Anda di halaman 1dari 1

Paradigma Siswa dan Masyarakat yang Menafikan Eksistensi Guru BK

Apa yang kalian pikirkan pertama kali ketika mendengar kata ‘Guru BK’? Menakutkan?
Menjerumuskan? Atau malah menghanyutkan? Pandangan tentang Guru BK sebagai guru
khusus untuk siswa di sekolah masih melekat di sebagian besar sekolah. Mereka beranggapan
bahwa guru BK selalu berhubungan dengan siswa yang bermasalah. Sehingga, gambaran
menakutkan tentang guru BK sebagai polisi sekolah telah menanamkan keyakinan pada diri
siswa untuk tidak berhubungan dengan guru BK.
Sebagai contoh, siswa yang ketahuan melanggar aturan dan tata tertib sekolah akan dipanggil
Guru BK untuk ditegur dan bahkan diberi punishment. Oleh karena itu, siswa beranggapan
bahwa guru BK adalah sosok yang menakutkan, momok, galak, dingin, dan suka menghukum
siswa. Di sisi lain, sebagian besar masyarakat meremehkan keberadaan guru BK karena mereka
menganggap guru BK tidak memberikan manfaat kepada putra-putrinya. Namun, apakah
persepsi itu dibenarkan?
Sebelum membahas lebih jauh mengenai guru BK, apa sih sebenarnya guru BK itu? BK
merupakan singkatan dari Bimbingan dan Konseling. Bimbingan adalah proses pemberian
bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungan oleh orang yang ahli serta
menghasilkan solusi. Sedangkan konseling sendiri yaitu interaksi yang terjadi antara 2 individu
yaitu seorang konselor dan klien yang mempunyai ciri hubungan profesional, setara, dan
mengubah perspektif.
Secara keseluruhan, bimbingan konseling dapat diartikan sebagai layanan untuk peserta didik
baik secara individual maupun klasikal agar mandiri dan berkembang secara optimal berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Saat ini, anggapan masyarakat dan siswa yang meremehkan keberadaan guru BK di sekolah telah
ditanamkan secara turun-temurun. Mereka tidak mengerti dan memahami tentang esensi
terhadap eksistensi Bimbingan Konseling di sekolah. Sedangkan tuntutan kompetensi dalam
profesionalitas guru yang tercantum dalam Undang-Undang tidak hanya soal didaktik maupun
metodik yang berbau pedagogik, tetapi jauh lebih dari itu. Apalagi seorang guru BK yang hari ini
sangat memerlukan kemampuan retorika dan data kegiatan serta data siswanya yang berbasis
teknologi.
Tugas seorang guru BK dibandingkan dengan seorang pengajar mata pelajaran jauh lebih berat
karena mereka tidak hanya memikirkan masalah psikologis siswa namun juga masalah sekolah
menjadi tanggung jawabnya. Seorang guru BK dituntut untuk tegas, komunikatif, dekat dengan
siswa, gaul, melakukan tindakan preventif, pengembangan potensi, mengurus peta lanjut studi,
mengatur bea siswa dan laporan komprehensif.
Sehingga, anggapan-anggapan mengenai guru BK sebagai momok siswa dan tidak bernilai di
masyarakat pada dasarnya adalah salah. Oleh karena itu, anggapan-anggapan seperti itu perlu
dibenarkan sebagaimana mestinya dengan adanya pemahaman bersama antara masyarakat,
siswa, dan guru agar integritas dan totalitas guru BK dapat terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai