Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MK ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN

MATERNAL NEONATAL DAN BASIC LIFE SUPPORT


KEGAWATDARURATAN TRIMESTER III DENGAN PLASENTA
PREVIA
Disusun untuk memenuhi tugas individu yang diampu oleh Ni Made
Dwi Mahayati, S.ST., M.Keb

Oleh :

Ni Putu Diah Ananda Saputri


NIM P07124018 017

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI D III KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Dan Basic Life Support
mengenai “Kegawatdaruratan Trimester III dengan Plasenta Previa” ini dapat
selesai dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal pada semester ini. Semoga
makalah ini bermanfaat  dan dapat menambah wawasan maupun pengetahuan
serta dijadikan dasar dalam menuntut ilmu bagi para pembaca.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang telah
memberi motivasi serta dorongan untuk belajar. Terimakasih juga kepada Ibu
dosen yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin terdapat kesalahan yang belum
penulis ketahui, maka dari itu penulis meminta saran dan kritikan dari Ibu dosen
dan teman-teman yang sifatnya membangun agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini diwaktu yang akan datang.

Om Santhi, Santhi, Santhi Om

Denpasar , April 2020

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR……………………………………...………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………….………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….2
C. Tujuan……………………………………………………………….………….2
D. Manfaat………………………………………………………………………...3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Definisi Plasenta Previa………………………………………………………4
B. Tanda dan Gejala……………………………………………………………..5
C. Klasifikasi Plasenta Previa………………………………………………….6
D. Epidemiologi………………………………………………………………..…8
E. Etiologi………………………………………………………………………....9
F. Faktor Resiko…………………………………………………………………..11
G. Penegakan Diagnosa…………………………………………………………...13
H. Penatalaksanaan Plasenta Previa……………………………………………..13
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Data……………………………...………………………………14
B. Analisis Data…………………………………………………………………..17
C. Penatalaksanaan…………………………………………………………..…18
BAB IV PEMBAHASAN …………………..…………………………………….…21
BAB V PPENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………24
B. SARAN………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyebab kematian terbesar ibu di Indonesia adalah karena adanya
komplikasi dalam kahamilan, salah satu komplikasi tersebut yaitu perdarahan
pada hamil lanjut yang disebabkan oleh plasenta previa (Sagar, 2016).
Kondisi plasenta yang berimplantasi secara abnormal pada segmen bawah
rahim atau menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum disebut
sebagai plasenta previa (Maryunani, 2016). Apabila masalah ini tidak
ditangani secara cepat maka komplikasi yang dapat terjadi pada ibu yaitu
syok karena perdararahan tersebut dan pada janin bisa terjadi asfiksia berat
(Karlina, 2016).
Selain syok dan asfiksia, komplikasi lain yang juga bisa terjadi karena
plasenta previa yaitu prolaps tali pusat, prolaps plasenta, robekan pada jalan
lahir, plasenta terlalu melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan bahkan
sampai dibersihkan dengan kerokan, terjadinya perdarahan postpartum,
infeksi dan bahkan bayi dapat lahir dengan premature atau lahir mati
(Maryunani, 2016).
Kematian ibu dan perinatal hampir seluruhnya terjadi pada ibu hamil
dengan risiko tinggi yang disertai komplikasi atau keadaan kegawatdaruratan.
Adapun komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan karena perdarahan
salah satunya yaitu plasenta previa (Maryunani, 2016). Menurut WHO tahun
2015 ada sekitar 830 perempuan meninggal setiap harinya karena disebabkan
oleh kehamilan dan komplikasi persalinan (Maryunani, 2016). Di Indonesia
Kematian Ibu tahun 2015 sebanyak 305/100.000 kelahiran hidup.
Untuk kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan khususnya
akibat plasenta previa menurut WHO dilaporkan berkisar 15% sampai 20%
kematian ibu dan insidennya adalah 0,8% sampai 1,2% untuk setiap
kelahiran. Di Negara- negara berkembang berkisar antara 1% sampai 2,4%
dan di negara maju lebih rendah yaitu kurang dari 1%. Angka kejadian padA

1
beberapa rumah sakit umum pemerintah di Indonesia dilaporkan bahwa
insiden plasenta previa berkisar antara 1,7% sampai 2,9% (Maesaroh, 2016).
Prevalensi plasenta previa di Negara maju berkisar antara 0,26%
sampai 2,00 % dari seluruh jumlah kehamilan. Contohnya di Negara Cina
jumlah kasus plasenta previa sebanyak 2% (Prasanth, 2016). Sedangkan Di
Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti kasus plasenta previa berkisar
antara 2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan (Fitrianingsih, 2014).
Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua
persalinan sedangkan kejadian perdarahan antepartum di rumah sakit lebih
tinggi kerena menerima rujukan. Penanganan perdarahan antepartum
memerlukan perhatian karena dapat saling mempengaruhi dan merugikan
janin dan ibunya. Setiap perdarahan antepartum yang dijumpai oleh bidan,
sebaiknya dirujuk ke rumah sakit atau ke tempat dengan fasilitas yang
memadai, karena memerlukan penatalaksanaan khusus (Manuaba dkk, 2010).
Salah satu hasil jurnal tahun 2016 tentang “Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Pada Timbulnya Kejadian Plasenta Previa” yaitu didapatkan
bahwa ada pengaruh umur, paritas, riwayat kuretage, operasi caesar, dan
riwayat plasenta previa terhadap kejadian plasenta previa. Riwayat placenta
previa merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap
kejadian placenta previa setelah mengendalikan variabel umur, paritas,
riwayat kuretage, operasi caesar, dan kehamilan ganda dengan nilai OR 6,668
(Trianingsih dkk, 2016).
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang ada maka yang menjadi rumusan
masalah adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Ibu
Hamil Trimester III dengan Plasenta Previa menggunakan pendekatan
metode kebidanan SOAP?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan dapat menerapkan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan pada ibu hamil dengan plasenta previa dengan
menerapkan metode kebidanan, sehingga dapat memperluas,

