Pembimbing:
dr. Rubayat Indradi, M.OH
Oleh:
Inge Amalia Suharto
201710401011060
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
B. PASANGAN
2
C. GENOGRAM (minimal 4 generasi)
Ny. O, 70 Ny. S, 74
Tn. T, 72 th, Tn. S, 75 th, th, Petani,
th, Petani,
Pedagang, Meninggal
Petani, Meninggal
Meninggal 2008 2009 Meninggal 2010 2013
Tn. S, 62 th, Tn. W, 61 th, Tn. P, 59 th, Ny. P, Tn. S, 56 th, Ny. M, 55
Buruh Bangunan, SD, Pedagang SD, Petani 55 th, SD, Petani th, SD,
Meninggal 2017 SD, IRT Petani
3
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA
Keterangan
Status
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Domisili
No Sex Perkawinan
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) Serumah
(TK, K, J, D)
Ya Tdk
1. Tn. T L 72 Th Pedagang Ayah K √
2. Ny. O P 70 Th Petani Ibu K √
3. Tn. S L 75 Th Petani Mertua K √
4. Ny. S P 74 Th Petani Mertua K √
5. Tn. S L 62 Th Buruh Bangunan Kakak Kandung K √
6. Tn. W L 61 Th Pedagang Kakak Kandung K √
7. Tn. P L 59 Th Petani Pasien K √
8. Ny. P P 55 Th IRT Adik Kandung K √
9. Ny. M P 55 Th Petani Istri K √
10. Tn. S L 56 Th Petani Kakak Ipar K √
11. Tn. R L 30 Th Wiraswasta Anak Kandung TK √
12. Tn. R L 28 Th Wiraswasta Anak Kandung TK √
4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)
KU : Penurunan Kesadaran
Anamnesis : Pasien datang ke IGD RSM Babat diantar oleh istrinya dengan
sebelum tiba di IGD RSM Babat. Sebelum mengalami penurunan kesadaran, 3 jam
sebelumnya pasien muntah sebanyak 4x saat pasien makan di rumah. Muntah muncrat (+).
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang mendadak dan badan sebelah kiri terasa
lemah. Muka mencong sebelah kiri (+), bicara pelo (+). BAB dan BAK dalam batas
normal
Pem. Fisik :
Kesan umum : lemah
Kesadaran : Stupor
GCS : 224
Vital sign :
Tekanan darah : 190/90
Nadi : 72x/menit
RR : 20x /menit
Suhu : 37°C
SPO2 : 93%
Kepala/ leher : A/I /C /D -/-/-/-
Pembesaran KGB (-)
Thorax : normchest, pergerakan dada simetris
Pulmo
I: Tidak ada retraksi, spider nevi (-)
P: deviasi trakea (-), ekspansi dinding dada simetris
P: sonor/sonor
A: vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor
5
I: tidak tampak pulsasi, iktus kordis (-)
P: iktus kuat angkat (-)
P: batas kanan jantung ICS IV parasternal line dextra, batas kiri jantung ICS V
midclavicular line sinistra, batas atas ICS III sinistra.
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
A : Bising usus (+) N
I : Cembung, tidak ada penonjolan, spider nervi (-)
P : supel, hepar, lien, ren tidak teraba, turgor kulit
normal
P :Timpani,
Ekstremitas
Akral hangat kering merah + +
Edema -/- + +
1. Keadaan Umum
2. GCS : E2 V2 M4
3. Meningeal Sign
6
- Kernig : Negatif/Negatif
5. Motorik : Sde
6. Sensorik : Sde
7. Reflek fisiologis : Reflek Tendon:
7
Schaefer : -/-
Gordon : -/-
Gonda : -/-
9. Lateralisasi : Sinistra
10. Otonom : Dbn
11. Siriraj skor
[(2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri Kepala) + (0,1 x
Tekanan Darah Diastol) - (3 x Atheroma Marker) - 12]
= [(2,5 x 1) + 2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90)] - (3 x 0) - 12
= 2,5+2+2+9-0-12= 3,5 (Stroke hemorargik)
Pem Penunjang :
Darah Lengkap
Gula Darah
a. RPD : HT (+), DM (-), CVA (+) bulan desember 2018 dengan gejala sisa
pelo.
8
9
UPAYA & PERILAKU KESEHATAN
KETERANGAN
N KOMPONE
URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL ATAU
O N
IRRASIONAL)
1 Promotif Pasien pernah mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi di puskesmas Rasional
Pasien aktif dalam kegiatan di lingkungan supaya tetap beraktivitas sehari-
2 Preventif hari Rasional
Tidak sering makan makanan yang mengandung kolesterol
Pasien hanya minum obat darah tinggi jika tensinya tinggi
3 Kuratif Pasien pergi ke pelayanan kesehatan terdekat apabila merasa pusing Rasional
Pasien berobat ke RS Muhammadiyah Babat untuk penanganan penyakitnya
4 Rehabilitatif - Pasien istirahat cukup selama sakit Rasional
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll
10
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
Tn. P, 59 tahun :
Sehari-hari pasien berada di rumah, terkadang ke sawah membantu istri bertani
1 Aktifitas sehari-hari
Pasien sering kumpul dan mengobrol dengan tetangga
Pasien tidur sekitar pukul 21.00 dan bangun pukul 04.30
Tn. P, 59 tahun
Berat badan : 52 kg
2 Status Gizi Tinggi badan : 155cm
IMT : 21,6 Normal
3 Pekerjaan Petani
11
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
- Tanah dan bangunan milik sendiri
- Luas bangunan 12 x 14 meter , terdiri dari 1 lantai
- Jenis dinding : tembok
- Jenis lantai : keramik
1 Fisik
- Sumber penerangan : listrik
- Ventilasi cukup
- Atap terbuat dari plafon
- MCK 1 didalam rumah
2 Biologi Tidak memelihara hewan peliharaan
- Sumber air MCK : PDAM
3 Kimia - Sumber air minum : Air gallon isi ulang
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap rasa
4 Sosial Sehari-hari pasien berinteraksi dengan keluarga dan tetangga sekitar rumahnya
5 Budaya -
Pasien banyak pikiran karena kondisinya yang kurang baik sehingga tidak bisa membantu istri bekerja
6 Psikologi dengan baik.
12
7 Ekonomi Penghasilan sebulan ± Rp 2.500.000,00
8 Ergonomi -
13
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)
Aspek 1: .....................
Aspek personal
- Chief complain: Penurunan kesadaran
- Fear : Takut apabila timbul gejala sisa yang parah sehingga tidak bisa membantu
istrinya bekerja
- Wishes/hope : Ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa beraktivitas lagi dan
bekerja
Aspek 2: ............................
Aspek klinis
- Clinical diagnosis: Nontraumatic Intracerebral Hemorrhage / CVA Hemoragik
(I61.9)
- Differential diagnosis: CVA Infark (I63.9)
Aspek 3: ................................
Aspek faktor internal
- Pasien usia 59 tahun memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
- Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
- Pasien hanya minum obat antihipertensi saat ada keluhan
- Pasien jarang kontrol
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap rasa
Aspek 4: .......................................
Aspek faktor eksternal
- Kurang dukungan dari keluarga untuk rutin kontrol dan minum obat.
Aspek 5: .......................................
Aspek fungsi sosial
Fungsi sosial pasien tingkat 1
14
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
15
- Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
- Pasien hanya minum obat antihipertensi saat ada keluhan Kuratif:
- Pasien jarang kontrol - MRS
- Pasien suka makanan yang asin dan mengandung penyedap - Terapi Umum:
1. Breath : Nasal kanul 1-2 lpm
rasa
2. Blood : infus RL 2000 ml/24 jam
3. Brain : Head up 30o
4 Eksternal: 4. Bladder : Kateter urin
- Kurang dukungan dari keluarga untuk rutin kontrol dan 5. Bowel : Diit TKTP dengan kebutuhan kalori 1800 kalori,
diit rendah garam untuk hipertensi
minum obat.
6. Bone and skin: Tidur miring kekanan dan kekiri
- Terapi Khusus:
5 Fungsi Sosial: 1. Menurunkan TIK: Mannitol 6 x100 cc
Fungsi sosial pasien tingkat 1 2. Neuroprotektan : Injeksi Citicolin 3 x 250 mg IV
3. Injeksi Ranitidin 2x50mg
Rehabilitatif:
- Istirahat yang cukup
- Mengubah posisi tidur ke kanan dan kiri tiap 2 jam dan perawatan
kulit untuk mencegah dekubitus, deep vein thrombosis)
- Rehabilitasi Medik untuk mengatasi gejala sisa
16
V. RESUME KASUS
1.1 Epidemiologi
1.2 Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan intraserebral dan
ruptur aneurisme vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus,
atau penyakit vaskuler perifer (Israr, 2008).
12
1.3 Faktor Resiko
Berbagai penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor resiko membuat
seorang individu menjadi lebih rentan mengalami stroke. Resiko terjadinya stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan jenis kelamin laki-laki memiliki
resiko yang lebih tinggi daripada perempuan pada seluruh kelompok usia. Faktor
resiko utama untuk iskemia serebral dan perdarahan adalah adanya riwayat keluarga
hipertensi, merokok, diabetes melitu, Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi, dan
faktor resiko lain yang meningkatkan perkembangan aterosklerosis seperti
hiperkolesterolemia. Secara singkat, faktor resiko stroke terbagi dalam 2 kategori,
faktor resiko yang tak dapat dirubah (non modifiable) dan yang dapat dirubah
(modifiable) seperti tertera pada tabel berikut ini:
1.4 Patogenesis
A. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat dari adanya obstruksi pada pembuluh darah
yang memasok darah ke otak. Kondisi yang mendasari pada stroke jenis ini adalah
adanya pembentukan deposit lemak yang melapisi dinding pembuluh darah, yang
disebut aterosklerosis. Deposit lemak ini dapat menyebabkan dua jenis obstruksi:
13
bergerak melalui pembuluh darah otak hingga mencapai pembuluh darah kecil
dari otak yang sulit untuk dilewati. Penyebab penting lainnya dari emboli
adalah adanya denyut jantung yang tidak teratur, yang dikenal sebagai atrial
fibrilasi. Hal ini menyebabkan kondisi dimana bekuan darah bisa terbentuk di
jantung dan kemudian berjalan ke otak. (AHA, 2014)
14
infark serebelar dengan edema yang mengakibatkan kompresi batang otak
(Bahruddin, 2013).
Transient ischemic attack (TIA) secara definisi berbeda dari stroke dimana
tanda dan gejalanya menghilang dalam 24 jam. Sebagian besar TIA gejalanya
hilang dalam waktu 1 jam, dan hanya 5% lebih lama dari 12 jam. Pasien
dengan TIA yang meningkat secara cepat memiliki resiko tinggi untuk
berkembang menjadi stroke, yang dapat menyebabkan defisit neurologis baik
minor ataupun major. Perkembangan stroke yang berfluktuasi ataupun
progeresive (Stroke in evolution) jarang terjadi (Rohkamm, 2004).
15
B. Stroke Perdarahan
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi. Penyebab
patologis dapat dibedakan menjadi gangguan pembuluh darah besar dan
kecil, venous disease, malformasi vaskuler dan gangguan hemostasis
(Singha dkk, 2013).
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
mikroaneurisma dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurisma Charcot-
Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah
yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak.
Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningen
(Singha dkk, 2013).
Proses terbentuk dan ruptur aneurisma tidak diketahui secara pasti.
Dalam penelitian hipertensi dan merokok jelas berhubungan dengan
terjadinya ruptur aneurisma dan terbukti menyebabkan defek pada
endovaskuler. Tunika media yang paling sering terpengaruh, menyebabkan
kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
baloning aneurisma pada bifurkasio arterial. Lokasi tersering aneurisma
ditunjukkan pada gambar (Singha dkk, 2013).
Perdarahan intraserebral terjadi dalam tiga fase : (1) initial
hemorrhage, (2) hematoma expansion, and (3) peri-hematoma edema.
Initial hemorhage diakibatkan karena rupturnya arteri cerebralis yang
disebabkan oleh faktor risiko di atas. Hasil akhir dari stroke karena
perdarahan intraserebral sangat bergantung pada dua tahap perkembangan
terakhir. Hematoma expansion, yang terjadi beberapa jam setelah timbulnya
gejala menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang menganggu
16
integritas jaringan otak dan blood-brain-barrier. Selain itu, terhambatnya
aliran vena menginduksi pelepasan tromboplastin jaringan, sehingga
menyebabkan koagulopati lokal. Pada lebih daru sepertiga pasien,
hematoma expansion berhubungan dengan hiperglikemi, hipertensi, dan
antikoagulan. Ukuran awal perdarahan dan tingkat ekspansi hematoma
merupakan variabel prognostik untuk memprediksikan kerusakan
neurologis. Ukuran hematoma yang lebih dari 30 ml berhubungan
dengan peningkatan angka mortalitas. Setelah ekspansi, terbentuk edema
cerebri disekitar hematoma, peradangan sekunder dan gangguan blood-
brain barrier. Edema peri- hematom merupakan penyebab utama kerusakan
neurologis dan berkembang selama beberapa hari setelah awal fase
(Bahrudin, 2013).
Sekitar 40% dari kasus perdarahan intraserebral, perdarahan dapat
meluas ke ventrikel cerebri dan dapat menyebabkan intraventrikular
hemorhage (IVH). Hal ini dihubungkan dengan terjadinya hidrosefalus
obstruktif akut dan memperburuk prognosis. Perdarahan intraserebral dan
edema yang menyertai juga dapat mengkompresi jaringan otak yang
berdekatan sehingga menyebabkan disfungsi neurologis. Pertambahan
volume dari parenkim otak dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang
bisa menyebabkan sindroma herniasi.
Jadi pada perdarahan intraserebral, fungsi cerebral terganggu melalui
dua mekanisme yaitu (Bahrudin, 2013):
a. Kompresi jaringan otak atau bila hebat akan menyebabkan destruksi
jaringan otak oleh karena hematoma
Gejala Klinis
17
hipertensi. Pada stroke iskemik gejala sakit kepala dan muntah jarang
didapatkan. Gejala pada perdarahan intraserebral dikarenakan peningkatan
tekanan intra kranial. Hal ini didasarkan pada triad cushing, yaitu
hipertensi, bradikardi dan respirasi yang tidak teratur. Disautonomia juga
ditemukan pada perdarahan intraserebral, yaitu hiperventilasi, takipneu,
bradikardi, demam, hipertensi dan hiperglikemia (Lawrence, 2002).
Tekanan intrakranial yang terjadi akan bertambah hebat akibat
hematoma dan edema sekitar, yang kemudian dapat terjadi herniasi yang
menekan batang otak sehingga berakhir dengan kematian (Ropper dan
Brown, 2005). Gambaran klinis dari perdarahan intraserebral terjadinya
mendadak terutama saat melakukan aktifitas (70%), jarang onsetnya pada
saat tidur (30%). Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran yang secara
keseluruhan terdapat pada 75% kasus, dua pertiganya mengalami koma dan
koma ini dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke ruang
intraventrikuler dan besarnya ukuran perdarahan. Sakit kepala didapatkan
pada lobar hemoragik (perdarahan lobus) sekitar 66.7%. Sedangkan muntah
didapatkan pada 65% kasus. Kejang jarang didapatkan pada onset. Defisit
fokal neurologis yang terjadi tergantung dari lokasi perdarahan tersebut,
pada perdarahan intracerebral di supra tentorial akan terputusnya hubungan
serabut-serabut kortikan dan sub-kortikal yang menimbulkan defisit
sensorik-sensorik yang kontralateral, gangguan fungsi luhur berupa afasia,
gangguan gerak bola mata dan lapang pandang.Yang sering menimbulkan
kematian adalah akibat hidrocefalus. Gejala klinis dapat berupa gangguan
pada batang otak seperti kelainan gerak bola mata (gaze), paresis saraf
kranialis dengan defisit motorik alternan. Pada perdarahan di cerebelum
berupa ataksia, nistagmus dan gangguan koordinasi (dysmetri) (Bahrudin,
2013).
2. Pendarahan Subarachnoid
18
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan
muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan
lebih banyak pada wanita (Margono dkk, 2011).
Penyebab perdarahan subarachnoid spontan adalah ruptur dari
aneurisma cerebri sebanyak 85% kasus pada perdarahan subarachnoid.
Sebanyak 2% aneurisma tidak memberikan gejala pada dewasa. Aneurisma
saccular cenderung terjadi pada cabang- cabang pembuluh darah cerebri
atau dari bifurkasio pada cabang pembuluh darah. Kebanyakan (80%-85%)
aneurisma berada pada circulasi anterior, umumnya berasal dari arteri
communicating posterior atau anterior atau arteri cerebri media, aneurisma
sirkulasi posterior paling sering pada ujung basilaris atau postero-inferior
arteri cerebri. Risiko ruptur aneurisma diprediksikan dari lokasi dan ukuran,
dengan peningkatan risiko untuk aneurisma yang diameternya berukuran
lebih dari 7mm, dan risiko ruptur meningkat pada aneurisma yang berasal
dari arteri communicating posterior atau sirkulasi cerebri posterior (Jauch,
2014).
Saat perdarahan subarachnoid spontan terdeteksi, langkah selanjutnya
imaging segera dilakukan untuk mendeteksi adanya ruptur aneurisma atau
penyebab lain. Pola dari gambaran perdarahan subarachnoid dapat
memprediksikan lokasi dan besar aneurisma. Contohnya, ruptur aneurisma
arteri cerebri anterior berhubungan dengan sejumlah darah dalam fisura
interhemisfer. Pola perdarahan dapat menunjukkan lokasi aneurisma.
Dalam beberapa kasus lokasi aneurisma dapat diidentifikasi secara langsung
dengan imaging. Dalam CT scan, aneurisma dapat berupa lingkaran atau
masa berlobus dengan hematoma. Adanya kalsifikasi mural membantu
menentukan lokasi penyebab aneurisma (Jauch, 2014).
Gejala Klinis
19
a. Nyeri kepala akut yang hebat (thunderclap headache) (48-70%)
pasien disertai pusing, nyeri orbita, diplopia, pandangan kabur.
b. Kaku kuduk, fotofobia dengan nyeri pinggang di bawah sebagai gejala
dari rangsang meningeal, dan mual, muntah karena peningkatan tekanan
intra kranial.
c. Tanda-tanda defisit neurologi fokal : Hemiparesis dengan atau tanpa
afasia d. Paresis nervus kranialis seperti okulomotorius, abducens.
d. Bisa terjadi monoparesis tungkai sesuai dengan letak pecahnya
aneurisma.
e. Fundoscopy : ditemukan pendarahan sub hyaloid retina dan mungkin
ada edema papil.
f. Bisa pula sudah ada gejala-gejala klinik pada 10-15% pasien yang
muncul semenjak sebelum terjadi ruptur aneurisma, seperti paresis
motorik atau parastesia, kejang, ptosis, bruit dan disfasia.
g. Pada 60-70% perdarahan subarachnoid ditemukan faktor pencetus seperti
kerja fisik berat, ketegangan emosional, mengedan, berhubungan
seksual dan trauma. Sedangkan 30-40% sisanya terjadi waktu istirahat.
1.5 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya tujuan utama terapi pada stroke adalah mencegah kerusakan otak
yang bersifat irreversibel, mencegah komplikasi, mencegah kecacatan yang lebih
berat dan mencegah serangan ulang. Pedoman terapi umum ini meliputi 5 B (Breath,
Blood, Brain, Bowel, Bone and Body skin).
a. Breath
Menjaga agar fungsi pernafasan dan oksigen adekuat terutama pada penderita
dengan kesadaran menurun. Pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar dan berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas. Pemberian oksigen
dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (Ringleb, 2008).
b. Blood
Peningkatan tekanan darah sering didapatkan pada saat serangan akut stroke.
Beberapa data penelitian memperlihatkan peninggian tekanan darah pada stroke
akut akan beresiko terjadinya perdarahan (perluasan hematoma atau transformasi
hemoragik) dan memperberat edema, sebaliknya dengan menurunkan tekanan
20
darah tentunya akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral sehingga tentunya
akan memperburuk keluaran.
Pada stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan sekitar 15% (TDS dan
TDD) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila TDS >220 mmHg atau TDD >
120 mmHg. Pada stroke ICH dengan tekanan darah sangat tinggi (TDS >200
mmHg, MAP >150 mmHg) harus diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk
membatasi pembentukan edema vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada
daerah iskemik sekitar perdarahan. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang terus menerus. Atas dasar ini obat
anti hipertensi diberikan kalau TDS >180 mmHg atau TDD > 110 mmHg. Pada
stroke stroke PSA aneurismal, TD harus dipatau dan dikendalikan bersama
pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke
iskemik setelah PSA atau perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya PSA
berulang, pada PSA akut, TD diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
Hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena
iskemia miokardial atau aritmia. Hipotensi terutama bila TDS > 100 mmHg atau
TDD < 70 mmHg (PERDOSSI, 2011).
c. Brain
Penurunan kesadaran
Dipantau dengan GCS serta tanda-tanda vital (tekanan darah, derajat
nadi, frekuensi pernafasan) serta waspada jangan sampai aspirasi.
Kejang
Sering terjadi pada lesi kortikal daripada subcortikal, segera diatasi dengan
diazepam iv. Pada PIS terapi antiepilepsi profilaksis dengan phenytoin
dengan dosis titrasi tergantung kadar obat dalam darah (14-23 mikrogram/mL)
diberikan selama satu bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada
penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (Broderick, 2007).
Kejang akut dapat diterapi dengan Diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti oleh phenytoin loading dose 15-20 mg/kg, valproic acid 15-45
mg/kg atau phenobarbital 15-20 mg/kg (AHA, 2007)
21
Peningkatan tekanan intrakranial
- Tirah baring dengan kepala ditinggikan 20-30 derajat
- Hipotermi. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu > 38.5 ºC atau 37.5ºC
- Hiperventilasi sehingga Pa CO2 30-35 mmHg bila akan dilakukan
tindakan operatif
- Manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 gram/kgBB/kali dalam waktu 15-30
menit 4-6 kali sehari (AHA, 2007)
d. Bowel
Nutrisi enteral harus segera dimulai setelah 48 jam untuk mencegah terjadinya
malnutrisi. Bisa menggunakan NGT untuk mencegah aspirasi. Pada keadaan akut,
kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari (PERDOSSI, 2011).
e. Bone and Body skin
Dengan cara merubah posisi tidur miring kiri dan kanan secara bergantian
tiap selang waktu beberapa jam, hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi
seperti decubitus dan postural pneumoni. Juga dilakukan pencegahan trombosis
vena dalam dan emboli paru (Falluji dkk, 2012).
22
harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset serangan stroke
iskemik akut dengan syarat:
- Gambaran CT scan kepala tidak menunjukkan adanya perdarahan
- Tekanan darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110 mmHg
23
c. Antikoagulan: Saat ini, tidak ada data memadai untuk membenarkan
penggunaan rutin heparin atau antikoagulan lain dalam pengelolaan akut stroke
iskemik karena meningkatkan risiko komplikasi perdarahan intrakranial.
Pasien dapat diberikan terapi antikoagulan heparin dosis penuh pada penderita
stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Namun, potensi manfaat
intervensi harus ditimbang terhadap risiko transformasi hemoragik.
Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi
yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas
(Bahrudin, 2013).
24
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang
memburuk (Bernstein, 2007).
2. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
a. Tatalaksana umum :
Tatalaksana PSA derajat I dan II:
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM
bila perlu
- Hati – hati dalam penggunaan sedatif
- Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner dan
kelainan neurologi yang ada
Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
25
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada
bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome)
terjadi pada 27% pasien stroke.
1.7 Prognosis
Angka kematian stroke berkisar antara 20-30%, dan pada stroke perdarahan, angka
ini dapat mencapai 40%. Penyebab kematian ini terjadi pada minggu pertama setelah
serangan terutama disebabkan oleh herniasi otak. Herniasi otak sering terjadi pada 24
jam pertama setelah serangan. Kematian pada minggu berikutnya paling sering
disebabkan karena penyakit non neurologik seperti kelainan jantung, pneumonia,
emboli paru dan sepsis (Gingberg, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis stroke adalah (Sudoyo, 2006):
Usia : mempunyai nilai negatif terhadap prognosis pasien stroke
Jenis kelamin, pengaruhnya belum jelas.
Riwayat stroke sebelumnya dan atrial fibrilasi berpengaruh negatif terhadap
prognosis pasien stroke.
Berat stroke dan lokasi lesi yang spesifik untuk defisit neurologis penderita.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adams H. 2007. Guidelines For The Early Management Of Adults With Ischemis
Stroke Guideline From The American Heart Association, Clinical Cardiology
Council, American Stroke Association Council, 38:1655-1711.
27
Lawrence M. 2002. Stroke. Diakses pada tanggal 7 Agustus
2015. http://doc.med.yale.edu/heartbk/18.pdf.
York:Thieme, p: 166-175.
Ropper, A. H., & Brown, R. H. 2005. Adam & Victor Principle Neurology 8
edition. New York: Mac Graw Hill.
28
Lampiran:
29
30