PENDAHULUAN
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen
jaringan tubuh, sehinggga dapat menyebabkan hipoperfusi jaringan secara global. Kondisi ini
meyebabkan disfungsi seluler akibat ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen.
Keadaan ini membutuhkan penanganan yang cepat karena dapet berkembang / memburuk
dengan cepat. Klasifikasi syok juga menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil oleh
klinisi karena penanganan masing-masing jenis syok tersebut berbeda satu sama lain, tetapi tetap
dengan tujuan mengembalikan perfusi jaringan dan oksigenasi yang adekuat. Biasanya syok
ditandai dengan hipotensi (MAP <60mmHg), takikardi, gangguan perfusi ke organ. Pada
pembuluh darah dan mengalihkan peredaran darah dari gastrointestinal dan renal ke otak, paru
dan jantung. Kondisi klinis yang tidak diperbaiki dapat mengakibatkan syok dekompensasi,
akibat asidosis metabolic, kerusakan sel, kebocoran protein, dan penurunan curah jantung dari
dilatasi vaskular dan depresi miokard. Kerusakan berulang pada organ vital menyebabkan
kegagalan organ multipel dan berakhir dengan gagal jantung dan PEA. Syok pada tahap akhir ini
Idealnya sebelum ada penurunan tekanan darah sistolik kita dapat mengidentifikasi syok, dan
mencegah perjalanan klinis ke fase ireversibel. Tekanan darah yang normal tidak mengecualikan
diagnosis syok.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke
jarinagn, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok terjadi bila
keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan
Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis sehingga
menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai
volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital
(kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan
ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan
(hematoma, hematotoraks)
disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).
a. Syok Septik - Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan
membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.
c. Syok Neurogenik - Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang
ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata menurunkan volume
sekuncup dan endnya curah jantung. Misalnya : tamponade kordis, koarktasio aorta,
2.3.1 Etiologi
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari:
2. Kehilangan plasma (Luka bakar yang luas, Pankreatitis, Deskuamasi kulit, Sindrom
Dumping)
3. Kehilangan cairan ekstraselular (Muntah, Dehidrasi, Diare, Terapi diuretik yang sangat
suplai terhadap kebutuhan metabolisme seluler. Keadaan hipoksia ini menyebabkan proses
masuknya piruvat pada siklus kreb menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat
tersebut akan diubah menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan
b. Kompensatori
Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk mengkompensasi. Asidosis
yang terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan untuk
mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam
keseimbangan asam basa dengan cara mengasamkan ata menurunkan pH dalam darah.
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian dideteksi oleh barosreseptor, tubuh
vasokonstriksi pembuluh darah. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara dominan pada
peningkatan denyut jantung. Selain dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin
angiotensi aldosteron) juga teraktivasi dan terjadi pelepasan hormon vasopressor atau ADH
(anti diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dengan cara
c. Progresif
Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami tahap
progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai kegagalan. Pada stadium ini, Asidosis
metabolik semakin parah, otot polos pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga
terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya histamin yang mengakibatkan bocornya cairan
ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi dan viscositas darah menjadi
meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dalam aliran darah sehingga berakibat terjadinya
d. Refraktori
Pada stadium ini terjadi kegagalan organ dan shock menjadi ireversibel. Kematian
otak dan seluler pun berlangsung. Syok menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak
didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang
terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya
di transformasi menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian
oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang dapat difosforilasi menjadi
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Gejala
klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring,
pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung, peningkatan kerja simpatis,
hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar
guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial, interselular
Shock Hypovolemic Shock". Hal ini dikarenakan 4 tingkatan dari persentase kehilangan darah
pada stage ini mirip dengan skor pada olah raga tenis, yaitu 15, 15-30, 30-40, 40
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:
memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
resusitasi cairan.
Ketika hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien
dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan resusitasi cairan dengan
cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP
(central venous pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus
yang diteteskan dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan
garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tidak ada bukti
medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang,kmd
asupan oksigen ke jantung menurun, yang mengakibatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada
gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan
curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi
penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot
pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat :
kompensatorik
Tahap 2, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan
Tahap 3, tahap refrakter (irreversible) yaitu tahap kerusakan sel yang hebat tidak dapat
(Hardisman, 2013)
Tindakan umum
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia mayor
harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila
dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume
intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam
sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila
aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan (Alwi, 2010).
Farmakoterapi
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri
rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung
meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen. Bahan vasoaktif
seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk menurunkan
tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan arteri dan vena
keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya
diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan darah
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik
meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering
digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP
cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta
descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas
position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selam diastole
ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi
koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil
yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan
peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya crackle, dan edema perifer. Apabila
terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal
selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini
(denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
d. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah
diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari,
intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan
setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit
e. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
f. Pemberian oksigen
utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel
(Alwi, 2010).
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada
lebah
(3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
2.5.3.1 Definisi
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam) (Sethi, 2003).
2.5.3.2 Etiologi
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
2.5.3.3 Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam
syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam
efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan
darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi
ventrikel(Prajitno, 2011).
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus
simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
2.5.3.5 Terapi
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan
vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat
250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien):
Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap
tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang
terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap
jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali.
Epinefrin: Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu
bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenic
Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah Dobutamin dapat menurunkan tekanan
Dosis Resistensi
Cardiac Tekanan
Obat (mcg/kg/menit Pembuluh Darah
Output Darah
) Sistemik
Dopamin 2,5-20 + + +
Norepinefrin 0,05-2 + ++ ++
Epinefrin 0,05-2 ++ ++ +
Fenilefrin 2-10 - ++ ++
Dobutamin 2,5-10 + +/- -
(Prajitno, 2011).
2.5.4.1 Definisi
Syok anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang fatal dan dapat menimbulkan
“bencana”, yang dapat terjadi dalam beberapa detik-menit, sebagai akibat reaksi antigen
antibody. Reaksi ini diperankan oleh IgE antibody yang menyebabkan pelepasan mediator
kimia dari sel mast dan sel basofil yang beredar dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A,
2.5.4.2 Etiologi
Beberapa penyebab syok anafilaktik diantaranya, insect venom, antibiotik (beta lactams,
vancomycin, sulfonamide), heterologues serum (anti toxin, anti sera), latex, vaksin yang
dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang
selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui
kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan
Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang akan
menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis
tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada penggunaan obat-
Walaupun gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya
sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun pada
tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi
dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan
yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme. Kedua gejala terakhir ini
menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang pada gilirannya menimbulkan
gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap gangguan sirkulasi pada gilirannya
menimbulkan gangguan respirasi. Umumnya gangguan respirasi berupa udema laring dan
Gangguan kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi
anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk
diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang
lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu setiap gangguan
kulit berupa urtikaria, eritema, atau pruritus harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya
gejala yang lebih berat. Dengan kata lain setiap keluhan kecil yang timbul sesaat sesudah
penyuntikan obat,harus diantisipasi untuk dapat berkembang kearah yang lebih berat (Austen,
2004).
2.5.4.5 Tatalaksana
1. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3 faktor
yaitu :
sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang atau berhenti.
0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang dapat
diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin
cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara
intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spoit 10 ml dengan NaCl
anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit,
2.Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan
Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada
tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu menetralkan chemical mediators yang
lepas dan tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai
membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged
effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk
golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrocortison 100
– 250 mg IV.
Terapi suportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr / menit harus
dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi
perlu dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi )
akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
3. Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap rendah maka
pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti.
Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal
dan stabil.
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner
segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat
kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka
sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency,
2.5.5.1 Definisi
Shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi
untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
2.5.5.2 Etiologi
Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah saluran kemih – kelamin, gati , kandung
empedu, usus) infeksi, pemakaian antibiotic jangka panjang dan tindakan medis atau
beberapa efek yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler, dan vasodilatasi. Sebelum
terjadinya shock septik biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis yang bisa
bisebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Pada bakteri gram negatif yang
berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP
(Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting
dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor
inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme.
Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2
kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang
menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
Sedangkan pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic
acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II
dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi
sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga
terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
Penyebaran infeksi bakteri gram negative yang berat potensial memberikan sindrom klinik
yang dinamakan syok septik. Penyebab syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh
bakteri tertentu dan akibat sitokinesis(zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan
suatu infeksi). Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan
Pertanda awal dari shock septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala
ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung memang
meningkat tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah menurun. Pernafasan
kadarnya didalam darah menurun. Gejala awal berupa menggigil hebat suhu tubuh yang naik
secara cepat, kulit hangat dan kemerahan denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang
turun naik. Pada stadium lanjut suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Tanda dan
Demam tinggi
Vasodilatasi
Peningkatan HR
Penurunan TD
Jantung: penimbunan cairan dan pembengkakan. Bisa timbul bekuan darah didalam
mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan
inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi
1. Resusitasi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan
resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama
adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine>0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%.
Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan
dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit>30%
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis
yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur
diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan
klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih
Syok abstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel terhambat secara mekanik. Hal
ini sering ditemukan pada penyakit jantung congenital, tamponade jantung, emboli paru
Didefinisikan sebagai kejadian adanya udara dalam cavum pleura yang makin lama
makin banyak sehingga tekanan dalam cavum pleura makin tinggi, akibatnya akan mendesak
mediastinum (jantung) ke arah paru yang sehat, dan vena cava akan tertekan. Hal ini
Gejala klinis shock seperti shock pada umumnya, disertai dengan Sesak nafas yang
memberat, nyeri dada, distress napas, takikardi, takipneu, air hunger. dari pemeriksaan fisik
didapatkan suara nafas hilang, pada pemeriksaan JVP terlihat, gerak dari dada yang cidera
2.6.2.3 Terapi
Management awal dengan metode needle decompressi, memasukan jarum melalui SIC
II,pada linea mid clavicularis secara tegak lurus. Tindakan ini bertujuan untuk mengubah
pada SIC V, setinggi papilla mamae, disisi anterior dari garis midaksilaris (Morgan, 2013).
Didefinisikan sebagai terdapatnya cairan atau darah didalam cavum pericardium sehingga
terjadi kegagalan jantung untuk mengembang, sehingga venous return turun, diikuti dengan
cardiac output juga turun. Jika keadaan ini berkelanjutan, akan menyebabkan pasien jatuh
2.6.3.2Gejala klinis
Pasien datang dengan keluhan umum Sesak nafas makin lama makin berat.pada
pemeriksaan didapatkan Trias Beck (JVP meningkat, penurunan tekanan arteri, suara jantung
2.6.3.3 Terapi
Didefinisikan sebagai terdapat nya sumbatan pada paru baik karena lemak, udara,
ataupun gumpalan darah. sehingga akan terjadi penyumbatan aliran darah kembali kejantung
dan gangguan difusi di paru paru. Tanda tanda dan gejala tergantung dari ukuran embolus,
Pasien datang biasanya dengan kondisi sesak nafas, nyeri dada difus, batuk kering yang
bisa berlanjut jadi hemoptisis, akhirnya muncul gejala shock. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan ronsen dada, EKG, blood gas, pemeriksaan khususnya adalah Ventilation scan,
2.6.4.3 Terapi
dkk.
(Morgan, 2013).
BAB 3
KESIMPULAN
Syok adalah sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan
manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak
lain syok hipovlemik, syok kardiogenik, syok distributif, dan syok obstruksi. Dengan
demikian, maka diharapkan akan mempermudah klinisi dalam hal pengambilan keputusan
menentukan tindakan sesegera mungkin agar dilakukan penanganan yang cepat, tepat dan
intensif.
Tanda dan gejala dari syok antara lain adalah pucat, hipotensi, gangguan kesadaran,
Syok yang tersering terjadi adalah jenis syok hipovolemia, yaitu kekurangan caoran
intravaskuler. Terapi atau penanganan untuk semua jenis syok pada prinsipnya sama, hanya
porsinya yang berbeda. Pemberian cairan merupakan salah satu tindakan terpenting dalam
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, idrus. Sally Aman Nasution. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam: syok
kardiogenik. Jakarta: interna publishing hlm 242-250
2. Austen, K.F, 2004 : Systemic Anaphylaxix. in Man. JAMA, 192 : 2 .2004.
3. Chen, Kien. Hendiman T. Pohan. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Penatalaksanaan
syok septik. Jakarta: interna publishing hlm 252-256
4. Guyton A, Hall J. Circulatory Shock and Physiology of Its Treatment (Chapter 24).
Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia, Pensylvania: Saunders; 2010. p.
273-84
5. Hardisman, 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok: Update dan
Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)
6. Kolecki P, Menckhoff CR, Dire DJ, Talavera F, Kazzi AA, Halamka JD, et al.
Hypovolemic Shock Treatment & Management 2013: (1)
7. Morgan, Carrie. Derek S. Wheeler. 2013. Obstructive Shock. The Open Pediatric
Medicine Journal, 2013, 7, (Suppl 1: M7) 35-37
8. Prajitno, bambang wahyu. Rupii. Aryono D. Pusponegoro. 2011. Syok. Jakarta: EGC hlm
156-165
9. Sethi, A.K. Prakash Sharma, Medha Metha. 2003. SHOCK: Ashort review. Indian J.
Anaesth. 2003; 47 (5) : 345-359.
10. Wijaya, ika prasetya. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam: syok hipovolemik. Jakarta: