Anda di halaman 1dari 5

Soal dan Jawab

1. Bagaimana hokum meminum obat yang berbahan dasar zat haram ?


Beliau rahimahullah menjawab, “Tidak boleh berobat dengan khomr karena
mengingat adanya hadits dalam hal ini dan inilah yang menjadi pendapat mayoritas
ulama. Dalam kitab Shahih, di mana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
mengenai khomr yang digunakan sebagai obat. Beliau pun bersabda, “Khomr hanyalah
penyakit, ia bukanlah obat.”[1] Dalam kitab sunan disebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang berobat dari yang khobits (sesuatu yang menjijikkan).[2]
Ibnu Mas’ud berkata, “Allah tidak mungkin menjadikan kesembuhan bagi kalian dari
sesuatu yang haram.”[3]
Beliau melanjutkan lagi di halaman lainnya, “Bagi sebagian yang membolehkan
khomr untuk obat menyamakannya dengan dibolehkannya mengonsumsi yang haram
seperti bangkai dalam kondisi darurat. Pendapat ini adalah lemah dari beberapa sisi:
(1) Orang yang dalam kondisi darurat dengan memakan yang haram, maka tujuannya
untuk mempertahankan hidup bisa tercapai dan hilanglah bahaya yang menimpa
dirinya. Sedangkan yang mengonsumsi yang khobits untuk berobat tidaklah bisa
diyakini sembuhnya. Bahkan betapa banyak yang menempuh jalan berobat tidaklah
meraih kesembuhan.
(2) Orang yang dalam kondisi darurat bisa menghilangkan bahaya yang menimpa
dirinya hanya dari benda yang haram tersebut, tidak yang lainnya. Namun orang yang
berobat dengan yang haram, bisa jadi disembuhkan dengan yang lainnya. Bahkan
dengan do’a dan ruqyah bisa mendatangkan kesembuhan. Bahkan yang terakhir inilah
yang paling ampuh sebagai obat.
(3) Memakan bangkai dalam kondisi genting (darurat) dihukumi wajib menurut
kebanyakan ulama. Adapun berobat itu tidaklah wajib menurut mayoritas ulama, yang
mewajibkannya hanya segelintir ulama (jumlahnya sedikit).[4]
Di halaman selanjutnya, Ibnu Taimiyah berkata mengenai lemak babi, “Adapun berobat
dengan mengonsumsi lemak babi, itu tidak dibolehkan.”[5]
Kesimpulannya, tidak boleh berobat dengan menggunakan yang haram
Sumber : https://rumaysho.com/3545-hukum-berobat-dengan-yang-haram.html
2. Apa landasan dari umat islam untuk berobat ?
Jawab :
Islam mengajarkan dalam mencapai kesembuhan diperlukan usaha seoptimal
mungkin dengan menegaskan bahwa untuk setiap penyakit telah disediakan obatnya.
Diriwayatkan dari Usamah, ia berkata: “Seorang Badui berkata: Ya Rasulullah!
Tidakkah kita berobat? Rasulullah SAW menjawab: Ya, wahai hamba-hamba Allah,
berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak membuat penyakit tanpa membuat kesembuhan
baginya kecuali satu penyakit. Mereka bertanya: Apakah satu penyakit itu Ya
Rasulullah? Rasulullah menjawab: Tua”  (H.R. Usamah).
Ketentuan halal dan haram merupakan salah satu hak Allah yang harus ditaati
oleh manusia. Sebagai landasan dalam penentuan halal dan haram umat Islam
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sumber utama yang harus dijadikan
patokan pertama adalah Al-Qur’an, kemudian sumber kedua adalah hadist. Apabila
tidak ada dalil yang menjelaskan secara rinci dan tegas dalam Al-Qur’an dan Hadist
maka diperbolehkan ijtihad.
3. Bagaimanakah kenyataan yang terjadi di dunia farmasi sekarang ?
Jawab :
Kenyataan dalam dunia farmasi saat ini terdapat beberapa sediaan farmasi
yang dipertanyakan halal dan haramnya, di antaranya:
a.   Sediaan topikal berbahan najis seperti sediaan losio, krim, atau plester. Para ulama
sepakat bahwa benda yang haram hukumnya adalah najis ketika digunakan.
b.   Penggunaan bahan dari babi dalam kefarmasian. Sesuai dengan nash Al-Qur’an,
pada tahun 1994 komisi Fatwa MUI telah menfatwakan bahwa babi dan komponen-
komponennya haram untuk dikonsumsi baik sebagai pangan maupun obat dan
kosmetika. Bahan obat dan kosmetik yang berpotensi haram karena umumnya dibuat
dari bagian organ babi adalah: kolagen sebagai pelembab dan bahan dasar gelatin yang
biasa digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul, gelatin, cerebroside; serta
beberapa golongan hormon seperti insulin, heparin dan enzim tripsin yang biasa
digunakan dalam pembuatan vaksin polio sebagai enzim proteolitik berasal dari
pancreas babi. Salah satu tantangan bagi kalangan ilmuwan muslim adalah masalah
kemiripan hormon insulin manusia dengan insulin babi sehingga dari sudut pandang
medis lebih menguntungkan daripada menggunakan hormon insulin sapi yang tidak
mirip insulin manusia.
c.   Penggunaan alkohol dalam kefarmasian. Sebagian ulama mengqiyaskan alkohol
dengan khamr dan sama sekali menolak penggunaan alkohol dalam berbagai produk
baik obat, kosmetik, maupun antiseptik. Tetapi dengan logika bahwa alkohol tidak
selalu dihasilkan dari produksi khamr dan tidak memabukkan, maka Dewan Fatwa MUI
menfatwakan bahwa alkohol boleh ada dalam produk akhir dengan kadar tidak lebih
dari 1%. Penggunaan alkohol dalam beberapa produk farmasi tidak dapat terhindarkan
sehingga perlu kearifan untuk membedakan antara alkohol dan khamr. Bahkan dalam
setiap sari buah alami yang diekstrak secara sederhana tanpa proses fermentasi tetap
terkandung alkohol dalam jumlah rendah. Kandungan alkohol secara alami ada dalam
mayoritas produk pangan misalnya roti yang dibuat dengan bantuan yeast (gist/ragi)
biasanya mengandung alkohol antara 0,3-0,4%. Asam cuka yang biasa digunakan
dimasyarakat juga mengandung alkohol kurang dari 1%.
d.   Bahan memabukkan lainnya seperti morfin, opium dan obat psikotropika.
e.   Penggunaan plasenta dan cairan amniotik dalam kefarmasian. Plasenta sebagai
kosmetik mengagumkan dalam meningkatkan pembaharuan sel (regenerasi sel).
Amniotik liquid terbatas pada penggunaan pelembab, lotion rambut dan perawatan kulit
kepala serta sampo.
4. Apa saja bahan alami yang dijadikan obat dalam islam ?
Jawab :
a.      Kurma
“Rasulullah saw berbuka puasa dengan beberapa biji buah kurma sebelum salat.
Sekiranya tidak terdapat kurma, maka Rasulullah   saw akan berbuka dengan beberapa
biji anggur. Sekiranya tiada anggur, maka Baginda meminum beberapa teguk air”  (H.R.
Ahmad).   
b.      Habbatus saudah
Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu menggunakan habatussaudah karena
sesungguhnya padanya terdapat penyembuhan bagi segala penyakit kecuali mati”  (H.R.
Abi Salamah dari Abu Hurairah).
c.      Madu
Allah berfirman: “Dari perut lebah ini keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang-orang yang berfikir”  (Q.S. An Nahl: 69).
d.      Zaitun
Rasulullah bersabda: “Makanlah minyak zaitun dan lumurlah minyaknya karena ia
berasal dari pohon yang penuh berkah”  (H.R. At Tirmizi dan Ibnu Majah).
5. Bagaimana pandangan islam mengenai obat sebagai produk dari dunia farmasi ?
Jawab :
Titik kritis untuk obat yang diisolasi dari hewan adalah ketika hewan bisa berasal dari
sapi, babi atau hewan lain yang diharamkan. Selain itu cara penyembelihan hewan
pun harus benar-benar dipertimbangkan. Sementara untuk produk metabolit mikroba
titik kritis kehalalan medium serta enzim pertumbuhan yang digunakan untuk
pertumbuhan bakteri. Bahan untuk ekstraksi metabolit aktif pun harus
dipertimbangkan apakah menggunakan alkohol murni atau produk sampingan dari
industri khamr.
Beberapa zat aktif obat yang harus dicermati adalah kelompok hormon, enzim, dan
vitamin. Produk hasil bioteknologi ini bisa berasal dari produk mikrobil yang haram,
media penyegaran dan perbanyakan dari bahan yang haram, atau bahan penolong
yang haram. Pada tingkat teknologi yang lebih tinggi harus dipertimbangkan juga
apakah mikroba rekombinan gennya berasal dari hewan yang haram atau tidak.
Bahan pembantu atau eksipien titik kritis perhatikan pada penggunaan laktosa,
etanol, adeps lanae serta magnesium stearat. Sebagian bahan baku laktosa
ditemukan sebagai produk samping pembuatan keju dan susu yang ditambahkan
enzim dari babi. Etanol perhatikan batas kadar 1% dan sumber produksinya apakah
bersinggungan dengan kamr atau tidak. Adeps lanae sebagia bahan untuk
meningkatkan viskositas juga beresiko diisolasi dari hewan yang diharamkan.
6. Bagaimana pandangan islam mengenai kosmetik sebagai selah satu produk dunia
farmasi ?
Jawab :
Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh. Oleh karena
itu, penggunaan kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci dan najis. Unsur
kosmetik haruslah terdiri dari zat yang halal, tidak najis atau menjijikkan daa tidak
membahayakan tubuh pemakainya serta jangan sampai kosmetik menjadi sarana
tabarruj yakni berdandan yang berlebihan dan bukan pada tempatnya.
Sediaan kosmetik ini terdapat peluang digunakannya bahan aktif atau bahan
pembantu dari bahan yang haram atau diragukan/subhat. Status kehalalan ini kritis
terutama pada produk dengan bahan hasil isolasi dari hewan (kolagen, dll),
menggunakan alkohol, menggunakan bagian dari manusia seperti plasenta dan
cairan amniotik.
7. Bagaimana hokum menggunakan hewan sebagai bahan percobaan untuk membuat
produk farmasi ?
Jawab :
Konsep yang dipegang oleh fikih adalah mempertimbangkan kepentingan umat
manusia yang terdiri atas 5 hal yang meliputi agama, jiwa, keluarga, akal fikiran,
serta harta benda. Tindakan-tindakan tertentu yang dimotivasi oleh keterpaksaan
atau darurat dalam rangka melindungi salah satu dari lima kepentingan itu
dibenarkan. Aspek kedaruratan ini juga berlaku dalam pemanfaatan hewan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, kesehatan dan penelitian kefarmasian yang
bermanfaat untuk kehidupan manusia. Meskipun demikian dalam pandangan Islam,
kita wajib berbuat baik dalam memperlakuakan hewan dengan tujuan yang jelas.
Tantangan ahli farmasi adalah menguji khasiat obat dengan in vitro tanpa hewan uji
karena saat ini tidak semua uji dapat dilakuakn secara in vitro seperti uji toksisitas.
8. Bagaimana etika dari seorang farmasis ?
Jawab :
Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk melindungi pasien dari
kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang merugikan. Diawal Farmasis
memeriksa kebutuhan pasien, ditengah memeriksa kembali semua informasi dan
memilih solusi bagi DRP (Drug Related Problem), diakhir menilai hasil intervensi
(evaluasi) sehingga didapat hasil yang optimal sehingga pada akhirnya diharapkan
kualitas hidup pasien meningkat serta hasilnya memuaskan. Dengan mengutamakan
keselamatan dan melindungi pasien dari penggunaan obat yang membahayakan diri
pasien, berarti farmasis turut memelihara kehidupan pasien tersebut sesuai dengan
anjuran ajaran Islam.
9. Bagaimana hokum menuntut hal halal atas diri setiap muslim ?
Jawab :
Mencari yang halal merupakan suatu kewajiban setiap muslim sehingga kita wajib
selektif dalam memilih makanan dan minuman termasuk obat-obatan dan kosmetika.
“Menuntut yang halal itu wajib atas setiap muslim” (H.R. Ibnu Mas’ud).
“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka nerakalah tempat yang pantas
baginya” (H.R. At-Tirmidzi)
10. Bagaimana sistem kehalalan mengenai produk farmasi di Indonesia ?
Jawab :
Sampai saat ini di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur kehalalan obat dan kosmetik. Padahal sangat banyak titik kritis halal
haram dari obat dan kosmetik. Hal ini belum menjadi perhatian penting bagi praktisi
kesehatan maupun konsumen dengan berlindung pada alasan status kedaruratan.
Oleh karena itu, perlunya membangun kesadaran semua pihak tentang pentingnya
regulasi halal untuk obat dan kosmetik serta selektif memilih produk yang halal dan
toyib.
Tantangan lain dalam mencanangkan regulasi halal obat dan kosmetik selain
rendahnya kesadaran praktisi kesehatan terhadap obat dan kosmetik halal di
Indonesia adalah minimalnya bahan baku lokal sehingga pengawasan oleh LPPOM
MUI lebih sulit karena ketergantungan industri farmasi pada bahan baku impor.
Selain itu regulasi dan pola pengawasan produk halal masing-masing Negara
berbeda karena parameter penentuan kehalalan dan lembaga serta ijtihad para
ulama fiqih lokal bisa berbeda.

Anda mungkin juga menyukai