Anda di halaman 1dari 38

GANGGUAN SISTEM URINARIA

INFEKSI SALURAN KEMIH


Keperawatan Dewasa 1
Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa 1
Dosen Pembimbing : Ns. Susana Widyaningsih, S.Kep. MNS.

Disusun oleh : Kelompok 6

Nurul Khasanah 22020115120009


Tri Nur Hidayati 22020115120034
Angelina Widya Santoso 22020115120055
Ani Arifati Luluk A 22020115130088
Putri Erlina Febrianti 22020115130092

A.15 2

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-
buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004). Bakteriuria
bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan
mikroorganisme murni lebih dari 105 colony formingunit (cfu/ml) pada biakan urin.
Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi
klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien
dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant
pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004).
Infeksi saluran kemih tidak hanya menyerang laki-laki saja, tetapi mampu
menyerang wanita bahkan resiko terbesar menyerang wanita. Wanita lebih berisiko
mengalami ISK dikarenakan tubuh wanita memiliki saluran uretra yang lebih pendek, maka
wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih .
ISK berhubungan dengan saluran kemih yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria,
dan uretra. Bagian-bagian saluran kemih tersebut memiliki fungsi masing-masing.
Fungsi-fungsi tersebut tentunya terdapat sesuatu hal yang mengganggu salah satunya
yaitu mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan adanya infeksi
pada saluran kemih. Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan infeksi
saluran kemih sejauh ini adalah E. coli yang diperkirakan bertanggung jawab
terhadap 80% kasus infeksi, 20% sisanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif lain
seperti Klebsiella dan spesies Proteus, dan bakteri Gram positif seperti Cocci,
Enterococci dan Staphylococcus saprophyticus. Organisme terakhir dapat ditemui
pada kasus-kasus infeksi saluran kemih wanita muda yang aktif kegiatan seksualnya.
Infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan abnormalitas struktural saluran
kemih sering disebabkan oleh bakteri yang lebih resisten seperti Pseudomonas
aeruginosa , Enterobacter dan spesies Serratia. Bakteri-bakteri ini juga sering ditemui
pada kasus infeksi nosokomial, terutama pada pasien yang mendapatkan kateterisasi
urin (Bint dan Berrington, 2003).

B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan umum yaitu mengetahui konsep Infeksi Saluran
Kemih.
Tujuan lain yaitu:
1. Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan dewasa 1.
2. Sebagai media pembelajaran dari mata kuliah keperawatan dewasa 1.
3. Mereview sistem urinaria.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria

Sistem organ yang ada di dalam system uriaria yaitu:


1) Ginjal

Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di bagian posterior abdomen.


Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri.Diantara ginjal dan kapsul
terdapat jaringan lemak yang membantu melindungi ginjal terhadap goncangan
(Daniel S Wibowo, 2005). (Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm,
lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal terbagi menjadi  bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medula. Pada manusia, setiap ginjal tersusun dari
kurang lebih 1,3 juta nefron. Nefron, yang dianggap sebagai unit fungsional
ginjal, terdiri atas sebuah glomerulus dan sebuah tubulus.Seperti halnya pembuluh
kapiler, dinding kapiler glomerulus tersusun dari lapisan-lapisan endotel dan
membrane basalis.  Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi membrane basalis,
dan sel-sel endotel pada sisi lainnya. Glomerulus membentang dan membentuk
tubulus yang terbagi menjadi tiga bagian : tubulus proksimal, ansa henle, dan
tubulus distal. Tubulus distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul.Duktus
ini berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya ke dalam
pelvis ginjal.
Proses pembentukan urine dimulai ketika darah mengalir lewat
glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron, tersusun dari
jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah dari vasa aferen dan mengalirkan darah
balik lewat vasa everen. Tekanan darah menentukan berapa tekanan dan
kecepatan aliran darah yang melewati glomerulus.Ketika darah berjalan melewati
struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan
lewat sementara molekul-molekul yang besar tetap tertahan di dalam aliran darah.
Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki
tubulus. Cairan ini dikenal sebagai ”Fitrat”.
Dalam kondisi yang normal, kurang dari 20 % dari plasma yang melewati
glomerulus akan disaring  ke dalam nefron dengan jumlah yang mencapai sekitar
180 liter filtrat perhari. Filtrat tersebut yang sangat serupa dengan plasma darah
tanpa molekul yang besar (protein, sel darah merah, sel darah putih dan trombosit)
pada hakekatnya terdiri atas air, elektrolit, dan molekul kecil lainnya. Dalam
tubulus, sebagian substansi ini secara selektif diabsopsi ulang ke dalam
darah.Substansi lainnya disekresikan dari darah ke dalam fitrat ketika fitrat
tersebut mengalir di sepanjang tubulus. Fitrat akan dipekatkan dalam tubulus
distal serta duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang mencapai pelvis
ginjal. Sebagai substansi, seperti glukosa, normalnya akan diabsorpsi kembali
seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urin.
Proses reabsorpsi serta sekresi dalam tubulus sering mencakup transportasi
aktif dan memerlukan penggunaan energi. Berbagai substansi secara normal
disaring oleh glomerulus, direabsorpsi oleh tubulus dan diekskresikan ke dalam
urin mencakup natrium, klorida, bikarbonat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin,
serta asam urat.

