KELOMPOK XI
GOWA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari
ilmu pengetahuan, menyelidiki hakikat nilai, serta berisi mengenai etika
dan estetika. Aksiologi adalah studi tentang nilai atau kualitas. Aksiologi
mencakup etika dan estetika bidang filsafat yang sangat terkait pada
gagasan tentang nilai dan kadang-kadang disamakan dengan teori nilai
dan meta-etika.
Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bagian yang penting
bagi umat Islam sebagai pengembangan Al-Qur’an yang memerlukan
pengkajian dan pembuktian ilmiah. Dengan mengkaji secara mendalam
dan membuktikan secara ilmiah maka kita akan menemukan misteri yang
luar biasa dari Al-Qur’an. Seseorang yang mendalami, meneliti dan
mengembangkan Al-Qur’an dengan sarana ilmu pengetahuan dan
teknologi akan mengakui kebesaran Allah SWT.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih
bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi seraya berkata: ‘Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali Imran: 190-191).
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia didalamnya memuat
banyak hal dalam kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil hingga
dalam pengaturan suatu negara termasuk didalamnya adalah mengenai
ilmu pengobatan dan kefarmasian. Menurut Al Biruni, farmasi merupakan
suatu seni untuk mengenali jenis, bentuk dan sifat-sifat fisika dari suatu
bahan, serta seni mengetahui bagaimana mengolahnya untuk dijadikan
sebagai obat sesuai dengan resep dokter. Kedokteran Islam yang
didalamnya termasuk farmasi Islam merupakan ilmu kedokteran dan
farmasi yang berdasarkan Islam dan didalam praktiknya tidak
bertentangan dengan koridor ajaran Islam. Farmasi Islam diharapkan
dapat mengedepankan kemampuan untuk menggali dan menjaga
lingkungan, kemampuan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi farmasi secara optimal, serta memiliki kepekaan terhadap
berbagai proses perubahan yang terjadi didalamnya.
Karakter perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi
di negara-negara Islam memiliki karakter yang menarik untuk dipelajari
karena keunikan ajaran Islam sebagai agama yang sempurna mengatur
setiap sisi kehidupan manusia. Teks-teks Al-Qur’an dan Hadist memiliki
batasan yang tegas untuk beberapa bahan yang diharamkan
penggunaannya. Seorang farmasis muslim akan berusaha menyelaraskan
keyakinan beragamanya dengan prinsip-prinsip ilmiah farmasi. Hasilnya
adalah satu bidang kajian farmasi Islam, yaitu bidang keilmuan dan
pelayanan farmasi yang kajiannya berada dalam koridor agama Islam.
Bumi dan isinya adalah sumber dari bahan-bahan berkhasiat yang
dapat menjadi obat (Q.S. Al-A’raf: 10). Allah SWT telah mengkaruniakan
kepada kita kekayaan alam untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi
kebaikan umat di muka bumi ini. Akan tetapi Allah tetap memberikan
batasan-batasan dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah adanya
batasan halal dan haram untuk makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku
juga untuk obat-obatan.
Tingkat kehalalah dan keharaman dalam dunia farmasi belum
terpetakan dengan jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia
adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh
karena itu, konsumen obat yang beragama Islam memerlukan suatu
perlindungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini maka
keilmuan farmasi memegang peranan penting. Maka obat yang akan
dimakan untuk pengobatan harus benar-benar yang baik dan bermanfaat
untuk dikonsumsi dalam pengobatan dan dijamin oleh seorang
apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur distribusi obat.
BAB II
E. Pelayanan Kefarmasian
Perubahan paradigm pelayanan farmasi dari drug
oriented menjadipatient oriented sehingga menjadikan profesi farmasi
menjadi peluang sekaligus tantangan. Farmasis berperan dalam
membantu pengobatan mandiri pasien untuk memilihkan obat yang baik
dan halal. Fungsi utama dari dari pelaksanaan asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical care) antara lain untuk mengidentifikasi baik
yang aktual maupun potensial masalah yang berhubungan dengan obat,
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat, serta mencegah
terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.
Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk
melindungi pasien dari kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang
merugikan. Diawal Farmasi memeriksa kebutuhan pasien, ditengah
memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi bagi DRP (Drug
Related Problem), diakhir menilai hasil intervensi (evaluasi) sehingga
didapat hasil yang optimal sehingga pada akhirnya diharapkan kualitas
hidup pasien meningkat serta hasilnya memuaskan. Dengan
mengutamakan keselamatan dan melindungi pasien dari penggunaan obat
yang membahayakan diri pasien, berarti farmasis turut memelihara
kehidupan pasien tersebut sesuai dengan anjuran ajaran Islam.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Etika faramsi dalam Islam layaknya sebagai landasan/pondasi aksiologi
sehingga dapat menjamin nilai, kualitas dan ilmu farmasi menjadi lebih
bermanfaat terutama dalam hal penjaminan halal dan haram bagi umat
Islam.
2. Farmasis/apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan
dengan penjaminan mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat,
makanan maupun kosmetik. Penjaminan hak konsumen muslim dalam
mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab semua pihak baik
pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.
3. Tantangan ahli farmasi muslim adalah mengusahakan membuat bentuk
sediaan obat dan kosmetik halal, serta menguji khasiat obat dengan in
vitro tanpa hewan uji.
4. Seseorang yang sakit dapat menggunakan obat yang haram jika saat
itu tidak terdapat alternatif lain setelah keadaan daruratdinilai oleh tenaga
ahli yang memiliki kompetensi dan mengetahui persis kondisi pasien, dan
pemerintah berwenang untuk kondisi darurat yang menangkut
kepentingan umum.
B. Saran
1. Peran pemerintah perlu menganalisis kembali UU No.7 pasal 30 ayat 2
(e) agar memberikan jaminan dan kepastian mengenai kehalalan bagi
konsumen.
2. MUI memberikan sertifikat halal bekerja sama dengan pemerintah.
3. Bagi produsen yang menggunakan hewan sebagai bahan pembuatan
obat, dapat menanyakan hukum hewan yang digunakannya apakah halal
atau haram.
4. Perlunya membangun kesadaran semua pihak tentang pentingnya
regulasi halal untuk obat dan kosmetik serta selektif memilih produk yang
halal dan toyib.
DAFTAR PUSTAKA