10-99 BTA/100 LP, ditulis :+
d. Ditemukan 1-10 BTA/1 LP, ditulis : ++
e. Ditemukan >10 BTA/1 LP, ditulis : +++
13. Waktu Pengambilan Sputum Yang Baik
Menurut Team Teaching (2019), Dibutuhkan tiga spesimen sputum untuk
menegakkan diagnosis TB secara mikroskopik menggunakan metode pewarnaan
Ziehl Neelsen. Spesimen sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari
berturut-turut (pagi-pagi-pagi), sedangkan pada pemeriksaan selama masa
pengobatan dilakukan pemeriksaan dahak PS (pagi dan sewaktu). Tetapi untuk
kenyamanan penderita pengumpulan sputum dilakukan : Sewaktu-Pagi- Sewaktu
(PSS) dalam jangka waktu 2 hari,yaitu :
a. Sputum Sewaktu (S1) yaitu sputum yang diambil dari penderita ketika pertama
kali datang difasilitas kesehatan.
b. Sputum Pagi yaitu sputum pertama setelah bangun pagi, sehari setelah sputum
sawaktu (S1).
c. Sputum sewaktu (S2) yaitu sputum yang diambil pada saat penderita tiba di
laboratorium.
14. Cara Pemisahan Sputum Yang Baik
Untuk mendapatkan hasil yang baik, disarankan mengambil dahak pagi atau
dahak semalam (12 jm) sebanyak 3-4 ml setiap wadah dahak, (Team Teaching,
2019).
Menurut Team Teaching (2019), Sediaan apus yang baik adalah:
a. Berasal dari dahak mukopurulen, bukan air liur
b. Berbentuk spiral-spiral kecil berlubang (coil type), yang tersebar merata,
ukuran 2×3 cm.
c. Tidak terlalu tebal atau tipis
d. Setelah dikeringkan sebelum diwarnai, tulisan pada surat kabar 4-5 cm
dibawah sediaan apus masih terbaca.
Menurut Team Teaching (2019), Cara penanganan dahak yang bercampur
darah:
a. Dahak dengan darah sedikit: pilih bagian dahak yang tidak mengandung darah,
dan buat sediaan seperti biasa
b. Dahak dengan darah sedang. Buat sediaan, kemudian fiksasi, genangi dengan
air bersih/aquades lalu digoyang-goyang sampai warna merah darah hilang.
Lalu air dibuang dan bilas lagi dengan air kemudian warnai dengan Ziehl
Neelsen.
D. Alat Dan Bahan
1. Alat
No. Nama Alat Fungsi Gambar

Untuk menuliskan
1. Alat Tulis identitas pasien serta
hasil yang diperoleh

Sebagai tempat untuk


Wadah specimen dahak yang akan
2.
diperiksa

Untuk melindungi
dari bakteri dan
3. Masker
kuman yang dapat
masuk ke tubuh

Untuk melindungi
tangan dari bakteri
4. Handscoen
dan kuman
Ose/Tusuk Untuk mengambil
5.
Lancip Sputum dari wadah

Kaca objek Sebagai wadah tempat


6.
frosted sedian/objek

Penjepit kaca/ Untuk menjepit kaca


7.
pinset saat pembakaran

Bunsen/Lampu Untuk memanaskan


8.
spritus sediaan (fiksasi)
Sebagai tempat
9. Rak Pewarnaan meletakan sedian saat
akan diwarnai

Sebagai tempat untuk


10. Rak Pengering mengeringkan
Sediaan

Untuk melihat dan


11. Mikroskop mengamati sediaan
dahak

Untuk meneteskan
12. Pipet Tetes larutan pada sediaan
dahak/sputum
2. Bahan
No. Nama Bahan Fungsi Gambar

1. Dahak Suspek Sebagai sampel untuk


diperiksa

2. Calbol fuchsin Sebagai pewarna


0,3% merah pada specimen
dahak/sputum

3. Asam Alkohol Seabagai zat peluntur


3% (decolorizing agent)