2) Ureter

Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm,


terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu – satunya adalah
menyalurkan urin ke vesika urinaria. ( Roger Watson, 2002 ). Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5


menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas
dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya
mempunyai saraf sensorik.

3) Veisika Urinaria

Vesika urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3


sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan ). Di dalam vesika
urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230 ml. (Evelyn, 2002). Organ ini
berungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urine. Sebagian besar
dinding kandung kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus
detrusor.Kontraksi otot ini terutama berfungsi mengososngkan kandung kemih
pada saat buang air kecil (urinari).
4) Uretra

Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat
vagina. Pada uretra laki – laki mempunyai panjang 15 – 20 cm. ( Daniel S,
Wibowo, 2005 ). Pada laki-laki terdiri dari uretra prostaria, uretra membranosa,
uretra kavernosa. Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan
paling dalam), dan lapisan submukosa. Selain saluran eksresi uretra laki-laki
berfungsi sebagai saluran reproduksi (tempat keluarnya sperma). Sedangkan
uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena,
dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di
sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
saluran eksresi.

Fungsi Ginjal :
a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh.
b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan.
c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal.
d. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh.
e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan
sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang.
f. Hemeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi
air dalam darah. (Guyton, 1996 ).

Faktor yang dapat menggangu fungsi ginjal yaitu:


a. Alkohol
b. Rokok
c. Soda
d. Menahan kencing
e. Kurang minum air
f. Kurang gerak
g. Kurang tidur
h. Kekurangan vitamin
i. Kekurangan mineral
j. Kelebihan garam
k. Kelebihan protein
l. Mengonsumsi obat tertentu

B. Infeksi Traktus Urinaria


1. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming
unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan
bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan
persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria),
bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang (Sukandar, E., 2004).

2. Epidemioogi

Epidemiologi ISK dibagi menjadi 2 kategori yaitu infeksi yang


berhubungan dengan kateter ( infeksi nosokomial) dan infeksi yang tidak
berhubungan dengan kateter (acquired infections). Agen penyebab ISK tidak
hanya dapat menyerang laki-laki, namun dapat juga menyerang wanita dalam
bermacam umur, remaja maupun orang tua.
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun, perempuan
cenderung menderita ISK disbanding laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang
dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuri
asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode
sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun
perempuan bila disertai faktor pencetus.

3. Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada
yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria
sepertiProteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki
tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan
Pseudomonasaeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif
sepertiStreptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan
struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada
ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).

4. Patofisiologi
Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih dengan
tiga cara yaitu:
1) Asenden, yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra dan
cara inilah yang paling sering terjadi. Masuknya mikroorganisme dalm
kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki
uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya
ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik,
pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi sehingga bakteri
naik dari kandung kemih ke ginjal.

2) Hematogen (desenden), disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi


pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih
melalui peredaran darah. sering terjadi pada pasien yang system imunnya
rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara
hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya
bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

3) Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik


yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir
ini jarang terjadi (Coyle dan Prince, 2005).

Pengunaan kateter seringkali menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam


kandungan kemih. Hal ini biasanya disebabkan kurang higienisnya alat ataupun
tenaga kasehatan yang memasukkan kateter. Orang lanjut usia yang sukar buang
air kecil umumnya menggunakan kateter untuk memudahkan pengeluaran urin,
itulah sebabnya mengapa penderita infeksi saluran kemih cenderung meningkat
pada rentang usia ini ( Romac, 1992).
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:

1) Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan


kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
2) Mobilitas menurun.
3) Nutrisi yang sering kurang baik.
4) Sistem imunitas yng menurun.
5) Adanya hambatan pada saluran urin.
6) Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan


distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini
mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih
menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar
ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi
ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan
penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia
60 tahun.

5. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah hal-hal yang secara jelas mempermudah terjadinya suatu
kejadian. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya ISK oleh MDRO
yaitu :
1) Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula.
Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada
usia 80 tahun. Pada usia tua, seseorang akan mengalami penurunan sistem
imun, hal ini akan memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah
menopause akan mengalami perubahan lapisan vagina dan penurunan
estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya ISK. Pada usia tua,
seseorang mudah terpapar infeksi MDRO khususnya Methicillin-resistant
S. aureus (MRSA) karena beberapa faktor seperti penurunan status
fungsional dan frailty syndrome.

2) Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi
pada individu yang diabetes daripada yang tidak. Hal itu dapat terjadi
karena disfungsi vesica urinaria sehingga memudahkan distensi vesica
urinaria serta penurunan kontraktilitas detrusor dan hal ini meningkatkan
residu urin maka mudah terjadi infeksi. Faktor lain yang dapat
menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih dari 20 tahun,
retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak fungsi
fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor
diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien
diabetes mellitus.

3) Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau
instrumentasi urin lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri
dapat memasuki vesica urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether
junction, the cathether-drainage tubing junction, the drainage tubing-bag
junction, dan pintu drainase pada kantung urin Pada kateterisasi dengan
waktu singkat, bakteri yang paling banyak ditemukan adalah E. coli.
Bakteri lain yang ditemukan adalah P. aeruginosa, K. pneumonia,
Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada kateterisasi jangka
panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli, bakteri ini
menempel pada uroepitelium.

4) Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat
menimbulkan resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang
mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional mengurangi jumlah bakteri lactobacillus
yang melindungi. Hal ini menimbulkan jumlah pertumbuhan E. coli yang
tinggi di vagina. Pada percobaan kepada kera, pemberian antimikroba β-
lactam meningkatkan kolonisasi E. coli, pemberian trimethoprim dan
nitrofurantoin tidak meningkatkan kolonisasi E. coli..25 E. coli merupakan
penyebab terbanyak ISK. Resistensi E. coli terhadap antibiotik meningkat
dengan cepat, terutama resistensi terhadap fluorokuinolon dan
cephalosporin generasi 3 dan 4.

5) Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)


National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan
pada pasien ICU, dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK
merupakan infeksi terbanyak pada pasien kritis di ICU. Disebutkan bahwa
penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang tinggi multipel pada satu
pasien sehingga menimbulkan peningkatan resistensi terhadap
antimikroba. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan
menimbulkan resistensi melalui mekanisme antibiotic selective pressure,
antibiotik akan membunuh bakteri yang peka sehingga bakteri yang
resisten menjadi berkembang Faktor lain yang menyebabkan tingginya
resistensi di ICU adalah penyakit serius yang diderita, penggunaan alat
kesehatan invasif dalam waktu lama, dan waktu tinggal di rumah sakit
yang lama.

6) Perawatan kesehatan jangka panjang


Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka
panjang adalah infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK), khususnya
infeksi oleh Extended Spectrum Beta Lactamase Producers (ESBLs) yaitu
E. coli. Kejadian resistensi antimikroba pada pasien perawatan kesehatan
jangka panjang tinggi dikarenakan populasi pasien yang sangat rentan
terhadap infeksi dan kolonisasi. Penurunan sistem imun, beberapa
komorbiditas, dan penurunan fungsional pada pasien perawatan jangka
panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan melemahkan
pertahanan tubuh melawan infeksi.36,37 Pasien perawatan kesehatan
jangka panjang sering menerima pengobatan empiris dengan antibiotik
spektrum luas, ini meningkatkan antibiotic selective pressure sehingga
menimbulkan resistensi.

7) Keganasan hematologi
Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut dan
neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi. Bakteri yang
menyebabkan infeksi pada pasien neutropenia dan kanker bisa merupakan
bakteri gram negatif (E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella) atau bakteri gram
positif (S. Aureus dan Enterococcus). Neutrofil memegang peranan
penting sebagai agen pertahanan tubuh manusia dalam melawan berbagai
bakteri, oleh karena itu penurunan jumlah neutrofil yang ekstrim
menyebabkan peningkatan resistensi bakteri. Kemoterapi dosis tinggi,
neutropenia yang parah dan berkepanjangan, serta profilaksis
fluorokuinolon dan trimethoprim-sulfamethoxazole merupakan pemicu
terjadinya infeksi pada pasien keganasan hematologi oleh bakteri yang
resisten terhadap antibiotik.

8) Pasien hemodialisa
Pasien yang menjalani hemodialisa akan lebih rentan terpapar
MDRO, maka meningkatkan risiko terjadinya ISK oleh MDRO.
Peningkatan kerentanan itu disebabkan oleh dialisat yang terkontaminasi,
transien bakteremia yang disebabkan karena terdapat akses ke pembuluh
darah yang menjadikannya sebagai port d’entree bakteri MDRO, dan
kelebihan Fe. Kateter dialisis melukai lapisan kulit normal sehingga
membentuk jalan masuk bakteri ke pembuluh darah. Keberadaan benda
asing dalam tubuh menimbulkan kekurangan imun lokal dengan jalan
pengaktifan fungsi fagosit dari sel polimorfonuklear. Hal ini akan
menyebabkan “exhausted neutrophils” yang menimbulkan penurunan
aktivitas pembunuhan bakteri secara nyata jika kemudian terinfeksi
bakteri.

9) Ulkus diabetes mellitus (Ulkus DM)


Infeksi MDRO pada ulkus DM sangat lazim ditemukan, hal ini
berhubungan dengan kontrol level glukosa yang inadekuat. Bakteri gram
negatif yang sering ditemukan adalah Proteus dan bakteri gram positif
yang sering ditemukan adalah Staphylococcus. Penderita diabetes yang
mengalami ulkus pada kaki sangat rentan terhadap infeksi, dan akan
menyebar secara cepat sehingga menimbulkan kerusakan jaringan yang
luar biasa. Durasi infeksi lebih dari satu bulan, penggunaan antibiotik
sebelumnya, dan ukuran ulkus lebih dari 4 cm² lebih memungkinkan
terkena MDRO.

6. Jenis-jenis Infeksi Traktus Urinaria


1) Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan
komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek
biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul
setelah infeksi lain ( Corwin, Elizabeth J, 2000 ).

2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –
sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut
yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik
sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus
sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria
( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis
fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik ( Corwin, Elizabeth, J.
2000).

3) Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut adalah infeksi pada ginjal yang biasanya terjadi
akibat infeksi kandung kemih, dapat terjadi di satu atau ke dua ginjal.
Gejala – gejala umumnya timbul secara cepat dalam beberapa jam atau
hari dan mencakup demam yang sering 103 F atau lebih, menggigil
kedinginan, nyeri pinggang dan disuria ( Corwin, Elizabeth, J. 2000 ).

4) Pielonefritis Kronik
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat
terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita
batu. Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang,
dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis
akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal ( Corwin,
Elizabeth, J. 2000 ).

5) Sistitis
Sistitis adalah infeksi kandung kemih, merupakan tempat tersering
untuk infeksi. Gejala yang timbul yaitu disuria ( nyeri waktu berkemih ).
Peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel –
sel darah putih dalam urin, nyeri punggung bawah / suprapubis, demam
yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah ( Corwin,
Elizabeth , J. 2000 ).

6) Gagal ginjal
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ
ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja
sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh,
menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan
kalium di dalam darah atau produksi urin. Gagal ginjal yang terjadi
secara mendadak adalah gagal ginjal akut. Gagal ginjal yang berkaitan
dengan menurunnya fungsi ginjal secara progresif irreversible disebut
gagal ginjal kronik, biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau
kerusakan ginjal (Corwin, Elizabeth, J . 2000).

7. Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Kemih


1) Gejala – gejala dari infeksi saluran kemihsecara umum sering meliputi:
a. Gejala yang terlihat, sering timbulnya dorongan untuk berkemih.
b. Rasa terbakar dan perih pada saat berkemih.
c. Seringnya berkemih, namun urinnya dalam jumlah sedikit
(oliguria).
d. Adanya sel darah merah pada urin (hematuria).
e. Urin berwarna gelap dan keruh, serta adanya bau yang menyengat
dari urin.
f. Ketidaknyamanan pada daerah pelvis renalis.
g. Rasa sakit pada daerah di atas pubis.
h. Perasaan tertekan pada perut bagian bawah.
i. Demam.
j. Pada wanita yang lebih tua juga menunjukkan gejala yang serupa,
yaiu kelelahan, hilangnya kekuatan, demam.
k. Sering berkemih pada malam hari.

Jika infeksi dibiarkan saja, infeksi akan meluas dari kandung


kemih hingga ginjal. Gejala – gejala dari adanya infeksi pada ginjal
berkaitan dengan gejala pada cystitis, yaitu demam, kedinginan, rasa
nyeri pada punggung, mual, dan muntah. Cystitis dan infeksi ginjal
termasuk dalam infeksi saluran kemih.
2) Gejala – gejala dari infeksi saluran kemih secara spesifik sering meliputi:
a. Pyelonephritis akut.
Pada tipe ini, infeksi pada ginjal mungkin terjadi setelah
meluasnya infeksi yang terjadi pada kandung kemih. Infeksi pada
ginjal dapat menyebabkan rasa salit pada punggung atas dan
panggul, demam tinggi, gemetar akibat kedinginan, serta mual
atau muntah.

b. Cystitis.
Inflamasi atau infeksi pada kandung kemih dapat dapat
menyebabkan rasa tertekan pada pelvis, ketidaknyamanan pada
perut bagian bawah, rasa sakit pada saat urinasi, dan bau yang
mnyengat dari urin.

c. Uretritis.
Inflamasii atau infeksi pada uretra menimbulkan rasa terbakar
pada saat urinasi. Pada pria, uretritis dapat menyebabkan
gangguan pada penis.

3) Gejala pada bayi dan anak kecil yang sering terjadi


a. Kecenderungan terjadi demam tinggi yang tidak diketahui
sebabnya, khususnya jika dikaitkan dengan tanda – tanda bayi
yang lapar dan sakit, misalnya: letih dan lesu.
b. Rasa sakit dan bau urin yang tidak enak. (orang tua umumnya
tidak dapat mengidentifikasikan infeksi saluran kemih hanya
dengan mencium urin bayinya. Oleh karena itu pemeriksaan
medis diperlukan).
c. Urin yang keruh. (jika urinnya jernih, hal ini hanya mirip dengan
penyakit, walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya bahwa
bayi tersebut bebas dari Infeksi saluran kemih).
d. rasa sakit pada bagian abdomen dan punggung.
e. muntah dan sakit pada daerah abdomen (pada bayi).
f. Jaundice (kulit yang kuning dan mata yang putih) pada bayi,
khususnya bayi yang berusia setlah delapan hari.

8. Pemeriksaan Diagnostik
1) Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih.
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2) Bakteriologis
a. Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis adalah pemeriksaan yang
dilakukan langsung dengan mata tanpa penambahan reagen atau
zat kimia tertentu. Pemeriksaan makroskopis ini meliputi
pemeriksaan volume, warna, kejernihan, bau. Untuk pemeriksaan
derajat keasaman ( pH ) dan berat jenis dilakukan dengan tes
cepat multistick.

a) Volume Urin
Mengukur volume urin bermanfaat untuk ikut
menentukan adanya gangguan faal ginjal , kelainan dalam
kesetimbangan cairan badan dan berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi
kuantitatif urin. Volume urin dewasa normal daerah
tropis untuk urin 24 jam berkisar antara 750 ml dan 1250
ml. Faktor yang mempengaruhi jumlah urin adalah :
suhu, iklim, jenis dan jumlah makanan, pekerjaan
jasmani, banyaknya keringat yang dikeluarkan, umur dan
luas permukaan badan (Gandasoebrata, 2006 ).

