Anda di halaman 1dari 54

RENUNGAN HARIAN

1
RENUNGAN HARIAN
AKSI PUASA PEMBANGUNAN 2020

“AMALKAN PANCASILA:
KITA ADIL, BANGSA SEJAHTERA”

Diterbitkan oleh:
Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Jakarta
Jl. Katedral No. 7, Jakarta 10710, Telp. 021 351 9193 ext. 501/502
Fax. 021 385 5751/385 5752, email: kpse.kaj@gmail.com

Para Penulis Renungan Harian ini:


Marcus L. Supama
RD Hardijantan Dermawan
Ignatius Bambang Sutanto
Fidelis Sinar Rahayu
Margaretha Utami
Katarina Vonny W
Krismas P. Situmorang
Madeline Manurung
Paskalia Agatha
Dionisia Paramitha
Fransiskus Putra
Giovanni Bharata
Klemensia Dora Astuti
Johanes Christian Bala Koban
Florentina Diana
Agnes Fallencia Putri Andriani
Bimo Satrio
Patricia Sonia
Maria Aprilia Utari
Krismaria Gunawan
Fransiscus Asmi Arijanto
Suster Sebastian, HK
Yono Hascaryo Putro
A. Widyahadi Seputra
Ursula Sulistyoningsih
Robertus Teguh Prakoso

2
KATA PENGANTAR

A
da yang tidak biasa di taman samping Gereja Katedral Jakarta. Sesosok patung
laki-laki dalam posisi tidur berselimutkan kain. Tangan kiri diletakkan di atas
dahi, sepintas seperti menghalangi silau matahari. Jika diamati secara cermat dari
dekat, kaki dan tangannya ada luka. Luka pada tangan dan kaki ini mengingatkan kita
pada Yesus. Patung itu adalah patung Yesus Tuna Wisma. Patung ini menjadi penanda
tahun Keadilan Sosial yang dicanangkan oleh Gereja Keuskupan Agung Jakarta tahun
2020 ini. Tema yang dipilih adalah “Amalkan Pancasila: Kita Adil, Bangsa Sejahtera.”

Mengamalkan sila ke lima dari Pancasila tidak lepas dari gerakan agar umat Katolik
semakin bertindak adil dalam kehidupan sehari-harinya. Adil dalam segala aspek
kehidupan. Dalam masa Prapaskah yang dimulai pada Rabu, 26 Pebruari 2020 hati kita
terarah pada gerakan solidaritas kepada umat dan masyarakat yang masuk dalam
kelompok lemah, miskin, terpinggirkan dan disabilitas. Mereka adalah orang-orang yang
haus, yang lapar, yang telanjang tidak punya pakaian, yang sakit, dan yang ada dalam
penjara yang dikatakan oleh Yesus dalam Injil Matius. Apa yang sudah lakukan untuk
mereka?

Mari kita hayati laku tobat kita sebagai upaya mewujudkan iman kita. Melalui renungan
harian ini, semoga Sabda Tuhan semakin meresap dan menguatkan kepedulian kita pada
sesama yang menderita. Dengan peduli pada sesama yang membutuhkan pertolongan,
pertobatan kita semoga berkenan pada Tuhan, tanpa kepedulian pertobatan kita tidak
ada arti sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.

Selamat ber APP. Tuhan memberkati

Salam
Komisi PSE KAJ

3
Rabu, 26 Pebruari 2020
Rabu Abu, Pantang dan Puasa
Yl. 2:12-18; Mzm. 51:3-4, 5-6a 12-13, 14, 17; 2Kor. 5:20-6:2; Mat. 6:1-6, 16-18

MOTIVASI YANG LURUS


"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat
mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga
(Mat. 6:1)

K etika banjir menerjang sebagian wilayah Jakarta, ada orang entah pribadi, atau
mengatasnamakan lembaga sosial, atau pun lembaga pemerintah datang untuk
membantu. Mereka datang dengan tanpa embel-embel identitas dari kelompok apa.
Namun, ada juga sekelompok orang yang datang dengan sangat menyolok. Mereka
menggunakan atribut pakaian dan memasang bendera partai tertentu. Banyak orang
sudah paham bahwa kehadiran mereka di tempat bencana sekedar pencitraan, sekedar
memberi kesan bahwa mereka peduli. Motivasi sesungguhnya adalah mencari simpati
sehingga banyak orang memilih partai mereka.
Motivasi yang lurus dan tulus untuk melakukan suatu hal, bukan sekedar untuk
pencitraan juga berlaku dalam kehidupan beragama. Salah satu kewajiban agama adalah
berdoa. Ketika berdoa, orang berkomunikasi dengan Tuhan. Perhatian dan akal budinya
terarah pada Tuhan. Namun, bisa saja laku doa sekedar dimaksud untuk menampilkan
kesan saleh dalam dirinya. Hal demikian tentu melenceng jauh dari hakekat doa itu
sendiri. Itulah sebabnya, Yesus mengecam orang yang melakukan kewajiban agama di
hadapan orang, hanya supaya dilihat orang. Tidak hanya dalam hal berdoa, tetapi dalam
hal memberi sedekah dan juga dalam hal berpuasa, sikap munafik dikecam oleh Yesus.
Dalam masa pertobatan ini, kita berlatih untuk memurnikan motivasi beragama dan
motivasi yang melandasi perbuatan-perbuatan baik kita setiap hari. Biarkan hanya
Tuhan yang mengetahui apa yang kita lakukan. Dengan keiklasan, dan kejujuran kita
berharap Tuhan berkenan atas perbuatan-perbuatan tersebut.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita memiliki niat dan motivasi yang lurus dalam hidup beragama kita?

Marilah berdoa
Ya, Tuhan ampunilah aku bila masih memiliki niat yang kurang tulus dalam melakukan
amal kasih dan aktivitas keagamaan kami. Amin. (Marcus Leonhard Supama).

4
Kamis, 27 Februari 2020
Hari Kamis Sesudah Rabu Abu,
Ul 30:15-20; Mzm 1:1-2.3.4.6; Luk 9:22-25

BERTOBAT DALAM SIKAP MAGIS


Kata-Nya kepada mereka semua, “Setiap orang yang mau mengikut Aku harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk 9:23)

B agaimanakah kita mau menjalankan masa prapaskah ini? Gereja sudah menawarkan
Sabda Tuhan yang langsung menyentak sejak awal masa prapaskah ini. Kata Yesus
kepada mereka semua, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau
menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya...” Dan pada Bait pengantar Injil
dikatakan: bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat.
Jadi, masa prapaskah yang merujuk pada Tahun Keadilan Sosial mengajak umat untuk
bertobat. Caranya bertobat adalah dengan mengikut Yesus, dengan penyangkalan diri,
dengan memikul salib setiap hari dan dengan mengikut Yesus. Andaikata kita sudah
merasa bertobat dengan cara-cara itu, maka kita bisa tingkatkan lebih baik lagi. St.
Ignatius dari Loyola mengajarkan untuk memiliki sikap magis. Sikap magis dirumuskan
sebagai lebih mau bersusah payah lagi dalam mengikuti Tuhan. Bahkan dikatakan mau
kehilangan nyawa demi Yesus.
Adalah baik jika kita memiliki mimpi untuk mewujudkan Tahun Keadilan tersebut di
dalam masa prapaskah. Semacam kita membuat resolusi ketika kita memasuki tahun
2020. Mimpi itu ditujukan kepada Allah, agar Kerajaan-Nya makin dipahami, dikenal dan
dicintai oleh semakin banyak orang, tidak hanya oleh orang-orang Katolik tetapi oleh
banyak keyakinan dan kepercayaan. Tak perlu hiruk pikuk, tak perlu jumpa pers, tetapi
amat mudah dilakukan dalam senyap.
Sebagai contoh, seorang ayah semakin mencintai anak-anak dengan memberikan waktu
yang lebih buat buah-buah hati; seorang ibu semakin mencintai putra-putrinya dengan
memasakkan makanan yang bergizi dan sehat; bilamana di rumah ada yang terminal ill,
tetap merawat si sakit tanpa mengeluh; bila kita seorang guru atau dosen, semakin mau
membimbing para murid dan mahasiswa serta mengorek ujian lebih teliti lagi; bilamana
kita kerja kantoran di mana juga ada ketidakadilan di sana, paling tidak kita tidak ikut-
ikutan. Dan masih banyak yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan mimpi di Tahun
Keadilan pada masa prapaskah ini.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita bersikap adil?
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, Engkau senantiasa mengajak kami untuk bertobat. Engkau menginginkan jalan
kami di jalan yang benar, bukan jalan yang sesat. Sebab, Engkau tak ingin kami binasa.

5
Bantulah hati kami untuk menyukai hukum dan Sabda-Mu siang dan malam agar jalan
yang kami tempuh adalah jalan kebenaran dan bukan jalan kebinasaan. Demi Kristus
Tuhan dan pengantara kami. (Pst B. Hardijantan Dermawan Pr).

Jumat, 28 Februari 2020


Hari Jumat sesudah Rabu Abu
Yes 58:1-9a; Mzm 51:3-4.5-6a.18-19; Mat 9:14-15

BERPUASALAH, SAAT ENGKAU….


“Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah
mereka akan berpuasa.” (Mat 9:15)

L uar biasa puasa para murid Yohanes dan orang-orang Farisi. Mereka berpuasa dua
kali seminggu. Senin dan Kamis. Sementara murid-murid Yesus tidak berpuasa.
Namun, Yesus membela para murid-Nya, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki
berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang
mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Bagi Yesus berpuasa itu tidak sekadar tidak atau mengurangi makan dan minum.
Berpuasa juga tidak dijalankan dalam suasana sedih dan muram. Semua itu mungkin agak
mudah dijalankan. Akan tetapi, berpuasa saat orang sedang mencari dan menemukan
kehendak Allah, rasanya itu jauh lebih menantang dan berat, seperti terungkap dalam
Bait pengantar Injil: carilah yang baik dan jangan yang jahat....
Oleh karena itu, berpuasalah tatkala kita dihadang oleh pilihan dan putusan hidup yang
sulit. Berpuasalah tatkala kita merasa hampa, berasa ada kekuatan jahat mendorong-
dorong kita untuk melakukan hal yang tidak dikehendaki oleh Tuhan Allah. Berpuasalah
tatkala kita merasa Tuhan terasa jauh untuk disentuh dan dirasakan. Berpuasalah dan
minta petunjuk jalan Tuhan kepada kita antara yang baik atau yang lebih baik.
Seorang ibu saya minta melakukan puasa ketika ia terus berselisih dengan suaminya.
usianya perkawinan hampir 25 tahun. Si ibu merasa terus dibohongi oleh suami yang
rupa-rupanya masih menjalin relasi dengan wanita idaman lain. Ia mau bercerai. Ibu itu
saya minta juga mohon rahmat keadilan, tetap mendoakan suami, anak-anak dan wanita
idaman lain itu. Selanjutnya saya tak tahu kisahnya karena si ibu tak kembali lagi pada
saya. Mudah-mudahan olah rohani dengan berpuasa, membantu ibu itu mengambil
keputusan yang arif dan adil.
Pertanyaan reflektif
Sudahkah Anda menempuh jalan rohani untuk menyelesaikan persoalan Anda yang
berat?

6
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, tak mudah mengambil sebuah pilihan dan putusan. Tak mudah memilih yang
baik dan yang terbaik. Santo Yusuf, suami Maria, dibantu melalui mimpi dalam Kitab Suci.
Maka, bantulah kami seperti Engkau membantu Santo Yusuf, entah lewat mimpi, entah
lewat puasa seperti yang Engkau ajarkan. Semoga usaha dan upaya kami itu
disempurnakan oleh rahmat-Mu, Tuhan. (Pst B. Hardijantan Dermawan, Pr)

Sabtu 29 Februari 2020


Hari sesudah Rabu Abu,
Yes 58:9b-14; Mzm 86:1-2.3-4.5-6; Luk 5:27-32

PANGGILAN DAN KEADILAN TUHAN


Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti Dia (Luk. 5:28)

P enginjil Lukas menuliskan seorang Lewi, pemungut cukai, sedang duduk di rumah
cukai. Dia duduk, pastinya sedang bekerja. Dia sedang membuat hitung-hitungan
angka duit. Dan itulah tugasnya. Namun, di saat dia sedang bekerja seperti itu, Yesus
memanggilnya. “Ikutlah Aku!” itulah sabda Tuhan pada Lewi. Lalu dikatakan bahwa Lewi
langsung berdiri dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Luar biasa. Lewi
berdiri. Berdiri itu berarti siap sedia. Jika Tuhan berkenan, maka semuanya bisa terjadi,
termasuk juga panggilan Lewi. Hidupnya dicibirkan oleh masyarakat. Namun, di mata
Tuhan, Lewi seorang istimewa.
Dalam tradisi Latihan Rohani St. Ignatius Loyola, Allah mengasihi semua orang dengan
situasi hidupnya masing-masing. Allah bersukacita karena keberadaan kita. Allah
mencintai manusia secara personal dengan berbicara melalui tugas dan tanggungjawab
kita. Dan Allah akan membantu kita karena Dia menginginkan kita yang terbaik adanya.
St. Ignatius sangat meyakininya. “Aku tidak berkenan akan kematian orang fasik,
melainkan akan pertobatannya supaya ia hidup.” Demikinalah Lewi diselamatkan oleh
Tuhan.
Berbicara tentang keadilan Tuhan dalam Tahun Keadilan Sosial, maka Itu berarti, Allah
mencintai orang dengan segala pekerjaan dan tugasnya. Dengan kasih-Nya Allah
menginginkan pekerjaan dan tugas itu harus punya katerarahan kepada kebaikan umum
(baca: keadilan) dan meningkatkan martabat hidup manusia. Sebab, benar-benar ada
pekerjaan dan tugas yang keterahannya tidak kepada kebaikan umum dan martabat
hidup manusia. Itu datang dari si jahat.
Nah, Lewi memang adalah pemungut cukai, namun semua yang buruk dan mungkin jahat
itu ia tinggalkan. Ia menjadi pengikut Yesus, sebuah tugas baru di mana Yesus
mengikutsertakannya untuk membangun Kerajaan Allah.

7
Ambil contoh tokoh Agustinus. Hidup awalnya kelam, teramat gelap. Akhirnya dia
bertobat. Tuhan menangkap dan menemukannya. Lalu, catatan-catatan serta refleksi
pengajarannya menjadi dasar-dasar moral bagi Gereja Katolik untuk kebaikan umum dan
martabat hidup manusia.
Pertanyaan reflektif
Sudahkah Anda mengaku dosa?
Marilah kita berdoa:
Mazmur 86
(Pst. B. Hardijantan Dermawan Pr)

Minggu, 1 Maret 2020


Hari Minggu Prapaskah I
Kej. 2:7-9; 3:1-7; Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17; Rm. 5:12-19; Mat. 4:1-11

JANGANLAH RASA LAPAR MENJATUHKAN DALAM DOA


“Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setap firman yang keluar dari mulut
Allah” (Mat. 4:4)

M erasa lapar adalah satu hal yang pasti pernah dialami oleh setiap manusia yang
hidup di dunia. Apa lagi setelah beberapa lama tidak makan. Kendati setiap
manusia dikaruniai kemampuan untuk menahan lapar. Tetapi saat merasa lapar, pikiran
terkadang terkalahkan oleh perasaan. Maka, saat merasa lapar pikiran seringkali juga
tidak berfungsi dengan baik. Lalu akibatnya sering tidak memperdulikan orang lain.
Bahkan sapaan Tuhan tidak didengarkan dan keberadaan Tuhan pun tidak disadari lagi.
Kehidupan manusia memang tidak dapat dilepaskan dari soal makanan. Namun,
makanan tidak hanya membuat hidup; tetapi juga dapat menjadikan suatu penderitaan
dan bahkan kematian. Seperti yang tertulis dan digambarkan dalam Kej. 3:1-7; sosok
perempuan yang sering disebut Hawa dan laki-laki yang disebut Adam telah jatuh dalam
godaan setan untuk tidak taat kepada perintah Tuhan karena makanan.
Keberhasilan iblis dalam menjatuhkan manusia melalui makanan tampaknya digunakan
juga kepada Yesus setelah berpuasa selama empat puluh hari di padang gurun. Tetapi apa
kata Yesus kepada si penggoda itu, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja,
tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”(Mat. 4:4)
Maka, belajar dari Yesus tersebut, hendaknya bijaksana dalam hal makanan. Selain perlu
terlebih dahulu menyadari dan mengutamakan kehadiran Tuhan, hendaknya juga lebih
memilih makanan yang dapat menyehatkan jasmani-rohani. Dan meskipun di saat
merasa lapar, bukanlah nafsu atau perasaan yang akan mengendalikan kehidupan; tetapi
pikiran dan kesadaranlah yang seharusnya tetap berperan dalam tindakan.

8
Pertanyaan Reflektif :
Apakah selama ini dalam bersikap dan bertindak masih lebih cenderung berdasarkan
perasaan?
Sudah bijaksanakah saya dalam hal makan dan selalu berdoa terlebih dahulu sebelum
makan?
Marilah berdoa :
Tuhan Yesus Kristus, Sang Guru Agung kami, terima kasih atas pelajaran yang telah
diberikan untuk tidak mudah jatuh dalam dosa karena berbagai macam godaan. Ya Roh
Kudus, tuntunlah dan kendalikanlah pikiran dan tindakan kami agar lebih
mengutamakan yang berguna bagi kehidupan yang lebih damai dan sejahtera bagi
banyak orang dan terlebih untuk yang bernilai bagi kemuliaan Allah. Semoga kami tidak
akan selalu jatuh dalam dosa disaat-saat kami merasa lapar. Amin. (Ign. Bambang S.)

Senin, 2 Maret 2020


Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Im. 19:1-2, 11-18; Mzm. 19:8, 9, 10, 15; Mat. 25:31-46.