2
memperbanyak pengetahuan dan keterampilan mengenai asuhan
kebidanan kegawatdaruratan pada ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh
pada ibu hamil dengan plasenta previa
b. Mengetahui cara analisis data dan kondisi patologis pada ibu hamil
dengan plasenta previa
c. Mengetahui dan mampu melakukan penatalaksanaa asuhan
kebidanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dengan plasenta previa
d. Mengetahui dan mampu cara pendokumentasian asuhan kebidanan
kegawatdaruratan trimester II dengan metode SOAP pada ibu hamil
dengan plasenta previa

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat untuk
mendapatkan pengalaman nyata
2. Bagi Institusi
Menambah pustaka bagi kampus asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abortus imminens.

3
1
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Plasenta Previa


Salah satu komplikasi pada kehamilan tersebut yaitu perdarahan pada
hamil lanjut yang disebabkan oleh plasenta previa (Sagar, 2016). Kondisi
plasenta yang berimplantasi secara abnormal pada segmen bawah rahim atau
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum disebut sebagai
plasenta previa (Maryunani, 2016). Apabila masalah ini tidak ditangani secara
cepat maka komplikasi yang dapat terjadi pada ibu yaitu syok karena
perdararahan tersebut dan pada janin bisa terjadi asfiksia berat (Karlina,
2016).
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Gejala
perdarahan awal plasenta previa pada umumnya hanya berupa perdarahan
bercak atau perdarahan ringan dan umumnya akan berhenti secara spontan.
Jumlah perdarahan yang terjadi sangat tergantung dari jenis plasenta previa.
Perdarahan dapat terjadi pada saat uterus merenggang dan tumbuh, tidak
terasa nyeri dan terlihat sebagai pengeluaran darah yang segar. Sering kali
ditemukan malpresentasi bagian presentasi janin. Terdapat risiko perdarahan
pascapartum yang lebih lanjut saat kekuatan retraksi segmen bawah uteri
buruk setelah terjadi plasenta previa. (Prawirohardjo, 2010; Medforth, 2012)
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Plasenta Previa didefinisikan sebagai suatu keadaan seluruh atau
sebagian plasenta ber-insersi di ostium uteri internum, sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari jalan lahir.
B. Tanda dan Gejala Plasenta Previa
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah

2
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu timbulnya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
Gejala dari plasenta previa yaitu perdarahan yang keluar tanpa sebab,
tanpa rasa nyeri biasanya berulang, darah berwarna merah segar, terjadi pada
saat tidur atau saat melakukan aktivitas dan darah yang keluar bisa dikit
ataupun banyak. (Masruroh, 2016 ; Sukarni, 2013)
C. Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Prawirohardjo (2010), klasifikasi plasenta previa adalah sebagai
berikut:
1. Plasenta previa totalis
Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis
Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
3. Plasenta previa margnalis
Plasenta previa margnalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta previa letak rendah
Plasenta previa letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada
pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
D. Epidemiologi
Plasenta previa banyak ditemukan pada ibu dengan kehamilan
berisiko seperti pada ibu dengan paritas tinggi, dan usia diatas 30 tahun,
uterus yang cacat serta ibu dengan kehamilan ganda. Pada beberapa rumah
sakit, insiden plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9%. Insiden di
negara maju lebih rendah yakni sekitar 0,3-0,6 % dari seluruh persalinan atau

3
kurang dari 1% yang disebabkan berkurangnya jumlah ibu dengan paritas
tinggi atau risiko tinggi. Kejadian plasenta previa. Peningkatan penggunaan
ultrasonografi dapat meningkatkan deteksi dini plasenta previa. Kejadian
plasenta previa adalah 1 dari 200 persalinan (Prawirohardjo 2010; Quennan,
2012).
E. Etiologi
Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan berpindah mengikuti perluasan segmen rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada tingkatan atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dalam
masa anternatal maupun dalam masa internatal, baik dengan USG maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan USG perlu diulang secara
berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal. Plasenta previa
disebabkan oleh adanya blastokista yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim namun belum diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja
blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar
belakang lain yang lain. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi (Prawirohardjo, 2010)
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan biasanya
terjadi pada akhir trimester II hingga trimester III atau sebelum persalinan,
perdarahan uterus keluar tanpa disertai rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya sedikit kemudian berhenti sendiri, namun perdarahan berulng tanpa
sebab yang jelas akan timbul kembali. Pada plasenta letak rendah, perdarahan
baru terjadi pada saat mulai persalinan, bisa sedikit sampai banyak mirip
dengan solusio plasenta. Perdarahan berat disebabkan segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim sehingga dapat
menybabkan perdarahan berlangsung hingga pasca persalinan. Perdarahan
bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada

4
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih
mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada
retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta (Prawirohardjo, 2010)
F. Faktor Resiko Plasenta Previa
Salah satu hasil jurnal tahun 2016 tentang “Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Pada Timbulnya Kejadian Plasenta Previa” yaitu didapatkan
bahwa ada pengaruh umur, paritas, riwayat kuretage, operasi caesar, dan
riwayat plasenta previa terhadap kejadian plasenta previa. Riwayat placenta
previa merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap
kejadian placenta previa setelah mengendalikan variabel umur, paritas,
riwayat kuretage, operasi caesar, dan kehamilan ganda dengan nilai OR 6,668
(Trianingsih dkk, 2016).
Faktor predisposisi plasenta previa menurut Jordan (2014) yang
merupakan faktor risiko plasenta previa adalah usia ibu > 35 tahun,
Multiparitas, ibu dengan riwayat bedah cesar, infertilitas buatan, perokok,
Alpha Feloprotein (AFP), ibu dengan kehamilan kembar, Jarak kehamilan
yang terlalu dekat serta riwayat ibu dengan kuretase. Manuaba (2012)
menambahkan bahwa mioma uteri dan malnutrisi merupakan juga merupakan
faktor risiko plasenta previa.
Faktor risiko plasenta previa menurut Mochtar dalam Norma (2013)
adalah usia ibu > 35 tahun, paritas banyak, endometrium cacat oleh karena
bekas cesar atau bekas kuretase, jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari
2 tahun, mioma uteri, polip endometrium, kehamilan kembar, ibu yang
merokok, riwayat plasenta previa sebelumnya serta adanya luka jaringan
parut sehingga dapat menyebabkan hipoplasia endometrium sedangkan faktor
lainnya adalah reaksi korpus luteum melambat.
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Perdarahan Antepartum
dengan Sebab Plasenta Previa :
1. Usia
Manuaba (2012) menyebutkan bahwa faktor risiko yang
meningkatkan kejadian plasenta previa adalah usia ibu. Ibu dengan usia
yang muda lebih beresiko mengalami plasenta previa karena pertumbuhan

5
endometrium yang kurang subur begitu juga ibu dengan umur diatas 35
tahun karena pertumbuhan endometrium sudah kurang subur.
Umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis
pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran
darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar
dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah
yang adekuat (Rama Y, 2014). Umur ibu yang makin tua (> 35 tahun) dan
umur muda (< 20 tahun) dapat menjadi penyebab terjadinya plasenta
previa karena umur tua akan terjadi kemunduran yang progresif dari
endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin
diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas. Sedangkan pada umur
muda < 20 tahun, endometrium belum sempurna. Keadaan endometrium
yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum.
Penelitian yang dilakukan oleh Aras (2019) di RSUD Polewali
Mandar menemukan bahwa Adapun hasil statistik dengan uji odds rasio
diperoleh nilai OR 0,589, dimana umur merupakan faktor protektif
terhadap kejadian plasenta previa dengan tingkat kepercayaan (CI) 95%
yaitu 0,270 – 1.286. Karena nilai lower limit dan upper limit tidak
mencakup nilai 1 dan didukung oleh nilai p value sebesar 0.182 (0.182 >
0.05) maka secara statistik dikatakan bermakna sehingga penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara umur dengan
kejadian plasenta previa
2. Paritas
Pada paritas tinggi, kejadian plasenta previa semakin besar karena
keadaan endometrium yang kurang subur. Kejadian plasenta previa 3
kali lebih sering pada wanita multipara (> 2 kali) melahirkan. Pada
multipara plasenta previa disebabkan oleh vaskularisasi yang kurang
dan atrofi desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke
plasenta tidak cukup sehingga menutupi pembukaan jalan lahir (Rama
Y, 2014).

6
Penelitian yang dilakukan oleh Aras (2019) di RSUD Polewali
Mandar menemukan bahwa secara statistik dikatakan tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna sehingga penelitian ini menunjukkan tidak
pengaruh yang bermakna antara paritas dengan kejadian plasenta
previa.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, I. M., &
Misbah, N. (2015) didapatkan ada hubungan bermakna antara paritas
dengan kejadian plasenta previa dengan nilai (p : 0.002). Kejadian
plasenta previa semakin besar terjadi pada paritas tinggi seperti pada
wanita multipara (>2kali) karena keadaan endometrium yang kurang
subur sehingga plasenta akan mencari tempat untuk memenuhi aliran
darah dan terkadang berada di bawah dekat jalan lahir atau menutupi
jalan lahir.
Cunningham (2013) menyebutkan bahwa pengaruh paritas dengan
kejadian plasenta previa cukup besar. Hal ini disebabkan adanya respon
inflamasi dan perubahan atropi pada dinding endometrium yang
menyebabkan pertumbuhan plasenta yang melebar sehingga plasenta
tumbuh menutupi bagian segmen bawah rahim dan atau sebagian
ostium uteri internum.
3. Riwayat Abortus
Riwayat abortus atau keguguran dapat pula menjadi penyebab
plasenta previa karena vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atropi
pada desidua akibat persalinan lampau sehingga aliran darah ke plasenta
tidak cukup dan memperluas permukaannya sehingga dapat menutupi
jalan lahir (Maesaroh, 2016). Namun Plasenta bertumbuh pada segmen
bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi
yang berkurang atau perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat
menyebabkan plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran
darah ke plasenta tidak cukup maka plasenta yang letaknya normal
sekalipun akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi pembukaan jalan lahir.

7
Penelitian yang dilakukan oleh Aras (2019) di RSUD Polewali
Mandar menemukan bahwa berdasarkan hasil statistik didapatkan dengan
uji odds rasio diperoleh nilai OR 6.489, dimana riwayat abortus
merupakan 6 kali berisiko terjadinya plasenta previa dengan tingkat
kepercayaan (CI) 95% yaitu 2.090 – 20.144). Kerena nilai lower limit dan
upper limit mencakup nilai 1 dan didukung oleh nilai p value sebesar
0.000 (0.000<0.05) maka secara statistik dikatakan tidak bermakna
sehingga penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna
antara riwayat abortus terhadap kejadian plasenta previa.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo, E. P., &
Herliana, B. R. (2012), didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara riwayat abortus dengan kejadian plasenta previa dengan nilai p =
0.033 (p<0.05). Riwayat abortus penyebab plasenta previa karena
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atropi pada desidua sehingga
aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannya.
Namun Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
dengan jelas diterangkan. Karena vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta
previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran darah ke plasenta tidak
cukup maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas
permukaannya sehingga mendekati atau menutupi pembukaan jalan lahir.
4. Riwayat Bedah Caesar
Manuaba (2012) menyebuttkan bahwa faktor risiko plasenta previa
adalah endometrium yang cacat, dimana terdapat bekas operasi dan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Getahun dkk (2006)
menunjukkaan bahwa riwayat bedah cesar pada persalinan sebelumnya
meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya. Persalinan secara bedah cesar pada persalinan pertama dan
kedua meningkatkan kemungkinan plasenta previa pada kehamilan ketiga
sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan wanita yang melahirkan
pervaginam pada dua kehamilan sebelumnya. Peningkatan kejadian
plasenta previa ini diperkirakan diakibatkan oleh perubahan patologis yang

8
terjadi pada miometrium dan endometrium selama kehamilan karena
adanya jaringan parut bekas bedah cesar pada dinding rahim. Penelitian
yang dilakukan oleh Ernasty (2016) di RSUD Sungailiat Bangka
menemukan bahwa Sebagian besar ibu dengan riwayat bedah sesar
memiliki riwayat bedah sesar atas indikasi komplikasi pada ibu dan janin.
responden yang memiliki riwayat bedah sesar paling banyak pada ibu
dengan usia 30-34 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia reproduktif
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trianingsih &
Duarsa, A. B. S. (2016) didapatkan ada hubungan antara operasi caesar
terhadap kejadian plasenta previa dengan nilai OR 6.668. Persalinan yang
dilakukan melalui tindakan seksio sesarea memiliki komplikasi pada ibu.
Salah satu masalah yang bisa terjadi yaitu infeksi atau cidera pun pireksia.
Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi, maka dapat menimbulkan
masalah seperti pembentukan adhesion atau perlengketan. Plasenta previa
dapat terjadi akibat adanya endometrium yang cacat. Salah satu yang
menyebabkan endometrium mengalami masalah tersebut karena bekas
operasi yang pernah dilakukan.

5. Riwayat Kuretasa
Menurut Manuaba (2012) faktor risiko plasenta previa adalah
endometrium yang cacat, dimana terdapat bekas persalinan yang berulang
dengan jarak yang pendek, bekas operasi seperti bekas kuretase/ plasenta
manual, perubahan pada endometrium pada mioma atau polip serta pada
malnutrisi.
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh meluas untuk memenuhi kebutuhan janin, sehingga plasenta
tumbuh meluas dan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Kondisi endometrium yang kurang baik juga menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baik seperti ostium uteri internum. Ttindakan
operatif yang dilakukan baik vacum aspiration(VA) dan dilatation and
sharp curettage meningkatkan terjadinya adhesi senhingga pada dinding
endometrium yang akan menghambat pertumbuhan endometrium pada

9
kehamilan berikutnya, serta dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta
meluas kebagian ostium uteri internum untuk mencukupi kebutuhan janin
(Martaadisoebroto, 2013).
6. Riwayat Manual Plasenta

