Anda di halaman 1dari 11

PENULISAN ARTIKEL MK OBSTETRI KEBIDANAN

Komplikasi Penyerta Persalinan Mengenai Penyebab Dan Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Retensio Plasenta

Disusun Oleh :

Ni Putu Diah Ananda Saputri

NIM. P07124018 017

Kelas A Semester 3 (Tiga)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KOMPLIKASI PENYERTA PERSALINAN MENGENAI PENYEBAB


DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
RETENSIO PLASENTA
A. Pendahuluan

Kematian maternal merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus


menjadi perhatian masyarakat dunia. Menurut WHO (World Health
Organisation) pada tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal
akibat persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau
kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-
negara berkembang merupakan rasio yang tertinggi dengan 450 kematian ibu
per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu
di 9 negara maju dan 51 negara persemakmuran. Masih tingginya AKI (Angka
Kematian Ibu) di negara berkembang mencerminkan lambatnya proses
penurunan AKI tersebut. Lambatnya proses penurunan AKI karena masih
tingginya tingkat kemiskinan sehingga berpengaruh pada bidang kesehatan.

Retensio Plasenta merupakan masalah penting dalam obstetrik yang


merupakan salah satu penyebab perdarahan persalinan, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan maternal.

Retensi plasenta adalah retensi atau tidak lahirnya plasenta hingga 30


menit setelah kelahiran. Retensi plasenta adalah salah satu penyebab
perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu. Keadaan ini dapat diikuti
perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.

Terjadinya Retensio Plasenta dipengaruhi oleh beberapa factor


predisposisi untuk terjadinya Retensio Plasenta adalah Grandemultipara,
kehamilan ganda, factor uterus, plasenta previa, paritas ibu dan umur ibu.
Selain itu hal lain yang berperan terhadap timbulnya retensio plasenta adalah
sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.

Dampak yang ditimbulkan oleh perdarahan post partum adalah syok


hemoraghie, anemia dan sindrom Sheehan. Akibat terjadinya perdarahan, ibu
akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang
keluar Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan
dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan
cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal
dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di
ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan.

B. Faktor – Faktor Terjadinya Retensio Plasenta


Terjadinya retensio plasenta dipengaruhi oleh beberapa factor predisposisi
untuk terjadinya retensio plasenta adalah grandemultipara, kehamilan ganda,
factor uterus, plasenta previa, paritas ibu dan umur ibu dan anemia. Selain itu
hal lain yang berperan terhadap timbulnya retensio plasenta adalah sebab
fungsional dan sebab patologi anatomik.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan retensio plasenta dalam
penelitian yang terdapat pada jurnal tersebut antara lain umur ibu, paritas, dan
graviditas.
1. Faktor umur mempunyai pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-
alat reproduksi wanita, dimana reproduksi sehat merupakan usia yang
paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan. Umur yang
terlalu muda (< 20 tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang kurang sehat. (Wiknjosastro,
2007).
2. Paritas ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan kecacatan pada
endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis bekas implantasi
plasenta pada persalinan sebelumnya. Anka kejadian tertinggi retensio
plasenta pada multipara dan pada paritas 4-5 ( Joeharno, 2007).
3. Graviditas kehamilan yang melebihi empat menyebabkan rahim ibu
teregang dan semakin lemah sehingga rentan untuk terjadinya komplikasi
dalam persalinan yang salah satunya adalah retensio plasenta.
(winkjosastro, 2006)
4. Anemia pada ibu hamil dan bersalin dapat menyebabkan kontraksi serat-
serat myometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta menjadi lemah
sehingga memperbesar resiko terjadinya retensio plasenta karena
myometrium tidak dapat berkontraksi.
C. Pembahasan Komplikasi dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Kejadian Retensio Plasenta

1. Hubungan Umur Ibu Dengan Retensio Plasenta


Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,
mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil dan melahirkan, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya,
berisiko mengalami retensio plasenta. Hal ini disebabkan pada umur <20
tahun organ reproduksi belum dapat berfungsi denganbaik, myometrium
tidak bisa berkontraksi danretraksi dengan maksimal maka proses pelepasan
plasenta dari tempat implantasinya juga tergangguyang akhirnya
menyebabkan retensio plasenta. Sedangkan untuk umur >35 tahun sering
mengalami kekakuan jaringan sehingga miometrium juga tidak dapat
bekerja dengan maksimal.

2. Hubungan Paritas Dengan Retensio Plasenta


Wanita dengan jumlah paritas lebih dari 3 berisiko dengan
kehamilan dan persalinan tinggi. Hal ini sesuai dengan teori Nugroho (2011)
yang menyatakan bahwa paritas (multi/grande multipara) merupakan faktor
penyebab umum terjadinya retensio plasenta.
Menurut Saifudin (2009) paritas yang berpotensi mengalami
retensio plasenta adalah pada multipara dan grandemultipara.Pada multipara
terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan
terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan persalinan
sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang.Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin, plasenta adhesive sampai parkreta. Selain itu juga,
pada multipara dan grandemultipara terjadi penurunan elastisitas uterus
sehingga myometrium tidak dapat berkontraksi dan beretraksi dengan
maksimal yang mengakibatkan terjadinya retensio plasenta.
Hal ini menunjukkan bahwa paritas mempunyai pengaruh terhadap
kejadian perdarahan postpartum yang diakibatkan retensio plasenta karena
pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi penuaan sel-sel desidua, akibat
penuaan sel-sel desidua atau tidak adanya sel desidua basalis dan kelainan
perkembangan lapisan fibrinoid secara parsial dan total, vilus plasenta
melekat ke myometrium (plasenta akreta), benar-benar menginvasi
myometrium (plasenta inkreta), atau menembus myometrium (plasenta
perkreta). Vaskularisasi endometrium akan berkurang mengakibatkan
terjadinya penurunan suplai darah ke plasenta sehingga plasenta akan
mengadakan implantasi jauh ke dalam jaringan endometrium sampai
kejaringan myometrium. Implantasi inilah yang dapat menyebabkan
tertahannya plasenta atau tidak dapat lahirnya plasenta setengah jam setelah
janin lahir.
Menurut Sarwono (2010) kejadian terjadinya retensio plasenta
sering terjadi pada ibu dengan multiparitas. Hal ini sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nani Hidayanti (2011) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian retensio
plasenta.

3. Hubungan antara anemia dengan kejadian retensio plasenta


Terdapat dalam sebuah penelitian menyimpulkan terdapat
hubungan antara anemia dengan kejadia retensio plasenta. Anemia pada ibu
hamil dan bersalin dapat menyebabkan kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta menjadi lemah sehingga memperbesar resiko
terjadinya retensio plasenta karena myometrium tidak dapat berkontraksi.
Ibu dengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada kala uri
yang diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum (Wiknjosastro,
2007) . Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang
rendah (di bawah 10g/dl) dapat mengalami penurunan yang lebih cepat lagi
jika terjadi perdarahan, bagaimanapun kecilnya. Anemia berkaitan dengan
debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya retensio
plasenta (Fraser & Coper, 2009).
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi kejadian retensio plasenta adalah pemberian tablet Fe kepada
ibu hamil saat ANC dengan dikonsumsi secara teratur dan memberikan
konseling tentang penanganan anemia. Selain itu, petugas Rumah sakit bila
mendapatkan ibu hamil dengan anemia untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya asupan nutrisi seimbang kehamilan dan merujuk ke
Puskesmas untuk penanganan lebih lanjut sehingga kejadian anemia pada
ibu hamil dapat dicegah dan retensio plasenta saat hamil tidak terjadi atau
dapat dicegah. Lebih banyak ibu bersalin dengan anemia tidak mengalami
retensio plasenta. Hal ini diantaranya karena pada ibu saat melahirkan
mendapatkan penanganan atau manajemen aktif kala tiga dengan baik.

4. Hubungan manajemen aktif kala III dengan kejadian retensio plasenta pada
ibu bersalin
Hal ini menunjukkan bahwa dampak yang mungkin terjadi jika
manajemen aktif tidak dilakukan adalah kala III persalinan lebih panjang,
jumlah kehilangan darah lebih banyak, kejadian retensio plasenta mungkin
lebih cenderung terjadi. Manajemen aktif kala III persalinan mempercepat
kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan
postpartum terutama retensio plasenta. Menurut Saifudin (2009) waktu yang
paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum yang disebabkan oleh
retensio plasenta adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah itu. Ketika
plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi tidak keluar, maka
perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uterus tidak dapat
sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam.
WHO telah merekomendasikan agar dokter dan bidan melaksanakan
Manajemen Aktif Kala III dalam Asuhan Persalinan Normal, karena dengan
Manajemen Aktif Kala III banyaknya darah yang hilang dapat berkurang
sehingga dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang .
5. Hubungan antara retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum
primer
Terdapat hasil analisi dalam sebuah jurnal mengenai hubungan
antara retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum primer.
Sesuai dengan teori bahwa kejadian retensio plasenta lebih tinggi pada
grandemultipara. Hal ini di hubungkan dengan kontraksi dari rahim yang
kurang bagus karena dinding uterus yang sangat teregang dan banyak
parutan bekas implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya (Farid,
2013).
Retensio seluruh atau sebagian plasenta dalam rahim akan
mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap
terbuka dan menimbulkan perdarahan post partum. Begitu bagian plasenta
terlepas dari dinding uterus perdarahan terjadi di daerah tersebut. Sedangkan
bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan
perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut dan terlepas dan
dikeluarkan. Tindakan segera yang harus dilakukan apabila terjadi retensio
plasenta dan menimbulkan perdarahan adalah melakukan pengeluaran
plasenta secara manual/ manual plasenta (Harry Oxorn, 2010).

D. Penanganan Pada Retensio Plasenta

Terhambatnya plasenta yang keluar dapat beresiko mengakibatkan


pendarahan pada ibu.  Apabila terjadi retensio plasenta
setelah lahir, penanganan dini harus segera dilakukan. Berikut tahap-tahap
retensio plasenta yang dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan jiwa ibu
dan bayi.

1. Mencegah Hipovolemik
Syok hipovolemik terjadi akibat pendarahan akut yang terus keluar segera
setelah plasenta lepas dari dinding rahim. Maka dari
itu pemberian infus cepat diberikan agar tekanan darah, nadi,
dan oksigen selau ada dalam angka stabil.

2. Meningkatkan Kontraksi Uterus


Kontraksi uterus harus ditingkatkan agar plasenta lebih cepat keluar berkat
bantuan kontraksi uterus. Dokter akan memberikan oksitosin (35 unit
syntocinon) yang bersamaan dengan cairan infus.
3. Persiapan transfuse
Transfusi darah disiapkan apabila timbul pendarahan kronis yang
membutuhkan transfusi darah segera guna melancarkan pengeluaran
plasenta tanpa membahayakan jiwa ibu
4. Manual Plasenta
Metode manual plasenta dilakukan dengan melepaskan plasenta secara
manual dengan bantuan tangan sedangkan tahan lain menahan dinding
rahim dari luar. Syarat yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
plasenta manual adalah bayi sudah lahir sepenuhnya, pendarahan kurang
dari 400 cc, dan plasenta tertahan di dalam uterus lebih dari 30 menit
5. Kuret
Kuretase atau kuret dilakukan setelah plasenta keluar seutuhnya oleh
bantuan tangan atau masih ada jaringan sisa plasenta yang belum keluar
seluruhnya. Kuretase dilakukan di rumah sakit oleh dokter
spesialis kandungan yang berpengalaman. Kesalahan dalam kuretase
malah dapat beresiko merusak dinding rahim yang tipis dan dapat memicu
pendarahan kembali dari rahim
6. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bagi ibu bertujuan untuk mencegah infeksi paska
persalinan dan paska penanganan retensio plasenta.