AKU MENGASIHI SESAMAKU


“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku
minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang,
kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam
penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Mat. 25:35-36)

D alam kehidupan di zaman sekarang ini, banyak kita temukan sebagian orang-orang
yang lemah, tersingkir, haus, lapar, tidak memiliki tempat tinggal, yang sakit dan lain
sebagainya. Banyak di antara kita tidak memperdulikan mereka dengan berbagai alasan.
Tidak jarang kita menemukan orang yang tidak peduli kepada mereka karena takut
memberikan rejeki yang mereka punya menjadi berkurang dan sebagainya.
Kenyataannya mereka yang lemah, miskin sangat membutuhkan bantuan dari kita yang
peduli kepada mereka. Peduli menjadi tantangan bagi kita di zaman sekarang ini, untuk
memperhatikan orang-orang yang lemah, tersingkir, lapar, haus, tidak memiliki tempat
tinggal.
Bagi orang-orang yang mengikuti Tuhan, tentunya tidak takut untuk memberikan
sebagian barang atau rejeki yang kita miliki untuk mereka. Melalui mereka yang lemah,
miskin, dan sebagainya kita bisa melihat wajah Tuhan di dalam kehidupan nyata. Mereka
datang kepada kita untuk meminta dan memerlukan bantuan dari apa yang kita punya
kepada mereka. Melalui peduli dan memperhatikan mereka yang lemah, miskin, kita
telah melakukannya untuk Tuhan sendiri. Dan dengan peduli terhadap di sekeliling kita
yang lemah, miskin, lapar, haus, Tuhan akan hadir di tengah-tengah kita melalui sikap
peduli yang kita berikan.

9
Maka, kita di harapkan untuk belajar dari sikap Tuhan untuk memperhatikan, peduli
kepada mereka yang lapar, haus, tersingkir, dan lemah. Serta memaksimalkan sebagian
apa yang kita miliki untuk diberikan kepada mereka yang lemah, miskin, lapar, haus
untuk bisa bertahan dalam hidupnya.
Pertanyaan Reflektif
Sudahkah kita memberikan bantuan dan peduli terhadap orang-orang lemah, miskin,
tersingkir di sekeliling kita?
Marilah Berdoa
Tuhan, jadikanlah kami anak-anakMu yang setia mengasihi terhadap sesama kami. Dan
jadikanlah kami pembawa damai di tengan perbedaan yang ada di sekeliling kami semua.
Amin. (Fidelis Sinar Rahayu)

Selasa, 3 Maret 2020


Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Yes. 55:10-11; Mzm. 34:4-5, 6-7, 16-17, 18-19; Mat. 6:7-15.

DOA YANG TIDAK BERTELE-TELE


“Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang
tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya
akan dikabulkan.” (Mat. 6:7)

P ada umumnya kebanyakan orang tidak menyukai pembicaraan yang bertele-tele.


Seperti pengalaman saya dalam perkuliahan ada seorang dosen yang jika beliau
mengajar, beliau selalu bertele-tele dalam menyampaikan materi mata kuliah di depan
kelas. Sehingga saya dan teman-teman sulit menangkap dan memahami apa yang
sebenarnya ingin disampaikan. Kami menginginkan, agar mata kuliah yang diajarkan
disampaikan secara singkat, jelas dan teratur. Alangkah lebih baiknya jika beliau dalam
menyampaikan materi itu singkat, jelas dan tidak bertele-tele, sehingga kami pun akan
lebih mudah menangkap dan memahami dengan jelas apa maksud yang ingin
disampaikan.
Berdoa adalah kesempatan kita berkomunikasi dengan Allah, Yesus tidak mau jika kita
bertele-tele dalam memanjatkan doa kepada Allah. Hendaknya kita dalam berkomunikasi
dengan Allah mengutamakan makna dari doa itu sendiri, seperti contohnya doa Bapa
Kami, doa Bapa Kami adalah doa singkat dan jelas yang diajarkan Yesus kepada kita
semua untuk berdoa kepada Allah tanpa bertele-tele. Doa Bapa Kami adalah doa yang
memiliki makna yang sangat dalam jika diperhatikan dan diresapi setiap kali kita
mendoakannya.
Salah satu hal yang penting dalam berdoa adalah kesungguhan hati kita dan kepercayaan.
Bila kita berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan, maka doa kita akan

10
didengar Tuhan. Dalam doa juga kita tetap berpengharapan bahwa Rencana Tuhan yang
akan tetap terjadi dalam doa kita. Akan tetapi, Tuhan menuntun kita agar selalu
mengingat-Nya dan tidak jemu-jemu dalam berdoa. Allah adalah Kasih yang akan selalu
memperhatikan dan mengetahui apa yang baik dalam hidup kita.
Pertanyaan reflektif
Apakah kita sudah meresapkan doa Bapa Kami, setiap kali kita mendaraskannya?
Marilah berdoa
Ya Yesus yang baik, bantulah kami memahami dan meresapi doa Bapa Kami yang Engkau
ajarkan kepada kami. Bantulah kami untuk tidak hanya mampu mengucapkan doa yang
indah dalam bingkai kata-kata, akan tetapi mampu untuk merealisasikannya dalam hidup
kami setiap hari. Inilah doa dan harapan kami ya Tuhan yang kami sampaikan kepadaMu,
demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin. (Margaretha Utami)

Rabu, 4 Maret 2020


Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Yun. 3:1-10; Mzm. 51:3-4,12-13, 18-19; Luk. 11:29-32.

MEWUJUDKAN TANDA KASIH ALLAH KEPADA SESAMA


“Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari
tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah
dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” (Yun. 3:10)

A li Mehmed Agca mengalami pengalaman yang luar biasa. Ia pernah menembak Paus
Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus. Ia ditangkap dan dipenjara. Di waktu
setelah Paus pulih dari lukanya, beliau mengetahui bahwa penembaknya telah di penjara,
beliau meminta kepada seluruh umat Katolik sedunia untuk mendoakan Mehmed Ali
Agca. “Saya sudah memaafkan saudara saya itu” kata Paus Yohanes Paulus II. Lalu pada
tahun 1983, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Memhet Ali Agca di penjara. Dalam
kunjungannya itu, beliau berbincang cukup lama dan beliau sempat memeluk Mehmet.
Mehmet diketahui sempat mencium tangan Paus Yohanes Paulus II. Saat dipenjara
Mehmet memutuskan untuk menjadi Katolik. Mehmet bertobat seleha perbuatan
jahatnya justru dibalas dengan kebaikan, perhatian serta pengampunan. Sikapnya
sebagai sebagai saudara membuat Ali Agca begitu merasakan begitu besarnya Kasih Allah
dalam hidupnya.
Diampuni ternyata sebuah pengalaman yang luar biasa. Dengan diampuni, seorang
berdosa dikuatkan untuk bertobat. Pertobatan merupakan upaya untuk memperbahaui
diri, menyadari kesalahan yang pernah diperbuat dan dengan itu mau memuat niat untuk
berubah menjadi yang lebih baik lagi. Bertobat adalah suatu tindakan yang tidak mudah
untuk dilakukan, pertobatan adalah karunia dari Allah dan dengan tuntunan Roh Kudus.

11
Orang Ninive bertobat karena Allah mengampuni dan membatalkan hukuman yang telah
dijanjikan Allah.
Kita terkadang sulit sekali memaafkan orang yang telah berbuat salah kepada kita. Kita
juga telah diampuni oleh Allah maka marilah kita meneladan sikap Allah untuk
mengampuni orang lain, walaupun sulit.
Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita mewujudkan tanda Kasih Allah kepada sesama yang melakukan kesalahan
terhadap kita ?
Maukah kita memaafkan orang yang bersalah kepada kita dengan perasaan ikhlas ?

Marilah berdoa
Ya Allah Maha Pengampun dan Berbelas Kasih, bantulah kami untuk dapat mewujudkan
tanda kasih-Mu kepada sesama kami dan bantulah kami agar kami selalu ikhlas dalam
mengampuni orang yang bersalah kepada kami, sama seperti Engkau mengampuni
orang-orang yang bertobat di kota Niniwe. Amin. (Margaretha Utami)

Kamis, 5 Maret 2020


Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Est. 4:10a, 10c-12, 17-19; Mzm. 138:1-2a, 2bc-3, 7c-8; Mat. 7:7-12

DOA DAN USAHA


"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Mat. 7:7)

A da peribahasa ora et labora, berdoa dan bekerja. Semangat di balik peribahasa ini
dihayati oleh para biarawan di abad pertengahan. Komunitas biara terpisah jauh
dari masyarakat ramai. Kegiatan utama mereka adalah berdoa. Namun demi bisa
menghidupi semua anggota penghuni biara, mereka harus bekerja di kebun-kebun biara
dan juga keterampilan kerja tangan yang hasilnya untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Berdoa dan bekerja juga bisa menjadi model hidup sehari-hari para murid Yesus.
Semangat untuk berdoa dan bekerja mengungkapkan bahwa iman erat terkait dengan
rutinitas hidup harian.
Injil hari ini menampilkan pengajaran Yesus tentang pengabulan doa. Yesus berkata
“Mintalah, maka akan diberikannya kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Allah itu maha kaya dan maha murah. Dia
tidak berkekurangan dan akan memberi apa yang kita butuhkan. Namun, dari sisi
manusia harus ada usaha, minimal untuk meminta, mengetok, dan mencari. Bacaan
pertama memberi contoh ikhtiar yang harus dilakukan manusia. Latar belakang kisah
adalah saat bangsa Israel ditawan oleh bangsa Persia. Ester adalah perempuan Israel
yang dijadikan salah satu istri raja Persia. Oleh karena hasutan, raja Persia hendak
12
menjatuhkan hukuman kepada bangsa Israel. Pada saat genting tersebut, Ester didesak
untuk menghadap raja dan menjelaskan persoalan sesungguhnya. Namun, undang-
undang menetapkan bahwa barangsiapa menghadap raja tanpa dipanggil, maka akan
dihukum mati. Demi menghindarkan hukuman mati ini, Ester meminta bangsa Israel
untuk berpuasa tiga hari tiga malam. Singkat kata, Ester bisa menghadap raja,
menjelaskan persoalan yang sesungguhnya kepada raja, dan bangsa Israel terhindar dari
hukuman.
Bacaan Injil ini menginspirasi cara hidup kita sebagai murid-murid Yesus. Kita
memadukan hidup doa dan kerja secara seimbang. Hidup doa adalah cara kita
menyampaikan harapan, permohonan, syukur dan terima kasih kepada Tuhan. Kerja
adalah cara kita mencari dan menemukan anugerah Tuhan yang kita harapkan serta
mohonkan dalam doa.
Pertanyaan reflektif:
Maukah saya berusaha sekuat tenaga untuk melakukan niat-niat baik saya walaupun
berat tantangannya?
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, berikanlah aku kehendak yang kuat untuk melaksanakan tugas tanggung
jawab yang telah Engkau percayakan kepadaku meski berat tantangannya. Amin.
(Katarina VW.)

Jumat, 6 Maret 2020


Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Yeh. 18: 21-28, Mzm. 130: 1-2, 3-4ab, 4c-6, 7-8, Mat. 5: 20-26

HIDUP BENAR DI HADAPAN TUHAN


“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau
teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah
persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu,
lalu kembali untuk mempersembahkan persembahan itu.” (Mat. 5:23)

S eorang teman memberi nasihat begini, “Cariah uang, jangan cari kerja.” Kalimat itu
ditujukan pada seorang Bapak yang beberapa bulan yang lalu pensiun dari sebuah
yayasan tempatnya bekerja. Dia merasa tidak cukup dengan uang pensiunnya untuk
hidup keluarganya dalam sebulan. Kata-kata teman itu singkat, namun terasa mengesan.
Bukankah selama ini kita terbiasa dengan pola berpikir bahwa kita harus bekerja jika
ingin mendapatkan uang. Bekerja artinya: menjadi guru, menjadi petani, menjadi satpam,
menjadi dokter, menjadi tukang sapu, dsb. Bagi teman saya, untuk mendapatkan uang
kita tidak harus bekerja dalam arti menjadi pegawai, berangkat pagi pulang petang atau
dengan modal yang besar. Uang bisa didapatkan misalnya dengan menjadi perantara
antara orang yang membutuhkan barang dengan penyedia barang.

13
Kata-kata yang diucapkan oleh teman saya di atas adalah contoh bahwa perubahan dalam
pola berpikir atau mindset menggerakkan apa yang kita lakukan. Perubahan pola pikir
tidak hanya diterapkan dalam dunia profan. Dalam Injil hari ini, Yesus pun ingin para
muridNya memiliki pola pikir yang benar dalam berperilaku. Dalam hukum Taurat ada
ketentuan bahwa orang yang membunuh harus dihukum. Bagi Yesus, bukan hanya orang
yang membunuh harus dihukum, tetapi bahkan orang yang marah harus dihukum. Orang
yang berteriak kafir harus dihukum. Mengapa, orang membunuh karena ada sebab,
misalnya karena marah dan kalap atau karena ia memiliki pandangan bahwa seseorang
itu kafir sehingga darahnya halal. Itulah contoh sebab yang menggerakkan orang
sehingga orang tersebut bertindak untuk membunuh. Tampaknya, bagi Yesus suatu
tindakan baik atau benar ditentukan oleh pola pikir sehingga pola pikir itulah yang harus
dibenahi.
Dengan mengerti ajaran Yesus ini kita merasa beruntung sebagai umat Katolik, ada
pelbagai macam cara dan sarana untuk memperbaiki pola berpikir. Ada acara retret dan
rekoleksi, ada penelitian batin pada awal Ekaristi. Bahkan dalam sejarah gereja ada Santo
Ignatius dari Loyola yang mengajarkan kita untuk membedakan roh. Semua cara dan
sarana itu ditawarkan agar umat Katolik semakin dewasa dalam membedakan roh, dalam
mengolah hidup rohani bertumbuh dalam iman menuju kematangan rohani sesuai nilai-
nilai Injil. Sudah selayaknya setiap umat Katolik meluangkan waktu untuk retret atau
rekoleksi agar suara hatinya semakin peka akan bimbingan Roh Kudus.

Pertanyaan reflektif:
Sudahkah saya menyeimbangkan antara hidup doa saya dengan perwujudan kasih
dalam hidup sehari-hari?
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, semoga aku mampu mengampuni orang yang bersalah kepadaku dan hidup
damai dengan setiap orang. Amin (Katarina VW.)

14
Sabtu, 7 Maret 2020
Hari Biasa Pekan I Prapaskah
Ul. 26:16-19; Mzm. 119:1-2, 4-5, 7-8; Mat. 5:43-48
Pfak S. Perpetua dan Felisitas, Martir (M) Hari Sabtu Imam

PENGAMPUNAN TANPA DISKRIMINASI


Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak. Bapamu yang di sorga, yang
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan
hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Mat.5:45)

D i berbagai media, sangat mudah ditemukan tindakan-tindakan berupa ujaran


kebencian, akibat ketidakpuasan salah satu pihak terhadap pihak lain. Tak jarang
tindakan-tindakan itu dilatarbelakangi upaya untuk kepentingan tertentu. Sikap
demikian berpotensi melahirkan permusuhan, kebencian, kemarahan dan dendam bila
tidak terpenuhi.
Seseorang sulit mengampuni orang lain yang pernah menyakiti dirinya dan cenderung
membalasnya. Situasi membalas kejahatan ini jamak terjadi pada masyarakat. Mereka
menunjukkan tanda perdamaian bila sudah ada pembalasan atas kerugian dan
penderitaannya. Di masa kini, sikap mengampuni orang lain menjadi sebuah tindakan
yang mahal karena dipengaruhi gengsi dan dendam.
Tidak mudah menaati perintah Yesus untuk mengasihi musuh (lih. ay. 44). Dalam kutipan
perikop Injil di atas, Yesus menegaskan sebuah Hukum Kasih berkaitan dengan relasi
manusia dengan sesamanya. Yesus menekankan bahwa kasih adalah gambaran kehendak
Allah yang ditunjukkan kepada manusia. Allah senantiasa mengasihi umatnya secara
paripurna meskipun manusia berulangkali mengecewakan Allah. Kasih Allah itu tampak
dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus.
Di dunia ini, umat beriman dipanggil untuk melakukan hal yang berbeda. Kita
mendoakan, mengampuni, dan melayani orang-orang yang menganiaya kita. Prinsip-
prinsip pengampunan dan kasih yang diajarkan Yesus menjadi sebuah tantangan bagi
para pengikut-Nya. Namun dengan pertolongan Roh Kudus, umat beriman mampu untuk
mengampuni sesamanya tanpa diskriminasi.

Pertanyaan Reflektif
Sejauh mana kita memahami ajaran Yesus tentang pengampunan? Mampukah kita
memperlakukan orang dengan cara yang sama ditunjukkan Allah bagi umat-Nya?

Marilah berdoa
Allah yang mahabaik,
Bantulah kami untuk menghayati sabda-Mu. Ajarilah kami agar mampu bersikap
mengampuni terhadap sesama kami dalam segala situasi tanpa diskriminasi. Demi
Kristus Tuhan kami. Amin. (Krismas P Situmorang).

15
Minggu, 8 Maret 2020
Pekan II Prapaskah
HARI MINGGU PRAPASKAH II
Kej. 12:1-4a; Mzm. 33:4-5, 18-19,20,22; 2Tim. 1:8b-10; Mat. 17:1-9

KEMULIAAN YESUS
Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari
dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang (Mat.17:2).

M anusia senantiasa menuntut sebuah pembuktian logis atas sesuatu keadaan.


Manusia lebih mudah meyakini sesuatu karena adanya bukti maupun pengalaman
hidup. Bahkan, ketika sebuah penampakan atau mukjizat ditunjukkan pun, manusia
masih sulit meyakininya sebagai sebuah kebenaran.
Dalam konteks iman, manusia juga sering menuntut sebuah mukjizat. Kisah transfigurasi
Yesus dalam kutipan perikop Injil Matius menggambarkan pengalaman para rasul yang
nyata dan eksklusif. Tidak semua rasul termasuk umat beriman mengalami hal yang
sama. Seperti halnya kisah kebangkitan Yesus dari kubur, paling tidak memberi makna
yang sama bahwa tidak semua orang memiliki pengalaman penglihatan nyata atas
kemuliaan Allah. Pengalaman bertemu Tuhan dalam kemuliaan-Nya memang menarik
dan menggugah pribadi. Bagi sebagian orang, keberuntungan ini dapat menjadikan
pribadi yang terus menuntut sebuah mukjizat untuk mempertahankan sebuah
keyakinan. Iman seperti ini sangat rapuh dan memiliki ketergantungan pada sebuah
penglihatan. Namun, Yesus menegaskan kebahagiaan orang-orang yang percaya
meskipun tidak melihat secara nyata. Mukjizat tidak harus ditampakkan sesering
mungkin karena menjadi kurang bermakna. Sebagian orang lagi tentu saja tidak memiliki
kesempatan dan belum sampai pada pengalaman penglihatan yang menakjubkan itu.
Iman bukan hanya soal pengalaman melihat atau merasakan sebuah mukjizat saja, tetapi
juga menyangkut sebuah komitmen pribadi atas imannya. Umat beriman diharapkan
dapat menemukan kemuliaan Tuhan melalui suka duka pengalaman hidup sehari-hari.
Pengalaman itulah yang meneguhkan iman kepada Allah di tengah gelombang kehidupan
umat sehari-hari.

Pertanyaan Reflektif
Mampukah kita merasakan kehadiran Tuhan melalui pengalaman suka duka hidup
sehari-hari ?
Apakah pengalaman itu semakin meneguhkan iman atau justru sebaliknya menjadi goyah
karena tidak mengalami peristiwa mukjizat?

Marilah berdoa
Allah penerang jiwa kami, Sinarilah kami dengan cahaya kemuliaan-Mu agar mampu
melihat kehadiranmu. Demi Kristus Tuhan kami. Tuntunlah hati kami untuk merasakan
kehadiran-Mu dalam pengalaman suka duka hidup kami sehari hari. Amin. (Krismas P
Situmorang).

16
Senin, 9 Maret 2020
Hari Biasa, Pekan II Prapaskah
Peringatan St.Fransiska Romania
Dan. 9:4b-10; Mzm. 79:8,9,11,13; Luk. 6:36-38

MENGAMPUNI SESAMA DENGAN SEGENAP HATI


“Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu
menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.
(Luk. 6:37)

S uatu saat saya naik bus. Ada orang tua baru saja naik. kernet bus sudah berteriak
untuk meminta bangku prioritas bagi orang yang membutuhkan. Namun, orang-
orang tampaknya tidak peduli. Ada orang muda, yang menurut penilaian saya dia masih
muda dan kuat fisiknya. Yang mengherankan, ia duduk di bangku prioritas. Anak muda
ini pun tidak bergeming mendengar teriakan kondektur untuk minta tempat duduk di
bangku prioritas. Kurang ajar, pikir saya. Saya sebal sekali melihat anak muda model
begini. Namun, saya terkejut saat ia bilang, ia baru saja jatuh dari tangga dan tidak cukup
kuat untuk berdiri.
Itulah pengalaman saya. Saya telah menghakimi orang tersebut tanpa melihat latar
belakangnya. Dari pengalaman saya ini, saya memetik hikmah bahwa orang memiliki
banyak keterbatasan dalam melihat sesuatu sehingga mustahil bisa menilai sesuatu
dengan tepat, termasuk soal menilai orang lain berlaku benar atau salah secara moral.
Injil hari ini mengajarkan bahwa murid-murid Yesus tidak boleh berlaku sebagai seorang
hakim, bukan hakim dalam arti institusi Negara. Ada banyak orang yang memiliki
kebiasaan menyalahkan-nyalahkan orang lain. Namun dalam Luk.6 ayat 37 dikatakan
“jangan menghakimi, jangan menghukum, ampunilah.” Yang dilarang oleh Yesus adalah
tindakan menghakimi orang lain. Dengan menghakimi orang lain kita merasa memiliki
kuasa dan wewenang untuk membenarkan atau menyalahkan perilaku orang lain.
Padahal, dasar kita menilai seringkali sekedar senang atau tidak senang dengan orang
tersebut atau alasan-alasan subyektif lain.
Bukan penghakiman namun pengampunan yang diharapkan oleh Yesus dari para
muridNya. Dengan sikap mengampuni, maka kita memiliki belas kasih: menegur dengan
kata-kata yang tepat dan tidak menyakitkan hati, memberi penjelasan apa yang salah dan
bagaimana cara untuk memperbaiki. Dengan pengampunan, kita tidak ingin orang itu
sekadar menyadari kesalahannya namun juga cepat bertobat, karena kita tidak tahu jelas
apa yang melatarbelakangi orang tersebut berbuat hal demikian. Jika kita menghakimi
dengan tidak menggunakan nasihat dan teguran yang baik, mustahil ia mau bertobat,
justru akan menimbulkan kebencian.
Pertanyaan reflektif :
Jika ada teman yang melakukan kesalahan, sudahkah aku beritahu kesalahanannya tanpa
menghakimi?

Marilah berdoa :
Tuhan Yesus, bantulah dan bimbinglah kami dengan kuasa Roh Kudus-Mu, agar kami
dijauhkan dari pikiran, sikap dan tindakan untuk untuk menghakimi sesama. Ampunilah
kami selalu, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami. Amin. (Madeline)

17
Selasa, 10 Maret 2020
Hari Biasa, Pekan II Prapaskah
Yes. 1:10,16-20; Mzm. 50:8-9,16bc-17,21,23; Mat. 23:1-12

PEMIMPIN, MENJADI PELAYAN


“Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” (Mat 23:11)

B eberapa waktu yang lalu, Ibu kota Indonesia, Jakarta mempunyai pemimpin yang
baru. Tentulah harapan kita sebagai rakyat Indonesia, para pemimpin menjadi
pemimpin yang melayani bukan dilayani. Pemimpin yang senantiasa bekerja untuk
melaksanakan tugas-tugasnya dan menyadari bahwa yang dikerjakannya bertujuan
untuk meingkatkan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya.
Allah melalui firman-Nya jelas menuliskan bahwa, barangsiapa ingin menjadi terbesar,
hendaklah ia menjadi pelayan. Untuk menjadi yang terbesar justru dimulai dari menjadi
seorang hamba atau pelayan bagi sesamanya. Tuhan sangat menentang orang yang
berlaku congkak hati. Bagi Tuhan, yang terbesar bukanlah mereka yang mempunyai
kemampuan luar biasa, tetapi mereka yang mau melayani dan merendahkan hati dan
berkorban bagi Tuhan dan sesama.
Agar menjadi pengikut Kristus yang sejati, hendaknya kita mengubah rasa untuk
dihormati, dimuliakan dan dilayani. Mau memperbaharui diri, bersedia mengoreksi diri,
juga kita perlu memiliki hati seorang hamba: mengutamakan orang lain dan
merendahkan diri sendiri demi kemuliaan Tuhan.

Pertanyaan reflektif :
Sudahkah kita memiliki hati yang tulus dan sungguh-sungguh mau melayani sesama demi
kemuliaan nama Tuhan?

Marilah berdoa :
Allah Yang Mahakuasa, terima kasih untuk teladan yang Engkau berikan. Kami mohon
berikan kami hati seorang hamba, yang selalu rendah hati dan mau melayani sesama
kami demi memuliakan Tuhan melalui pelayanan kami. Amin. (Madeline Manurung).

18
Rabu 11 Maret 2020
Hari Biasa Pekan II Prapaskah
Yer. 18:18-20 ; Mzm. 31:5-6,14,15-16; Mat. 20:17-28

MELAYANI, SEMANGAT MEMBERI


Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mat. 20:28)

S ebagian manusia pasti ingin menjadi pelayan, bukan “pelayan” dalam artian hamba
Tuhan atau pejabat pemerintahan yang memahami diri untuk “melayani” orang lain.
Seorang penguasa harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melayani sesama.
Dalam peristiwa ini diajarkan untuk melayani karena ingin memberi sesuatu, bukan
untuk mendapatkan sesuatu. Melayani dapat diawali dari sesuatu yang sederhana,
misalnya dengan memberikan senyuman kepada orang-orang yang selama ini diabaikan.
Dalam Injil ini, Yesus menjelaskan misi perutusanNya. Ia adalah Tuhan yang ingin
melayani, bukan dilayani. Pelayanan yang diberikan pun dijauhkan dari kehendak untuk
mencari keuntungan. Pelayan yang diajarkan Yesus murni dari ajaran cinta kasih, bukan
mencari keuntungan popularitas atau demi mata uang. Pandangan Yesus tentang
melayani berarti memberi diri seutuhnya baik kepada Tuhan maupun sesama.
Apapun persoalan dalam hidup, tetaplah melayani. Tuhan sendiri tetap melayani
manusia meskipun dosa terus bertumbuh banyak. Jangan takut karena melayani dengan
penuh pengorbanan, karena itulah yang menjadikan semangat untuk diri sendiri supaya
terus melayani seperti yang telah diajarkan Yesus kepada kita.

Pertanyaan Reflektif:
Sanggupkah aku membalas cinta Tuhan dengan menjadi pelayan Tuhan yang setia ?

Marilah berdoa :
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk selalu setia melayani-Mu dan melayani sesamaku dengan
ketulusan hati dan cinta kasih. Amin (Paskalia Agatha)

19
Kamis, 12 Maret 2020
Hari Biasa Pekan II Prapaskah
Yer. 17:5-10; Mzm. 1:1-2, 3,4,6; Luk 16:19-31

MENGANDALKAN TUHAN!
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada
TUHAN! (Yer 17:7)

H idup mengandalkan Tuhan adalah kunci keberhasilan. Mengandalkan Tuhan


berarti bergantung total kepada Tuhan, menyerahkan semua permasalahan hidup
baik rohani maupun jasmani hanya kepada Tuhan. Orang-orang yang mengandalkan
Tuhan hidupnya akan selalu diberkati dengan cinta kasih yang Tuhan berikan.
Mengandalkan Tuhan artinya tidak ada keraguan sedikitpun, menaruh kepercayaan
penuh kepada-Nya, bahwa hidup dan masa depannya akan terjamin.
Orang-orang yang mengandalkan Tuhan diibaratkan seperti pohon yang ditanam di tepi
aliran air, sehingga walaupun musim panas dan musim kering datang, hal tersebut tidak
akan berpengaruh pada dirinya. Itulah inti dari mengandalkan Tuhan, yaitu menjadikan
Tuhan sebagai sumber kehidupan kita, dan kita tidak dapat hidup jika tidak ada Tuhan.
Jika kita memiliki prinsip seperti ini dalam mengandalkan Tuhan di kehidupan kita, maka
kehidupan kita akan menjadi penuh berkat sepanjang masa.

Pertanyaan reflektif:
Apakah aku selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupku?

Marilah Berdoa :
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk terus berharap kepada-Mu karena hanya Engkaulah
satu-satunya sumber segala berkat dalam hidupku. Amin (Paskalia Agatha)

Jumat, 13 Maret 2020


Hari Biasa Pekan II Prapaskah
Kej. 37:3-4, 12-13a, 17b-28; Mzm. 105:16-17, 18-19, 20-21; Mat. 21:33-43, 45-46

PARA PENGGARAP YANG JAHAT


Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-
perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Dan
mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak,
karena orang banyak itu menganggap Dia nabi. (Mat. 21:45-46)

A da teman bercerita suka duka bekerja di sebuah kantor. Gajinya dua puluh juga
rupiah. Besar sekali. Tetapi dia bilang, bos berani menggaji dia sebesar itu karena
dia bisa memasukkan keuntungan ke perusahaan sepuluh kali lipat. Wah, kalo begitu

20
kenapa tidak bekerja untuk diri sendiri saja sehingga semua keuntungan bisa dinikmati
sendiri. Tidak semudah itu, kata teman itu. Untuk membuat sebuah perusahaan
dibutuhkan modal yang tidak sedikit.
Tidak memiliki modal yang cukup untuk membuat sebuah perusahaan menjadi alasan
kenapa kita bekerja pada orang lain. Tampaknya, alasan yang sama membuat orang mau
menjadi penggarap di sebuah kebun miliki orang lain. Dikisahkan dalam perumpamaan
dalam Injil hari ini, pemilik kebun anggur sudah membangun semua fasilitas yang
dibutuhkan di kebun itu: ia membuka kebun, menanami pagar pembatas di sekeliling
lahannya, menggali lubang tempat memeras anggur, dan mendirikan menara jaga.
Penggarap tinggal menanam pohon anggur di lahan yang telah siap itu. Pada saat panen
tiba, pemilik mengutus bawahan untuk mengambil bagian yg menjadi haknya.
Alih-alih membayar biaya sewa, para penggarap itu justru menganiaya dan membunuh
utusan pemilik kebun. Bahkan membunuh anak dari si pemilik kebun itu.
Sasaran kritik Yesus adalah para imam kepala dan orang Farisi. Imam-imam kepala dan
orang-orang Farisi kebetulan mendengarkan pengajaran Yesus. Mengapa mereka
disamakan dengan penggarap? Karena umat Israel membutuhkan imam sebagai
pemelihara rohani mereka. Karena itu para imam hidup dari jabatan imamatnya. Orang-
orang Farisi rata-rata memiliki pengetahuan yang lebih baik terhadap hukum Taurat.
Dalam masyarakat Yahudi yang sangat menjunjung tinggi hukum Taurat, orang-orang
Farisi menduduki tempat terhormat. Betapapun tinggi jabatan Imam-imam Kepala dan
betapa terhormatnya orang-orang Farisi mereka bukanlah pemilik bangsa Israel. Tugas
mereka adalah memelihara kesejahteraan rohani bangsa ini. Namun para nubuat-nubuat
para Nabi mengancam kepentingan para imam dan ahli Taurat sehingga mereka
menolak. Hal yang sama dilakukan terhadap Yesus. Pengajaran dan mukjizat Yesus
menjadi ancaman bagi kenyamanan dan kepentingan mereka.
Dalam beberapa hal, kita pun ada dalam posisi sebagai seorang penggarap. Di setiap
tempat dan waktu kita memiliki tanggung jawab untuk sesuatu yang bukan miliki kita
sendiri, misalnya: bekerja di lembaga yang bukan miliki sendiri, mengajar di sekolah yang
bukan sekolah milik sendiri, naik angkutan yang bukan milik sendiri. Walaupun bukan
milik sendiri, namun kita harus memiliki sense of belongin atau rasa memiliki. Dengan
pengertian seperti itu, kita bertindak sebagai penggarap yang baik: bekerja secara
produktif, merawat dan memelihara alat-alat kerja, merawat dan memelihara lingkungan
hidup.

Pertanyaan reflektif
Apakah aku sudah memiliki sense of belongin terhadap segala sesuatu yang
dipercayakan kepada kita?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, ajarilah aku menjadi orang yang bertanggung jawab. Amin (Giovanni Bharata)

21
Sabtu, 14 Maret 2020
Hari Biasa Pekan II Prapaskah
Mi. 7:14-15, 18-20; Mzm. 103:1-2, 3-4, 9-10, 11-12; Luk. 15:1-3, 11-32

KEMBALI PADA BAPA


Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala
kepunyaanku adalah kepunyaanmuKita patut bersukacita dan bergembira karena
adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.
(Luk. 15:31)

I njil hari ini mengatakan bahwa anak bungsu itu telah mati dan hidup kembali, anak
bungsu itu telah hilang dan didapat kembali. Itulah alasan utama sang Bapa
bersukacita. Untuk menyelami betapa tindakan si anak bungsu itu masuk dalam kategori
telah mati dan hilang, perlulah kisah ini dimengerti dalam konteks kehidupan
masyarakat Yahudi. Warisan menjadi hak anak sepenuhnya sebagai ahli ahli waris jika
orang tuanya telah meninggal. Pantang meminta hak atas warisan bahkan menjual harta
orang tua selagi orang tua masih hidup. Dalam kisah ini, si anak dapat dipahami sebagai
sangat durhaka karena berani meminta warisan bahkan menjualnya. Sama artinya
menganggap bahwa orang tuanya telah meninggal. Si bungsu itu telah menjual hak atas
warisannya. Ia tidak lagi memiliki bagian sekecil apa pun dari apa yang dimiliki oleh
Bapanya. Dengan menjualnya, aa melepaskan diri dan bukan lagi bagian dari keluarga itu.
Setelah lepas dari keluarga sang Bapa, si bungsu telah hidup di tempat-tempat yang najis
dan dengan cara yang najis: ia pergi ke tempat pelacur, ia kemudian bekerja di
peternakan babi bahkan kemudian makan dari makanan babi. Singkat kata, ia hilang dan
mati karena ia telah berada di luar kasih sang Bapanya.
Syukurlah, bencana dan aneka kesulitan membuat dia ingat betapa baik di rumah
bapanya. Si anak bungsu hidup lagi saat ia ingat akan bapa dan melangkahkan kaki
kembali ke rumah bapanya. Kisah kebobrokan budi pekerti dan pertobatan si sanak
bungsu ingin menampilkan figur sang Bapa sebagai sosok Bapa yang kasihnya luar biasa:
melupakan kesalahan si anak, mau menerima kembali si anak sebagai bagian dari
keluarga, dan memulihkan hak-hak si anak bungsu dalam keluarga itu.
Mari menempatkan diri pada si bungsu sambil meneladan kasih Sang Bapa. Tidak ada
seorang pun yang suci. Mengingat bahwa Allah Bapa adalah Bapa yang Maha Rahim maka
tidak ada salahnya untuk bertobat dan kembali kepada Bapa. Besarnya kasih Bapa, yang
tidak mengingat dosa-dosa kita memampukan kita untuk berbuat baik pada sesama.

Pertanyaan reflektif
Apakah kita sudah mengaku dosa?

Marilah berdoa
Tuhan ampunilah dosa-dosaku. Amin (Giovanni Bharata)

22
Minggu, 15 Maret 2020
Hari Minggu Prapaskah III
Kel. 17:3-7; Mzm. 95:1-2, 6-7, 89; Rm. 5:1-2, 5-8; Yoh. 4:5-15, 19b-26, 39a, 40-42

SUMBER AIR HIDUP


Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya
dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24)

D ikisahkan, seorang pengembara sangat merindukan pengalaman akan Allah.


Pelbagai praktik doa dilakukan. Namun, ia sangat terkesan nasihat seorang sufi. Ia
akan merasakan Allah hadir dalam roh bila ia mendaraskan nama Yesus secara teratur
dan sesering mungkin. Setiap saat di waktu ia berjaga ia berkomat kamit menyebut nama
Yesus...Yesus...Yesus tanpa henti. Praktik doa ini ternyata ajaib. Ia merasa semakin lama
mulutnya berkomat komat mendaras nama Yesus tanpa ia kehendaki. Dan hatinya
diliputi sukacita. Ia merasakan Allah hadir dalam seluruh hidupnya.
Pengalaman Pengembara menemukan cara berdoa itu mengingatkan kita pada air hidup
yang ditawarkan Yesus. Yesus berbincang tentang air hidup di dekat sebuah sumur.
Namun, perempuan Samaria itu memahami air hanya sebagai air kebutuhan hidup
jasmani.
Air hidup yang ditawarkan oleh Yesus ternyata jauh berbeda dengan air hidup yang
dipahami oleh perempuan itu. Air hidup itu adalah Allah yang adalah Roh dan disembah
dalam roh dan kebenaran, yang hadir ke dunia nyata sebagai Mesias dalam diri Yesus.
Allah adalah sumber hidup. Secara jasmani, Allah memberikan apa pun yang kita
butuhkan dengan bekerja keras. Namun, jika kita ingin mendapatkan kehidupan rohani
maka kita perlu menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Meluangkan waktu melalui
doa, dan memeriksa batin adalah salah satu cara agar hidup harian kita tetap tersambung
dengan Sumber Hidup. Dari sanalah kita mendapatkan kekuatan rohani. Melalui Yesus
kita mendapatkan teladan supaya roh kita terarah kepada Sumber Hidup. Pengalaman
Pengembara di atas mungkin bisa menjadi salah satu cara yang bisa dicoba agar kita
merasakan kehadiran Yesus setiap saat.

Pertanyaan reflektif
Apakah Anda sudah menemukan cara bagaimana Anda mudah menemukan kehadiran
Allah dalam hidup Anda?

Marilah berdoa
Hadirlah Tuhan dalam hidupku. Amin. (Klemensia Dora Astuti).

23
Senin, 16 Maret 2020
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
2Raj. 5. 5:1-15a; Mzm. 42:2, 43:3, 4; Luk. 4:24-30

SIAP BERUBAH MENJADI LEBIH BAIK


Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi
yang dihargai di tempat asalnya (Luk. 4:24)

B elum lama ini penulis berbincang dengan seorang driver taksi online. Kita sebut Pak
Dede. Ia berkisah, dulu ia adalah salah satu driver sebuah taksi biasa (bukan online).
Awal-awal kemunculan taksi online, ia termasuk orang yang ikut berdemo menentang
taksi jenis baru itu. Di perusahaan yang lama ia merasa nyaman karena dalam jangka
waktu lima tahun taksi yang dikendarai akan menjadi miliknya. Namun, belum genap tiga
tahun ia merasa omzet pendapatannya turun terus. Ia kesulitan untuk memenuhi target
setor ke perusahaan. Di saat ia bingung, ada kawan yang menawarkan dia untuk mencoba
aplikasi taksi online. Temannya meminjamkan aplikasi dan mobilnya. Kata pak Dede,
zaman awal dulu aplikasi bisa dipinjamkan. Dan setelah tiga bulan, ia putuskan untuk
beralih ke taksi online. Kini, ia merasa diuntungkan dengan mengikuti perubahan yang
terjadi dalam bidang transportasi ini. Salah satu keberhasilannya adalah mobil yang
dikendarai sebagai taxi adalah miliknya sendiri
Pak Dede adalah contoh orang yang menyikapi perubahan dengan positif. Ia melihat
peluang untuk maju. Namun banyak orang yang tidak siap dengan perubahan itu. Dalam
Injil hari ini dikisahkan orang-orang di kampung Yesus menolak Yesus. Yesus
mewartakan Kerajaan Allah namun ia ditolak oleh orang sekampungnya. Ajaran Yesus
menuntut perubahan cara berpikir dan bersikap. Ajaran Yesus bermaksud untuk
menyegarkan alam pikir masyarakat supaya menghayati adat istiadat dan hukum dengan
jiwa dan semangat yang baru yaitu kasih. Dan Yesus mengajar dengan terus terang.
Namun, orang sekampungnya memiliki cara untuk menolak perubahan itu. Mereka
melihat Yesus yang membawa pengajaran itu hanyalah orang kampung seperti mereka.
Mereka tidak mendengarkan isi pengajaran Yesus.
Hikmah dari kisah penolakan terhadap Yesus adalah soal kesiapan kita menghadapi
perubahan. Zaman berubah. Setiap saat ada perubahan dalam segala segi yangbisa
dimunculkan oleh siapa saja. Namun, ada banyak alasan untuk tidak mau berubah. Takut,
nyaman, puas diri, merasa cukup dengan yang ada. Jika kita menolak perubahan maka
akibatnya adalah ketertinggalan. Dengan iman, kita yakin mampu bersikap kritis dalam
mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahan itu agar hidup kita makin baik.
Pertanyaan reflektif
Sadarkah bahwa tiap saat ada perubahan di sekitar kita? Apakah kita mampu menangkap
peluang untuk hidup lebih dari perubahan tersebut?
Marilah berdoa
Ya Tuhan, bantulah kami agar iman kami tetap teguh kepada Mu. Bantulah kami
memanfaatkan setiap perubahan agar hidup kami menjadi lebih baik. (Klemensia Dora
Astuti)

24
Selasa, 17 Maret 2020
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Dan. 3:25, 34-43; Mzm. 25:4bc-5ab, 6-7bc-8-9; Mat. 18:21-35

KASIH TUHAN BEGITU BESAR


Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat,
seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku
(Mat. 18:32)

S eorang ibu jatuh sakit. Kondisi badannya makin lama makin lemah. Sakit itu bermula
dari persoalan rumah tangganya. Suaminya tidak setia. Hatinya merasa hancur.
Seorang Pastur datang menjenguk. Dalam nasihatnya, ia meminta ibu itu untuk
mengampuni suaminya. Mampukah si Ibu ini mengampuni suaminya?
Kemampuan untuk mengampuni menjadi kunci para murid Yesus masuk Kerajaan Surga.
Kemampuan mengampuni menjadi pewartaan Yesus dalam Injil hari ini. Seorang hamba
yang berhutang sepuluh ribu talenta. Mari kita hitung berapa besar hutang hamba itu jika
dihitung dengan ukuran upah pekerja bangunan di Jabodetabek saat ini. Satu talenta
sama dengan sepuluh ribu dinar. Maka sepuluh ribu talenta setara dengan 100.000.000
dinar. Dan jika satu dinar sama dengan upah 1 hari saat ini untuk pekerja bangunan di
Jakarta maka 100.000.000 dikalikan Rp. 200.000. Utang hamba itu pada raja sebesar Rp
20.000.000.000.000. Banyak sekali hutang si hamba itu. Dengan beban hutang sebesar
itu, betapa berat beban hidup hamba itu. Namun, beban hidup itu hilang saat sang Raja
menghapus hutangnya. Namun ironi yang terjadi. Si hamba itu ternyata tidak mau
menghapus hutang temannya yang hanya berhutang seratus dinar. Dalam hitungnya kita,
seratus dinar setara dengan Rp. 20.000.000. Mengapa hampa gagal menjadi orang yang
bermurah hati, karena ia gagal memahami alasan hutangnya terhadap raja dihapus.
Apakah hamba itu sangat berjasa sehingga sang Raja itu menghapuskan hutangnya?
Tidak, hutang si hamba itu dihapus semata-mata karena kebaikan sang Raja. Seandainya
dia memahami kebaikan hati raja, maka dia berlaku kepada temannya seperti sikap raja
terhadapnya.
Melalui perumpamaan ini Yesus mengajarkan Kerajaan Surga. Gambaran kerajaan surga
sebagai suatu suasana dimana penghuninya saling mengampuni, tidak saling
mendendam meneguhkan kita bahwa kerajaan surga sudah bisa dirasakan saat kita
masih ada di dunia. Agar para muridNya mampu mengampuni sampai tujuh puluh kali
tujuh kali, alias mengampuni tanpa batas para murid membutuhkan kekuatan dari Tuhan
sendiri. Kekuatan itu dapat diperoleh saat kita menyadari banyak anugerah Tuhan
termasuk anugerah pengampunan pada kita.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah aku mengampuni kesalahan orang terhadapku?

Marilah berdoa
Tuhan telah mengampuni aku. Mampukan aku untuk mengampuni kesalahan orang lain
terhadapku. Amin (Fransiskus Putra)
25
Rabu, 18 Maret 2020
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Ul. 4:1, 5-9: Mzm. 147:12-13, 15-16, 19-20; Mat. 5:17-19

HUKUM YANG SEMPURNA


"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau
kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya,
melainkan untuk menggenapinya (Mat. 5:17)

B agi umat Yahudi, Kitab Taurat adalah kitab hukum. Dengan tuntunan Kitab Taurat
ini, orang Yahudi menjalani kehidupan sehari-hari termasuk dalam beribadah.
Kesempurnaan dalam hidup diukur apakah orang sudah menaati kewajiban-kewajiban
dan larangan-larangan yang ada dalam Kitab Taurat secara teliti. Setiap kata, kalimat,
bahkan tanda baca merupakan bagian terpisahkan dari hukum yang harus ditaati.
Yesus mengatakan bahwa Ia datang untuk menggenapi hukum Taurat, apakah hukum
Taurat belum sempurna? Hukum yang tertulis sudah sangat bagus. Mentaati hukum
secara seksama sangatlah baik. Namun itu semua masih minimal. Yang masih kurang
adalah semangat atau jiwa yang mendasari alasan orang menaati sebuah hukum. Bagi
Yesus, orang menaati hukum sempurna adalah jika ia juga sadar maksud hukum itu
dibuat yaitu kasih terhadap Allah dan kasih terhadap manusia.
Siapakah yang akan menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Sorga? Mereka yang
bisa menduduki Kerajaan Allah adalah mereka yang melaksanakan kegiatan hariannya
tertib dengan dasar kasih.

Pertanyaan reflektif
Apakah aku sudah melakukan segala aktivitas kita dengan sukacita?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, ajarilah kami melakukan segala sesuatu dengan kasih. Amin (Dionisia
Paramitha)

Kamis 19 Maret 2020


Hari Raya S. Yusuf, Suami SP Maria
2Sam. 7:4-5a, 12-14a, 16; Mzm. 89:2-3, 4-5, 27, 29; Rm. 4: 13, 16-18, 22; Mat. 1:16,
18-21a

NAMA YANG UNIK


Ia kan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat. 1:21)

S aat drama telenovela dari Amerika Latin ditayangkan di sejumlah stasiun televisi.
Mendadak banyak bayi diberi nama Maria, Marietta, Clarensia, dll. Rupanya
26
kegandrungan orang tua pada tokoh telenovela menginspirasi mereka memberi nama
pada anak mereka yang baru lahir. Tentu harapannya, anak mereka akan bertumbuh
menjadi anak yang cantik atau tampan seperti artis pujaan mereka. Dalam beberapa
budaya, pemberian anak dilakukan dengan sangat cermat. Dalam sebuah nama
terkandung sebuah arti, minimal harapan orang tua saat anak nanti dewasa.
Demikian juga dalam diri anak Maria. Pada Injil hari ini kita mendengar bahwa bayi
Yesus, memiliki dua nama lain yaitu Kristus dan Imanuel. Nama-nama ini bukanlah nama
sembarangan. Yesus sendiri memiliki arti sebagai Sang Pembebas. Kristus berarti yang
diurapi Tuhan, searti dengan kata Mesias. Sedang Imanuel artinya adalah Tuhan beserta
kita. Dalam diri anak yang baru lahir dari Bunda Maria itu telah disematkan nama-nama
yang nantinya menjadi jalan hidupNya. Yesus sungguh sang pembebas manusia dari
kuasa dosa. Dia adalah Mesias. Kelahirannya adalah tanda Allah beserta kita.
Sambil mengimani Yesus sang Mesias marilah kita mensyukuri nama yang telah
diberikan orang tua kepada kita. Ada nama baptis, ada nama kecil, ada nama marga atau
fam. Masing-masing nama memiliki arti, setidaknya sebagai penanda yang unik, penanda
yang membedakan diri Anda dengan orang lain.

Pertanyaan reflektif
Apakah nama Anda memiliki arti? Sudahkah Anda mewujudkan harapan yang
terkandung dalam nama Anda?

Marilah berdoa
Terima kasih Tuhan, Engkaulah Allah beserta kami. Terima kasih untuk penebusanMu.
Ajarilah kami untuk berusaha mewujudkan harapan terbaik yang ada dalam diri kami.
Amin (Dionesia Paramitha)

Jumat, 20 Maret 2020


Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Hos. 14:2-10; Maz. 81:6c-8a, 8bc-9,10-11ab,14,17; Mrk. 12:28b-34

TEORI DAN PRAKTIK


“Hukum manakah yang paling utama?” (Markus 12:28b)

A da pepatah dalam bahasa Jawa, gajah diblangkoni. Iso kotbah tapi ora iso nglakoni
(Bisa kotbah tetapi tidak bisa melaksanakan). Pepatah ini hendak menegaskan,
pentingnya orang menguasai teori dan praktik, menguasai pengetahuan dan juga bisa
menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Injil hari ini, dikisahkan ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus, tentang manakah
hukum yang terutama. Dan Yesus menjawab,“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua adalah kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Mengherankan, bahwa seorang Ahli Taurat bertanya kepada Yesus untuk sesuatu hal
yang pasti dia sudah ketahui dengan sangat baik. Sebagai seorang Ahli Taurat, kepakaran

27
dia terhadap Kitab Taurat pasti tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, menutup diskusi
dengan Ahli Taurat Yesus mengatakan, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.”
Hanya tahu, hanya mengerti, atau hanya pintar atau menguasai ajaran-ajaran agama saja
belum cukup memenuhi syarat untuk masuk Kerajaan Allah. Kemampuan itu baru
menempatkan seseorang di dekat Kerajaan Allah. Seperti Ahli Taurat dalam kisah di atas,
ia tahu, mengerti, memahami dengan sangat baik Hukum Taurat. Bagi Yesus, untuk
masuk dalam Kerajaan Allah, orang juga harus melaksanakan ajaran-ajaran agamanya.

Pertanyaan Reflektif:
Apakah Anda sudah mengamalkan ajaran kristiani dalam kehidupan sehari-hari?

Marilah berdoa:
Ya Yesus yang baik, puji dan syukut atas benih kasih yang telah Kau berikan dalam
hidupku. Mampukanlah aku untuk dapat mengasihi sesama tanpa memandang adanya
perbedaan. Dan semoga aku bisa menjadi saluran kasih-Mu kepada sesama dan seluruh
alam ciptaan-Mu Amin. (Yoris Bala Koban)

Sabtu, 21 Maret 2020


Hos.14:2-10; zm81.6c-8a, 8bc-9, 10-11ab, 14, 17; Luk. 18:9-14

MERASA DIRI LEBIH BESAR


Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa
merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Luk. 18:14)

A da banyak orang memperoleh ketenaran Sekarang ini mulai sering terdengar istilah
pansos. Apa itu pansos? Pansos adalah singkatan dari panjat sosial. Di sebuah
program televisi pernah dikisahkan bahwa si A yang dikatakan sebagai artis yang kurang
terkenal berpacaran dengan si B, artis papan atas. Dengan memacari si B maka si A ini
melakukan panjat sosial. Kisahnya akan menjadi viral di media social dan kemudian ia
akan menjadi terkenal. Cara yang lain agar seseorang kelihatan besar atau terkenal
adalah dengan merendahkan atau mengecilkan orang lain. Seolah-olah dengan
merendahkan atau mengecilkan orang lain, dirinya menjadi lebih tinggi atau lebih hebat.
Cara merasa diri menjadi besar tidak hanya terjadi dalam kehidupan nyata di
masyarakat. Dalam Injil hari ini dikisahkan ada dua orang sedang berdoa. Yang satu,
seorang Farisi, dalam doanya ia menyebut beberapa perbuatan-perbuatan baik yang dia
lakukan, yaitu melakukan apa yang diharuskan oleh hukum Taurat dan menghindari
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam hukum Taurat. Adakah sesuatu yang salah
dalam perbuatan si orang Farisi. Tidak ada yang salah. Taqwa dalam masyarakat Yahudi
adalah melakukan apa yang diharuskan dan menghindari apa yang dilarang dalam
hukum Taurat. Yang ingin ditekankan oleh Tuhan Yesus, pertama bahwa ketaqwaan tidak
bisa digunakan untuk memaksa Tuhan untuk membenarkan dirinya. Kedua, ketaqwaan
tidak boleh digunakan sebagai cara untuk merasa lebih baik dari orang lain.
Memang lebih mudah merasa diri lebih baik, merasa nyaman karena Allah pasti memberi
keselamatan setelah kita melakukan perbuatan baik. Namun, Yesus mengharapkan setiap

28
murid-muridNya berlaku rendah hati. Dengan rendah hati, murid-murid Tuhan
menghindarkan diri menghakimi orang lain, merasa lebih baik dari orang lain dan selalu
berharap Allah berbelas kasih. Ketaqwaan kita bukan apa-apa dibanding besarnya belas
kasih Allah.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita berlaku rendah hati?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, ampunilah segala kesalahan kami. Amin (Katarina VW)

Minggu, 22 Maret 2020


Hari Minggu Prapaskah IV
1Sam. 16:1b,6-7, 10-13a; Mzm. 23:1-3a, 3b-4,5,6; Ef. 5:8-14; Yoh. 9:1-41

YESUS MENYEMBUHKAN ORANG BUTA


Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam. (Yoh. 9:7)

D alam kisah injil yang barusan kita dengar tadi, mengisahkan tentang Yesus yang
menyembuhkan seorang yang buta penglihatannya. Orang buta itu dengan berani
dan berseru-seru kepada Yesus agar Yesus mau mentahirkan dia meski hanya menjamah
jumbai jubah Yesus. Melihat iman yang dimiliki oleh orang buta ini, Yesus tergerak hati-
Nya untuk menyembuhkan orang buta tersebut.
Dalam tradisi orang Yahudi, orang-orang buta adalah orang-orang yang terlantar dan
terpinggirkan. Menurut mereka orang yang buta sejak dari lahir merupakan kutukan
yang diberikan Tuhan karena dosa nenek moyang dan ibu bapaknya. Oleh karena itu,
sewaktu mendengar bahwa Yesus yang adalah Anak Allah akan lewat didepannya, dia
dengan iman yang begitu besar dan berani, meski ia sendiri belum pernah melihat seperti
apa sosok Yesus yang selama ini dibicarakan banyak orang. Dan karena imannya, maka
orang itu pun menjadi tahir oleh karena jamahan Yesus. Hal ini membuka mata para rasul
akan kata-kata-Nya “Akulah terang dunia; barang siapa mengikuti Aku, ia tidak akan
berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” orang buta yang
selama ini hidup dalam kegelapan akhirnya dapat melihat oleh karena kuat kuasa Allah
yang begitu mencintai manusia melalui putra-Nya.
Kita sebagai manusia yang normal penglihatannya, sering buta akan cinta kasih yang
diberikan Allah kepada kita. Kita sering buta, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam
hidup kita adalah anugerah yang diberikan Tuhan secara cuma-cuma, baik itu melalui
pengalaman nyata yang kita alami sendiri maupun melalui orang lain sebagai
perpanjangan tangan Tuhan. Marilah, di masa parapaska ini kita berbenah diri, duc in
Altum ke dalam diri agar kita layak dan pantas mengikuti jalan salib Tuhan menuju
Golgota. Semoga.

29
Pertanyaan reflektif
Oleh karena itu, sudahkan kita bersukur dan memuji Tuhan dengan apa yang sudah kita
alami selama ini? Sudahkah kita menjadi saksi dan terang Kristus dalam mewartakan
kerajaan Allah di tengah dunia ini? Atau kita hanya menjadi orang buta yang tak mampu
melihat kasih karunia Allah dan hidup dalam kegelapan?

Marilah Berdoa
Ya Tuhan, basuhlah mata hatiku yang sering buta dengan darah-Mu yang kudus agar mata
hatiku terbuka dan melihat kerahiman-Mu yang menyelamatkan ini melalui perbuatan
kasih, baik itu kepada orang lain maupun dari orang lain kepada saya. Karena kasih itu
rendah hati, kasih itu tidak sombong, kasih itu cinta yang menghidupkan. Amin
(Florentina Diana)

Senin, 23 Maret 2020


Hari Biasa Pekan IV Prapaskah.
Yes. 65:17-21; Mzm. 30:2,4,5,6,11-12a,13b; Yoh. 4:43-54

NYANYIAN SYUKUR KARENA SELAMAT DARI BAHAYA


“Tuhan, engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di
antara mereka yang turun ke liang kubur” (Mzm. 30:4)

K etika kecil, saya sering sakit dan karena sakit maka saya tidak bisa bermain dengan
teman-teman saya. Karena sakit maka saya kehilangan semangat dan waktu
bermain karena harus banyak istirahat dan berbaring di tempat tidur. Ketika sudah sakit,
saya merasa sudah tidak bisa mengendalikan diri atau sering merasakan halusinasi
sesaat. Untuk itu. Ketika saya sakit dan tidak bisa beraktivitas dengan lancar, saya selalu
berdoa kepada Tuhan agar saya dapat secepatnya sembuh dan dapat beraktifitas seperti
semula seperti teman-teman yang lain.
Dalam kisah raja Daud yang barusan kita dengar, raja Daud tidak lagi mempedulikan
penyakitnya, tetapi fokusnya hanya kepada Tuhan yang adalah Raja di atas segala raja.
Hal itu ia ungkapkan dengan mengatakan, “Engkau telah menarik aku ke atas”, Engkau
telah menyembuhkan aku, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, dan Engkau
menghidupkan aku”.
Daud sadar betul siapa yang telah menyembuhkannya. Karena itu, ia membangun
komitmen dalam dirinya untuk memuji Tuhan dan juga mengajak umat-Nya untuk
menyanyikan puji-pujian bagi Tuhan.
Penyakit memang bisa datang kapan saja tanpa kita kehendaki. Ketika terserang
penyakit, ataupun musibah, maka yang terjadi adalah; yang kuat menjadi lemah, dan yang
kaya menjadi miskin. Dalam keadaan demikian kemanakah kita harus mencarikan
pertolongan?
Melalui pengalaman hidup raja Daud, kita diyakinkan bahwa satu-satunya penolong
adalah Allah. Allah bukan hanya memberikan kesembuhan, tetapi Allah rela
mengorbankan Putra-Nya yang Tunggal untuk menebus dosa kita manusia. Kita yang

30
adalah manusia berdosa diharapkan untuk selalu dan bersyukur dan memuji Tuhan baik
itu saat susah maupun senang, untung maupun malang.
Kita sering beranggapan bahwa Tuhan tidak adil dalam memberikan cobaan hidup.
Ketika kita mengalami suatu musibah lalu kemudian kita berdoa memohon bantuan pada
Tuhan, dan seketika itu musibah yang kita alami dapat terselesaikan dengan sendirinya,
maka kita tahun bahwa Tuhan mampu menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Namun
ketika musibah yang kita hadapi tak kunjung selesai meski kita telah memohon pada
Tuhan, maka Tuhan tahu bahwa kita mampu menyelesaikan masalah kita sendiri melalui
usaha dan amal bakti kita selama hidup.

Pertanyaan reflektif:
Sudahkah kita bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepada kita saat sehat maupun
sakit? Atau kita hanya bersukur dan memohon bantuan pada Tuhan saat kita dalam
keadaan yang sulit dan melupakan Tuhan saat hidup kita sudah terasa enak dan nyaman.
Amin.

Marilah berdoa
Tuhan, aku yakin bahwa Engkau sanggup menyembuhkanku. Lakukanlah jika itu untuk
kemuliaan nama-Mu. Terpujilah Tuhan Raja di atas segala Raja (Florentina Diana)

Selasa, 24 Maret 2020


Hari Biasa, Pekan IV Prapaskah
Yeh. 47:1-9,12; Mzm. 46:2-3,5-6,8-9; Yoh. 5:1-16

AKU DIAMPUNI
“Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang
lebih buruk.” (Yoh. 5:14)

D alam menjalankan kegiatan sehari-hari, setiap orang tidak ada yang sempurna pasti
memiliki kesalahan. Anjany seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA). Anjany
bersekolah di sekolah swasta katolik yang terletak di Ibu Kota. Setiap hari Anjany
menjalani kegiatan bersekolahnya dengan baik, walaupun baik-baik saja Anjany
kerapkali berbuat kesalahan. Anjany berkata kasar kepada teman sekelasnya, berfikir
negatif kepada orang yang menurutnya tidak menyukai dirinya, dan Anjany membully
teman sebayanya.
Perilaku Anjany ini menunjukkan bahwa manusia tidak luput dari dosa. Setiap hari
manusia menjalankan aktivitasnya dengan baik. Namun tidak dipungkiri bahwa manusia
akan terus berbuat kesalahan pada diri sendiri, sesama, dan terlebih kepada Tuhan.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengajak semua anak-anak-Nya untuk tidak berdosa
dan terus percaya kepada-Nya. “... Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya
padamu jangan terjadi yang lebih buruk” (Yoh. 5:14) Melalui kuasa Roh Kudus, setiap
orang yang percaya kepada-Nya akan terlepas dari dosa dan tidak akan menjadi sifat
khas.

31
Yesus tidak menginginkan kita terjerumus kedalam dosa yang lebih dalam lagi, akan
tetapi Ia menginginkan anak-anak-Nya terus berada dalam naungan kasih-Nya.

Pertanyaan Reflektif
Sudahkah aku melakukan hal-hal positif dan mengurangi hal-hal negatif?

Marilah berdoa
Tuhan Yesus sumber pengharapan kami, kami bersyukur atas berkat-Mu kepada kami
setiap hari. Buatlah kami menjadi anak-anak-Mu yang Kau kasihi dan bimbinglah kami
dalam aktivitas kami sehari-hari. Amin. (Agnes Fallencia Putri Andriani)

Rabu, 25 Maret 2020


Hari Raya Kabar Sukacita
Yes. 7:10-14; 8:10; Mzm. 40:7-8a,8b-9,10,11; Luk. 1:26-38

MIRACLE IS ON THE WAY


“Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil. ,... Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan;
jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Lalu malaikat itu meninggalkan dia.”
(Luk. 1:37-38)

S unny adalah anak dari seorang pemulung yang tidak mempunyai rumah. Ibunya
bekerja untuk makan bagi dirinya, adik, dan untuk ibunya sendiri. Setiap hari Sunny
ikut dengan ibunya untuk mencari botol-botol bekas agar dapat dijual. Suatu ketika
Sunny melihat satu sekolah dan melihat anak-anak itu bisa bersekolah untuk
mendapatkan ilmu yang tinggi. Apakah Sunny harus iri dengan anak-anak yang
bersekolah itu?
Tentu saja tidak. Sunny tau bahwa Tuhan sedang mempersiapkan rencana yang indah
untuk dirinya dan keluarganya. Sunny tidak malu dengan kenyataan bahwa dirinya
adalah seorang anak pemulung dan tidak memiliki pendidikan. Ia sangat bersyukur
masih memiliki ibu dan adiknya yang sangat menyayangi dirinya. Di saat kemudian hari
Sunny bisa bersekolah karena mendapat bantuan dari Ayo Sekolah Ayo Kuliah di paroki
nya.
Keadaan Sunny menggambarkan bacaan Injil pada hari ini bahwa tidak ada yang tidak
mungkin bagi Tuhan. Tuhan dapat melakukan apapun yang tidak dapat kita lakukan.
Hanya saja rencana indah Tuhan tidak langsung datang hari itu juga, di saat seperti inilah
kita harus percaya bahwa akan ada pelangi setelah hujan.

Pertanyaan Reflektif
Apakah aku sudah bersykur atas apa yang telah Tuhan berikan?
Sudahkah aku percaya akan rencana yang disiapkan oleh Tuhan?

32
Marilah berdoa
Allah Bapa penuh kasih, terimakasih atas segala Rahmat yang Kau berikan kepada kami.
Bapa, jadikanlah kami anak-anak-Mu untuk selalu percaya bahwa Kau selalu
mempersiapkan rencana indah untuk kehidupan kami hari ini, besok, dan hari yang akan
mendatang. Amin. (Agnes Fallencia Putri Andriani)

Kamis, 26 Maret 2020


Hari Biasa Pekan IV Prapaskah
Keb. 32:7-14; Mzm. 106:19-20. 21—22, 23; Yoh. 5:31-47

YESUS DAN ALLAH BAPA


Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan
percaya akan apa yang Kukatan? (Yoh. 5:47)

E eh anak ini koq wajahnya mirip Bapaknya yaa….” Demikian kata seorang ibu terhadap
anak temannya. Percakapan seperti ini lumrah terjadi, seorang anak terlihat mirip
dengan wajah ibu atau bapaknya. Memang, ada pepatah “buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya.” Memang seharusnya bukan hanya wajah yang mirip orang tuanya tetapi
karakter dan kebiasaan baik si anak harusnya mirip dengan orang tuanya. Dalam sebuah
keluarga yang harmonis, hubungan antara orang tua dan anak terjalin dengan baik. Orang
tua membimbing anak-anaknya agar anak-anak mewarisi kebiasaan-kebiasaan baik
orang tuanya. Saat nanti si anak berfungsi sebagai orang tua, mereka sudah memiliki
bekal kecakapan yang cukup.
Dalam bacaan Injil digambarkan oleh penginjil Yohanes tentang hubungan Yesus dengan
Bapa. Dalam diri Yesus dan karya-karyaNya kita dapat melihat pribadi Allah Bapa. Hal ini
bisa terjadi karena Yesus melaksanakan karya yang dikehendaki oleh Bapa karena Yesus
adalah utusan Bapa. Apa yang dilakukan Yesus, persis seperti yang dikehendaki oleh
Bapa. “Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian
tentang Aku bahwa Bapa yang mengutus Aku (Yoh. 5:37)
Sepanjang zaman orang beragama ingin mengenal seperti apa Allah mereka.
Berbahagialah kita umat kristiani. Yesus adalah wujud Allah yang kelihatan. Dengan
mengenal Yesus kita mengenal Allah Bapa yang mengutusNya. Cara mengenal Yesus tiada
lain dengan membaca Yesus. Cara mengenal Yesus adalah dengan membaca Kitab Suci
dan merenungkannya.

Pertanyaan reflektif
Sudah Anda membaca Kitab Suci dan mencoba mengenal siapa Yesus bagi Anda sendiri?

Marilah berdoa
Ya Bapa, terima kasih karena Engkau mengutus Yesus. Melalui Yesus itulah kami
mengenal Engkau sebagai Bapa yang baik. Semoga kami semakin mengenal Yesus. Amin.

33
Jumat, 27 Maret 2020
Hari Biasa Pekan IV Prapaskah
Keb. 2:1a,12-22;Mzm. 34 : 17-18, 19-20,21,23; Yoh. 7:1-2,10,25-30

IMAN YANG MENYELAMATKANKU


Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru: "Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu
dari mana asalKu; namun Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, tetapi Aku diutus
oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. (Yoh. 7:28)

B erikut ini adalah kisah tentang Daniel. Daniel telah mengikuti pelajaran agama
Katolik sejak kelas 3 SD, dan pendidikan SMA ditempuh di sekolah Katolik namun
Daniel mengenal Yesus hanya sebatas dalam pelajaran agama saja. Suatu saat Daniel
mendekam di balik jeruji besi. Orang-orang terdekatnya tidak ada yang menengok. Ia
seperti merasa ditinggalkan. Di dalam penjara itu, Daniel rajin mengikuti kebaktian.
Walaupun sedikit namun ia mengenal Yesus. Setelah keluar penjara, ia bertekad untuk
memperbaiki hidupnya. Ia kemudian ikut pelajaran agama dan minta dibaptis. Bagi
Daniel, Yesus adalah pribadi yang luar biasa. Yesus adalah juru selamat. Keputusannya
menjadi pengikut Yesus bukanlah keputusan yang spontan dan mendadak.
Masa lalu yang pernah dialami Daniel membuat ia semakin mengerti siapa Yesus itu.
Baginya, Yesus adalah pribadi yang memberi peneguhan, pendampingan, pertolongan
dan pemeliharaan. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memperkenalkan jatidiri diriNya
kepada para pendengarNya. Para pendengarnya, yaitu orang-orang Yahudi mungkin
belum tahu siapa Yesus sesungguhnya dan tidak bisa melihat seperti apa rupa Allah.
Penginjil Yohanes menulis bahwa Yesus adalah Kristus dan ia menyatakan diriNya adalah
utusan Allah. Sungguh suatu kesempatan yang berharga bahwa mereka dapat melihat
Allah dalam wujud manusia. Sayaang orang-orang itu tidak peduli pada Yesus.
Bagi para murid Yesus, Yesus tidak hanya dipahami secara teori. Mengalami secara
pribadi peran Yesus sebagai juru selamat jauh lebih penting. Pengalaman ini akan
menjadi kekuatan yang luar biasa. Namun, perlu usaha yang mendalam agar setiap murid
Yesus memiliki kedekatan dan pengalaman pribadi bersama Yesus sebagai Juru Selamat.

Pertanyaan reflektif
Apakah kita sudah mengenal dan membangun relasi baik dengan Yesus?

Marilah berdoa
Tuhan Yesus, bakarlah semangatku agar boleh terus menjadi alat-Mu untuk membawa
orang-orang lain agar lebih mengenal-Mu secara mendalam dan sepenuh hati.

Janji
“TUHAN membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan semua orang yang berlindung pada-
Nya tidak akan menanggung hukuman” - Mazmur 34:23 (Patrisia sonia)

34
Sabtu, 28 Maret 2020
Hari Biasa Pekan IV Prapaskah.
Yer. 11: 18-20; Mzm. 7: 2-3,9bc-10, 11-12; Yoh. 7 :40-53.

KEBENARAN SEBAGAI DASAR BERTINDAK


“Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang , sebelum ia didengar dan sebelum
orang mengetahui apa yang telah dibuatNya?” (Yoh 7:51)

A ri adalah seorang manager di suatu perusahaan online. Suatu ketika Ari melihat
laporan keuangan dan mendapati saldo keuntungan tidak sesuai dengan jumlah
barang yang terjual. Dengan keputusan sepihak Ari menyalahkan Rini sebagai kepala
bagian keuangan. Ari tidak bertanya sama sekali kepada Rini alasan saldo laba tidak
sesuai menurut dirinya. Padahal Rini sudah pernah menjelaskan keuntungan itu tidak
sesuai karna setelah barang-barang terjual, perusahaan juga membutuhkan beberapa
perlengkapan yang harus dibeli sebagai pendukung perusahaan. Bukan dikarenakan
kesengajaaan seperti uang itu diambil Rini untuk dirinya sendiri.
Banyak orang terburu-buru menyalahkan orang sebelum memahami duduk perkaranya.
Dalam kutipan ayat Injil Yohanes hari ini kita mendapatkan pengajaran bahwa sebelum
menilai seseorang, perlu sekali kita memahami persoalannya. Dalam Injil Yohanes 7: 51
dikatakan “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan
sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuatNya?” Itulah peringatan bijaksana dari
Nikodemis ahli Taurat dan orang Farisi mendengar dan mengetahui terlebih dahulu
perbuatan yang telah dilakukan Yesus sebelum mereka menghukumNya. Peringatan
Nikodemus itu patut direnungkan.
Mendengar adalah suatu sikap baik yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena mendengar dapat mengetahui apa yang sedang terjadi atau apa yang telah terjadi
dengan benar. Kebenaran yang didapat setelah mendengar dapat dijadikan sebagai dasar
pemikiran untuk bertindak. Setiap tindakan yang akan dilakukan harus didasari dengan
kebenaran agar tidak salah langkah dan tidak keliru. Saat dihadapi dengan berbagai
permasalahan perlulah melihat kebenaran dan tidak mengambil keputusan dengan
gegabah yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebelum menyalahkan orang
lain, perlu menelusuri kebenaran yang terjadi melalui perkataan dan perbuatan yang
dikatakan oleh saksi dan orang yang bersangkutan.

Pertanyaan Reflektif :
Sudahkah kamu mendengarkan orang lain?
Apakah kamu telah bersikap berdasarkan kebenaran terhadap orang lain?

Marilah Berdoa :
Allah Bapa yang Maha Pengasih, Bimbinglah kami dalam menjalani kehidupan, agar kami
mau mendengarkan orang lain dan bersikap berdasarkan kebenaran. Semoga rahmat-Mu
turun atas kami dalam bertindak yang berdasarkan kebenaran. Amin.
(Maria Aprilia Utari)

35
Minggu, 29 Maret 2020
Hari Minggu Prapaskah V.
Yeh. 37: 12-14; Mzm. 130: 1-2,3-4ab, 4c-6, 7-8; Rm. 8:8-11; Yoh. 11 :1-45

BANGKIT BERSAMA YESUS


Jawab Yesus: ”Akulah kebangkitan dan hidup; Barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan
hidup walaupun ia sudah mati”. (Yoh 11:25).

J ames seorang pemuda yang baru saja lulus kuliah S1 dan belum mendapatkan
pekerjaan. Ia telah mencoba melamar ke beberapa perusahaan, namun saat tes
wawancara ia selalu gagal. Usaha James dalam mencari pekerjaan tidak berhenti sampai
disitu, ia selalu berjuang untuk mengirimkan cv nya ke beberapa perusahaan lain, tidak
lupa James pun berdoa agar jalannya di permudah dalam mencari pekerjaan. Setiap
malam ia selalu memohon agar usaha dan apa yang telah ia pelajari hingga saat ini dapat
membuahkan hasil dengan mendapatkan pekerjaan dan dapat menghidupi kebutuhan
hidupnya di dunia. Selama 1 tahun James berusaha mencari pekerjaan, akhirnya ia
mendapatkan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kisah tentang James menegaskan pentingnya sebuah proses sebagai langkah untuk
berhasil. Dalam proses itu ada perjuangan, suka duka, bahkan ada penderitaan. Proses
untuk menjadi keberhasilan itu mesti dilalui. Tanpa melalui proses yang baik niscaya
tidak ada keberhasilan yang menggembirakan. Berkaitan dengan proses dan hasil ini kita
bisa melihat kebangkitan Yesus. Yohanes 11:1-45 menceritakan mengenai kisah
kebangkitan Lazarus. Ayat 25 dituliskan : Jawab Yesus: ”Akulah kebangkitan dan hidup;
Barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” ayat ini menarik
dimana dalam Yesus maka seorang mati dapat hidup kembali. Jika ayat ini dihubungkan
dengan pengalaman James, yaitu James dalam kegagalannya saat mendapatkan
pekerjaan ia selalu berdoa dan memohon kepada Yesus, James percaya suatu saat Tuhan
akan memberikan hal terbaik dan di waktu yang tepat. Karena usaha dan doa kepada
Yesus, James akhirnya mendapatkan pekerjaan.
Usaha tidak akan mengkhianati hasil, terlebih jika diimbangi dengan berdoa kepada
Tuhan. Dalam mengalami kegagalan atau terjatuh orang diajak untuk tetap bangkit dan
tidak putus asa, dan tetap bersyukur kepada Tuhan atas segala sesuatu yang telah
diberikan. Rasa percaya kepada Tuhan akan membantu seseorang untuk tetap bangkit.
Karena dalam Yesus seseorang akan bangkit walaupun sudah mati dan hanya dalam
Dialah hal itu dapat terjadi.

Pertanyaan Reflektif :
Percayakah kamu dengan Yesus Kristus?
Bagaimana sikapmu jika kamu terjatuh? Apakah kamu akan bangkit bersama Yesus?
Sebutkan caramu bangkit?

Marilah Berdoa :
Allah Bapa yang Murah hati, Teguhkanlah hati kami, agar kami dapat terus percaya
kepada-Mu dan kepada Putera-Mu Yesus Kristus. Semoga kami dapat terus bangkit disaat
kami terjatuh dan mengalami kesulitan dalam nama-Mu. Amin. (Maria Aprilia Utari)

36
Senin, 30 Maret 2020
Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Dan 13:1-9, 15-17,19-30,33-62 dan Dan 13:41c+62; Mazm 23: 1-3a,3b-4,5,6: Yoh
8:1-11

PENGAMPUNAN BAGI ORANG YANG BERDOSA


"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempari batu
kepada perempuan ini" (Yoh. 8:7)

A da pepatah, ‘kuman di seberang laut tampak tapi gajah di pelupuk mata tidak tampak’.
Inilah gambaran bahwa orang mudah sekali melihat kesalahan orang lain. Dengan
melihat kesalahan itu, maka mudah juga menghakimi orang tersebut dan menjatuhkan
vonis hukuman kepada orang lain. Misalnya, ada warga umat lingkungan yang jarang ikut
kegiatan lingkungan. Doa lingkungan tidak ikut, doa Rosario tidak ikut, dan kegiatan-
kegiatan lain tidak ikut. Warga yang lain menganggap bahwa umat bersangkutan adalah
umat yang malas dan tidak mau bergaul. Maka sebagai bentuk hukumannya, saat ada
jadwal doa di rumah orang tersebut banyak warga memilih tidak datang. Setelah Ketua
Lingkungan berkunjung dan mencoba menelisik apa yang menjadi penyebabnya,
ternyata bahwa warga tersebut merasa rendah diri akibat keluarganya tidak mampu
secara ekonomi.
Terburu-buru menilai orang lain salah sebelum menimbang perkaranya bukanlah sikap
yang bijaksana. Belum tentu orang tersebut memang salah. Terlebih, sikap senang
melihat pihak lain salah itu seperti membutakan dirinya bahwa ia juga bukan orang yang
sempurna. Tidak ada seorang manusia pun yang sempurna tanpa salah.
Sikap bijaksana jelas tampak dalam teladan Yesus: "Barangsiapa di antara kamu tidak
berdosa, hendaklah ia yang pertama melempari batu kepada perempuan ini” (Yoh. 8:7).
Yesus tidak buru-buru menghakimi dan menjatuhkan hukuman. Ia mendengarkan hati
perempuan itu. Benarkah si perempuan itu bersalah? Ataukah, si perempuan itu adalah
korban dari budaya yang dikuasai oleh kaum laki-laki? Jika perempuan itu berzinah,
kenapa pihak laki-laki tidak ikut serta diadili di situ? Akhirnya, Yesus tidak menghakimi
perempuan itu. Ia juga tidak menghukum wanita itu.
Senang menyalahkan, mudah menghakimi dan menghukum menimbulkan kekacauan.
Lebih mendengarkan, lebih memahami situasi membuat masyarakat lebih damai.

Pertanyaan reflektif ?
Maukah aku memberi kesempatan untuk memperbaiki diri, diampuni dan memberi
ruang pengampunan yang sama seperti yang telah diajarkan sendiri oleh Yesus.

Marilah berdoa:
Tuhan yang Maharahim, ampunilah kami yang kadang tidak menyadari dosa yang kami
perbuat dengan sikap egois lupa akan diri sendiri, dan lebih suka menghakimi kesalahan
orang lain. Jadikanlah kami sungguh mengunakan kesempatan pertobatan ini menuju
kembali kejalan-Mu yang benar. Membangun iman serta mampu memberi ruang
pengampunan kepada orang lain seperti Yesus yang mengajarakan cinta kasih kepada
kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin. (Krismaria Gunawan)

37
Selasa, 31 Maret 2020
Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Bil. 21:4-9; Mzm. 102:2-3, 16-18, 19-21; Yoh 8:21-30

PERGI KE RUMAH BAPA


Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya (Yoh. 8:30)

T elinga kita akrab dengan istilah ‘dipanggil Tuhan’ untuk mengatakan orang yang
wafat atau mati. Istilah ini jarang digunakan oleh saudara-saudari kita yang beragama
non kristiani. Istilah dipanggil Tuhan, tampaknya cocok dengan pemahaman kita bahwa
kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.
Tuhan yang manakah yang telah memanggil pengikut Yesus ke alam keabadian? Kita
mengimani bahwa Tuhan yang telah memanggil jiwa setiap orang beriman kristiani
adalah Tuhan yang disebut Bapa oleh Tuhan Yesus (ayat 27).
Keyakinan ini diperkuat oleh pernyataan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Yesus
mengatakan bahwa Ia akan pergi ke suatu tempat. Siapa yang bisa menyusul Yesus ke
tempat Dia pergi adalah orang yang percaya kepada Yesus bahwa Yesus sungguh datang
dari Allah Bapa.
Percaya kepada Yesus artinya percaya bahwa apa yang dikatakan Yesus dalam Injil
adalah benar. Oleh karena itu, seperti halnya Yesus berbuat sesuai dengan apa
dikehendaki Bapa, maka kita pun harus bertingkahlaku sesuai dengan ajaran Yesus yang
kita baca dalam Injil.
Pada saatnya, semua manusia pun akan meninggal. Kita pun berharap, kita pergi ke suatu
tempat kemana Yesus pergi yaitu ke Surga, rumah Bapa.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah Anda membaca Injil dan menjadikan Injil sebagai pegangan hidup Anda?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, terima kasih, karena Yesus mengajarkan kami menyebutMu sebagai Bapa.
Tuntunlah kami hidup seturut kehendakMu. Amin (Fransiskus Putra)

38
Rabu, 1 April 2020
Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Dan 3: 14–20, 24 – 25; MT Dan 3: 52, 53,54,55,56; Yoh 8: 31–42

BUKA HATI, BUKA PIKIRAN


“Jikalau kamu tetap dalam firman–Ku, kamu benar benar adalah murid–Ku dan kamu
akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yoh. 31:31)

B acaan hari ini secara gamblang menunjukkan percakapan antara Yesus dengan
orang Yahudi. Yesus mengatakan bagaimana mencapai kebenaran yang
memerdekakan. Namun mereka mempertanyakan hal itu. Mereka merasa sebagai
keturunan Abraham.
Dalam bacaan hari ini, Yesus menunjukkan secara tegas dan jelas, bahwa “Jikalau kamu
tetap dalam firman–Ku, kamu benar benar adalah murid–Ku dan kamu akan mengetahui
kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
Melalui dialog antara Yesus dengan orang–orang Yahudi itu, kita bisa melihat bahwa satu
hal yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran yang memerdekakan adalah
keterbukaan.
Keterbukaan hati dan pikiran memungkinkan kita untuk melihat kebenaran. Tanpa
keterbukaan itu, kita akan layaknya memakai kacamata kuda. Keterbukaan
memungkinkan kita untuk melihat kehidupan secara lebih luas dan tidak hanya
bersikukuh dengan pandangan pribadi yang terbatas.

Pertanyaan reflektif:
Apakah kita sudah berani membuka hati dan pikiran untuk melihat kebenaran?

Marilah berdoa:
Allah Maha Baik, kami bersyukur atas segala pengalaman hidup yang telah kami jalani.
Melaluinya, Engkau telah membentuk sudut pandang kami terhadap hidup ini. Namun
sering kali kami merasa sudah merasa cukup dengan apa yang kami ketahui secara
lahiriah. Bantulah kami untuk mampu membuka hati dan pikiran kami sehingga kami
dapat menangkap kebenaran hidup yang memerdekakan, yang hendak Engkau
tunjukkan kepada kami. Amin (Teguh Prakoso)

39
Kamis, 2 April 2020
Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Kej. 17: 3–9; Mzm. 105: 4–5, 6–7, 8–9; Yoh 8: 51–59

NGEYEL
”Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan
mengalami maut sampai selama–lamanya.” Kata orang–orang Yahudi kepada–
Nya:”Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan.” (Yoh. 8:52)

B acaan hari ini bukan sekadar mendebat Yesus. Namun mencerminkan betapa kita
tidak pernah mau memahami lebih jauh dari apa yang terucap dari mulut Yesus,
Sang Sabda yang menjadi manusia.
Orang–orang Yahudi yang “melawan” Yesus hanya mampu menanggapi ucapan Yesus apa
adanya. Padahal, untuk memahami ucapan Yesus perlu penafsiran. Tidak bisa diterima
begitu saja secara harafiah. Bahkan, “perlawanan” itu sampai kepada tindakan
mengambil batu untuk dilemparkan kepada Yesus.
Perilaku para orang Yahudi itu, dalam bahasa yang sederhana, adalah ngeyel! Ia tidak
menyadari bahwa ucapan Yesus harus ditafsirkan, bukan diterima begitu saja. Ngeyel itu
tidak menyadari kesalahannya, namun ngotot bahwa pendapatnya benar.
Masa pra–Paskah menjadi momen bagi kita untuk berani berefleksi dan tidak ngeyel.
Sikap ngeyel hanya akan membutakan kemampuan kita untuk menangkap pesan dari
Allah. Ngeyel akan membawa kita pada sikap mengingkari kehadiran Allah dalam
kehidupan kita.

Pertanyaan reflektif:
Beranikah kita untuk menyadari sikap ngeyel dengan berbagai bentuknya di dalam
kehidupan kita sehari–hari?

Marilah berdoa:
Allah Bapa di surga, Engkau telah menunjukkan kasih–Mu yang maha besar. Melalui
renungan hari ini, kami kembali disadarkan betapa sebagai manusia biasa, kami dapat
jatuh pada kelemahan kami, yaitu bersikap ngeyel. Kelemahan ini menjadi penghalang
kami untuk mampu melihat dan memahami pesanMu bagi kami yang hidup di dunia fana.
Bukalah mata hati dan batin kami untuk dimampukan menyingkirkan sikap ngeyel kami
sebagai umat beriman. Amin. (Teguh Prakoso)

40
Jumat, 3 April 2020
Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Yer. 20:10-13; Mzm. 18:2-3a, 3bc-4, 5-6, 7; Yoh. 10 : 31-42

TUGAS KITA ITU BERBUAT BAIK


"Banyak perkerjaan baik yang berasal dari Bapa-ku yang Kuperlihatkan kepadamu,
pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?"
(Yoh. 10: 32)

K ala itu, Yesus menyampaikan pertanyaan itu kepada orang Yahudi yang hendak
melempari Yesus karena dianggap telah menghujat Allah. Bagi orang Yahudi, Yesus
dianggap bersalah karena telah berani menyamakan diri dengan Allah. Dengan tulus,
cerdas dan bijaksana, Yesus yang amat paham hukum Taurat, mampu meyakinkan orang
Yahudi yang hendak melempari-Nya dengan batu. Meskipun demikian, orang Yahudi
masih mencari-cari alasan yang paling tepat menurut hukum Taurat agar Yesus bisa
masuk jerat hukum dan berhenti melakukan perbuatan-perbuatanNya yang dianggap
akan merongrong keyakinan dan kekuasaan mayoritas masyarakat Yahudi.
Alkisah, ada seorang pekerja sosial di Lembaga Daya Dharma (LDD) KAJ berbagi
pengalaman. Kejadiannya sekitar 12 tahun lalu, ia mendapatkan ancaman fisik dan
psikologis dari beberapa tokoh setempat karena dianggap melakukan kristenisasi. Kala
itu, LDD hendak membangun rumah sekolah untuk anak usia dini di kawasan pesisir
Jakarta Utara. Kawasan ini dianggap ilegal maka tidak mendapatkan fasilitas pendidikan
dari pemerintah. Kondisinya memprihatinkan. Mayoritas orang tua tidak menganggap
penting pendidikan bagi anak-anak mereka. Kebanyakan mereka hidup sebagai buruh
nelayan dan pengupas kerang; yang penting anak bisa bekerja membantu orang dan
segera mendapatkan uang. Untuk anak perempuan, yang penting sedikit agak besar bisa
segera menikah. Kalaupun ada orang tua yang sudah sadar tetang perlunya pendidikan
bagi anak-anaknya, mereka harus bekerja lebih keras untuk mempersiapkan dana.
Dengan segala upaya dan pendekatan yang tulus, akhirnya rumah sekolah berkembang.
Karena bukti manfaat yang baik bagi warga, akhirnya lokasi sebelahnya juga minta
dilayani. Rumah sekolah itu kemudian berkembang menjadi tempat belajar, berbagi
solidaritas, dan membangun persaudaraan tanpa batas. Tokoh-tokoh yang awalnya
menentang dan mengancam kemudian berubah menjadi pendukung, bahkan ada yang
meminjamkan lahannya untuk pelayanan. Kini ada beberapa anak yang berhasil
menyelesaikan sekolah yang lebih tinggi, bahkan ada yang menjadi sarjana berkat
bantuan dan solidaritas kita umat KAJ melalui LDD.
Tidak mudah memang; namun menyakini dan menyatukan bahwa pekerjaan yang baik
adalah pekerjaan Bapa kita sendiri, maka Bapa pulalah yang akan menyelesaikannya
dengan damai sejahtera.
Pertanyaan Reflektif
Apalah saya pernah mengalami "ditolak" ketika hendak melakukan perbuatan yang
bertujuan untuk kebaikan bersama? Kemudiaan apa yang saya lakukan?

41
Marilah berdoa
Ya Allah yang maha rahim. Engkau selalu hadir dalam perjuangan hidup kami. Hari ini
Engkau kembali mengingatkan perlunya perbuatan-perbuatan baik yang perlu kami
lakukan sebagai murid-Mu, sehingga menjadi tanda nyata kehadiran-Mu di tengah-
tengah kehidupan kami. Bimbinglah kami dengan karunia kecerdasan, kebijaksanaan,
dan ketulusan agar mampu melakukan perbuatan-perbuatan baik bagi sesama dan
lingkungan kehidupan kami. Demi Kristus, kini dan sepanjang masa. Amin. (FX. Yono
Hascaryo Putro)

Sabtu, 4 April 2020


Hari Biasa Pekan V Prapaskah
Yeh. 37:21-28; MT Yer. 31:10, 11-12ab, 13; Yoh. 11:45-56

MELIHAT KEBAIKAN ORANG LAIN


Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia (Yoh. 11:53)

D alam tradisi agama tertentu atau dalam adat istiadat, masyarakat mengenal ritus
“korban”. Misalnya ada beberapa jenis binatang atau hasil bumi “dikorbankan” atau
“dipersembahkan” kepada Yang Ilahi demi keselamatan kelompok agama atau adat
tersebut. Diyakini bahwa “yang dikorbankan” itu akan “membawa” berbagai penyakit
atau sebab-sebab penderitaan. Hal senada juga kita kenal dalam peperangan dengan
adanya “pasukan berani mati atau pasukan yang berani bunuh diri”.
Yang dikatakan oleh Kayafas dalam Injil hari ini sekilas merupakan langkah bijaksana
untuk keselamatan bangsa. Jika ditinjau dari situasi politik, pendapat tersebut memang
masuk akal. Yesus dianggap provokator dikalangan rakyat. Jika huru-hara terjadi, tentara
Roma pasti akan bertindak. Akibatnya, bisa jadi Bait Allah akan dirampok dan seluruh
bangsa ditumpas oleh mereka.
Dalam pertimbangan politis itu dapat menjadi kata kunci yang membulatkan niat para
musuh Yesus untuk menangkap dan membunuh-Nya. Persoalannya, apakah kehadiran
Yesus akan mengakibatkan huru-hara? Bukankah Ia mengadakan mukjizat demi
menggugah iman bangsa-Nya agar semakin mengakui kuasa Allah? Pendapat dari Imam
besar Kayafas itu bisa diartikan sebagai suatu ketakutan tanpa dasar yang kuat. Ia
mencoba menghalalkan ketakutannya dengan alasan demi keselamatan bangsa. Tak
dapat diingkari bahwa kematian Yesus mempunyai kaitan erat dengan intrik politik,
ambisi dan iri hati para penguasa. Aneh bahwa, alasan yang kemudian dipakai untuk
menhukum Dia bukan alasan politik tetapi agamawi. Mereka menuduh Yesus telah
menghojat Allah karena memproklamirkan diri sebagai Mesias, raja Yahudi. Sekarang apa
yang harus kita lakukan? Dia membuat mukjizat, banyak pengikut-Nya, Dia dianggap
Nabi, kita bisa kehilangan kehormatan diri dan bangsa kita.

42
Sahabat Tuhan. Terkadang kita juga masuk dalam ritme dan situasi hidup seperti itu:
terperangkap oleh emosi, nafsu, egoisme, kepentingan diri, martabat yang diagungkan,
status yang dimuliakan, kuasa yang dibanggakan. Kita tidak dapat melihat kebaikan
orang lain, keberhasilan, kesuksesan. Kita lalu antipati, mengatur siasat, dengan
mengorbankan seseorang, dengan memotong jalan hidup orang lain. Perbuatan keji,
dengan menebar kebencian, dendam, anti pati dan bahkan membunuh sesama dengan
mengatas namakan membela nama Allah pun tak enggan melakukannya. Kita semua lupa
kalau Allah yang katanya harus kita bela itu adalah Allah yang maha kuasa dan tak perlu
dibela, justru itu adalah perlakuan keji dan menghina. Membunuh sesama berarti juga
membunuh Allah yang mencipta manusia.

Pertanyaan reflektif:
Apakah saya sudah menjadi provokator yang baik dalam kehidupan di tengah
masyarakat? Atau aku justru senang memperkeruh kehidupan masyarakat?

Marilah berdoa
Ya Bapa, Putra-MU Yesus Kristus mengorbankan diri, menanggung dosa-dosa manusia
demi keselamatan bangsa manusia. Ampunilah kami orang yang lemah ini dan bantulah
kami untuk berani meneladani semangat Putra-Mu, berkorban demi keselamatan sesama
kami. Sadarkan kami yang sering kali keji terhadap sesama dan kurang menghargai
keagungan-Mu. Amin. (Sr. Sebastiana, HK)

Minggu, 5 April 2020


Prapaskah Minggu Palma Mengenangkan Sengsara Tuhan
Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9, 17-18a, 19-20, 23-24; flp. 2:6-11; Mat. 27:11-54

KITA JUGA PUNYA KEKURANGAN


"Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya."
(Mat. 27:11)

T erkadang kita sering mendapati aroma yang kurang sedap di bis kota atau angkot
yang membuat penumpang lain jadi mual dan pusing. Bisa jadi ini (maaf) aroma bau
badan atau bau mulut yang berasal dari salah satu penumpang. Atau bahkan tanpa
disadari justru berasal dari diri kita sendiri yang kurang peduli pada kebersihan diri.
Bagaimana kalau diberi saran masukan? Tentu orang bakal marah dan tersingung atau
menyangkal.
Dalam bacaan hari ini ada dua kata “penyangkalan” yang disampaikan oleh Matius:
“Bukan aku ya Tuhan“ dan “Bukan aku ya Rabi”. Kiranya dapat menjadi refleksi bagi kita.
Mungkin banyak hal yang kita keluhkan tentang kekurangan sesama, tapi barangkali kita

43
pun punya banyak kekurangan. Ketika kita mencela sesama, mungkin orang yang kita
ajak bicarapun berkata dalam hatinya “Engkau sendiri telah mengatakan hal itu… hemm..
kau lebih jahat lagi.” Saat kita mengeluh tentang kekurangan orang lain, saat itulah kita
pantas bertanya pada diri sendiri “apa kekuranganku?”
Pertanyaan reflektif:
Menurut orang lain, apa kekurangan & kelemahanku?
Siapkah aku berubah untuk menjadi manusia baru?
Marilah berdoa
Tuhan Yesus yang baik, ajarilah kami untuk semakin mendekatkan diri kepada-Mu.
Karena hanya dekat dengan Engkau, batin kami dibersihkan dan jernih. Mampukan kami
untuk memandang sesama kami seperti Engkau memandang kami dengan kasih. Amin
(Sr. Sebastiana, HK)

Senin, 6 April 2020


Hari Senin dalam Pekan Suci
Yes. 42:1-7; Mzm. 27:1, 2, 3, 13-14; Yoh. 12:1-11

BELAJAR DARI CARA MARIA MELAYANI


“Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya,
lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak
semerbak di seluruh rumah itu” (Yoh. 12:3)

T indakan Maria ini merupakan wujud


syukur yang amat besar. Ungkapan
pribadi yang dalam dan tentu
‘spektakuler’ karena diluar kebiasaan
masyarakat di jaman itu. Setidaknya ada
2 hal yang bisa kita jadikan refleksi.
Pertama, tentang pengorbanan harta.
Maria meminyaki kaki Yesus dengan
minyak narwastu seharga 300 dinar.
Satu dinar sama dengan upah pekerja
dalam sehari (Mat. 20:2). Maka 300
dinar setara upah pekerja selama 300
hari. Betapa besar harta yang diberikan untuk melumuri kaki Yesus. Kedua, tentang
kerendahan hati. Maria meminyaki kaki Yesus dengan rambutnya, mahkotanya, simbol
tindakan Yesus ‘memanusiakan’ Maria itu merupakan ‘mahkota kemanusiaan’, di tengah
masyarakat yang menganggap wanita dan anak itu kelas dua, kaum terbuang.

44
Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan bisa ditemukan dalam banyak rupa dalam
kehidupan kita. Di Jakarta Utara ada seorang ibu bernama Yati. Menjelang Idul Fitri tahun
2019 lalu, ia bersama 130 buruh lainnya ‘di-PHK’ secara sepihak oleh pabrik garmen
tempatnya bekerja tanpa diberi pesangon layak dengan alasan perusahaan merugi.
Sebagian buruh menerima sedikit ‘uang kerahiman’ dengan alasan tidak mau repot
berjuang dan akan mudik lebaran. Sejumlah 73 buruh yang lain berjuang menuntut
keadilan. Mereka mendirikan "tenda juang" dan berjaga 24 jam non-stop selama dua
bulan, di sekitar pabrik untuk menjaga aset pabrik agar tidak dikeluarkan dari pabrik,
karena aset itulah yang diharapkan bisa membayarkan hak-hak normatif atas PHK.
Saat itu puasa bulan ramadhan. Ibu Yati salah satu pelayan bagi kawan-kawanya. Ia dan
beberapa kawannya rela tidak mudik lebaran agar tenda juang tetap bergerak. Ia
mengorganisir pelayanan makan (saur dan buka puasa) setiap hari bagi grup jaga dan
relawan yang mendukung gerakan ini. Banyak pihak turut berbelarasa mendukung
perjuangan keadilan buruh ini. Termasuk Lembaga Daya Dharma KAJ membantu bahan
pangan, memberikan kursus ketrampilan bagi penjaga tenda sembari mengisi waktu
luang, dan menemani sebagai kawan seperjuangan dengan sabar.
Syukurlah, akhirnya perjuangan yang melelahkan itu membuahkan hasil. Buruh dan
perusahaan mencapai kesepakatan atas pesangon. Hal ini membuat Yati tidak
menghentikan gerakannya. Bersama serikatnya, ia terus melayani kawan-kawan buruh
lainnya. “Berjumpa dengan kawan-kawan yang gigih berjuang dan para pemerhati yang
tulus dan sabar, telah mengubah diriku”, katanya. Yati berubah dari ibu rumah tangga
dan buruh yang apatis dengan keadilan, kini berubah menjadi salah satu penggerak bela
rasa keadilan.

Pertanyaan reflektif
Apa yang sudah kulakukan secara nyata sebagai wujud syukur atas kebangkitan hidup
yang setiap waktu kuterima dari Tuhan?
Apa yang bisa kulakukan agar menyerupai Maria dalam upaya mewujudkan keadilan di
sekitar lingkungan hidupku?

Marilah berdoa
Ya Allah, kami bersyukur atas anugurah kehidupan dan kebangkitan yang selalu kami
terima dari-Mu. Bimbinglah kami untuk semakin mampu memahami kehendak-Mu,
berani belajar untuk berkorban bagi segala upaya untuk membangun keadilan disekitar
kami. Tuntunlah kami dengan RohMu yang Kudus agar kami semakin berani terlibat
dalam segala upaya meringankan beban kehidupan sesama kami yang membutuhkan
pertolongan. Demi Kristus Tuhan yang bangkit dari mati, kini dan sepanjang masa. Amin
(FX. Yono Hascaryo Putro).

45
Selasa, 7 April 2020
Hari Selasa dalam Pekan Suci
Yes. 49: 1-6; Mzm. 71:1-2, 3-4a, 5-6ab, 15, 17; Yoh. 13:21–33; 36–38

SALING MENGASIHI
“Aku memberikan perintah baru kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi”
(Yoh. 13: 34)

D ua murid ditampilkan pada bacaan hari ini, yaitu: Yudas dan Petrus. Akhir hidup
Yudas merupakan peristiwa yang mengerikan bagi setiap pengikut Yesus yang tidak
sungguh-sungguh mengasihi-Nya. Yudas memang murid Yesus tetapi tidak pernah
dijiwai dan dihidupi oleh Roh-Nya. Niat Yudas mengikuti Yesus bukan untuk mengasihi
agar memperoleh hidup kekal, tetapi lebih didorong oleh nafsunya untuk mendapatkan
keuntungan duniawi, memperkaya diri sendiri.
Sedangkan Petrus, motivasi mengikuti Yesus sungguh-sungguh orisinal. Keluar dari hati
yang bersih. Dasarnya adalah kasih. Dia rela mati demi Tuhan. Ke manapun Tuhan pergi,
dia ingin mengikuti. Bahkan saking semangatnya mengikuti Tuhan, ia lupa akan
kelemahan dan keterbatasannya. Kasih karunia Tuhan tidak disia-siakan oleh Petrus.
Meskipun ia jatuh ke dalam pencobaan, tetapi ia menyesal, bertobat dan bangkit kembali.
Karena iman dan kasihnya yang luar biasa pada Tuhan, Petrus mendapatkan
keselamatan.
Sebagai pengikut Yesus, kita pun diundang bukan sebagai pengikut Yudas, tetapi
pengikut Petrus yang selalu taat pada Tuhan Yesus. Kita diajak untuk saling mengasihi
satu terhadap yang lain, agar memperoleh keselamatan. Undangan ini sejalan dengan
tema APP 2020: “Amalkan Pancasila: Kita Adil, Bangsa Sejahtera”. Hidup berlandaskan
kasih berarti lebih dari sekedar berbuat adil. Kalau adil memberikan apa yang menjadi
hak orang lain, sedangkan kasih memberikan apa yang manjadi hakku sendiri.
Kesadaran dan kesediaan untuk memberikan hak orang lain, apalagi memberikan hakku
sendiri inilah yang akan menghasilkan kebaikan bagi orang lain. Bila setiap orang
“semakin beriman, semakin bersaudara, semakin berbelarasa”, niscaya akan terwujud
bangsa sejahtera. Perintah Yesus jelas dan tegas: “Aku memberikan perintah baru
kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu
demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13: 34).

Pertanyaan reflektif:
Apakah aku mengalami bahwa Tuhan Yesus tetap mengasihiku, meskipun aku sering
jatuh dalam dosa?

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus, syukur dan terimakasih karena Engkau selalu mengampuniku dan
mengasihiku lewat Sakramen Tobat. Ajarlah aku agar pikiran, hati, ucapan, dan
tindakanku selalu dilandasi oleh nilai adil dan kasih, demi terwujudnya bangsa
sejahtera. Amin. (A. Widyahadi Seputra)

46
Rabu, 8 April 2020
Hari Rabu dalam Pekan Suci
Yes 50: 4-9a; Mzm. 69:8-10, 21 bcd-22, 31, 33-34; Mat 26: 14 – 25

KASIH DAN DUKA


“............... waktuKu hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah
bersama-sama dengan murid-muridKu” (Mat. 26, 18)

P erjamuan makan dapat menjadi tanda perjumpaan atau perpisahan. Dapat menjadi
kenangan yang indah, tetapi juga dapat menjadi ingatan yang menyedihkan. Dapat
menjadi tanda kasih, tetapi juga dapat manjadi tanda duka. Peristiwa inilah yang terjadi
pada perjamuan Paskah yang diadakan oleh Yesus dengan para murid-Nya.
Paskah bagi Yesus menjadi lambang kematian-Nya. Menjadi wujud kasih sehabis-
habisnya. Menjadi puncak ketaatan dan kesetiaan-Nya untuk melaksanakan kehendak
Allah Bapa di surga. Menjadi tanda penyerahan diri secara total, demi penebusan dan
kehidupan kekal. Tetapi di lain pihak, bersamaan dengan kenangan perjamuan yang
indah itu, terjadi peristiwa yang mengerikan bagi anak manusia yang pernah dilahirkan
di dunia ini. Yudas Iskariot mngkhianati Yesus. Hanya karena ingin memiliki uang, harta
duniawi yang fana, ia rela menyerahkan Tuhanke tangan-tangan pengikut Iblis.
Kata Yesus “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang
Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih
baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Mat 26: 24). Dalam peristiwa ini
tampak jelas bahwa ketika kejahatan dan dosa manusia mencapai puncaknya, kebaikan
dan pengampunan Allah dinyatakan sepenuhnya. Pada saat kebencian dan permusuhan
manusia dengan Allah menunjukkan titik kuasanya, kasih karunia Allah dicurahkan
sehabis-habisnya.
Pertanyaan reflektif:
Apakah aku mampu melakukan aksi nyata kasih, utamanya untuk orang miskin, sakit,
menderita, yang tinggal di sekitar RT/RW sesuai dengan tema APP 2020: “Amalkan
Pancasila: Kita Adil, Bangsa Sejahtera”?

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus, bantulah aku agar dapat memanfaatkan tiap kesempatan untuk berbuat
baik, adil, dan kasih terhadap sesama. Bukan malah sebaliknya, menggunakan tiap
kesempatan untuk memfitnah, membenci, memusuhi, bahkan sampai membuat celaka
dan duka sesama kita. (A. Widyahadi Seputra)

47
Kamis, 9 April 2020
Hari Kamis dalam Pekan Suci
Kel. 12:1-8, 11-14; Mzm. 116:12-13, 15-16bc, 17-18; iKor. 11:23-26; Yoh.13:1-15

KAMIS PUTIH, MENGHADIRKAN PERJAMUAN TUHAN DI DUNIA


“Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu
pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada
kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”
(Yoh.13:14-15).

H ari ini kita merayakan Kamis Putih atau Holy Thursday, satu dari hari raya yang
sangat penting dan sarat makna bagi umat kristiani. Dalam perayaan Kamis Putih,
kita mengalami masa puasa yang semakin mendalam menyentuh kalbu. Kita mengenang
teladan perendahan hati yang paling sempurna, yaitu ketika Yesus Guru dan Tuhan,
junjungan para murid ‘bangun’, menanggalkan jubah, mengikat pinggang dengan kain
lenan, menuang air ke dalam basi dan membasuh kaki para murid. Pada perjamuan
makan malam Paskah terakhir itu Tuhan Yesus berbagi roti dan anggur bersama para
murid. Barangkali pada malam itu para murid juga mengenang suka duka pengalaman
mereka bersama Guru, menyembuhkan orang sakit, memberi makan ribuan orang,
meredakan badai, diterima, dielukan dan ditolak orang. Lantas, apa ‘pengalaman Kamis
Putih’ di masa kini?
Kamis Putih mengingatkan Pak Yohanes Edi akan pengalamannya saat banjir melanda
Jakarta di tahun baru. Bersama beberapa pemuda RT, ia membawa para tetangganya ke
rumah pengungsian dengan gerobag, tanpa pandang bulu, termasuk pak Jaja, tetangga
samping rumahnya yang suka mengatainya kafir dan segala kata hujat sinis lain. Di rumah
pengungsian, saat Pak Edi membagikan ransum makanan kepada pengungsi yang
kelaparan itu, pak Jaja berseru “Hei dari mana makanan ini?”. “Dari lingkungan gereja
saya pak”, jawab pak Edi tenang. Pak Jaja terpana, diam sejenak, lalu meneruskan makan
nasi bungkusnya pelan-pelan. Sejak saat itu, pak Jaja suka menyapa pak Edi dengan
ramah dan sopan.
Kamis Putih merupakan simbol bangunnya kesadaran hati dan budi untuk menanggalkan
jubah ego, milik, harga diri, kebanggaan diri, sikap keras kepala seraya bergerak dengan
kemurnian secawan empati untuk melayani, menyediakan kesegaran kehidupan bagi
sesama. Kamis Putih bukan hanya merupakan saat ditetapkannya Ekaristi, yang setiap
kali kita mengikuti misa selalu mengenangkan dan menghadirkan Tuhan Yesus. Tetapi
juga setiap kali kita merayakan pesta kehidupan, berbagi & melayani sesama, Tuhan
Yesus sendiri ada, hadir di sana. “Kenangkanlah Aku dengan merayakan peristiwa ini”.
Pertanyaan reflektif
Kapan terakhir kali aku tergerak hati menolong pengemis, tunawisma dan sesama yang
menderita? Apakah hatiku tergerak akan kehadiran Tuhan Yesus setiap kali ikut misa?

Marilah berdoa
Tuhan Yesus yang murah hati, gerakkanlah hati kami untuk peka akan kehadiran-Mu
dalam diri orang yang menderita, dan pada saat Ekaristi. Amin. (Ursula Sulistyoningsih).
48
Jumat, 10 April 2020
Hari Jumat Agung
Yes. 52:13-53:12; Mzm. 31:2, 6,12-13, 15-167, 17, 25; Ibr. 4:14-16; 5:7-9; Yoh.
18:1-19:42

TINDAKAN KASIH YANG PALING AGUNG DAN PARIPURNA


Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia
menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. (Yoh. 19:30)

S etelah mengalami penderitaan akhirnya Yesus mati di kayu salib di Bukit Golgota.
“Sudah selesai”, kata Yesus. ‘Penderitaan’ dan ‘sudah selesai’ merupakan dua kata
yang menarik dari kisah Jum’at Agung. Pertama, dapat dikatakan bahwa penderitaan
‘jalan salib’ Yesus sudah dimulai sejak Dia dikandung, harus menempuh gurun dan bukit
menemani Maria bunda mengunjungi Elisabet tante-Nya. Dia lahir, bukannya di rumah
bersalin, tapi di kandang hewan. Bayi Yesus harus terlunta mengungsi ke Mesir, hidup
seadanya di perantauan, ketika diburu Herodes. Ketika dewasa ditolak tetangga
sekampung-Nya, dikhianati bangsa-Nya dan murid-Nya sendiri. Dan yang paling ‘konyol’
adalah derita siksa dan salib yang harus dijalani-Nya, meskipun Dia tidak bersalah. Yesus
Sang Sabda menjelma, menyelesaikan misi-Nya menebus dosa manusia sampai tuntas
dengan derita dan kematian-Nya. Yesus mampu melakukan hal sedahsyat itu, karena Dia
itu manusia yang paripurna, ‘sudah selesai’ dengan diri-Nya sendiri. Yesus tak punya
hutang dosa bahkan Dia mengampuni dosa. Dia tidak terikat harta benda dengan hidup
sedernana secukupnya, bahkan memberi makan ribuan orang lewat pergandaan roti.
Yesus, manusia yang sudah selesai dengan diri sendiri, tidak stress dibelenggu
penyesalan dosa, rasa bersalah dan dendam karena ingatan kenangan masa lalu yang
menusuk kalbu, seperti orang Gerasa yang dibelenggu Legion, bahkan menyembuhkan
banyak orang dari pelbagai penyakit fisik, mental dan rohani.
Apa yang mau dipesankan Yesus kepada bangsa-Nya, penjajah Romawi dan semua
manusia lewat tindakan-Nya dalam Jum’at Agung? Jum’at Agung atau Good Friday
memberikan teladan dan makna yang mendalam akan kasih yang sempurna. Pertama-
tama, ‘kasih yang tuntas’, tidak setengah-setengah. Kasih yang paripurna dilakukan
dengan ikhlas meskipun harus menderita. Seperti pesan Yesus dalam peristiwa Kamis
Putih: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." dan "Minumlah, kamu semua, dari cawan
ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan dosa” (Matius 26:26-28). Hanya Yesus satu-satunya penyataan (surat
wasiat) ‘perjanjian Allah’ yang hidup dan dapat mengampuni dosa. Maka Jum’at Agung
bagi kita bermakna pengampunan Allah atas segala kelalaian, kesalahan pikir, ucap,
perbuatan dan dosa kita. Kita pun diajak untuk ahli (expert) dalam mengampuni, menjadi
orang katolik yang hatinya longgar karena punya mental pengampun dan pemenang.
Jum’at Agung juga menjadi momen penuh haru sukacita karena kita dibebaskan dengan
pengorbanan Yesus. Kita layak merenungkan diri, berintrospeksi paling dalam. Apalah
manusia yang hanya debu ini hingga ditebus Tuhan? Dalam ketidaklayakan manusiawi
ini, lantas apa yang dapat kita lakukan? Ya, kita adalah citra Allah, murid Kristus yang
sudah ‘selesai dengan diri sendiri’, memiliki kasih yang tuntas, pengorbanan yang total
dan hati mengampuni seluas samudra, menyongsong kebangkitan.

49
Pertanyaan reflektif
 Apakah aku taat setia pada Tuhan dalam perilaku sehari-hari?
 Kalau aku mengasihi orang lain, apakah aku berani berkorban baginya?
 Apakah aku berani meminta maaf bila aku bersalah, dan memaafkan orang lain yang
bersalah kepadaku?

Marilah berdoa
Tuhan yang Mahakasihsetia, mohon penuhilah kami dengan kasih setia-Mu, hingga kami
mampu bekerja tuntas, berkorban bagi sesama, berani mengakui kesalahan, meminta
maaf, namun juga ikhlas mengampuni orang yang bersalah pada kami. Amin. (Ursula S)

Sabtu, 11 April 2020


Hari Sabtu Suci
Kej. 1:1-2:2; Kel. 14:15-15:1; Rm. 6:3-11 Mat. 28:1-10

TUHAN MELAKUKAN KARYA-KARYA BESAR


Janganlah kamu taku; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak
ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakanNya
(Mat. 28:5)

P ada malam Paskah (Vigili), kita mendengarkan bacaan2 yang sangat menarik dalam
Perayaan Ekaristi. Ada banyak bacaan, mari kita telaah sejenak beberapa
diantaranya. Dalam kitab kejadian kita diingatkan bagaimana Tuhan mencipta alam
semesta dengan segala isinya (Kej. 1:1–2:2). Dengan demikian Tuhan layak kita imani
sebagai yang berkuasa dan meraja atas alam semesta dan segala isinya. Dialah yang
terbesar dari semua. Allah pencipta. Inilah salah satu inti iman kita yang kita daraskan
ketika kita mengucap doa “Aku Percaya”.
Selanjutnya kita diajak memahami, iman yang benar itu seperti apa?! Dan kita belajar dari
Bapa Bangsa kita, yakni Abraham. Abraham yang taat kepada perintah Allah, dengan rela
dan tulus siap mengorbankan anak satu2nya yakni Ishak. Siap menempatkan Tuhan
diatas segala-galanya, bahkan anaknya yang sangat dia kasihi sekalipun, kalau Tuhan
minta, dia relakan. Inilah iman sejati. Abraham, ibaratnya lulus dari ujian keimanan. Dan
di tempat yang istimewa itu yakni Bukit Muria, menjadi tempat yang paling suci bagi
orang Yahudi, dimana Raja Salomo di tempat itu, membangun Bait Allah yang pertama.
Sesudah Bait Allah yang pertama dihancurkan oleh Babilonia, dibangunlah kembali Bait
Allah yang kedua oleh Zerubabel dan diperbesar serta diperindah oleh Raja Herodes, pun
di tempat yang sama di Bukit Muria.
Kemudian melalui bacaan dalam Kitab Keluaran (Kel. 14:15–15:1), kita mendapati
mukjijat terbesar yang dilakukan oleh Tuhan di padang gurun, yakni peristiwa
Penyeberangan Bangsa Israel melalui tanah yang kering di Laut Teberau/ Laut Merah.
Pengejaran yang dilakukan oleh tentara Mesir, berbuah kehancuran bagi Bangsa Mesir

50
itu sendiri karena Tuhan berada di pihak Bangsa Israel, Tuhan berperang untuk Bangsa
Israel, siapa yang akan mampu mengalahkannya ?!
Pengalaman Bangsa Israel di Padang Gurun, yang salah satunya mengenai kisah
Penyeberangan di Laut Teberau ini, menjadi pengalaman “Eksistensial” bagi bangsa
Israel. Ketika penulis tiap kali membawa rombongan peziarah berkesempatan menyusuri
Napak Tilas Bangsa Israel di padang gurun, selalu saja membayangkan relasi yang sangat
intens antara Allah dan manusia, melalui perantaraan Nabi Musa. Jejak2 itu masih bisa
ditelusuri sampai hari ini. Kesimpulannya jelas, pengalaman dan relasi pribadi antara
Allah dan bangsaNya yang demikian intens tidak mungkin bisa mereka lupakan.
Pengalaman hidup dan iman mereka akan penyertaan Tuhan di saat2 yang sulit, yang
mereka alami di Padang Gurun, tidak mungkin mereka anggap angin lalu. Tanpa Tuhan
turut campur tangan, Bangsa Israel masih akan terus diperbudak di tanah Mesir dan
pastinya akan mati kelaparan dan kehausan di padang gurun dan tidak mungkin akan
sampai ke Tanah yang dijanjikan Tuhan. Dan sekarang kita tahu, 3 perayaan besar Bangsa
Yahudi, terjadi di padang gurun dalam perjalanannya ke Tanah Perjanjian / Tanah
Kanaan, yakni Paskah (Tuhan lewat, Tuhan melewati rumah2 orang Israel yang diolesi
dengan darah anak domba), Pondok Daun / Sukkot (Bangsa Israel selama di padang
gurun tinggal di pondok2 sederhana) dan Pentakosta (Turunnya hukum Tuhan / 10
perintah Allah di Gunung Sinai).
Pertanyaan untuk kita, adakah kita mempunyai “pengalaman eksistensial” seperti yang
dialami Bangsa Israel, berkaitan dengan karya Tuhan di dalam hidup kita? Sekiranya kita
punya, pengalaman iman ini akan menjadi modal sangat penting dalam relasi kita dengan
Tuhan. Ada sebuah contoh, seorang teman bercerita, dia mengalami kecelakaan mobil,
mobilnya terbalik di jalan tol antara Bandung – Jakarta. Namun demikian dia masih hidup
dan bahkan tidak terluka. Kecelakaan yang bisa jadi merengut nyawanya, namun
kenyataannya dia masih sehat waláfiat. Dia percaya itu terjadi karena mukjizat dari
Tuhan, karena penyertaan dan perlindungan Tuhan. Ada lagi seorang teman yang
menderita penyakit sangat berbahaya, dimana dia divonis hanya akan hidup beberapa
tahun saja, namun kenyataannya sampai hari ini, dia masih hidup sehat dan bahagia.
Tuhan telah memberi kesembuhan kepadanya. Ini “pengalaman eksistensial” bagaimana
dia dilindungi, disertai, dijaga dan disembuhkan oleh Tuhan. Bagi mereka yang
mempunyai “pengalaman eksistensial” seperti ini, Tuhan benar-benar dialami secara
nyata, ada dan terus bekerja atas hidupnya, menjadikan dia mempunyai iman yang
tangguh. Ya seperti Bangsa Israel, iman yang tidak akan goyah meski mengalami badai
hidup yang besar sekalipun seperti kekejaman Nazi Hitler, yang menyebabkan 6 juta
orang Yahudi terbunuh sia-sia di Eropa, di kamp-kamp konsentrasi pada tahun 1940-an,
mereka tetap tidak kehilangan iman dan kepercayaannya kepada Tuhan.

Pertanyaan reflektif
1. Apakah aku mendaraskan Syahadat Para Rasul, Doa Aku Percaya dengan penuh iman
atau sekedar di bibir saja ? Apakah aku dengan sadar mengucapkan dan merenungkan
kata2 yang ada di sana bahwa Allah itu pencipta dan mahakuasa dst ?
2. Apakah aku menempatkan Tuhan sebagai yang pertama dan terutama dalam hidupku
dan menempatkan urusan2 yang lain sebagai yang kemudian ?

51
3. Apakah iman yang ditanamkan Tuhan di dalam hati kita bertumbuh secara nyata
dalam perbuatan kita sehari hari ? Bukankah kita masih ingat kata2 St. Yakobus,
“Iman tanpa perbuatan, pada hakekatnya adalah mati. Apakah tindakan iman itu ?
4. Apakah aku mempunyai mukjijat terbesar dalam hidupku ? Apakah itu ? Bagaimana
kejadiannya ? Inilah pengalaman “eksistensial”, yang akan selalu mengingatkanku
untuk kembali kepada Tuhan ketika aku berada dalam situasi sesulit apa pun dalam
kehidupan ini.

Marilah kita berdoa


Ya Tuhan, Allah kami, tambahkanlah iman kami melalui peristiwa hidup kami sehari-hari
bahwa Engkaulah Allah Yang Mahakuasa, Allah Pencipta langit dan bumi. Semoga iman
kami bertumbuh, melalui tindakan dan perbuatan kasih kepada sesama. Sadarkanlah
kami untuk selalu bertindak dengan mengutamakan Engkau dalam hidup kami sehari-
hari, menempatkan Engkau di atas yang lain.
Ya Tuhan, Allah kami, ajar kami supaya kami mempunyai relasi yang intens denganMu
sehingga kami menyadari bahwa Engkau selalu ada bersama kami, di mana pun, kapan
pun dan dalam situasi apa pun juga. Terimakasih Tuhan, untuk hari Raya Paskah ini, kami
boleh mengenangkan karya agungMu melalui Perayaan Ekaristi yang kami ikuti. Amin
(Fransiscus Asmi Arijanto)

Minggu, 12 April 2020


Hari Raya Kebangkitan Tuhan
Kis. 10:34a, 37-43; Mzm. 118:1-2,16ab-17, 22-23; Kol. 3:1-4 atau 1Kor. 5:6b-8:
Yoh. 20:1-19 atau Mat. 28:1-10

KEBANGKITAN TUHAN
“Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari,
lihatlah tempat Ia berbaring. Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-
Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di
sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu." Maka
kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut”. Pergi dan katakanlah kepada saudara-
saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."
(Mat. 28:6,10)

S t. Paulus dalam suratnya kepada orang Korintus mengatakan, “Andaikata Kristus


tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga
kepercayaan kamu”, (1 Kor. 15:14). Kembali dia menegaskan, “Jika Kristus tidak
dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu”,
(1 Kor. 15:17). Kita layak bersyukur karena hari ini kita merayakan kebangkitan Tuhan

52
dari kematian mengalahkan maut dan dosa. Untuk itu kita mempunyai harapan bahwa
nanti kita pun akan mengalami seperti apa yang dialami oleh Kristus, berkat iman kita
kepadaNya.
Sering orang beriman bertanya, “Apa bukti bahwa Tuhan telah bangkit?” Lalu ada
beberapa jawaban yang muncul. Jawaban yang sering kita dengar, bahkan kita bisa
mendengar melalui lagu, yakni bukti bahwa makam Yesus telah kosong. Menurut hemat
saya, tidak persis demikian. Bukti bahwa Yesus bangkit adalah bahwa Yesus
menampakkan diri, bahkan kita tahu pada beberapa peristiwa misalnya, peristiwa Maria
Magdalena yang mencari jenazah Yesus (Yoh. 20:14-16), peristiwa Emaus (Luk 24:1–35)
dan Peristiwa yang terjadi di Galilea (Yoh. 21:1–14). Makam kosong, masih bisa ada
kemungkinan jenazah Yesus dicuri, seperti yang disangkakan Maria Magdalena, namun
penampakan-penampakan yang dilakukan oleh Yesus, menjadi bukti kuat bahwa Tuhan
telah bangkit.
Di dalam Injil Matius di atas dikatakan bahwa para murid diminta pergi ke Galilea, untuk
apa? Untuk kembali ke kehidupan mereka sehari-hari, menangkap ikan dls. Dan
dikatakan juga bahwa mereka akan melihat Tuhan. Dan persis ketika mereka sedang
melakukan pekerjaan sehari-hari, yakni menangkap ikan, Yesus hadir di sana, meski pada
awalnya mereka tidak mengenalinya (Yoh 21). Dari 3 peristiwa penampakan Yesus yang
kita ketahui, tampaklah bahwa Yesus baru bisa mereka kenali kembali melalui tanda-
tanda. Tanda tersebut antara lain suara Yesus yang menyebut nama “Maria”, Yesus yang
dikenali oleh dua murid dari Emaus melalui apa yang sekarang kita kenal dengan Ekaristi
dan Yesus yang dikenal oleh Yohanes, Petrus dan murid yang lain ketika mereka berhasil
menangkap ikan 153 ekor banyaknya, sesudah semalam-malaman mereka tidak
mendapatkan ikan. Demikian kita menjadi cukup jelas memahami bahwa ada perbedaan
yang cukup mencolok dalam pengenalan akan Yesus pada waktu hidup dan sesudah
kebangkitanNya. Pada waktu Yesus hidup, mereka bisa mengenali Yesus secara langsung,
namun sesudah kebangkitanNya, mereka hanya bisa mengenali Yesus melalui tanda-
tanda-Nya. Tetapi jangan lupa, kita harus sampai pada pemahaman akan kata-kata Yesus
sendiri, “Mari ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” dan juga sabda
Yesus, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat 28:19). Sebelum peristiwa Pentakosta,
turunnya Roh Kudus atas para rasul, mereka belum memahami tugas perutusan mereka
yang sebenarnya, maka itu mereka kembali ke tugas-tugas semula untuk menangkap
ikan. Baru sesudah mereka menerima Roh Kudus, mereka paham akan tugas yang telah
Tuhan berikan kepada mereka yakni untuk menjadi penjala manusia dan menjadikan
semua bangsa muridNya melalui Sakramen Baptis.
Demikian orang-orang sederhana, sederhana dalam kehidupan dan pekerjaannya,
sesederhana juga hatinya, namun dipanggil dan dipilih oleh Tuhan untuk menjadi rasul-
rasulNya.

Pertanyaan reflektif
 Apakah aku benar mengimani Yesus yang bangkit dari antara orang mati
mengalahkan maut dan dosa? Dan apakah aku percaya akan kebangkitanku sesudah
saya sendiri nanti dipanggil Tuhan? Tubuh ini memang fana, akan kembali menjadi

53
debu-tanah, namun Jiwa dan Roh akan kembali kepada Tuhan dan hidup selama-
lamanya bersamaNya.

 Apakah aku mengenali tanda2 kehadiran Tuhan dalam hidup dan pekerjaanku sehari-
hari, bahkan yang sederhana sekali pun ? Apakah itu, contoh?

 Apakah aku menyadari tugas dan tanggungjawabku sebagai orang Kristen Katolik
yang sudah menerima Sakramen Baptis dan telah menerima Sakramen Penguatan
untuk ikut serta dalam tugas perutusan, menjadi saksi Kristus di tengah keluarga,
masyarakat dan dunia ? Adakah contoh yang lebih kongkret?
Marilah kita berdoa
Ya Allah, kami telah Kau gembirakan dengan kebangkitan PutraMu, Tuhan kami Yesus
Kristus. Kami juga bersyukur telah ditebus dari dosa-dosa kami dengan wafat Yesus di
atas kayu salib dan kini iman kami Kausempurnakan dengan kebangkitan PutraMu
sendiri. Semoga ya Tuhan, kami makin menyadari tugas-tugas kami sebagai saksi-saksi
kebangkitanmu, saksi-saksi kabar gembiraMu di tengah keluarga, masyarakat dan di
mana pun kami berada, melalui karya pelayanan, belaskasih, tugas-tugas pengajaran dan
melalui teladan-teladan kristiani. Kami hanya mohon rahmat, kasih dan penyertaanMu di
dalam kami menjalani hidup sehari-hari. Amin (Fransiscus Asmi Arijanto)

54

Anda mungkin juga menyukai