Sebagai zat pemberi


warna biru pada
Methilene blue specimen
4. 0,1% dahak/sputum
Sebagai olesan untuk
5. Minyak Imersi
memperjelas objek
yang akan diamati

Seabagai pelarut atau


6. Alkohol 70% pembunuh bakteri
pada bagian yang akan
diamati

Sebagai campuran
dengan pasir dan
7. alcohol untuk
Lisol 5%
melepaskan pasrtikel
dahak pada ose
(mensterilkan)

Sebagai bahan untuk


mensterilkan
8. Pasir ose/tusuk lancip
setelah digunakan
E. Cara Kerja
1. Tahap Persiapan Dan Pembuatan Sediaan Dahak
Menulis nomor identitas/nama
pasien pada bagian ujung kaca
sediaan.

Mencuci tangan dengan air


mengalir menggunakan sabun.

Menggunakan handscoen.

Menyediakan sampel dahak yang


telah didekontaminasi, memilih
bagian yang purulen (kental, warna
kuning kehijauan dan
menggumpal) dengan
menggunakan lidi atau ose steril.
Meletakkan sputum yang terdapat
pada ose ke kaca sediaan, membuat
sedian tersebar merata, ukuran
2cmx3cm, dan tidak terlalu tipis
untuk menghindari apusan manjadi
kering sebelum diratakan.

Meratakan sediaan dengan


membuat spiral-spiral kecil
sewaktu apusan setengah kering
dengan menggunakan lidi lancip.

Mengeringkan apusan pada suhu


kamar selama 15-30 menit.

Menggunakan pinset atau penjepit


kayu untuk memegang kaca
sediaan, kemudiaan melakukan
fiksasi apusan dengan cara
melewatkan diatas api Bunsen
sebanyak 3 kali selama 3-5 detik.
Mengeringkan apusan diatas rak
sediaan, menghindari sinar
matahari langsung.

Mencelupkan ose yang telah


digunakan pada botol pasir yang
berisi campuran alkohol 70%,
Lysol 5%, dan pasir dengan
perbandingan 2:1. Bila
menggunakan lidi, langsung
membuang lidi ke dalam botol
berisi disinfektan.

2. Cara Pewarnaan
Meletakkan sediaan pada rak
pewarnaan

Menuangkan larutan Ziehl Neelsen


(Carbon Fuchsin 0,3%) hingga
menggenangi seluruh permukaan
sediaan.
Memanaskan sediaan dari bawah
dengan hati-hati menggunakan api
bunsen sampai mengeluarkan uap
selama 5 menit. Mengulangi
pemanasan sebanyak 3 kali
kemudian mendinginkannya
selama 5 menit.

Membilas sediaan dengan air yang


mengalir secara hari-hati,
kemudian mengeringkanya.

Meletakkan kembali sedian dia atas


rak pewarnaan kemudian
menuangkan asam alkohol 3%
sampai warna merah dari fuchsin
hilang. Menunggu selama 2 menit.

Membilas dengan air mengalir,


kemudian mengeringkannya.
Menuangkan larutan Methylene
Blue 0,1 % hingga menggenangi
sediaan selama 1 menit.

Membilas kembali sediaan dengan


air mengalir dalam keadaan miring.

Mengeringkan di udara pada rak


pengering.

Melepas handchoen dan


membuangnya pada tempat yang
telah disediakan.
Mencuci tangan dengan sabun pada
air mengalir.

3. Cara Pembacaan
Meletakkan sediaan di atas meja
preparat mikroskop.

Kemudian meneteskan 1-2 tetes


minyak emersi di atas sediaan.

Memutar revolver mikroskop dan


menyesuaikan perbesaran objektif
100x, kemudian menyesuaikan
jarak fokus lensa dengan objek
secara perlahan sampai objek
terlihat jelas.
Melakukan pembacaan sediaan
apus secara sistematis dari ujung
kiri ke ujung kanan.

Mencari basil tahan asam yang


berwarna merah, berbentuk batang,
sedikit bengkok, bergranular, tidak
terpisah/berpasangan/berkelompok
dengan dasar berwarna biru.

Memeriksa sediaan dengan


memperlihatkan jumlah kuman
paling sedikit 100/LP,
menghitungnya dari ujung kiri
sampai ujung kanan kemudian
membaca/menghitung dengan
menggunakan skala IUAT
(Unternational Union Against
Tuberculosis).
F. Hasil Praktikum
Tabel Hasil Pengamatan Sediaan Awetan (+) TBC
Pemeriksaan
Gambar Mikroskop Hasil
Skala IUAT

Sampel/sediaan
yang diamati dapat
dinyatakan positif
Ditemukan >10 (+) TBC karena
BTA/1LP, sehingga ditemukan
ditulis : +++ keberadaan Bakteri
Tahan Asam
(Mycrobacterium
tuberculosis)
Basil Tahan Asam (BTA)
TBC

Perbesaran : 100 x 10

G. Pembahasan
Berdasarkan kegiatan praktikum, diketahui bahwa Tuberculosis (TBC)
merupakan penyakit infeksi pada organ paru yang disebabkan oleh bakteri
Microbacterium tuberculosis dan dapat menular melalui udara dengan perantara
cipratan (droplet) dan terhirup oleh orang yang dalam keadaan sehat. Dimana
bakteri ini bersifat tahan asam sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
Pada praktikum ini, dilakukan pemeriksaan mikroskopik Basil Tahan Asam
pada bakteri Tuberculosis (TBC). Untuk praktikum yang dilakukan kali ini, hanya
menggunakan bahan lem karena tidak diperoleh sampel dahak saat percobaan
pengambilan dahak pada salah satu anggota kelompok. Dahak yang seharunya
digunakan merupakan dahak dengan kriteria, purulen (kental, warna kuning
kehijauan dan menggumpal). Pada praktikum ini bertujuan untuk mengindetifikasi
keberadaan bakteri Basil Tahan Asam (BTA) pada dahak orang yang diduga
menderita TBC dengan metode pewarnaan Ziehl Neelsen (Zn) dengan
menggunakan zat pewarna diantaranya Carbol Fuchsin 0,3% sebagai pemberi
warna merah pada dahak, Asam Alkohol 3% (decolorizing agent) sebagai zat
peluntur warna dan larutan Methylene Blue 0,1% sebagai pemberi warna biru.
Adapun hal – hal yang dilakukan yaitu yang pertama persiapan dan pembuatan
dahak dengan dahak/lem yang digunakan diletakkan pada kaca preparat lalu
diratakan dan kemudian difiksasi sebanyak 3 kali, didinginkan dan dikeringkan
setelahnya. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap pewarnaan, dahak/lem ditetesi
larutan Carbol Fuchsin 0,3% secara merata pada seluruh permukaan dahak,
kemudian difiksasi dan dibilas dengan air bersih. Sebelum diberi larutan pewarna
biru, terlebih dahulu dahak/lem di tetesi dengan Asam Alkohol 3% untuk
menghilangkan sisa warna merah pada dahak. Setelah itu dibilas dan diberi warna
biru dengan dengan menggunakan larutan Methylene Blue 0,1% selama 1 menit
lalu dibilas dan keringkan pemberian warna biru pada dahak/lem bertujuan untuk
memberi backgournd pada sediaan. Setelah tahap pewarnaan, sediaan yang sudah
jadi, diamati dibawah mikroskop dan diperiksan/dihitung jumlah BTA yang
nampak.
Hasil yang diperolah melalui pengamatan mikroskopik dengan metode
pewarnaan Ziehl Neelsen (Zn) yaitu sediaan yang di periksa dapat dikatakan
positif terdapat bakteri Mycrobacterium tuberculosis karena dari hasil
pemeriksaan/perhitungan diperoleh lebih dari 10 Basil Tahan Asam dalam 1
lapang pandang sehingga berdasarkan criteria perhitungan skala IUAT
(International Union Against Tuberculosis) hasil diagnosa dapat dituliskan (+++).
Sehingga dari hasil pemeriksaan dapat dikatakan bahwa pasien pemilik dahak
tersebut menderita penyakit Tuberculosis yang apabila tidak di tangani secara
intensif akan memperparah keadaan kesehatan pasien bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Untuk mencegah tingkat keparahan penyakit Tuberculosis ini maka diperlukan
pengoabatan yang intensif dan memantau kepatuhan pasien menelan obat dengan
dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Dan untuk mencegah meningkatnya
jumlah kasus penderita TBC, maka perlu dilakukan tindak pencegahan yang
efektif dan intensif seperti pemberian imunisasi BCG saat masih bayi serta
memperhatikan personal hygene penderita seperti menutup mulut saat bersin,
tidak berbagi alat – alat pribadi dengan orang dalam keadaan sehat dan
memperbaiki sanitasi lingkungan tempat tinggal.
H. Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulkan berdasarkan hasil praktikum tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan miksroskopik Basil Tahan Asam (BTA) di dilakukan dengan
menggunakan metode pewarnaa Ziehls Neelsen (Zn) pada specimen
dahak/sputum.
2. Pemeriksaan dahak/sputum digunakan sebagai acuan unutk menetapkan
diagnosis serta untuk menilai keberhasilan pengobatan.
3. Pada pemeriksaan mikroskopik sediaan TBC yang dilakukan, diperoleh bahwa
sediaan yang diperiksa adalah (+) TBC karena ditemukan keberadaan Basil
tahan Asam (BTA).
DAFTAR PUSTAKA
Djakaria, M,Y, I, dkk. 2017. Hasil Diagnostik Mycobacterium Tuberculosis pada
Pasien dengan Batuk lebih dari 2 Minggu Menggunakan Pewarnaan
Ziehl-Neelsen Di Poliklinik Paru Rumkit Tingkat III Robert Wolter
Mongisidi. [Jurnal]. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Febriani, M, A. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb
Paru Anak Di Wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung. [Jurnal].
Bandung: Universitas BSI Bandung.
Idris, S, I. 2018. Gambaran Retikulosit Terhadap Pemberian Obat Anti
Tuberkulosis (Oat) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas
Perumnas Kadia Kota Kendari. [Jurnal]. Denpasar: Poltekkes Denpasar.
Kalma, Adrika. 2018. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Antara Spesimen Dahak Langsung Diperiksa Denga Ditunda 24 Jam.
[Jurnal]. Makssar: Poltekes Kemenkes Makassar.
Kurniawan, E, dkk. 2016. Nilai Diagnostik Metode “Real Time” PCR GeneXpert
pada TB Paru BTA Negatif. [Jurnal]. Padang: Universitas Andalas.
Kusumawardhani, N. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada
Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Paru Sidawangi Jawa Barat Periode
Januari-Juni 2015. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Larissa, dkk. 2015. Diagnosis Tuberkulosis Paru Menurut Kekerapan
Pemeriksaan Dahak. [Jurnal]. Surabaya: Universitas Airlangga.
Lestari, R, D, 2015. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn. S dengan Masalah
Utama Tuberculosis Paru pada Ny. R Di Sanggrahan, Krajan, Gatak,
Sukoharjo. [Tugas Akhir]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Muchtar, N, M dkk. 2018. Gambaran Faktor Risiko Timbulnya Tuberkulosis
Paru pada Pasien yang Berkunjung ke Unit DOTS RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2015. [Jurnal]. Padang: Universitas Andalas Padang
Mursyaf, A, R, dkk. 2018. Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis (TB) Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar. [Jurnal].
Makassar: Universitas Islam Alauddin Makassar.
Nugroho, K, P, A, dkk. 2018. Pengetahuan Keluarga Terkait Faktor Penyebab
Kekambuhan Pada Penderita TB MDR Di Rumah Sakit Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga. [Jurnal]. Surakarta: STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Team Teaching. 2019. Praktikum Kesmas Dasar. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai