Anda di halaman 1dari 35

STATUS KEDOKTERAN KELUARGA

“NON INFEKSI : CVA (Cerebrovascular Accident)”

Pembimbing:
dr. Rubayat Indradi, M.OH

Oleh:
Inge Amalia Suharto
201710401011060

Rumah Sakit Muhammadiyah Babat


Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2019

1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA

1. Nama (Inisial) : Tn. P


2. Umur : 59 th
3. Jenis Kelamin :L
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Petani
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Jumlah Anak :2
8. Pendidikan terakhir : SD tamat
9. Alamat lengkap : Banan 1/7 Gunung Rejo
Kedung Pring
Lamongan

B. PASANGAN

1. Nama (Inisial) : Ny. M


2. Umur : 55 thn
3. Jenis Kelamin :P
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Petani
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Jumlah Anak : 2 orang
8. Pendidikan terakhir : SD tamat
9. Alamat lengkap : Banan 1/7 Gunung Rejo
Kedung Pring
Lamongan

2
C. GENOGRAM (minimal 4 generasi)

Ny. O, 70 Ny. S, 74
Tn. T, 72 th, Tn. S, 75 th, th, Petani,
th, Petani,
Pedagang, Meninggal
Petani, Meninggal
Meninggal 2008 2009 Meninggal 2010 2013

Tn. S, 62 th, Tn. W, 61 th, Tn. P, 59 th, Ny. P, Tn. S, 56 th, Ny. M, 55
Buruh Bangunan, SD, Pedagang SD, Petani 55 th, SD, Petani th, SD,
Meninggal 2017 SD, IRT Petani

Tn. R, 30 th, Tn. R, 28 th,


SMA, SMA,
Wiraswasta WIraswasta

3
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA

Keterangan
Status
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Domisili
No Sex Perkawinan
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) Serumah
(TK, K, J, D)
Ya Tdk
1. Tn. T L 72 Th Pedagang Ayah K √
2. Ny. O P 70 Th Petani Ibu K √
3. Tn. S L 75 Th Petani Mertua K √
4. Ny. S P 74 Th Petani Mertua K √
5. Tn. S L 62 Th Buruh Bangunan Kakak Kandung K √
6. Tn. W L 61 Th Pedagang Kakak Kandung K √
7. Tn. P L 59 Th Petani Pasien K √
8. Ny. P P 55 Th IRT Adik Kandung K √
9. Ny. M P 55 Th Petani Istri K √
10. Tn. S L 56 Th Petani Kakak Ipar K √
11. Tn. R L 30 Th Wiraswasta Anak Kandung TK √
12. Tn. R L 28 Th Wiraswasta Anak Kandung TK √

4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)

KU : Penurunan Kesadaran

Anamnesis : Pasien datang ke IGD RSM Babat diantar oleh istrinya dengan

keluhan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran dialami saat perjalanan, 10 menit

sebelum tiba di IGD RSM Babat. Sebelum mengalami penurunan kesadaran, 3 jam

sebelumnya pasien muntah sebanyak 4x saat pasien makan di rumah. Muntah muncrat (+).

Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang mendadak dan badan sebelah kiri terasa

lemah. Muka mencong sebelah kiri (+), bicara pelo (+). BAB dan BAK dalam batas

normal

Pem. Fisik :
 Kesan umum : lemah
 Kesadaran : Stupor
 GCS : 224
 Vital sign :
 Tekanan darah : 190/90
 Nadi : 72x/menit
 RR : 20x /menit
 Suhu : 37°C
 SPO2 : 93%
 Kepala/ leher : A/I /C /D -/-/-/-
 Pembesaran KGB (-)
 Thorax : normchest, pergerakan dada simetris
Pulmo
 I: Tidak ada retraksi, spider nevi (-)
 P: deviasi trakea (-), ekspansi dinding dada simetris
 P: sonor/sonor
 A: vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor

5
 I: tidak tampak pulsasi, iktus kordis (-)
 P: iktus kuat angkat (-)
 P: batas kanan jantung ICS IV parasternal line dextra, batas kiri jantung ICS V
midclavicular line sinistra, batas atas ICS III sinistra.
 A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
 A : Bising usus (+) N
 I : Cembung, tidak ada penonjolan, spider nervi (-)
 P : supel, hepar, lien, ren tidak teraba, turgor kulit
normal
 P :Timpani,
 Ekstremitas
 Akral hangat kering merah + +
 Edema -/- + +

 Eritema palmaris : -/-


 CRT <2 dtk
 Status Neurologis

1. Keadaan Umum

Pembicaraan : Disatria : Sulit Dievaluasi


Afasia : Sulit Dievaluasi
Kepala : Besar : Normal
Asimetri : Tidak didapatkan
Sikap Kepala : Tidak didapatkan
Tortikolis : Tidak didapatkan
Muka : Masking : Tidak didapatkan
Fullmoon : Tidak didapatkan
Lain-lain : Tidak didapatkan

2. GCS : E2 V2 M4

3. Meningeal Sign

- Kaku kuduk : Negatif

6
- Kernig : Negatif/Negatif

- Brudzinski I,II,III,IV : Negatif/Negatif/Negatif/Negatif

4. Saraf-saraf Otak (Nervus Cranialis)

N. II dan III : PBI  3mm/3mm; R. cahaya +/+

N. Facialis (N. VII)


Kanan Kiri
Waktu Diam Kerutan dahi Simetris
Tinggi alis Simetris
Sudut mata Simetris
Lipatan nasolabial Sebelah kiri lebih
rendah
Waktu Bergerak Mengerutkan dahi Sde
Mengangkat alis Sde
Menutup mata Sde
Tersenyum Sde
Meringis Sde

N. Hipoglossus (N. XII)


Kanan Kiri
Kedudukan lidah waktu istirahat ke Sde
Kedudukan lidah waktu bergerak ke Sde
Atrofi Sde
Fasikulasi Sde
Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi Sde Sde
Pemeriksaan nervus kranialis lain sde

5. Motorik : Sde
6. Sensorik : Sde
7. Reflek fisiologis : Reflek Tendon:

BPR +2/+2 KPR +2/+2


TPR +2/+2 APR +2/+2

8. Reflek Patologis : Extremitas Atas =


Hofman -/- Tromer -/-
Extremitas Bawah =
Babinski : -/-
Chaddock: -/-

7
Schaefer : -/-
Gordon : -/-
Gonda : -/-
9. Lateralisasi : Sinistra
10. Otonom : Dbn
11. Siriraj skor
[(2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri Kepala) + (0,1 x
Tekanan Darah Diastol) - (3 x Atheroma Marker) - 12]
= [(2,5 x 1) + 2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90)] - (3 x 0) - 12
= 2,5+2+2+9-0-12= 3,5 (Stroke hemorargik)
Pem Penunjang :

Darah Lengkap

Eritrosit : 4,32 (3-6,5) juta

Hemoglobin : 12,8 (11,5-18,0) g/dL

Hematokrit : 40,0 (35-54) %

Leukosit : 12.500 (4-11) ribu

Trombosit : 264.000 (150-450) ribu

LED : 30/50 (L<13, P<20)

Gula Darah

Gula Darah Acak : 170 (<180 mg/dL)

Informasi lain yang diperlukan:

a. RPD : HT (+), DM (-), CVA (+) bulan desember 2018 dengan gejala sisa

pelo.

b. RPK : HT (+) ayah

c. Rw Sosial : Suka makanan yang asin dan mengandung penyedap rasa,

merokok (+), alkohol (-)

8
9
UPAYA & PERILAKU KESEHATAN
KETERANGAN
N KOMPONE
URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL ATAU
O N
IRRASIONAL)
1 Promotif Pasien pernah mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi di puskesmas Rasional
 Pasien aktif dalam kegiatan di lingkungan supaya tetap beraktivitas sehari-
2 Preventif hari Rasional
 Tidak sering makan makanan yang mengandung kolesterol
 Pasien hanya minum obat darah tinggi jika tensinya tinggi
3 Kuratif  Pasien pergi ke pelayanan kesehatan terdekat apabila merasa pusing Rasional
 Pasien berobat ke RS Muhammadiyah Babat untuk penanganan penyakitnya
4 Rehabilitatif - Pasien istirahat cukup selama sakit Rasional
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll

10
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
Tn. P, 59 tahun :
 Sehari-hari pasien berada di rumah, terkadang ke sawah membantu istri bertani
1 Aktifitas sehari-hari
 Pasien sering kumpul dan mengobrol dengan tetangga
 Pasien tidur sekitar pukul 21.00 dan bangun pukul 04.30
Tn. P, 59 tahun
Berat badan : 52 kg
2 Status Gizi Tinggi badan : 155cm
IMT : 21,6  Normal

3 Pekerjaan Petani

4 Jaminan Kesehatan BPJS Kelas III

11
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
- Tanah dan bangunan milik sendiri
- Luas bangunan 12 x 14 meter , terdiri dari 1 lantai
- Jenis dinding : tembok
- Jenis lantai : keramik
1 Fisik
- Sumber penerangan : listrik
- Ventilasi cukup
- Atap terbuat dari plafon
- MCK 1 didalam rumah
2 Biologi Tidak memelihara hewan peliharaan
- Sumber air MCK : PDAM
3 Kimia - Sumber air minum : Air gallon isi ulang
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap rasa
4 Sosial Sehari-hari pasien berinteraksi dengan keluarga dan tetangga sekitar rumahnya

5 Budaya -

Pasien banyak pikiran karena kondisinya yang kurang baik sehingga tidak bisa membantu istri bekerja
6 Psikologi dengan baik.

12
7 Ekonomi Penghasilan sebulan ± Rp 2.500.000,00

8 Ergonomi -

13
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)

Aspek 1: .....................
Aspek personal
- Chief complain: Penurunan kesadaran
- Fear : Takut apabila timbul gejala sisa yang parah sehingga tidak bisa membantu
istrinya bekerja
- Wishes/hope : Ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa beraktivitas lagi dan
bekerja

Aspek 2: ............................
Aspek klinis
- Clinical diagnosis: Nontraumatic Intracerebral Hemorrhage / CVA Hemoragik
(I61.9)
- Differential diagnosis: CVA Infark (I63.9)

Aspek 3: ................................
Aspek faktor internal
- Pasien usia 59 tahun memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
- Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
- Pasien hanya minum obat antihipertensi saat ada keluhan
- Pasien jarang kontrol
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap rasa

Aspek 4: .......................................
Aspek faktor eksternal
- Kurang dukungan dari keluarga untuk rutin kontrol dan minum obat.

Aspek 5: .......................................
Aspek fungsi sosial
Fungsi sosial pasien tingkat 1

14
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:

No Aspek Dx Holistik Penatalaksanaan Komprehenship yang dapat dilakukan oleh


(Uraian permasalahan/penyebab maslah kesehatan penderita
berdasarkan tiap aspek)
1 Personal: Promotif:
- Penurunan kesadaran yang diawali sakit kepala dan muntah
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien
karena tekanan darah yang tidak terkontrol
menderita stroke, yang disebabkan oleh hipertensi yang diderita
- Takut apabila muncul gejala sisa yang parah sehingga tidak
pasien
bisa bekerja membantu istrinya
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit pasien
- Ingin untuk sembuh agar bisa beraktivitas lagi dan bekerja
dipengaruhi oleh multifaktor, mulai dari pola makan, pola
istirahat, psikologis (banyak pikiran) dll
2 Klinis:
- Nontraumatic Intracerebral Hemorrhage / Stroke - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mengatur rutin
Hemoragik (I61.9) kontrol dan minum obat, dan diharapkan keluarga lebih
- RPD : HT(+) tidak terkontrol, riwayat CVA bulan mendukung serta mengawasi pasien.
Desember 2018 Preventif:
- RPSos : Pasien suka makanan asin dan mengandung - Menjaga pola makan terutama enghentikan konsumsi makanan
penyedap rasa, merokok (+) yang cenderung rasa asin
- Berolahraga secara teratur
- Berhenti merokok
3 Internal:
- Pasien usia 59 tahun memiliki riwayat hipertensi yang - Rutin kontrol
tidak terkontrol - Rutin minum obat antihipertensi

15
- Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
- Pasien hanya minum obat antihipertensi saat ada keluhan Kuratif:
- Pasien jarang kontrol - MRS
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap - Terapi Umum:
1. Breath : Nasal kanul 1-2 lpm
rasa
2. Blood : infus RL 2000 ml/24 jam
3. Brain : Head up 30o
4 Eksternal: 4. Bladder : Kateter urin
- Kurang dukungan dari keluarga untuk rutin kontrol dan 5. Bowel : Diit TKTP dengan kebutuhan kalori 1800 kalori,
diit rendah garam untuk hipertensi
minum obat.
6. Bone and skin: Tidur miring kekanan dan kekiri
- Terapi Khusus:
5 Fungsi Sosial: 1. Menurunkan TIK: Mannitol 6 x100 cc
Fungsi sosial pasien tingkat 1 2. Neuroprotektan : Injeksi Citicolin 3 x 250 mg IV
3. Injeksi Ranitidin 2x50mg
Rehabilitatif:
- Istirahat yang cukup
- Mengubah posisi tidur ke kanan dan kiri tiap 2 jam dan perawatan
kulit untuk mencegah dekubitus, deep vein thrombosis)
- Rehabilitasi Medik untuk mengatasi gejala sisa

16
V. RESUME KASUS

1.1 Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian yang menempati urutan ketiga di Amerika


Serikat dan penyebab disabilitas neurologi yang paling sering ditemukan. Stroke
menyerang lebih dari 500.000 individu per tahun dan berakibat fatal pada sekitar
separuh individu yang diserang. Serangan stroke dapat terjadi pada usia muda namun
sebagian besar terjadi pada pasien yang berusia di atas 65 tahun. Resiko stroke akan
meningkat dua kali lipat untuk setiap tahun pertambahan usia setelah individu berusia
di atas 55 tahun (Margono dkk, 2011).
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(Lawrence, 2002). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke (Frotscher dan Baehr, 2010).

Stroke merupakan urutan ke tiga penyebab kematian di United States setelah


penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun ada 700.000 kasus stroke di Amerika
Serikat dimana sebanyak 600.000 mengidap stroke iskemik, sedangkan 100.000
mengidap stroke perdarahan, intracerebral atau subarachnoid, dengan 175.000
menjadi korban karena kasus ini (Ropper dan Brown, 2005). Data nasional Indonesia
menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4%.
Didapatkan sekitar 750.000 insiden stroke per tahun di Indonesia dan 200.000
diantaranya merupakan stroke berulang (Ropper dan Brown, 2005).

1.2 Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan intraserebral dan
ruptur aneurisme vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus,
atau penyakit vaskuler perifer (Israr, 2008).

12
1.3 Faktor Resiko
Berbagai penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor resiko membuat
seorang individu menjadi lebih rentan mengalami stroke. Resiko terjadinya stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan jenis kelamin laki-laki memiliki
resiko yang lebih tinggi daripada perempuan pada seluruh kelompok usia. Faktor
resiko utama untuk iskemia serebral dan perdarahan adalah adanya riwayat keluarga
hipertensi, merokok, diabetes melitu, Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi, dan
faktor resiko lain yang meningkatkan perkembangan aterosklerosis seperti
hiperkolesterolemia. Secara singkat, faktor resiko stroke terbagi dalam 2 kategori,
faktor resiko yang tak dapat dirubah (non modifiable) dan yang dapat dirubah
(modifiable) seperti tertera pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Faktor Resiko Stroke

Faktor yang tidak dapat diubah Faktor yang dapat diubah


- Usia - Hipertensi
- Jenis kelamin - Obesitas
- Herediter - Merokok
- Ras/suku - Atrial fibrilasi
- TIA
- Kurangnya aktivitas fisik
- Minum alkohol

1.4 Patogenesis
A. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat dari adanya obstruksi pada pembuluh darah
yang memasok darah ke otak. Kondisi yang mendasari pada stroke jenis ini adalah
adanya pembentukan deposit lemak yang melapisi dinding pembuluh darah, yang
disebut aterosklerosis. Deposit lemak ini dapat menyebabkan dua jenis obstruksi:

a. Cerebral Thrombosis : adanya trombus (clot darah) yang berkembang sehingga


menyumbat pembuluh darah

b. Cerebral Emboli:gumpalan darah yang terbentuk di lokasi lain dalam


sistem sirkulasi, biasanya pada jantung dan arteri besar dari dada bagian atas
dan leher. Sebagian dari bekuan darah lepas, memasuki aliran darah dan

13
bergerak melalui pembuluh darah otak hingga mencapai pembuluh darah kecil
dari otak yang sulit untuk dilewati. Penyebab penting lainnya dari emboli
adalah adanya denyut jantung yang tidak teratur, yang dikenal sebagai atrial
fibrilasi. Hal ini menyebabkan kondisi dimana bekuan darah bisa terbentuk di
jantung dan kemudian berjalan ke otak. (AHA, 2014)

Patofisiologi pada stroke iskemik meliputi dua proses, antara lain:

1. Vaskular, hematologi atau jantung (atherotromboembolism) yang


menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah otak.

2. Perubahan kimia seluler yang disebabkan oleh keadaan vaskular tersebut


dan merupakan penyebab terjadinya nekrosis sel saraf dan glia.
Aterothrombosis terjadi pada arteri cervicocranial besar di leher dan kepala
dan pada arteri kecil di otak. Trombus lokal dibentuk secara insitu pada
penyempitan arteri akibat aterosklerosis ini menghambat aliran darah distal dan
menyebabkan iskemia dan infark berikutnya dari jaringan otak yang disuplai oleh
arteri. Gejala neurologis dan tanda tergantung pada lokasi pembuluh darah otak
yang terkena (Rohkamm, 2004).
Penyumbatan aliran darah menyebabkan iskemia yang diikuti oleh produksi
mediator proinflamatori seperti (IL-1, IL-2, IL-6, dan TNF-α). Mediator tersebut
kemudian akan mengaktifasi reseptor pada permukaan endotel mikrovaskuler dan
leukosit. Bersama dengan molekul adhesi CD-18, leukosit kemudian akan terikat
pada molekul I-CAM 1 dan I-CAM 2, sehingga menetap di permukaan pembuluh
darah. Proses ini terjadi secara berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan
penyumbatan arteriola kecil, sehingga timbulah area iskemik (Bahrudin, 2013).
Gejala Klinis

Stroke iskemik akut pada umumnya mengalami gangguan neurologik fokal


secara mendadak, terjadi setelah bangun tidur dengan stroke komplit. Sebagian
diantaranya menunjukkan gejala yang semakin memberat (Progressing stroke atau
stroke in evolution) satu sampai dengan dua hari setelah serangan stroke, dengan
kesadaran tetap baik. Penurunan kesadaran dapat dijumpai pada beberapa
pasien dengan infark hemisfer yang sangat luas, oklusi arteria basilaris, dan

14
infark serebelar dengan edema yang mengakibatkan kompresi batang otak
(Bahruddin, 2013).

Gejala klinis stroke tergantung dari arteri apa yang mengalami


oklusi/sumbatan, system anterior atau system posterior. Dua per tiga dari stroke
lakunar adalah asimptomatik. Hemiparesis berat berat terjadi 60% kasus,
menengah 20% kasus, dan minimal 20% kasus. Afasia Broka lebih sering terjadi
dibandingkan Afasia Wernik, tetapi bila arteri serebri media terserang stroke akan
menyebabkan Afasia Global (Bahruddin, 2013).

Transient ischemic attack (TIA) secara definisi berbeda dari stroke dimana
tanda dan gejalanya menghilang dalam 24 jam. Sebagian besar TIA gejalanya
hilang dalam waktu 1 jam, dan hanya 5% lebih lama dari 12 jam. Pasien
dengan TIA yang meningkat secara cepat memiliki resiko tinggi untuk
berkembang menjadi stroke, yang dapat menyebabkan defisit neurologis baik
minor ataupun major. Perkembangan stroke yang berfluktuasi ataupun
progeresive (Stroke in evolution) jarang terjadi (Rohkamm, 2004).

Tabel 2.1 Sindroma Stroke

15
B. Stroke Perdarahan
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi. Penyebab
patologis dapat dibedakan menjadi gangguan pembuluh darah besar dan
kecil, venous disease, malformasi vaskuler dan gangguan hemostasis
(Singha dkk, 2013).
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
mikroaneurisma dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurisma Charcot-
Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah
yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak.
Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningen
(Singha dkk, 2013).
Proses terbentuk dan ruptur aneurisma tidak diketahui secara pasti.
Dalam penelitian hipertensi dan merokok jelas berhubungan dengan
terjadinya ruptur aneurisma dan terbukti menyebabkan defek pada
endovaskuler. Tunika media yang paling sering terpengaruh, menyebabkan
kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
baloning aneurisma pada bifurkasio arterial. Lokasi tersering aneurisma
ditunjukkan pada gambar (Singha dkk, 2013).
Perdarahan intraserebral terjadi dalam tiga fase : (1) initial
hemorrhage, (2) hematoma expansion, and (3) peri-hematoma edema.
Initial hemorhage diakibatkan karena rupturnya arteri cerebralis yang
disebabkan oleh faktor risiko di atas. Hasil akhir dari stroke karena
perdarahan intraserebral sangat bergantung pada dua tahap perkembangan
terakhir. Hematoma expansion, yang terjadi beberapa jam setelah timbulnya
gejala menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang menganggu

16
integritas jaringan otak dan blood-brain-barrier. Selain itu, terhambatnya
aliran vena menginduksi pelepasan tromboplastin jaringan, sehingga
menyebabkan koagulopati lokal. Pada lebih daru sepertiga pasien,
hematoma expansion berhubungan dengan hiperglikemi, hipertensi, dan
antikoagulan. Ukuran awal perdarahan dan tingkat ekspansi hematoma
merupakan variabel prognostik untuk memprediksikan kerusakan
neurologis. Ukuran hematoma yang lebih dari 30 ml berhubungan
dengan peningkatan angka mortalitas. Setelah ekspansi, terbentuk edema
cerebri disekitar hematoma, peradangan sekunder dan gangguan blood-
brain barrier. Edema peri- hematom merupakan penyebab utama kerusakan
neurologis dan berkembang selama beberapa hari setelah awal fase
(Bahrudin, 2013).
Sekitar 40% dari kasus perdarahan intraserebral, perdarahan dapat
meluas ke ventrikel cerebri dan dapat menyebabkan intraventrikular
hemorhage (IVH). Hal ini dihubungkan dengan terjadinya hidrosefalus
obstruktif akut dan memperburuk prognosis. Perdarahan intraserebral dan
edema yang menyertai juga dapat mengkompresi jaringan otak yang
berdekatan sehingga menyebabkan disfungsi neurologis. Pertambahan
volume dari parenkim otak dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang
bisa menyebabkan sindroma herniasi.
Jadi pada perdarahan intraserebral, fungsi cerebral terganggu melalui
dua mekanisme yaitu (Bahrudin, 2013):
a. Kompresi jaringan otak atau bila hebat akan menyebabkan destruksi
jaringan otak oleh karena hematoma

b. Kompresi pada struktur pembuluh darah yang menyebabkan iskemia


dan edema sekunder. Pembentukan edema dapat disebabkan oleh
destruksi langsung oleh hematoma atau kerusakan metabolik sekunder
yang dipicu oleh iskemia serebral lokal.

Gejala Klinis

Presentasi yang klasik pada perdarahan intraserebral adalah timbulnya


defisit neurologis fokal progresif selama beberapa menit sampai beberapa
jam disertai sakit kepala, mual, muntah, penurunan tingkat kesadaran dan

17
hipertensi. Pada stroke iskemik gejala sakit kepala dan muntah jarang
didapatkan. Gejala pada perdarahan intraserebral dikarenakan peningkatan
tekanan intra kranial. Hal ini didasarkan pada triad cushing, yaitu
hipertensi, bradikardi dan respirasi yang tidak teratur. Disautonomia juga
ditemukan pada perdarahan intraserebral, yaitu hiperventilasi, takipneu,
bradikardi, demam, hipertensi dan hiperglikemia (Lawrence, 2002).
Tekanan intrakranial yang terjadi akan bertambah hebat akibat
hematoma dan edema sekitar, yang kemudian dapat terjadi herniasi yang
menekan batang otak sehingga berakhir dengan kematian (Ropper dan
Brown, 2005). Gambaran klinis dari perdarahan intraserebral terjadinya
mendadak terutama saat melakukan aktifitas (70%), jarang onsetnya pada
saat tidur (30%). Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran yang secara
keseluruhan terdapat pada 75% kasus, dua pertiganya mengalami koma dan
koma ini dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke ruang
intraventrikuler dan besarnya ukuran perdarahan. Sakit kepala didapatkan
pada lobar hemoragik (perdarahan lobus) sekitar 66.7%. Sedangkan muntah
didapatkan pada 65% kasus. Kejang jarang didapatkan pada onset. Defisit
fokal neurologis yang terjadi tergantung dari lokasi perdarahan tersebut,
pada perdarahan intracerebral di supra tentorial akan terputusnya hubungan
serabut-serabut kortikan dan sub-kortikal yang menimbulkan defisit
sensorik-sensorik yang kontralateral, gangguan fungsi luhur berupa afasia,
gangguan gerak bola mata dan lapang pandang.Yang sering menimbulkan
kematian adalah akibat hidrocefalus. Gejala klinis dapat berupa gangguan
pada batang otak seperti kelainan gerak bola mata (gaze), paresis saraf
kranialis dengan defisit motorik alternan. Pada perdarahan di cerebelum
berupa ataksia, nistagmus dan gangguan koordinasi (dysmetri) (Bahrudin,
2013).
2. Pendarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah


ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%),
berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui. Ditandai dengan
perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat

18
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan
muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan
lebih banyak pada wanita (Margono dkk, 2011).
Penyebab perdarahan subarachnoid spontan adalah ruptur dari
aneurisma cerebri sebanyak 85% kasus pada perdarahan subarachnoid.
Sebanyak 2% aneurisma tidak memberikan gejala pada dewasa. Aneurisma
saccular cenderung terjadi pada cabang- cabang pembuluh darah cerebri
atau dari bifurkasio pada cabang pembuluh darah. Kebanyakan (80%-85%)
aneurisma berada pada circulasi anterior, umumnya berasal dari arteri
communicating posterior atau anterior atau arteri cerebri media, aneurisma
sirkulasi posterior paling sering pada ujung basilaris atau postero-inferior
arteri cerebri. Risiko ruptur aneurisma diprediksikan dari lokasi dan ukuran,
dengan peningkatan risiko untuk aneurisma yang diameternya berukuran
lebih dari 7mm, dan risiko ruptur meningkat pada aneurisma yang berasal
dari arteri communicating posterior atau sirkulasi cerebri posterior (Jauch,
2014).
Saat perdarahan subarachnoid spontan terdeteksi, langkah selanjutnya
imaging segera dilakukan untuk mendeteksi adanya ruptur aneurisma atau
penyebab lain. Pola dari gambaran perdarahan subarachnoid dapat
memprediksikan lokasi dan besar aneurisma. Contohnya, ruptur aneurisma
arteri cerebri anterior berhubungan dengan sejumlah darah dalam fisura
interhemisfer. Pola perdarahan dapat menunjukkan lokasi aneurisma.
Dalam beberapa kasus lokasi aneurisma dapat diidentifikasi secara langsung
dengan imaging. Dalam CT scan, aneurisma dapat berupa lingkaran atau
masa berlobus dengan hematoma. Adanya kalsifikasi mural membantu
menentukan lokasi penyebab aneurisma (Jauch, 2014).
Gejala Klinis

Bila kita mendapatkan pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat yang


akut dan disertai dengan perubahan mental atau penurunan kesadaran atau
ditemukan defisit fokal neurologi, kaku kuduk maka kecurigaan terhadap
perdarahan subarachnoid semakin besar. Tanda dan gejala perdarahan
subarachnoid seperti di bawah ini :

19
a. Nyeri kepala akut yang hebat (thunderclap headache) (48-70%)
pasien disertai pusing, nyeri orbita, diplopia, pandangan kabur.
b. Kaku kuduk, fotofobia dengan nyeri pinggang di bawah sebagai gejala
dari rangsang meningeal, dan mual, muntah karena peningkatan tekanan
intra kranial.
c. Tanda-tanda defisit neurologi fokal : Hemiparesis dengan atau tanpa
afasia d. Paresis nervus kranialis seperti okulomotorius, abducens.
d. Bisa terjadi monoparesis tungkai sesuai dengan letak pecahnya
aneurisma.
e. Fundoscopy : ditemukan pendarahan sub hyaloid retina dan mungkin
ada edema papil.
f. Bisa pula sudah ada gejala-gejala klinik pada 10-15% pasien yang
muncul semenjak sebelum terjadi ruptur aneurisma, seperti paresis
motorik atau parastesia, kejang, ptosis, bruit dan disfasia.
g. Pada 60-70% perdarahan subarachnoid ditemukan faktor pencetus seperti
kerja fisik berat, ketegangan emosional, mengedan, berhubungan
seksual dan trauma. Sedangkan 30-40% sisanya terjadi waktu istirahat.
1.5 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya tujuan utama terapi pada stroke adalah mencegah kerusakan otak
yang bersifat irreversibel, mencegah komplikasi, mencegah kecacatan yang lebih
berat dan mencegah serangan ulang. Pedoman terapi umum ini meliputi 5 B (Breath,
Blood, Brain, Bowel, Bone and Body skin).
a. Breath
Menjaga agar fungsi pernafasan dan oksigen adekuat terutama pada penderita
dengan kesadaran menurun. Pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar dan berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas. Pemberian oksigen
dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (Ringleb, 2008).
b. Blood
Peningkatan tekanan darah sering didapatkan pada saat serangan akut stroke.
Beberapa data penelitian memperlihatkan peninggian tekanan darah pada stroke
akut akan beresiko terjadinya perdarahan (perluasan hematoma atau transformasi
hemoragik) dan memperberat edema, sebaliknya dengan menurunkan tekanan

20
darah tentunya akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral sehingga tentunya
akan memperburuk keluaran.
Pada stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan sekitar 15% (TDS dan
TDD) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila TDS >220 mmHg atau TDD >
120 mmHg. Pada stroke ICH dengan tekanan darah sangat tinggi (TDS >200
mmHg, MAP >150 mmHg) harus diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk
membatasi pembentukan edema vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada
daerah iskemik sekitar perdarahan. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang terus menerus. Atas dasar ini obat
anti hipertensi diberikan kalau TDS >180 mmHg atau TDD > 110 mmHg. Pada
stroke stroke PSA aneurismal, TD harus dipatau dan dikendalikan bersama
pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke
iskemik setelah PSA atau perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya PSA
berulang, pada PSA akut, TD diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.

Hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena
iskemia miokardial atau aritmia. Hipotensi terutama bila TDS > 100 mmHg atau
TDD < 70 mmHg (PERDOSSI, 2011).
c. Brain
 Penurunan kesadaran
Dipantau dengan GCS serta tanda-tanda vital (tekanan darah, derajat
nadi, frekuensi pernafasan) serta waspada jangan sampai aspirasi.

 Kejang
Sering terjadi pada lesi kortikal daripada subcortikal, segera diatasi dengan
diazepam iv. Pada PIS terapi antiepilepsi profilaksis dengan phenytoin
dengan dosis titrasi tergantung kadar obat dalam darah (14-23 mikrogram/mL)
diberikan selama satu bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada
penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (Broderick, 2007).
Kejang akut dapat diterapi dengan Diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti oleh phenytoin loading dose 15-20 mg/kg, valproic acid 15-45
mg/kg atau phenobarbital 15-20 mg/kg (AHA, 2007)

21
 Peningkatan tekanan intrakranial
- Tirah baring dengan kepala ditinggikan 20-30 derajat
- Hipotermi. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu > 38.5 ºC atau 37.5ºC
- Hiperventilasi sehingga Pa CO2 30-35 mmHg bila akan dilakukan
tindakan operatif
- Manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 gram/kgBB/kali dalam waktu 15-30
menit 4-6 kali sehari (AHA, 2007)
d. Bowel
Nutrisi enteral harus segera dimulai setelah 48 jam untuk mencegah terjadinya
malnutrisi. Bisa menggunakan NGT untuk mencegah aspirasi. Pada keadaan akut,
kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari (PERDOSSI, 2011).
e. Bone and Body skin
Dengan cara merubah posisi tidur miring kiri dan kanan secara bergantian
tiap selang waktu beberapa jam, hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi
seperti decubitus dan postural pneumoni. Juga dilakukan pencegahan trombosis
vena dalam dan emboli paru (Falluji dkk, 2012).

 Terapi Khusus Stroke Iskemik


Prinsip utama terapi stroke iskemik adalah membuka dan melancarkan
aliran darah akibat penyumbatan (trombus/emboli) tanpa menimbulkan komplikasi
perdarahan (Falluji dkk, 2012). Upaya reperfusi ini ditujukan untuk
menurunkan kecacatan dan kematian akibat stroke, dan upaya ini harus dilakukan
pada fase akut. Bebeapa penelitian klinik telah menunjukkan bahwa iskemia
serebral yang berlangsung lebih dari 6 jam dapat mengakibatkan kerusakan sel otak
secara permanen. Strategi pengobatan stroke ada 2, yaitu:

1. Reperfusi: memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk


memperbaiki area iskemia dengan golongan trombolitik, antiplatelet, dan
antikoagulan.
a. Trombolitic agents (rtPA): Pemberian suntikan intravena 0,9
mg/kgBB (maksimum 90 mg) dalam infus selama 60 menit dengan 10%
dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit. Berdasarkan kriteria NINDS
(National Institute of Neurological Disorder and Stroke), pemebrian rtPA

22
harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset serangan stroke
iskemik akut dengan syarat:
- Gambaran CT scan kepala tidak menunjukkan adanya perdarahan

- Penderita tidak pernah mengalami trauma kepala maupun serangan stroke


dalam 3 bulan terakhir

- Tekanan darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110 mmHg

Dengan prosedur dan kriteria tersebut, rtPA dapat menurunkan angka


kecacatan dan kematian. Pemakaian rtPA pada stroke iskemia akut dapat
meningkatkan kejadian perdarahan inrakranial 3x lebih banyak dibanding tanpa
rtPA. Tetapi hanya 6-7% kasus yang mengalami perdarahan
intracranial simtomatik (Bahrudin, 2013). Lakukan pemeriksaan neurologi
setiap 15 menit selama pemberian infus dalam setiap 30 menit setelahnya
selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam hingga 24 jam setelah terapi. Bila
terdapat nyeri kepala hebat, hipertensi akut,mual, atau muntah,hentikan infus
(bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT scan segera (Adams, 2007)
b. Terapi antiplatelet memegang peranan dalam prevensi jangka panjang
stroke iskemia dan kejadian vaskuler pada penderita yang telah mengalami
stroke iskemia akut atau TIA. AHA/ASA merekomendasikan pemberian aspirin
325 mg per oral dalam waktu 24-48 jam dari onset stroke iskemia. Aspirin tidak
boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti
pemberian rtPA intravena dan apabila akan dilakukan terapi trombolitik, aspirin
tidak boleh diberikan (ESO, 2009). Manfaat aspirin sederhana tapi
signifikan secara statistik dan muncul terutama melibatkan pengurangan
stroke berulang. Studi yang dilakukan The International Stroke Trial and the
Chinese Acute Stroke Trial (CAST) menunjukkan bahwa terapi aspirin dapat
mengurangi risiko stroke berulang (Jauch, 2014). Pemberian klopidogrel saja,
atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemika akut tidak dianjurkan,
kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak
stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus diberikan
sampai 9 bulan setelah kejadian (AHA, 2007).

23
c. Antikoagulan: Saat ini, tidak ada data memadai untuk membenarkan
penggunaan rutin heparin atau antikoagulan lain dalam pengelolaan akut stroke
iskemik karena meningkatkan risiko komplikasi perdarahan intrakranial.
Pasien dapat diberikan terapi antikoagulan heparin dosis penuh pada penderita
stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Namun, potensi manfaat
intervensi harus ditimbang terhadap risiko transformasi hemoragik.
Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi
yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas
(Bahrudin, 2013).

2. Neuroproteksi: mencegah kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat


akibat adanya area iskemia. Alasan untuk penggunaan agen neuroproteksi adalah
mengurangi pelepasan neurotransmitter eksitatori oleh neuron dalam penumbra
iskemik dapat meningkatkan kelangsungan hidup atau neuron tersebut
(Jauch, 2014). Beberapa diantaranya yang bisa digunakan adalah golongan
penghambat kanak kalsium (nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat
(aptigabel, gavestinel), agonis GABA (klmethiazole), dan aktivator metabolik
(piracetam, dan sitikolin) (Bahrudin, 2013).
 Terapi Khusus Stroke Perdarahan
1. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral

a. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat


sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau trombosit
b. Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
- Vitamin K 10 mg IV

- FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan


darah bila ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT

c. Terapi operatif dilakukan pada kasus PIS yang :


- PIS cerebellar dengan perburukan klinis dan penekanan pada
batang otak menyebabkan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel IV.
- PIS dengan lesi struktural, seperti aneurisma, malformasi AV atau
angioma cavernosa, yang mempunyai harapan keluaran yang baik dan lesi
strukturalnya terjangkau.

24
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang
memburuk (Bernstein, 2007).
2. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
a. Tatalaksana umum :
Tatalaksana PSA derajat I dan II:
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM
bila perlu
- Hati – hati dalam penggunaan sedatif
- Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner dan
kelainan neurologi yang ada
Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :

- Lakukan penatalaksanaan ABC


- Perawatan dilakukan di ruang intensif
- Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas
yang adekuat.
- Hindari pemakaian sedatif
1.6 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring, seperti
pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada
otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu
dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral
pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.

25
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada
bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome)
terjadi pada 27% pasien stroke.

1.7 Prognosis

Angka kematian stroke berkisar antara 20-30%, dan pada stroke perdarahan, angka
ini dapat mencapai 40%. Penyebab kematian ini terjadi pada minggu pertama setelah
serangan terutama disebabkan oleh herniasi otak. Herniasi otak sering terjadi pada 24
jam pertama setelah serangan. Kematian pada minggu berikutnya paling sering
disebabkan karena penyakit non neurologik seperti kelainan jantung, pneumonia,
emboli paru dan sepsis (Gingberg, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis stroke adalah (Sudoyo, 2006):
 Usia : mempunyai nilai negatif terhadap prognosis pasien stroke
 Jenis kelamin, pengaruhnya belum jelas.
 Riwayat stroke sebelumnya dan atrial fibrilasi berpengaruh negatif terhadap
prognosis pasien stroke.
 Berat stroke dan lokasi lesi yang spesifik untuk defisit neurologis penderita.

26
DAFTAR PUSTAKA

Adams H. 2007. Guidelines For The Early Management Of Adults With Ischemis
Stroke Guideline From The American Heart Association, Clinical Cardiology
Council, American Stroke Association Council, 38:1655-1711.

AHA.2014. Ischemic Stroke. Diakses pada 8 Agustus 2015, dari America


Heart Assosiation: http://www.strokeassociation.org

Bahrudin, M. 2013. Stroke in Kegawatan Neurologi. Batu:Cakrawala


Indonesia, p:103-125

Bernstein RA, 2007, Cerebrovascular Disease: Hemorrhagic Stroke in Brust


JCM. Current diagnosis & Treatment Neurology. McGraw Hill 11:126-136

Broderick J et al, 2007, Guideline For The Management Spontaneous


Intracerebral Hemorrhage In Adults, 2007, update stroke 2007, 38:2001-2023.

European Stroke Organization. 2007. ESO-Guidline For The Early Management


Of Adult Ischemic Stroke, 38:1665-1771

Falluji Nezar, Abou-Chebl Alex, Rodriguez Castro Carlos E, Mukherjee


Debabrata. 2012. Reperfusion Strategies for Acute Ischemic Stroke,
Angiology 63(4) 289-296.

Frotscher M, Baehr M. 2010. Diagnosis Topis Neurologi DUUS Anatomi,


Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Israr Y. A., 2008, Stroke, Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau., p. 5

Jauch, E C. 2014. Stroke. Publication:


http://emedicine.medscape.com/article/ 1916852-overview. Diakses tanggal5
Agustus 2015.

Jauch, E C., et al. 2013. Early Management of Acute Ischemic Stroke.


AHA/ASA Guideline.

Junaidi Iskandar. 2011. Panduan Paktis Pencegahan & Pengobatan Stroke. PT


Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.

27
Lawrence M. 2002. Stroke. Diakses pada tanggal 7 Agustus
2015. http://doc.med.yale.edu/heartbk/18.pdf.

Margono IS., Asriningrum.,Mochsin, A. 2011. Stroke in Buku Ajar Ilmu


Penyakit Saraf. Surabaya:Airlangga University Press, p:91-97

PERDOSSI. 2011. Guideline stroke. Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD

Arifin Achmad Pekanbaru.

Ringleb PA. 2008. Guideline for management of Ischemic Stroke and


Transient Ischemic Attack 2008. The european stroke organization (ESO)
Executive Committee and the ESO Writing Committee

Rohkamm, R. 2004. Stroke in Color Atlas of Neurology. Stuttgart-New

York:Thieme, p: 166-175.

Ropper, A. H., & Brown, R. H. 2005. Adam & Victor Principle Neurology 8
edition. New York: Mac Graw Hill.

Singha, H., Gupta, J B., Gupta, M S., Aggarwal, R. 2013.Assessment of utility of


Siriraj Stroke Score (SSS) in stroke patients of Pt.BD Sharma PGIMS
hospital, Rohtak, India. Vol 10, No 3, JuIy– September.

Yueniwati Y. 2016. Pencitraan pada Stroke. Universitas Brawiajaya Press.


Malang.

28
Lampiran:

29
30

Anda mungkin juga menyukai

  • 4 D145 A77 D 01
    4 D145 A77 D 01
    Dokumen104 halaman
    4 D145 A77 D 01
    Apriliyani Iin
    Belum ada peringkat
  • GANGGUAN DISOSIATIF
    GANGGUAN DISOSIATIF
    Dokumen36 halaman
    GANGGUAN DISOSIATIF
    Anwar Syaputra
    60% (5)
  • Lapsus Ima
    Lapsus Ima
    Dokumen20 halaman
    Lapsus Ima
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • GANGGUAN DISOSIATIF
    GANGGUAN DISOSIATIF
    Dokumen36 halaman
    GANGGUAN DISOSIATIF
    Anwar Syaputra
    60% (5)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Pratiknyo Dipo L
    Belum ada peringkat
  • Airway Dipo
    Airway Dipo
    Dokumen3 halaman
    Airway Dipo
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Airway Dipo
    Airway Dipo
    Dokumen3 halaman
    Airway Dipo
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Stase Anak KESIMPULAN
    Stase Anak KESIMPULAN
    Dokumen1 halaman
    Stase Anak KESIMPULAN
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Anak Gea BAB IV
    Anak Gea BAB IV
    Dokumen5 halaman
    Anak Gea BAB IV
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Anak Gea BAB IV
    Anak Gea BAB IV
    Dokumen5 halaman
    Anak Gea BAB IV
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Anak Gea BAB IV
    Anak Gea BAB IV
    Dokumen17 halaman
    Anak Gea BAB IV
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen18 halaman
    Bab Iii
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Kondrosarkoma
    Kondrosarkoma
    Dokumen12 halaman
    Kondrosarkoma
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Kondrosarkoma
    Kondrosarkoma
    Dokumen12 halaman
    Kondrosarkoma
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Kondrosarkoma Tulang
    Kondrosarkoma Tulang
    Dokumen8 halaman
    Kondrosarkoma Tulang
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • GBS
    GBS
    Dokumen17 halaman
    GBS
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Kondrosarkoma
    Kondrosarkoma
    Dokumen20 halaman
    Kondrosarkoma
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Miastania Gravis
    Miastania Gravis
    Dokumen16 halaman
    Miastania Gravis
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Sanati
    Sanati
    Dokumen33 halaman
    Sanati
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Ns 1
    Ns 1
    Dokumen12 halaman
    Ns 1
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • PR 6 Herniasi Serebri
    PR 6 Herniasi Serebri
    Dokumen7 halaman
    PR 6 Herniasi Serebri
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Ns 1 Fisio
    Ns 1 Fisio
    Dokumen10 halaman
    Ns 1 Fisio
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • PR 1 Pemeriksaan Saraf Kranialis
    PR 1 Pemeriksaan Saraf Kranialis
    Dokumen11 halaman
    PR 1 Pemeriksaan Saraf Kranialis
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Miastania Gravis
    Miastania Gravis
    Dokumen16 halaman
    Miastania Gravis
    Ima Maili
    Belum ada peringkat
  • Forensik
    Forensik
    Dokumen15 halaman
    Forensik
    dylover
    Belum ada peringkat
  • kuliahOdontologiForensik
    kuliahOdontologiForensik
    Dokumen34 halaman
    kuliahOdontologiForensik
    Amelia Imas Voleta
    Belum ada peringkat