Sebagai tenaga kesehatan, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah


terjadinya perdarahan post partum primer dan segala dampak yang mungkin
terjadi tidak hanya dilakukan pada saat bersalin tetapi sejak ibu hamil dengan
melakukan pemeriksaan ante natal care secara teratur di tempat pelayanan
kesehatan sehingga dapat mendeteksi secara dini faktor – faktor penyebab
perdarahan dan segala komplikasi yang mungkin terjadi. Dalam melakukan
pemeriksaan ante natal care harus sesuai dengan standar minimal yang berlaku
yaitu standar 7 T. Dengan pemeriksaan kehamilan secara teratur dapat
terdeteksi adanya bayi besar melalui perkiraan berat badan janin dan
pemerikasaan reduksi urin pada ibu hamil untuk mengetahui kadar glukosa
dalam urin ibu.

Pemberian KIE seperti membatasi makanan yang mengandung karbohidrat


pada usia kehamilan 36 minggu dan meningkatkan konsumsi makanan berserat
seperti buah-buahan dan sayuran khususnya yang berwarna hijau karena
mengandung zat besi. Selain itu, minum tablet besi selama kehamilan untuk
mencegah terjadinya anemia sehingga diharapkan dapat mengurangi resiko
terjadi perdarahan selama persalian. Ibu yang mempunyai riwayat perdarahan
post partum atau terdapat faktor-faktor penyebab perdarahan post partum
sangat dianjurkan bersalin di rumah sakit yang mempunyai sarana dan
prasarana yang lebih lengkap atau memiliki bank darah sehingga kejadian
perdarahan yang mungkin terjadi setelah persalinan dapat dicegah dan segera
ditangani. Selain pemeriksaan antenatal care secara teratur, penerapan asuhan
persalinan normal sangat penting dalam mencegah komplikasi persalinan
termasuk perdarahan post partum primer yaitu dengan pelaksanann
managemen aktif kala III dengan baik dan benar sehingga komplikasi yang
menyebabkan kematian dapat diturunkan.

E. Kesimpulan

Retensio Plasenta merupakan masalah penting dalam obstetrik yang


merupakan salah satu penyebab perdarahan persalinan, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan maternal.Terjadinya retensio plasenta
dipengaruhi oleh beberapa factor predisposisi untuk terjadinya retensio
plasenta adalah grandemultipara, kehamilan ganda, factor uterus, plasenta
previa, paritas ibu dan umur ibu dan anemia. Selain itu hal lain yang berperan
terhadap timbulnya retensio plasenta adalah sebab fungsional dan sebab
patologi anatomik. Pentingnya upaya menurunkan kejadian retensio plasenta
dengan memberikan penyuluhan tentang usia yang berisiko tinggi yang
mengalami komplikasi pada saat kehamilan dan menyarankan ibu hamil yang
usia berisiko tinggi untuk melakukan kunjungan ante natal care minimal 4 kali
untuk mengidentifikasi secara dini kelainan pada saat kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Wiyani,R., Santi,S.L., & Aida,N. 2017. Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian
Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin. STIKES Darul Azhar Batulicin:
Kalimantan Selatan. https://www.jurnal-
kesehatan.id/index.php/JDAB/article/view/14/13. Diakses pada tanggal 13
Desember 2019.

Ruqaiyah. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Retensio


Plasenta Di RS. Jala Ammari Makassar Tahun 2017: Unit Penelitian Dan
Pengabdian Masyarakat AKBID Pelamonia. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia Desember 2017 Volume 1 No. 2
https://ojs.akbidpelamonia.ac.id/index.php/journal/article/view/36/16.
Diakses pada tanggal 14 Desember 2019.

Riyanto. 2016. Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di
RSUD DR. H. Bob Bazar, SKM Kalianda:  Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang, Indonesia. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII
No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469X.
file:///C:/Users/acer/Downloads/168-510-1-SM.pdf. Diakses pada tanggal
14 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai