Oleh:
Maret, 2019
ANTISIPASI PENGARUH DOKTRIN HIZBUT TAHRIR
PASCA PEMBUBARAN HTI
Nama Kelompok:
Priyatna Hendriawan1, Munirotul Lailiyah2, Asfira Zakiatun Nisa3, Farah
Rahmatika Putri4
1
Tadris Matematika, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
2
Tadris Matematika, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
3
Tadris Matematika, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
4
Tadris Matematika, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
INFO TUGAS
Sejarah Artikel:
Diterima : (pengumpulan tugas)
Perbaiki : (Revisi)
Disetujui : (Dinilai)
Ringkasan
Indonesia merupakan negara kesatuan
dan berbentuk republik yang berasaskan UUD 1945
dan Pancasila. Akan tetapi, pada tahun 1980
masuklah organisasi Hizbut Tahrir ke Indonesia dan
mulai menampakan diri tahun 2000. Hizbut Tahrir
berusaha untuk mengganti ideologi pancasila dengan
ideologi khilafah dengan melakukan doktrin terhadap
umat muslim Indonesia untuk mendukung
pembangunan ini. Menanggapi hal ini pemerintah
akhirnya melarang dan membubarkan organisasi ini,
akan tetapi doktrin-doktrin yang diberikan Hizbut
Tahrir sudah tertanam dalam benak pengikutnya,
dimana dapat berpotensi untuk melakukan tindakan
radikalsime sebagai bentuk protes akan pembubaran
HTI di Indonesia. Untuk mencegah hal ini,
diperlukan antisipasi atas doktrin-doktrin HTI
tersebut. Oleh karena itu, dilakukan pengkajian teori
dan penelitian lapangan untuk mempelajari sejauh
mana doktrin tersebut tertanam dalam benak
masyarakat Indonesia. Sehingga diperlukan kembali
pemberian pemahaman tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila yang merupakan
cerminan nilai-nilai luhur rakyat Indonesia dan
selaras dengan ajaran dan konsep islam tanpa harus
membangun negara dengan ideologi khilafah.
PENDAHULUAN
Pancasila merupakan ideologi Negara Indonesia yang sesuai dengan karakter
dan tabiat Rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan pancasila merupakan dasar
dan ideologi Bangsa Indonesia yang dirumuskan berdasarkan tabiat dan adat
istiadat rakyat Indonesia oleh para pahlawan Indonesia. Dan masih diterapkan
sampai kini, akan tetapi perjalanan pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia
tidak selamanya berjalan dengan mulus, banyak gangguan dan hambatan yang
mengancam runtuhnya pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.
Sebagaimana telah kita lalui, pemberontakaan DI-TII yang menginginkan
Indonesia didasari dengan konsep khilafah dan Pemberontakan G-30S/PKI
yang menginginkan indonesia berideologi komunis. Selain itu, akhir-akhir ini
kembali ramai dengan gagasan ideologi khilafah harus ditegakkan di Indonesia
yang dimotori oleh HiZbut Tahrir Indonesia (HTI).
HTI merupakan organisasi yang bercita-cita untuk membangun kembali idelogi
dan konsep dasar suatu negara berdasarkan konsep khilafah sebagaimana masa
pemerintahan Rasulullah dan para khalifah setelahnya. Hizbut Tahrir pertama
kali berdiri di Palestina oleh Syeikh Taqiyuddin Al-Nabhani sebagai suatu
gerakan politik. Sedangkan, Hizbut Tahrir datang ke Indonesia pada tahun
1980 dan mulai menampakan diri pada tahun 2000. Menurut Eko dan Suhono
(2017), HTI berpandangan bahwa untuk menstabilkan kembali permasalahan
yang terjadi di Indonesia saat ini diperlukan suatu Ideologi yang memang
benar-benar terbukti pernah sukses membangun kesejahteraan rakyat, yaitu
dengan kembali pada konsep Khilafah Al-Islamiyah. Menurut Firdaus (2017),
munculnya HTI di Indonesia sebagai bentuk kritisi terhadap pancasila dan
sistem demokrasi yang diterapkan saat ini. Apalagi di Indonesia merupakan
salah satu negara dengan mayoritas muslim terbanyak, tentunya akan mudah
untuk memasukan doktrin-doktrin tentang kejayaan islam di masa lampau.
Dengan munculnya HTI di Indonesia tentunya akan memicu pro-kontra
tentang gagasan Ideologi Khilafah tersendiri, apalagi secara tidak langsung
merupakan gerakan anti-demokrasi dan pancasila. Namun terlepas dari itu,
perkembangan HTI di Indonesia sangat cepat berkembang sehingga
pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang organisasi HTI di
Indonesia. Akan tetapi pemikiran-pemikiran hasil doktrin HTI tentunya akan
tertanam dalam pemikiran pengikutnya sehingga dapat menimbulkan gerakan-
gerakan radikalisme sebagai bentuk demonstrasi terhadap pemerintah.
HASIL
Untuk memperoleh informasi terkait pengaruh doktrin ideologi khilafah
terhadap ideologi pancasila, kami melakukan studi pustaka dan lapangan
dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner ini ditujukan
kepada mahasiswa dari berbagai jurusan dan universitas. Dengan pertanyaan
sebagai berikut
Gambar 1. Kuesioner
PEMBAHASAN
Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia sekaligus falsafat kehidupan
Bangsa Indonesia, dimana semua nilai-nilai luhur yang dianut oleh rakyat
Indonesia terangkum dalam Pancasila. Akan tetapi, pemahaman yang kurang
terhadap makna implisit dari pancasila membuat pancasila hanya sebatas
simbolik persatuan dan kemerdekaan semata. Apalagi menimbang adanya
penyalahgunaan pancasila oleh para penguasa negara, dimana pancasila dibuat
menjadi alat untuk melakukan tindak otoriterisme, memanipulasi hukum dan
menekan rakyat. Hal ini tentunya berdampak pada menurunnya tingkat
kepercayaan rakyat kepada pancasila dan akhirnya rakyat mulai jengah ketika
mendengar kata pancasila.
Ditengah krisis ini, datanglah organisasi Hizbut Tahrir menawarkan
penegakkan kembali negara khilafah, dengan iming-iming menegakkan
kembali bendera rasul dan memperkuat islam. Mengingat Indonesia
merupakan negara dengan mayoritas muslim terbanyak, doktrin tersebut
tentunya mudah meresap dalam pemikiran Muslim Indonesia. Sehingga hijbu
tahrir dianggap berbahaya dan dilarang berdiri di negara Indonesia. Terlepas
dari itu, para muslim yang telah terkena doktrin tersebut tentunya masih
tinggal di Indonesia sehingga akan berbahaya apabila tidak dapat diantisipasi
sejak dini, yaitu dengan memberikan pengertian bahwa pancasila memang
sejalan dengan konsep-konsep yang ada dalam islam.
Pancasila memiliki lima-sila, dimana kelima sila ini mencerminkan konsep
kehidupan ideal seorang muslim. Pada sila pertama, tercantum sila yang
berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa “. Apabila kita cermati, maksud Esa
disini apa ? Tuhan mana yang dimaksud Esa tersebut ?. Sedangkan dalam
sejarah keagamaan rakyat di Indonesia, sejak pertama kali menganut
pemahaman animisme dan dinamisme rakyat indonesia mengenal politheisme dan
bukan monotheisme. Selain itu, konsep ketuhanan dari agama Kristen, Katolik,
Konghu Cu dan Buddha juga menggunakan konsep politheisme. Dan ketika
datangnya Islam Bangsa Indonesia mengenal monotheisme. Dari sini kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa sila pertama dari pancasila merupakan
gambaran dari konsep ketauhidan umat islam yang sejalan dengan Al-Quran
surat Al-Ikhlas ayat 1, yang berarti “ Katakanlah (Muhammad) : Dia-lah Allah
Yang Maha Esa “. Dari sini kita dapat memahami, bahwa sila pertama memang
mencerminkan ketauhidan seorang muslim dimana hanya satu tuhan yang
wajib disembah, tidak ada pengecualian untuknya.
Sila ke-dua berbunyi “ Kemanusiaan yang adil dan beradab “. Konsep
adil dan beradab tentunya menjadi salah satu ajaran dalam islam, sebagaimana
tercantum dalam Q.S. An-Nahl ayat 90 yang berarti “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Dari ayat ini terdapat
penegasan untuk berlaku “ adil dan berbuat kebajikan “ dan larangan untuk “
berbuat keji, munkar dan permusuhan “. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang
ada dalam sila ke-dua, dimana keadilan tidak membedakan ras, suku dan
agama begitupun penegasan larangan untuk tidak berlaku buruk, baik kepada
umat seagama ataupun bukan. Apalagi islam merupakan agama Rahmatan Lil
Alamin ( yang menjadi rahmat bagi seluruh alam ) tentunya keadilan dan adab
merupakan pokok utama.
Sila ke-tiga berbunyi “ Persatuan Indonesia “. Yang dimaksud dengan
persatuan ini bukanlah persatuan yang bersifat kedaerahan atau berdasarkan
agama, akan tetapi persatuan yang penuh dengan toleransi dan tidak ada
diskriminasi baik ras, etnis maupun agama. Dalam islam, tasamuh (toleransi)
sangat dijunjung erat, apalagi islam sangat menghargai adanya perbedaan.
Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10 yang berarti “Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal”. Dari ayat ini, kita dapat simpulkan bahwa
islam sangat menghargai adanya perbedaan dan tidak mempermasalahkan
adanya hal tersebut, sehingga hal ini selaras dengan semboyan Bangsa
Indonesia yaitu “ Bhineka Tunggal Ika “.
Sila ke-empat berbunyi “ Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmah,
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan “. Dalam sila ini
menunjukan bahwa Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi mufakat
berdasarkan musyawarah, sehingga terbentuk suatu jalinan kepercayaan antara
satu dengan yang lain dan tidak mengutamakan egosime suatu golongan.
Tentunya ini menjadi hal penting bagi Bangsa Indonesia yang memiliki
beragam suku, ras dan etnis. Dalam sudut pandang islam, musyawarah
merupakan jalan untuk memutuskan segala perkara tanpa melihat dengan
siapa dia bermusyawarah. Dalam potongan ayat ke-159 dalam surat Ali-Imran
berbunyi “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu “. Kata
“mereka” menunjukan makna tafsir yang bermacam, yaitu baik sesama muslim
atau dengan non muslim. Sehingga dapat disimpulkan bahwa islam dan
pancasila selaras dalam menerapkan konsep musyawarah, dimana tidak ada
perbedaan tentang siapa yang diajak bermusyawarah, baik satu golongan, ras.
suku, agama atau sama sekali bukan bagian dari kita.
Sila ke-lima berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia“.
Dalam sila ini, mengandung makna bahwa kesejahteraan wajib dirasakan oleh
seluruh rakyat Indonesia, sehingga tidak ada diskriminasi kelompok atau
individu. Dalam halnya saling menghargai dan mengayomi, baik dari kalangan
atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam islam konsep ini selaras dengan konsep
zakat, dimana orang yang berkecukupan harus turut berpartisipasi
memberikan sebagian kecil hartanya untuk membantu yang lemah.
Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Adz-Dzariat ayat 19 yang berbunyi “Dan
pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian.” Dalam hal ini, kita kembali menemukan
keselarasan konsep dan presepsi yang diterapkan oleh Pancasila dan Islam,
sehingga Pancasila sudah menggambarkan kehidupan masyarakat islami tanpa
harus membangun suatu idelogi khilafah.
Penyebab dari meluasnya krisis di Indonesia disebabkan karena
kesadaran masyarakat tentang pancasila sebagai ideologi dan falsafat bangsa
sangat kecil, sehingga pancasila hanya dianggap simbolik yang digantung
diatas dinding atau teks yang harus dibaca ketika melakukan upacara bendera.
Apabila masyarakat muslim khususnya menerima dan mengetahui bahwa
segala konsep pancasila sesuai dengan ajaran islam, maka doktrin-doktrin
tentang negara khilafah akan memudar. Dan cukuplah pancasila menjadi nilai-
nilai luhur Bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad, Fokky. (2012). Islam Dan Ideologi Pancasila, Sebuah Dialektika. Lex
Jurnalica,9(3),164-170.
Adhayanto, Oksep. (2011). Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam. Jurnal
Ilmu Politik Dan Ilmu Pemerintahan, 1(1), 80-98.
Mubarak, M. Zaki. (2015). Dari NII Ke ISIS : Transformasi Ideologi Dan
Gerakan dalam Islam Radikal di Indonesia Kontemporer. Episteme,
10(1), 77-98.
Fitriono, Eko Nino dan Suhono. (2017). Wacana Negara Islam : Kajian Kritis
Kontruksi Pemikiran Khilafah Ala Hizbut Tahrir. Ri’ayah, 2(1), 43-55.
Hidayat, Komarudin. (2014). Kontroversi Khilafah : Islam, Negara dan
Pancasila. Jakarta : Penerbit Mizan.
Firdaus, Muhammad. (2017). Kontruksi Makna Ideologi Hizbut Tahrir : Studi
Fenomenologi Tentang Makna Ideologi Khilafah dan Politik Aktivis
Hizbut Tahrir di Pekanbaru. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), 47-62.