Anda di halaman 1dari 3

H.

Pembahasan
Pasien adalah korban kecelakaan lalu lintas, kecelakaan yang terjadi antara
sepeda motor dengan truk. Pasien diseruduk dari belakang oleh truk, pasien dibonceng
oleh temannya.Setelah di terjatuh pasien tidak sadarkan diri karena terpental dan
kepalanya membentur aspal, namun teman pasien yang memboncengkannya tidak
mengalami luka yang cukup parah. Lalu pasien di bawa ke puskesmas terdekat, namun
dari pihak puskesmas tidak dapat menangani maka pasien di rujuk ke IGD RSUD
Salatiga untuk ditangani lebih lanjut dan tiba pada pukul 11.24 WIB. Pada saat
perjalanan pasien mengalami kejang-kejang dan muntah namun berupa cairan bewarna
putih yaitu nasi halus yang sudah seperti bubur. Setelah dilakukan pemeriksaan terlebih
dahulu pasien didiagnosa mengalami cedera kepala berat, karena pasien mengalami
penurunan kesadaran yang sangat buruk.
Berdasarkan Advenced Trauma Life Support (ATLS) tahun 2004, klasifikasi
berdasarkan mekanismenya, cedera kepala yang terjadi pada pasien adalah cedera
kepala tumpul yaitu cedera yang diakibatkan trauma tumpul seperti kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh ataupun terkena pukulan benda tumpul. Sebelum dilakukan
penanganan karena pasien gelisah perawat melakukan tindakan restrain pada kedua
tangan pasien dan kedua kaki pasien agar tidak terjadi resiko cedera pada pasien
maupun pada perawatnya. Setelah pasien agak sedikit lebih tenang lalu didapatkan hasil
pengkajian primer pada pasien yaitu perlunya dilakukan pemasangan nasal kanul 5
liter/menit. Pemasangan nasal kanul ini bertujuan untuk memaksimalkan asupan
oksigen ke jaringan serebral agar tidak terjadi hipoksia yang terlalu berat.
Selain itu pada pengkajian primer didapatkan data bahawa airway (terdapat
sumbatan jalan napas berupa sekret dan muntahan dari pasien berupa nasi yang sudah
menjadi seperti bubur dan bewarna putih), terdengar suara gurgling, breathing (tidak
ada jejas namun dicurigai terjadinya cedera serebral), circulation (TTV pasien TD
(155/59 mmHg), nadi 80x/menit teraba kuat, RR 25x/menit, suhu 36,5 o C). Disalbility
(GCS 6 (E1V2M3)), pupil anisokor 2 mm/4 mm. Exposure ( terdapat luka robek di
kepala bagian kiri bawah pasien dengan ukuran 2 x 1 x 1 cm, dan luka lecet di tangan
kanan. Pasien yang mengalami cedera kepala berat biasanya memiliki nilai GCS 3-8
(Sunaryo, 2015).
Penyebab terjadinya mual dan muntah, pupil anisokor dan kejang adalah adanya
perdarahan epidural, subdural dan intraserebral. Pola khas gejala yang mengindikasikan
adanya hematom epidural adalah hilangnya kesadaran, diikuti oleh kewaspadaan,
kemudian kehilangan kesadaran lagi. Gejala yang paling penting dari hematom epidural
adalah: kebingungan, vertigo, mengantuk atau perubahan tingkat kewaspadaan,
membesarnya pupil di satu mata, sakit kepala, mual dan muntah. Gejala biasanya
terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah cedera kepala dan
menunjukkan situasi yang darurat . Hematom subdural paling sering adalah akibat dari
cedera kepala berat. Jenis hematom subdural adalah salah satu yang paling mematikan
dari semua cedera kepala. Perdarahan mengisi area serebral yang sangat cepat,
mengompresi jaringan serebral. Ini sering mengakibatkan cedera serebral dan dapat
menyebabkan kematian. Tergantung pada ukuran hematom dan di mana itu menekan
pada serebral, salah satu gejala berikut akan terjadi: bicara bingung atau tidak jelas,
masalah dengan keseimbangan atau berjalan, sakit kepala, vertigo, kejang atau
kehilangan kesadaran, mual dan muntah (Stippler, 2016).
Perdarahan intraserebral dan edema yang menyertainya dapat mengganggu atau
mengompresi jaringan serebral yang berdekatan, menyebabkan disfungsi neurologis,
peningkatan tekanan intrakranial (ICP) dan sindrom herniasi yang fatal dan tanda-tanda
umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul, dan pada
pasien ditemukan bahwa TD mengalami kenaikan dari nilai normal yaitu 155/91 mmHg
dikarenakan adanya peningkatan tekanan intrakranial (Biros MH.,2009). Selain itu
dilakukan penilaian GCS juga pada pasien dan diperoleh dengan nilai 6 (E 1V2M3). GCS
(Glasgow Coma Scale) merupakan jumlah skor dari tiga komponen yang dinilai, yaitu
respon mata, respon motorik, dan respon verbal. Cedera kepala dengan pengukuran
GCS (Glasgow comma scale) adalah waktu yang amat berharga bagi seseorang ketika
terkena cedera kepala awal untuk segera mendapat pertolongan oleh rumah sakit dan
memerlukan penanganan segera dengan tepat (Suryati, 2015). Bedasarkan
penggolongan kesadaran pasien, pasien pada tingkat kesadaran stupor yaitu untuk nilai
pembukaan mata, pasien tidak berespon sama sekali, untuk penilaian verbal pasien
berbicara dengan tidak jelas, serta pasien hanya bisa menggerak-gerakkan tangannya
secara fleksi dan hanya bisa bergerak apabila di rangsang oleh nyeri.
Tingkat kesadaran pasien yang jauh dari nilai baik, dan pasien mengalami muntah
selama perjalanan menuju IGD RSUD Salatiga,untuk refleks menelan pasien jadi
kurang bagus dan dapat mengakibatkan pengumpulan sekret serta sisa muntahan pada
saluran jalan napas pasien sehingga ditemukan suara gurgling pada saluran jalan napas
yang mengindikasikan terdapat sumbatan jalan napas. Sehingga perlu dilakukannya
suction, tindakan suction dilakukan untuk menghindari adanya kesulitan bernapas
pasien dan agar sirkulasi oksigen ke paru-paru dan keserebral lancar.

Daftar pustaka

Amri,Imtihanah. (2017). Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. Jur Medika


Taduloko 4(3), 1-17.

Putri, Cantik Mahendra. (2016). Hubungan Antara Cedera Kepala Dan Terjadinya
Vertigo Di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan 12(1). 1-5

Sunaryo, B. W Suryono & Chans. (2015). Asuhan Keperawatan Pasien Cedera


Kepala. Yogyakarta: Ardana Medra

Suryati, I dan Wita Esma. (2015). Hubungan Mekanisme Cidera Dan Usia Dengan
Nilai Gcs Pada Pasien Cidera Kepala Diruang Igd Rumah Sakit Umum Dr. Achmad Moctar
Bukittinggi. Jur Stikes Perintis 2(1). 125-132.

Anda mungkin juga menyukai