Anda di halaman 1dari 15

9

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kerbau

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan ternak ruminansia besar yang

penting bagi masyarakat Indonesia. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk

dikembangkan karena dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah,

toleran terhadap parasit setempat serta keberadaannya telah menyatu sedemikian

rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani Indonesia (Nuraini dkk., 2010).

Menurut Talib dan Naim (2012), kerbau adalah ternak asli dari Benua Asia

yang termasuk sebagai ternak ruminansia dalam keluarga (famili) bovidae dan

bangsa (genus) Bubalus. Ketika masuk ke tingkat spesies, maka kerbau

dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kerbau liar, kerbau sungai (dairy

buffalo) dan kerbau lumpur atau rawa (buff buffalo). Kerbau sungai dan kerbau

lumpur pada satu pihak disebut dengan Bubalus bubalis karena mempunyai satu

tetua yaitu Bubalus Arnee dan perkawinan keduanya menghasilkan keturunan

yang subur.

Provinsi Banten memiliki populasi kerbau terbanyak kedua di Indonesia

setelah Aceh, selain sebagai sumber tenaga kerja kerbau termasuk ternak

ruminansia besar yang mempunyai peranan penting dalam penyediaan daging di

Indonesia. Pada umumnya kerbau di pelihara petani untuk dimanfaatkan

tenaganya untuk mengolah lahan sawah, dan dimanfaatkan sebagai ternak

penghasil daging (Kusnadi dkk, 2005). Arman (2003) menjelaskan bahwa

penurunan populasi pada satu sisi disebabkan oleh tingginya pengeluaran atau
10

penjualan kerbau antar pulau dan pemotongan lokal yang melebihi dari

kemampuan produksi, dan pada sisi lain kemungkinan diakibatkan oleh rendahnya

tingkat reproduktivitas kerbau.

Menurut (Mayunar, 2008), ternak kerbau mempunyai fungsi dan peran

dalam sistem usahatani sebagai sumber tenaga, sumber pupuk dan sekaligus

memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Namun saat ini populasi kerbau di

Provinsi Banten terus menurun. Disamping pemotongan dan tingkat kelahiran

yang rendah, penurunan populasi kerbau juga disebabkan oleh berkurangnya


fungsi dan peranan dalam sistem usahatani serta berkurangnya lahan garapan

petani lahan penggembalaan (sumber pakan).

Meskipun peranan kerbau sangat penting dalam mendukung perekonomian

daerah maupun nasional, spesies ini seringkali diabaikan dan diacuhkan bahkan

nyaris dilupakan. Masih ada beberapa pandangan bahwa ternak kerbau sangat

tidak efisien dalam tatalaksana pemeliharaannya, di antaranya membutuhkan

banyak air, tidak tahan udara panas, berbahaya bagi keselamatan orang yang

memelihara, kualitas dan cita rasa daging yang tidak baik dan tidak enak (Arman,

2003).

Ternak kerbau sebagai ternak potong memiliki arti yang cukup baik.

Ternak kerbau merupakan sumber daging untuk keperluan konsumsi. Umumnya

penduduk Indonesia menyukai daging kerbau, kecuali golongan menengah dan

golongan atas di kota-kota besar. Kerbau sebagai ternak potong mempunyai

persentase pemotongan berkisar antara 32-44% (Sosroamidjojo, 1991).


11

2.2 Pengembangbiakan Kerbau

2.2.1 Breeding Ternak Kerbau

Program pengembangbiakan merupakan salah satu pendukung dalam

pemeliharan kerbau, terutama yang berkaitan dengan tujuan memperoleh nilai

tambah bagi peternak. Salah satu prinsip pengembangan adalah usaha

memperoleh keturunan berkualitas tinggi sesuai dengan harapan. Salah satu

langkah penting sebelum program pengembangbiakan dilaksanakan adalah

menyeleksi induk, baik betina maupun jantan pemacek (Murtidjo, 1992).


Menurut SNI 7706.1:2011, bibit kerbau lumpur harus berasal dari

pembibitan yang sesuai dengan pedoman pembibitan kerbau yang baik. Bebas

dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh dokter hewan berwenang.

Sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti mata (kebutaan), tanduk patah,

pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang

punggung atau cacat tubuh lainnya. Semua bibit harus normal siklus berahi dan

organ reproduksinya, ambing normal dan tidak menunjukkan gejala infertil dan

majir. Semua bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat

pada alat kelaminnya (testes asimetris, monorchid, parapimosis), memiliki libido

tinggi, memiliki kualitas dan kuantitas semen yang normal, serta tidak mempunyai

silsilah keturunan yang cacat secara genetika.

Secara khusus persyaratan kualitatif bibit kerbau lumpur betina yaitu :

a. Warna kulit belang, hitam, hitam keabu-abuan, dan kemerah-merahan, serta

bulu berwarna abu-abu sampai hitam dan belang hitam putih, ada satu atau

dua garis putih terdapat di leher bagian bawah dan dari lutut (carpus) ke
12

bawah berwarna abu-abu sampai putih (stocking) pada dua kaki depan atau

keempat kakinya.

b. Tanduk mengarah ke belakang horizontal, bentuk pipih bersegi sampai bulat

dengan bagian ujung yang meruncing dan/atau membentuk setengah

lingkaran.

c. Bentuk badan kompak, segi empat, dan konformasi tubuh yang seimbang.

d. Ambing normal dan berputing simetris (dua pasang)

e. Pusar rambut empat pasang, masing-masing berokasi pada hidung, pangkal


telinga, ujung tulang belikat, dan pinggul.

f. Bulu ekor hitam

g. Silkus berahi teratur (20-24 hari)

h. Mata normal.

Persyaratan pada ternak kerbau lumpur jantan secara kualitatif yaitu

Warna kulit belang, hitam, hitam keabu-abuan, dan kemerah-merahan, serta bulu

berwarna abu-abu sampai hitam dan belang hitam putih, ada satu atau dua garis

putih terdapat di leher bagian bawah dan dari lutut (carpus) ke bawah berwarna

abu-abu sampai putih (stocking) pada dua kaki depan atau keempat kakinya.

Selanjutnya tanduk relaif lebih lebar disbanding tanduk betina, bentuk badan

kompak, segi empat, dan konformasi tubuh yang seimbang, testis normal dan

simetris, serta memiliki libido yang normal.

2.2.2 Pakan Ternak Kerbau

Kerbau termasuk ternak ruminansia yang memiliki lambung sebenarnya,

yaitu abomasum dan lambung muka yang membesar. Lambung muka terbagi atas

3 ruangan yaitu rumen, reticulum, dan omasum. Pada kerbau muda, rumen dan
13

reticulum belum berkembang, sehingga masih terlihat kecil. Jika kerbau sudah

menyukai pakan hijauan yang berserat kasar, bagian dari retikulo-rumen

membesar dengan cepat. Dengan demikian daya tampungnya membesar hingga

mencapai 60% kapasitas isi saluran pencernaan ukuran relatif (Murtidjo, 1992).

Menurut Murtidjo (1992), pakan ternak kerbau dibagi dalam beberapa

golongan menurut kebutuhan, usia, dan manfaat ternak kerbau :

1. Pakan pengganti untuk gudel (anak kerbau)

Anak kerbau yang tidak memperoleh air susu dari induknya karena suatu
alasan tertentu dapat diberi pakan pengganti yang diberikan sampai gudel berusia

16 minggu.

2. Pakan kerbau dara

Pakan yang diberikan mulai usia 17-40 minggu.

3. Pakan kerbau dewasa

Pakan kerbau dewasa adalah pakan yang diberikan pada kerbau yang

sudah berusia 40 minggu.

4. Pakan kerbau laktasi

Pakan yang diberikan pada kerbau dewasa yang sedang memproduksi air

susu atau setelah melahirkan sampai gudel disapih.

5. Pakan kerbau kering

Pakan yang diberikan pada kerbau yang sedang bunting muda sampai

melahirkan anak.

2.3 Manajemen Reproduksi

Menghasilkan keturunan merupakan kesinambungan generasi untuk tetap

mempertahankan sumber plasma nutfah suatu bangsa atau spesies ternak. Dalam
14

suatu populasi ternak yang tersedia sebagai sumber produksi diharapkan

menghasilkan keturunan lebih baik dari kedua tetuanya atau minimal sama karena

sifat-sifat dari kedua tetuanya akan ditumpahkan pada keturunannya. Apabila

tetua bermutu genetis tinggi maka keturunannya pun demikian. Akan tetapi

pengaruh lingkungan sangat besar peranannya dalam membentuk sifat-sifat yang

diturunkan tersebut (Santosa, 2006).

Menurut Santosa (2006), aspek manajemen reproduksi pada ternak

meliputi penentuan berahi, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan penanganan


anak. Hal tersebut memerlukan keterampilan untuk menghimpun potensi ternak

agar dapat menampilkan aspek reproduksi yang efisien dan produksi yang
optimum.

2.3.1 Pola Kelola Reproduksi

Pola kelola reproduksi merupakan segala sesuatu yang dilakukan dalam

pengelolaan reproduksi pada ternak atau perkembangbiakan. Perkembangbiakan

menyangkut soal pengawasan dan pengaturan perkembangbiakan.

Perkembangbiakan dalam arti kata mengawinkan betina-betina yang baik dengan

pejantan yang baik, tidak terjadi pada peternakan kerbau rakyat (Sosroamidjojo,

1991).

Menurut Sosroamidjojo (1991), sebaiknya kerbau boleh mulai dikawinkan

untuk pertama pada umur 2,5-3 tahun, tapi sering terjadi perkawinan pada umur

1,5 tahun. Kerbau mempunyai siklus berahi 21 hari, kadang-kadang bisa sampai

24 hari dengan lama berahi rata-rata 1,5 hari, puncak berahi umumnya pada

malam hari. Lama bunting kurang lebih 310 hari, lama menyusui anak 6-8 bulan.
15

1. Penentuan Berahi

Tanda-tanda berahi pada kerbau sama dengan sapi, hanya tidak begitu

jelas. Apabila diketahui sore hari kerbau betinanya menunjukkan tanda-tanda

berahi, disarankan pada pagi hari besoknya agar segera dikawinkan

(Sosroamidjojo, 1991). Tanda-tanda berahi yang lazim muncul pada betina yaitu

tidak tenang (gelisah), nafsu makan berkurang, sering menaiki ternak lain atau

diam bila dinaiki ternak lain, vulva merah, bengkak, hangat, dan keluar lender,

serta frekuensi pengeluaran urin meningkat. Namun pada kerbau yang sedang
berahi sering pula tidak menampakkan tanda-tandanya, keadaan seperti itu

dinamakan silent heat (Santosa, 2006).

Penampilan berahi yang sulit diamati dikarenakan bahwa kerbau sering

terjadi berahi pada malam hari. Hal tersebut yang menyebabkan kegagalan

perkawinan pada ternak kerbau selain dari ovulasi yang tidak jelas, dan tidak
berfungsinya ovarium dengan baik (Murti dan Ciptadi, 1988).

2. Perkawinan

Ternak-ternak betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi

yang terus menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Pada

ternak kerbau perkawinan terjadi secara musiman atau disebut dengan musim

kawin. Menurut Toelihere (1977), kejadian siklus berahi yang terjadi berturut-

turut pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim tertentu dalam satu

tahun. Selama musim kawin fungsi-fungsi reproduksi adalah sama dengan

hewan-hewan betina yang tidak kawin bermusim. Akan tetapi sebelum dan
16

sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam

suatu keadaan yang relatif tenang atau inaktif (anestrus).

Tatalaksana perkawinan yang tepat adalah salah satu cara untuk mencegah

kegagalan atau pengurangan pendapatan peternakan karena penjualan gudel.

Usaha perkawinan yang tidak memperhatikan musim kawin akan mengurangi

nilai keberhasilan usahanya. Kegagalan perkawinan akan menambah jarak antara

satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya. Kerbau lumpur mempunyai kisaran

jarak satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya 480-912 hari (Murti dan Ciptadi,
1988).

3. Kebuntingan

Setelah kerbau dikawinkan, tugas selanjutnya adalah mengamati gejala

kebuntingan. Secara teoritis, tanda-tanda kerbau bunting adalah tidak timbulnya

siklus berahi kembali setelah di IB/dikawinkan. Namun kenyataan sering

berbeda, kerbau yang sudah bunting kadang masih berahi (Murtidjo, 1992).

Beberapa tanda atau gejala kebuntingan positif dapat diketahui dari :

a. Berat tubuh meningkat, diikuti dengan bertambah besarnya dinding perut,

yang dapat dilihat dengan jelas.

b. Pada kerbau betina yang baru pertama bunting, terlihat adanya perubahan

ambing, adanya gerakan pada perut sebelah bawah, sisi kanan dan belakang.

Lama kebuntingan menurut Murti dan Ciptadi (1988), adalah banyaknya

hari antara hari perkawinan yang terakhir sampai dengan hari saat kelahiran gudel.

Lama kebuntingan untuk kerbau lumpur mencapai 315 hari.


17

4. Kelahiran

Kegelisahan merupakan salah satu tanda-tanda luar akan melahirkan.

Walaupun melahirkan adalah kondisi fisiologis normal, tetap berarti bahwa benda

besar harus didorong keluar melalui saluran yang relatif kecil (Sutama dkk, 1991).

Pada umumnya gudel lahir dari uterus sebelah kanan. Menurut Toelihere

(1976) dalam Murti dan Ciptadi (1988) mengatakan bahwa uterus sebelah kanan

tampak lebih aktif dibandingkan dengan bagian kiri. Beberapa tanda-tanda yang

ditunjukkan sebelum kelahiran gudel antara lain :


a. Pada masa 30 hari sebelum kelahiran terjadi pembengkakan ambing induk

kerbau.

b. Pada kira-kira 22 hari sebelum kelahiran (7-80 hari) terjadi pembengkakan

vulva.

c. Pada kisaran beberapa jam selama kurun waktu 2 hari menjelang kelahiran

gudel, maka otot-otot tulang pelvic (sekitar paha) mengalami relaksasi atau

pengendoran yang cukup terlihat.

d. Pada masa 2-3 hari suhu tubuh kerbau cenderung turun.

e. Gudel lahir dengan kisaran berat 26-28 Kg, rata-rata suhu badan 39,02 ± 0,48

dan kecepatan pernapasan tiap menit sebesar 55 kali.

f. Tali pusar gudel akan mengalami pelepasan pada umur 5,72 ± 2,43 hari.

g. Involusi uteri atau gerak pengembalian uterus ke bentuk semula akan terus

berlangsung sampai dengan umur 28 hari setelah awal melahirakan.


18

5. Penanganan Gudel

Penanganan gudel dimaksudkan agar gudel dapat berkembangbiak sesuai

dengan tujuan pemeliharaannya. Pada masa 6 bulan pertama kehidupannya diluar

kandungan, maka kematian gudel akibat penyakit, kecelakaan, dan kelalaian

cukup besar. Angka kematian gudel mencapai 33 % sejak lahir sampai dengan

umur 3 tahun, 80% dari jumlah tersebut terjadi pada umur kelahiran sampai umur

6 bulan. Gudel jantan tercatat lebih mudah menemui kematian jika dibandingkan

dengan gudel betina. Kebanyakan dari gudel yang mati disebabkan oleh adanya
radang pneumonia, kegagalan fungsi pencernaan dan infeksi pada saluran

pernapasan (Murti dan Ciptadi, 1988).

Menurut Murti dan Ciptadi (1988), pada awal kehidupannya diluar uterus

induknya, maka ternak gudel sebagaimana pedet pada sapi memerlukan pakan

bergizi tinggi yang mampu menjaga pertumbuhan dan kesehatannya. Kolostrum

adalah mutlak diperlukan selama kehidupannya di udara bebas. Kolostrum sangat

berguna bagi ternak yang baru lahir karena mengandung zat antibodi dan
diharapkan mampu mengeluarkan kotoran pencernaan.

2.3.2 Sanitasi

Usaha sanitasi adalah usaha penjagaan terhadap kesehatan ternak tidak

terlepas dari usaha penjagaan kebersihan kandang dan lingkungan sekitarnya serta

pengawasan terhadap orang yang mungkin atau selalu berhubungan dengan ternak

tersebut (Soeradji,1987).

Menurut Soeradji (1987), usaha penjagaan terhadap kesehatan ternak dapat

melakukan beberapa tindakan seperti : 1) Lokasi kandang hanya boleh


19

dimasukkan ternak-ternak yang sehat, 2) Adanya pemisahan terhadap ternak yang

sakit, 3) Melakukan vaksinasi terhadap penyakit tertentu, 4) Melakukan

pemberantasan dan pengontrolan, 5) Memberikan pengobatan pada ternak yang

sakit, 6) Melakukan diagnostik pada ternak terhadap penyakit tertentu, 7)

memberikan pakan yang cukup baik kualitas dan kuantitasnya, dan 8) Melepaskan

ternak di lapangan setiap pagi agar ternak mendapat pergerakan yang cukup.

Usaha penjagaan kebersihan kandang dan lingkungan sekitarnya dapat

dilakukan beberapa tindakan menurut Soeradji (1987), yaitu : 1) Ventilasi yang


cukup, lantai tidak mudah becek, atap tidak bocor, dan dapat menahan panas

matahari dengan baik, 2) Menempatkan ternak sesuai kapasitas kandangnya, 3)

Membersihkan kandang secara teratur, 4) Membersihkan tempat pakan/minum

dan peralatan kandang lainnya setiap hari, 5) Upayakan kandang agar tidak

menjadi sarang tikus, 6) Lakukan pemagaran yang baik pada kandang, dan 7)

Usahakan agar padang penggembalaan tidak tercemar oleh parasit. Selanjutnya

yaitu usaha pengawasan terhadap orang yang mungkin atau selalu berhubungan

dengan ternaknya dapat dilakukan pengawasan dengan cara melarang orang-orang

yang bukan petugas kandang bebas keluar masuk perkandangan serta melakukan

pengontrolan kesehatan orang-orang yang bekerja di peternakan.

Semua usaha tersebut menurut Soeradji (1987), hanya mungkin

dilaksanakan secara baik di perusahaan peternakan, sedangkan pada peternakan

rakyat hal ini mungkin hanya sebagian kecil saja bisa dilaksanakan. Pada

peternak rakyat dapat menjaga kesehatan ternak dengan pengetahuan klinik.

Pengetahuan klinik mencakup kegiatan pengamatan kesehatan ternak dan


20

perawatan ternak sakit. Pengamanan ternak dari gangguan penyakit khususnya

penyakit menular tindakan yang cepat dan tepat yang diperlukan.

2.3.3 Pencegahan Penyakit

Hewan atau ternak dikatakan sehat apabila status kesehatannya sesuai

dengan kriteria sebagai berikut: 1) Bebas dari penyakit yang bersifat menular atau

tidak menular, 2) Bebas dari penyakit zoonosis, 3) Tidak mengandung bahan-

bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen, dan 4) Berproduksi secara

optimum. Selanjutnya dikemukakan bahwa prinsip dasar program kesehatan


ternak salah satunya melalui usaha pencegahan timbulnya suatu organisme

penyebab penyakit dengan cara melakukan sanitasi yang baik, benar dan teratur,

mengisolasi hewan yang baru datang, menjaga lingkungan tetap baik, dan

melakukan eradikasi jika perlu (Budinuryanto, 2000).

Pemeriksaan pada ternak mengenai penyakit sangatlah penting. Tujuan

pemeriksaan klinis adalah untuk menentukan diagnosis. Banyak penyakit yang

dapat ditentukan diagnosis khasnya dengan mendasarkan atas riwayat kejadian

penyakit serta pemeriksaan fisis pada penderita. Sebelum melakukan

pemeriksaan atas ternak penderitanya sendiri, pemeriksaan terhadap keadaan

lingkungan sering dipandang perlu untuk dilakukan terlebih dahulu (Subronto,

2008).

Menurut Subronto (2008), tersedianya pakan dan minum pada ternak yang

dipelihara harus dilihat. Kualitas dan jumlah pakan dan air harus juga

diperhatikan. Pemeriksaan adanya tanaman beracun maupun bahan kimia yang

mencurigakan perlu dilakukan.


21

Pemeriksaan umum penderita menurut Subronto (2008), dimulai dari suatu

jarak yang tidak mengganggu ketenangan dan sikap penderita. Keadaan umum

dan kelakuan ternak seperti tingkat kelesuan, kesadaran atau kegelisahan perlu
dibedakan pada ternak yang menderita sakit dan yang tidak menderita sakit.

2.4 Kelompok

Menurut Huraerah dan Purwanto (2010), kelompok adalah sekumpulan

orang yang terdiri paling tidak sebanyak dua atau lebih yang melakukan interaksi
satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling mempengaruhi pada

setiap anggotanya. Sebenarnya upaya yang dapat dilakukan ialah

mengidentifikasi aspek-aspek yang ditonjolkan oleh definisi dinamika kelompok

kemudian dalam penggunaannya dapat mengadakan penyesuaian dengan apa yang

menjadi sasaran. Identifikasi tersebut menurut Sudjarwo (2011), yaitu :

1. Sesuatu disebut kelompok bila memiliki anggota minimal dua orang atau

lebih.

2. Setiap anggota memiliki peluang yang sama untuk berinteraksi dan tidak

menutup kemungkinan adanya bentuk pola ketergantungan.

3. Kelompok mempunyai tujuan dan semua kegiatan diarahkan pada

pencapaian tujuan.

4. Tujuan kelompok ditetapkan sebagai manifestasi tujuan anggota.

5. Pola interaksi antar anggota kelompok cenderung stabil dan terpelihara

serta terbuka adanya penambahan anggota baru.


22

2.5 Dinamika Kelompok

Suatu kelompok dibicarakan atau tidak dibicarakan akan tetap dinamis.

Kalaulah dinamis itu diartikan sebagai gerak maka kelompok yang tidak ada

kegiatannya pun dikatakan dinamis. Bergerak atau tidak bergerak itu adalah

ritme. Ritme sendiri berarti kedinamisan, atau bahasa sederhananya ialah

kedinamisan dapat diartikan sebagai gerak dan dapat diartikan sebagai diam

(Sudjarwo, 2011).

Menurut Cartwright dan Zanden (1968) dalam Sudjarwo (2011)


mengatakan bahwa kedinamisan kelompok tergantung pada faktor penyebab.

Faktor penyebab yang dikenal sebagai puse factor mendorong terjadinya

gelombang kedinamisan kelompok. Menurut Huraerah dan Purwanto (2010),

unsur-unsur dalam dinamika kelompok atau faktor penyebab dinamika kelompok


(Sudjarwo, 2011) yaitu :

a. Tujuan Kelompok

Tujuan kelompok ialah apa yang akan dicapai oleh kelompok dan harus

mewujudkan relevansi dengan tujuan anggota serta diketahui oleh semua anggota.

b. Struktur Kelompok

Struktur kelompok menggambarkan jaring-jaring otoritas atau wewenang

pengambil keputusan. Berperan sebagai jaring komunikasi untuk menyampaikan

informasi dan instruksi dari atas ke bawah. Dapat juga berfungsi sebagai jaring

aspirasi dari bawah ke atas.


23

c. Fungsi Kerja Kelompok

Fungsi kerja dari kelompok menyangkut apa saja yang harus dikerjakan

oleh kelompok. Menyangkut bidang kepuasan, informasi, penyebarluasan,

koordinasi, klarifikasi, dan komunikasi.

d. Pengembangan dan Pemeliharaan Kelompok

Pengembangan dan pemeliharaan kelompok adalah berkaitan dengan “apa

yang harus ada” dalam kelompok.

e. Kekompakan Kelompok
Kekompakan kelompok adalah tongkat kebersamaan yang

menggambarkan ketertarikan anggota kelompok pada kelompoknya.

f. Suasana Kelompok

Suasana kelompok adalah suasana yang terdapat dalam suatu kelompok,

sebagai hasil dari berlangsungnya hubungan-hubungan interpersonal atau

hubungan antar anggota kelompok.

g. Kepemimpinan dalam Kelompok

Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi yang lainnya untuk

mencapai tujuan bersama. Hal ini berarti diperlukan adanya kemampuan untuk

melakukan interaksi dengan bawahannya. Karakter pemimpin dapat dilihat dari

kepribadiannya, kebutuhan/motivasinya, dan pengalamannya.

Anda mungkin juga menyukai