Manual plasenta merupakan tindakan operasi untuk melahirkan


plasenta menggunakan tangan yang dimasukkan ke dalam uterus. Adapun
kerugian tindakan ini yaitu inversion uteri oleh karena tarikan yang
dilakukan terlalu keras. Sedangkan komplikasi dari manual plasenta salah
satunya terjadi trauma dari tindakan tersebut (Manuaba, 2012). Penelitian
yang dilakukan Elias (2019) dimana riwayat manual plasenta merupakan
faktor protektif terhadap kejadian plasenta previa dengan tingkat
kepercayaan (CI) 95% yaitu (0.583 – 0.756). Karena nilai lower limit dan
upper limit tidak mencakup nilai 1 dan didukung oleh nilai p value sebesar
1.000 (1.00 > 0.05) maka secara statistik dikatakan bermakna sehingga
penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara
riwayat manual plasenta terhadap kejadian plasenta previa.
7. Riwayat Mioma
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah
otot polos rahim. Bahaya penyakit mioma pada kehamilan bisa terjadi
kelainan letak plasenta karena mioma bisa tumbuh dibagian dinding luar
rahim pada otot rahim atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim itu
sendiri (Irianto K, 2015). Plasenta previa dapat terjadi akibat adanya
endometrium yang cacat. Salah satu yang menyebabkan endometrium
mengalami masalah yaitu karena adanya mioma uteri (Karlina dkk, 2016).
hasil penelitian yang dilakukan Trianingsih & Duarsa (2016) yang
menyatakan tidak ada pengaruh tumor terhadap kejadian placenta previa.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya
adalah di bagian otot polos rahim. Penyakit mioma sangat berpengaruh
terhadap kehamilan karena salah satu tempat tumbuhnya mioma yaitu di
dinding rahim. Mioma yang tumbuh pada dinding rahim akan
mempengaruhi proses pertumbuhan janin yang menempel pada dinding
rahim (Wongso, 2016)

10
G. Penegakan Diagnosa Plasenta Previa
Penegakan diagnosis plasenta previa adalah sebagai
berikut:
1. Gejala klinis
Pertama ialah kita mengetahui gejala klinisnya terlebih dahulu, gejala
diantaranya yaitu
a. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab
tanpa rasa nyeri dari biasanya, berulang, darah biasanya berwarna
merah segar.
b. Bagian terdepan janin tinggi (floating) sering di jumpai kelainan
letak janin.
c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan
tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin
biasanya masih baik. (Maryunani, 2013:138).
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk
pintu atas panggul (Nugroho, 2010:126)
b. Pemerksaan inspekulo : pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri internum
atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri internum, adanya plasenta previa harus di curigai
(Fauziyah, Y, 2012:74)
3. Pemeriksaan penunjang
a. USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta.
b. Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit (Nugroho, 2010:127)
H. Penatalaksanaan Plasenta Previa
Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
1. Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,

11
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal),
tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:
a. Istirahat
b. Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk
mengatasi anemia
c. Memberikan antibotik bila ada indikasi
d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi
bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila
timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh
melakukan senggama.
2. Penanganan Aktif
Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia
kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati.
Penanganan aktif berupa persalinan pervaginam dan persalinan per
abdominal.
Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja
operasi. (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila
pemeriksaan dalam didapatkan:
a. Plasenta previa margnalis,
b. Plasenta previa letak rendah
c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan
serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan
tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi
yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila
gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi
perdarahan banyak lakukan seksio caesarea.
Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:
a. Plasenta previa totalis
b. Perdarahan banyak tanpa henti

12
c. Presentase abnormal
d. Panggul sempit
e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f. Gawat janin

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Data
No register : 482456
Tgl kunjungan : 28 februari 2018 Jam : 09.00 WITA
Tgl pengkajian : 28 Februari 2018 Pukul : 09.30 WIB
1. Data Subjektif
a. Identitas
Ibu Suami
Nama : Ibu “S” : Bp “S”
Umur : 30 Tahun : 35 tahun
Suku, Bangsa : Bali, Indonesia : Bali, Indonesia
Agama : Islam : Islam
Pendidikan : SMA : SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja (IRT) : Karyawan Swasta
Alamat Rumah : Jl. Yamuna 111 No 14B, Kerta Jata, Bali
No. Tlp : 082 341 1134 xxx : 082 337 124 xxx
Alamat Tempat Kerja : : Jl. Ponogoro, No 116
No. Tlp Tempat Kerja : - :-
Jaminan Kesehatan : BPJS (Kelas II) BPJS ( Kelas II)
b. Keluhan Utama
a. ibu mengeluh ada pengeluaran darah dari jalan lahir secara tiba-
tiba tanpa dirasakan rasa sakit
b. Keluhan dialami sejak tanggal 19 Juni 2018, jam: 11.30 Wita
c. Ibu mengatakan tidak ada riwayat jatuh sebelumnya, tidak
berhubungan dengan suami sebelumnya, juga tidak mengangkat
beban berat
d. Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janin
c. Riwayat Kesehatan Ibu Yang Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular,
seperti TBC, sakit kuning atau hepatitis, tidak mempunyai penyakit

14
menurun seperti hipertensi, kencing manis, dan menahun seperti
jantung dan asma serta tidak ada keturunan kembar.
d. Riwayat Kesehatan Ibu Sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular,
seperti TBC, sakit kuning atau hepatitis, tidak mempunyai penyakit
menurun seperti hipertensi, kencing manis, dan menahun seperti
jantung dan asma serta tidak ada keturunan kembar.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak pernah menderita penyakit
menular, seperti TBC, sakit kuning atau hepatitis, tidak mempunyai
penyakit menurun seperti hipertensi, kencing manis, dan menahun
seperti jantung dan asma. Keluarga ibu dan suami tidak memiliki
keturunan kembar.
f. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : +-30 hari
Lama haid : 5-6 hari
HPHT : 17 Juli 2017
TP : 24 April 2018
g. Riwayat Perkawinan
Nikah : 1 kali
Lama menikah: 10 tahun
Usia saat nikah : 19 tahun
h. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Anak Yang Lalu
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh ibu “S” bahwa
kehamilan pertama sebelumnya, usia kehamilan ibu cukup bulan,
melahirkan anak pertamanya pada Februari 2008 secara spontan di
rumah bidan praktik. Tidak mengalami komplikasi, bayi lahir berjenis
kelamin Laki-lakisegera menangis kuat, gerak aktif, kondisi sehat,
berat badan lahir bayi 3500 gram.
Pada kehamilan keduannya usia kehamilan ibu cukup bulan,
melahirkan anak keduanya pada 7 Desember 2013 secara spontan di

15
bidan praktik. Tidak mengalami komplikasi, bayi lahir berjenis
kelamin perempuansegera menangis kuat, gerak aktif, kondisi sehat,
berat badan lahir bayi 3.300 gram.
Saat nifas ibu tidak mengalami komplikasi. Kedua Bayinya
diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan.
i. Riwayat Hamil Ini
Status imunisasi TT Ibu “NS”” adalah TT5 (lengkap) , Waktu
imunisasi terakhir ibu saat SD, Ibu “NS”sudah pernah melakukan
pemeriksaan ANC/ kehamilaan sebelumnya di bidan dan dr. SpOg
Ibu mengatakan ini kehamilan ketiga. Pada awal kehamilan ibu
merasa mual muntah dan diberikan vitamin B6 oleh bidan. Pada umur
kehamilan 10 minggu 4 hari ibu mengatakan mengeluarkan darah dan
di diagnosa dokter bahwa ibu mengalami abortus imminenes dan
disarankan untuk rawat inap.
j. RiwayatPemakaian Kontrasepsi
Ibu mengatakan pernah menggunakan KB Suntik 1 bulan selama 9
tahun terakhir.
k. Kebutuhan Biologis (Pola Kebiasaan Sehari-Hari)
1) Bernafas
Ibu tidak ada kesulitan dalam bernafas atau tidak ada keluhan
bernafas
2) Nutrisi
Pola makan selama kehamilan ini adalah 3 kali dalam
sehari dengan porsi sedang. Jenis dan komposisi makanan terdiri
atas, 1 piring nasi, 1 potong tempe/tahu ukuran sedang, 1 butir
telur rebus, 1 potong ikan/daging ayam, sayur secukupnya dan
tidak ada pantangan makan, minum air putih 9 gelas/hari dan
satu gelas susu.
3) Eliminasi
BAK 5 kali sehari dengan warna kuning jernih, BAB 1 kali
sehari karakteristik lembek dan warna kecoklatan.
4) Istirahat

16
Tidur malam 5-7 jam sehari, kadang-kadang dapat istirahat
siang kurang lebih 1 jam, keluhan tidak ada.
5) Hubungan seksual
Frekuensi ibu saat berhubungan yaitu 2 - 3 kali dalam
seminggu, untuk posisinya tidak dapat didata karena ibu malu
untuk mengatakannya, saat berhubungan seksusaal ibu dan
suami tidak ada keluhan
6) Kebersihan diri
Ibu mandi 2 kali dalam sehari, mengosok gigi 2 kali dalam
sehari, keramas 2 kali terkadang 3 kali dalam seminggu, ibu
juga melakukan perawatan payudara, membersihkan alat
kelamin 2-3 kali dalam sehari, ibu mengganti pakian dalam 2
kali dalam sehari, dan ibu melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah makan, dan saat selesai BAB.
l. Data Psikososial
Psikososial penerimaan terhadap kehamilan ini adalah
kehamilan ini tidak direncanakan, namun dapat diterima oleh ibu,
suami dan keluarganya, juga mendapatkan dukungan sosial dari
keluarga (suami, orangtua, mertua, paman, bibi, dll), hubungann
dilingkungan tempat tinggal dan tempat kerja ibu baik dan serta
mendapatkan dukungan, dalam pernihannya ini tidak ada masalah
dalam perkawinan ibu.
1) Kebutuhan Spiritual
Tidak ada keluhan saat ibu beribadah
2) Perilaku dan gaya hidup
Ibu tidak ada perilaku dan gaya hidup yang dapat
membahayakan kesehatannya seperti, diurut dukun, minum
minuman keras, minum jamu, merokok, Traveling,
ganja/NAPZA
m.Keluhan – keluhan yang pernah dirasakan
Pada saat Trimester I ibu pernah merasaan mual – mual dan
terkadang muntah,

17
n. Pengetahuan ibu tentang kehamilannya
1) Ibu sudah mengetahui perubahan fisik yang dialami selama
kehamilannya
2) Ibusudah mengetahui nutrisi dan gizi yang baik selama kehamilan,
3) Ibu sudah mengetahui tentang istirahat dan tidur yang cukup
selama hamil
4) Ibu belum mengetahui dan mengerti tentang pemantauan
kesejahteraan janin dan perawatan kesehatan selama hamil
5) Ibu kurang mengetahui tanda bahaya kehamilan trimester III
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TB : 162 cm
BB : 65 kg
TTV : TD : 90/70 mmHg
N : 80 x / menit
S : 37 °C
RR : 20 x / menit
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Tabel 3.3 Pemeriksaan Fisik
Kepala Bentuk kepala bulat, rambut hitam, bersih.
Bentuk muka bulat, wajah terlihat normal, tidak sembab,
Muka
tidak ada cloasma gravidarum.
Kedua mata simetris, warna konjungtiva merah muda,
Mata
warna sklera putih, reflek pupil normal.
Kedua lubang hidung simetris, warna mukosa hidung
Hidung normal, bersih, tidak ada polip, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
Kedua daun telinga simetris, daun telinga lengkap,
Telinga
bersih, tidak ada benjolan abnormal.

18
Kedua mukosa bibir simteris, warna mukosa bibir merah
Mulut muda, bibir lembab, gigi bersih dan tidak berlubang,
tidak caries, tidak ada sariawan, tidak ada tonsillitis.
Leher Tidak ada pembesaran pada vena junggularis.
Dada Dada cembung, tidak ada retraksi dinding dada.
Kedua payudara simetris, warna areola mamae
Payudara hiperpigmentasi, kelenjar monsgomeri baik, puting
menonjol.
Belum tampak pembesaran pada perut, tidak ada luka
Abdomen
bekas operasi.
Axilla Pertumbuhan rambut merata, bersih.
Kedua bagian ekstrimitas simetris, tidak oedema, tidak
Ekstrimitas varises, tidak polidaktil, adaptil, sindaktil, warna kuku
merah muda.
Kedua labia mayora dan minora simtris, lengkap, tidak
oedema, tidak varises, tidak ada condilomatalata dan
Genetalia
condilo acuminata, tampak lendir dan darah di vagina,
tidak tampak cairan ketuban (+) , lubang anus (+).

2) Palpasi
TFU : 32 cm
TBJ : 2.945 gram
Leopord I : Tinggi fundus setengah pusat dan PX, teraba 1
bagian lunak, ridak melenting
Leopord II : sebelah kiri ibu teraba seperti papan memanjang,
keras , sebelah kanan ibu teraba bagian kecil janin
Leopord III : teraba satu bagian bulat dan sudah tidak dapat
digoyangkan
Leopord IV : Konvergen
3) Auskultasi
DJJ : 140 x/menit

19
Abdomen :Bising usus :(+)
1. Anogenetal
Inspeksi
Vulva / vagina : tidak ada kelainan
PPV : Lendir darah (-), air-air (-), perdarahan (+)
4) Perkusi
ReflekPatela : (+)/(+)
c. Pemeriksaan labolatorium
Hb : 11 gr/dl

B. Analisis Data
1. Diagosa
Ny “S” Umur 30 Tahun G3P2A0 UK 32 minggu 2 hari Tunggal
Hidup, intrauterine, Preskep Ʉ dengan suspect plasenta previa
2. Masalah
a. ibu mengeluh ada pengeluaran darah dari jalan lahir secara tiba-
tiba tanpa dirasakan rasa sakit
b. ibu merasa cemas terhadap janinnya

C. Penatalaksanaan
Tanggal : 28 Februari 2018 Jam : 09.30 WIB
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada ibu dan
keluarga, Ibu dan keluarga mengerti dan menerima hasil pemeriksaan
2. Menganjurkan ibu agar tetap tenang dan tidak merasa cemas karena jika
ibu cemas akan mengganggu kondisi janinnya, ibu paham dan merasa
sedikit tenang.
3. Menganjurkan ibu untuk istirahat total (tirah baring), karena dengan
istirahat memungkinkan otot untuk berrelaksasi dan mengurangi beban
kerja jantung yang meningkat selama kehamilan serta dapat mengurangi
frekuensi perdarahan, dimana pada saat istirahat baring, sum-sum tulang

20
belakang bekerja menghasilkan sel-sel darah merah.Mengobservasi
dengan ketat DJJ, tanda-tanda vital, dan perdarahan

a. DJJ terdengar kuat pada kuadran kiri bawah perut ibu

dengan frekuensi 142 x/menit.

b. Tanda-tanda vital:

Tekanan Darah : 110/70

mmHg Nadi : 88 x/

menit

Pernapasan : 24 x/ menit

Suhu : 36,60 C
4. Bekerja sama dengan anggota keluarga untuk memberikan dukungan
psikologis pada ibu, karena dukungan psikologis sangat dibutuhkan ibu
untuk meghadapi keadaannya, serta untuk mengurangi kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan yang sedang dirasakan ibu.
5. Memberikan KIE ibu dan suami tentang tanda bahaya kehamilan
trimester III, ibu dan suami paham
6. Memberian terapi obat-obatan, Antibiotik (Amoxicilin: 3 x 500 mg), Anti
fibrinolitik (Asam Tranexamat: 3 x 1), Multivitamin (Prenatin: 1 x 1)
7. Menganjurkan ibu untuk rawat inap.

21
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Data Subjektif


Pada langkah pengumpulan data ini sudah sesuai dengan teori, tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek.
B. Pembahasan Data Objektif
a. Pembahasan Hasil Pengamatan Pemeriksaan Umum
Keadaan umum Ibu “S” composmentis dan bisa beradaptasi
dengan lingkungan sekitar. Ibu “S”” sudah ditimbang berat badan dan
tinggi badan. Berat badan ibu didapatkan hasil 65 kg dan tinggi badan ibu
160 cm. Hal ini sudah sesuai dengan 10T asuhan antenatal yang mana T
pertama harus dilakukan timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
b. Pembahasan Hasil Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan tekanan darah Ibu “S”” pada umur kehamilan 32 minggu 2
hari tidak normal tekanan darah ibu 90/70mmHg. Pengukuran tekanan
darah dilakukan setiap kali kunjungan antenatal untuk mendeteksi adanya
hipertensi dalam kehamilan (Tekanan darah ≥140/90 mmHg).
(Kemenkes RI, 2013 dan Kemenkes RI, 2015).
c. Pembahasan hasil pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan firik ibu dalam keadaan batas normal dan
tidak ada kelainan, saat dilakukan pemeriksaan pada genetalia ibu
terdapat pengeluaran darah.
C. Pembahasan Analisis
Berdasarkan data subjektif dan objektif maka dapat ditegakkan
diagnose kebidanan sebagai berikut :
Ibu “S” umur 30 tahun G3P2A0 Usia Kehamilan 32 minggu 2 hari preskep
Ʉpuka tunggal hidup intrauteri, suspect plasenta previa.
D. Pembahasan Penatalaksanaan
Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan dan
melakukan kolaborasi jika ada hal yang membutuhkan penanganan dokter

22
atau anggota tim kesehatan lainnya, serta adapun hal-hal yang dilakukan oleh
klien itu sendiri sesuai dengan anjuran dari petugas kesehatan.
Pada kasus Ny. “S” dengan plasenta previa penatalaksanaai yang
dilakukan secara mandiri oleh bidan termasuk kolaborasi oleh dokter yang
telah direncanakan semuanya dapat terlaksana, diantaranya memasang infus,
dan mengobservasi DJJ, TTV, merawat inap, menganjurkan ibu untuk
istirahat total (tirah baring). Dengan demikian antara konsep dasar dan studi
kasus tidak ditemukan ada kesenjangan yang berarti.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada Seorang ibu Ny “S”
G3P2A0 usia 30 tahun, umur kehamilan 32 minggu 2 hari, janin hidup, intra
uteri, tunggal, punggung kiri, presentasi kepala, dengan plasenta previa di
dapatkan bahwa pada tinjauan kasus muncul masalah keluar darah dari jalan
lahir maka penulis dapat melaksanakan/menganalisis tentang pengkajian data
subjektif dan objektif, merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan
serta melakukan evaluasi pada masalah tersebut.
Pada diagnosis di atas penulis tidak menemukan kesenjangan antara
praktik, intervensi, implementasi, dan evaluasi yang telah dilakukan
berdasarkan masalah yang muncul.

B. Saran
1. Terhadap Klien
a. Menganjurkan pada klien agar rajin memeriksakan kehamilannya di
rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas lengkap apabila terjadi
komplikasi yang dapat membahayakan klien.
b. Keterlibatan anggota keluarga sangat diperlukan untuk lebih
memfokuskan perhatian terhadap klien.
2. Terhadap Bidan
a. Dalam melaksanakan tugas sebagai bidan, diharapkan agar dapat
memberikan pelayanan yang profesional sesuai dengan kebutuhan
akan masalah yang sedang dialami oleh klien.
b. Sebagai seorang bidan dalam melakukan tindakan diharapkan dapat
membina hubungan yang baik antara klien ataupun keluarga klien,
agar

24
DAFTAR PUSTAKA

Irianto K .2015.. Kesehatan Reproduksi Teori & Praktek. Alfabeta. Bandung.


Karlina N dkk (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal &
Neonatal. IN Media. Bogor. Lestari, I. M., & Misbah, N. (2015).
Hubungan Antara Paritas Dan Umur Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa.
Jurnal Obstretika Scientia, 2(2), 122-140
Maesaroh (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Kejadian Plasenta Previa.
Sagar (2016). http:// www. Motherandbaby .co .id /article/ 2016/ 1/ 5/ 5665/
Angka-Kematian-Ibu- Hamil-di-Indonesia-Masih-Tinggi, diakses tanggal
1 April 2020.
Trianingsih dkk (2016). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Timbulnya
Kejadian Placenta Previa.YARSI Medical Journal, 23(2), 103-113.
http://www.academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/jurnal-fk-
yarsi/article/view/115 diakses pada tanggal 1 Apeil 2020
Aras. 2019. Faktor Yang Beresiko Terhadap Kejadian Plasenta Previa di RSUD
Polewali Mandar. http://journal.lldikti9.id/CPHJ/index, diakses pada
tanggal 1 April 2020.

Ernesty. 2016. Faktor Resiko Kejadian Perdarahan Anterpartum Dengan Sebab


Plasenta Previa Di RSUD Sungailiat Bangka.
http://repository.unair.ac.id/54136/13/FK.%20BID.%2024-16%20Dam
%20f-min.pdf diakses pada tanggal 1 April 2020.

25

Anda mungkin juga menyukai