Anda di halaman 1dari 8

A.

LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia tercinta
kita ini adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia
yang didapatkan setiap umat manusia sedari mereka lahir.
Melindungi setiap hak asasi manusia tak terkecuali mereka yang
menyandang disabilitas intelektual. Sejatinya, setiap manusia
ingin lahir dengan keadaan fisik dan mental yang sempurna,
namun pada kenyataannya ada manusia yang terlahir dengan
keterbatasan baik fisik ataupun mental. Menurut International
Stastistical Classification of Diseases and Related Health Problem
(ICD-10), disabilitas intelektual adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang
terutama ditandai oleh adanya keterbatasan (impairment)
keterampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Penyandang disabilitas intelektual atau tuna grahita atau
down syndrom adalah manusia yang memiliki keterbatasan dalam
berfikir, mengingat dan berkomunikasi maka daripada itu perlu
perhatian khusus bagi orang tua dan pemerintah dalam
menangani manusia yang berkebutuhan khusus ini. Tetapi, pada
kenyaatannya banyak penyandang disabilitas yang tidak
mendapat perhatian khusus dari orang tua karena ketidaktahuan
dan ilmu pengetahuan orang tua dalam mendidik anak
berkebutuhan khusus tidak hanya itu banyaknya orang tua yang
memiliki tingkat ekonomi yang rendah membuat para orang tua
tidak dapat memberikan pengobatan terapi dan pendidikan
khusus, menjadi lebih fokus dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari dan lupa akan kebutuhan khusus yang disandang anaknya.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam memberikan perhatian
terhadap penyandang disabilitas intelektual membuat banyak dari
penyandang disabilitas intelektual menjadi terlalaikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri dan saling bergantungan satu sama lain,
tetapi sebagai manusia tidak bisa juga hidup terlalu bergantung
pada orang lain dan akhirnya harus hidup mandiri juga. Begitu
juga dengan penyandang disabilitas intelektual yang pada
akhirnya mereka juga tidak dapat hidup bergantungan kepada
orang tua ataupun keluarga. Meskpiun begitu, mereka yang
memiliki keterbatasan ini juga harus menjalani kehidupan sendiri
secara mandiri dimasa yang akan datang setidaknya dapat
mandiri dalam mengurusi kebutuhan pribadi seperti makan
sendiri, dapat mencuci piring usai makan, dapat menggunakan
baju sendiri dan bisa bekerja seperti orang normal. Maka daripada
itu, perlu pemberdayaan penyandang disabilitas intelektual dan
pengasuhan yang baik dari orang tua dan pemerintah.

B. TUJUAN
Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
Penyandang Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan Penyandang Disabilitas dengan
memberikan pendidikan, kesamaan kedudukan, hak dan peran
Penyandang Disabilitas dalam segala aspek kehidupan.

C. KAJIAN TEORITIS
Disabilitas intelektual adalah disabilitas yang dicirikan
dengan adanya keterbatasan yang signifikan baik dalam fungsi
intelektual ( kapasitas mental umum, belajar, menalar,
berpakaian, makan, komunikasi, menyelesaikan masalah )
maupun tingkah laku adaptif yang meliputi banyak keterampilan
sosial dan praktis sehari-hari, dan terjadi pada usia sebelum 18
tahun. Menurut International Stastistical Classification of Diseases
and Related Health Problem, disabilitas intelektual adalah suatu
keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan keterampilan
( kecakapan, skills ) selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Disabilitas intelektual dapat
terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik
lainnya. Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-
kurangnya tiga sampai empat lipat pada populasi ini dibanding
dengan populasi umum.

D. KAJIAN EMPIRIS
Berdasarkan dari apa yang telah diteliti, penulis
mendapatkan beberapa permasalahan di masyarakat secara
langsung bahwa penyandang disabilitas intelektual pada
kenyaatannya banyak dari mereka tidak mendapat perhatian
khusus dari orang tua karena ketidaktahuan dan ilmu
pengetahuan orang tua dalam mendidik anak berkebutuhan
khusus tidak hanya itu banyaknya orang tua yang memiliki
tingkat ekonomi yang rendah membuat para orang tua tidak dapat
memberikan pengobatan terapi dan pendidikan khusus dan lupa
akan kebutuhan khusus yang dibutuhkan anaknya akibat fokus
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan lupa akan
kebutuhan khusus yang disandang anaknya serta Kurangnya
perhatian pemerintah dalam memberikan perhatian terhadap
penyandang disabilitas intelektual membuat banyak dari
penyandang disabilitas intelektual menjadi terlalaikan.
E. Landasan Yuridis
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953
tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor
9) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan
Daerah tingkat II Tabalong dengan mengubah Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2756);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3143);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3495);
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3702);
6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3886);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109);
8. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketanagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
13. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4535);
14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
17. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389;
18. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);
19. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011
Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Negara
Republik Indonesia Nomor 5251);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998
tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3754);
21. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Bidang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kota Pontianak (Lembaran
Daerah Kota Pontianak Tahun 2008 Nomor 7 Seri E
Nomor 7);

F. PENUTUP
a. Kesimpulan
Menurut International Stastistical Classification of Diseases
and Related Health Problem (ICD-10), disabilitas intelektual
adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan
(impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan
sosial.
Penyandang disabilitas intelektual atau tuna grahita atau
down syndrom adalah manusia yang memiliki keterbatasan
dalam berfikir, mengingat dan berkomunikasi, akan tetapi
walaupun mereka menyadang keterbatasan mereka tidak harus
selalu bergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu,
untuk itu diperlukan perhatian khusus bagi orang tua dan
pemerintah dalam menangani manusia yang berkebutuhan
khusus dalam mendidik, mengasuh dan memberikan terapi
agar mereka dapat melakukan hal-hal dasar secara mandiri
seperti, makan, berpakaian, membersihkan diri, dll.

b. Saran
Perlunya pemberdayaan dan perlindungan penyandang
disabilitas intelektual serta pengasuhan yang baik dalam
mendidik penyandang disabilitas intelektual dari pihak orang
tua dan peran pemerintah untuk lebih perhatian dan mendalam
dalam menangani hal ini.

Anda mungkin juga menyukai