b) Warna Urin
Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari
konsentrasi dan sifat bahan yang larut dalam urin. Warna
urin dapat berubah oleh karena : obat – obatan, makanan,
serta penyakit yang diderita. Warna urin normal: Putih
jernih, kuning muda atau kuning. Warna urin
berhubungan dengan derasnya diuresis ( banyak kencing ),
lebih besar diuresis lebih condong putih jernih. Warna
kuning urin normal disebabkan antara lain oleh urocrom
dan urobilin. Pada keadaan dehidrasi atau demam, warna
urin lebih kuning dan pekat dari biasa ginjal normal.
( Gandasoebrata, 2006 )
Adanya infeksi traktus uranius urin akan berwarna putih
seperti susu yang disebabkan oleh bakteri, lemak dan
adanya silinder. Warna urin patologis lain adalah :
 Warna kuning coklat ( seperti teh ) penyebabnya
adalah bilirubin.
 Warna merah coklat penyebabnya hemoglobinuria
dan porpyrin.
 Warna merah dengan kabut coklat penyebabnya
darah dengan pigmen– pigmen darah.
 Warna coklat hitam penyebabnya melanin dan
warna hitam disebabkan oleh pengaruh obat -
obatan. (Kee, Joyce LeFever,1997)
c) Kekeruhan
Urin yang baru dikemihkan biasanya jernih.
Kekeruhan yang timbul bila urin didiamkan beberapa jam
disebabkan oleh berkembangnya kuman Kekeruhan
ringan bisa disebabkan oleh nubecula. Pada infeksi traktus
urinarius, urin akan keruh sejak dikemihkan yang
disebabkan lendir, sel – sel epitel dan lekosit lama – lama
mengendap. ( Gandasoebrata, 2006 )

d) Bau Urin
Biasanya spesifik. Normal baunya tidak keras. Bau
khusus pada urin dapat disebabkan oleh makanan
misalnya : jengkol, pete, durian dan yang disebabkan obat
– obatan, misalnya : mentol, terpentin. Pada karsinoma
saluran kemih, urin akan berbau amoniak karena adanya
kuman yang menguraikan ureum dalam urin.
( Gandasoebrata, 2006 )

e) Derajat keasaman Urin ( pH )


Derajat keasaman urin harus diukur pada urin baru,
pH urin dewasa normal adalah 4,6 – 7,5. pH urin 24 jam
biasanya asam, hal ini disebabkan karena zat – zat sisa
metabolisme badan yang biasanya bersifat asam.
Penentuan pH urin berguna pada gangguan cairan badan
elektrolit serta pada infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh kuman yang menguraikan ureum.
Adanya bakteriurea urin akan bersifat alkalis.
( Gandasoebrata, 2006)

f) Berat Jenis Urin. ( BJ Urin )


Berat jenis urin yaitu mengukur jumlah larutan yang
larut dalam urin. Pengukuran BJ ini untuk mengetahui
daya konsentrasi dan data dilusi ginjal. Normal berat jenis
berbanding terbalik dengan jumlah urin.
Berat jenis urin erat hubungannya dengan diuresis,
makin rendah diuresis makin tinggi berat jenisnya dan
sebaliknya. Normal berat jenis adalah 1003 – 1030.
Tingginya berat jenis memberikan kesan tentang pekatnya
urin, jadi bertalian dengan faal pemekat ginjal.
(Gandasoebrata, 2006)

b. Mikroskopis
Pemeriksaan Mikroskopis Urin:
a) Sebaiknya dipakai urin baru, bila tidak bisa maka
sebaiknya disimpan pada kulkas maksimal 1 jam atau
disimpan dengan diberi pengawet.
b) Sebaiknya digunakan urin pagi karena urin pagi lebih
kental dan bahan – bahan yang terbentuk belum rusak atau
lisis.
c) Botol penampung harus bersih dan dihindari dari
kontaminasi. ( Gandasoebrata, 2006 )

Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis adalah :


a) Eritrosit
Normal jumlah eritrosit adalah 0 – 1 / LPB. Pada
keadaan normal eritrosit bisa berasal dari seluruh traktus
urogenitalis. Kadang – kadang perdarahan saluran kemih
bagian bawah menimbulkan bekuan darah dalam urin.
Bentuk eritrosit normal adalah cakram bikonkaf, diameter
7 , warna hijau pucat dan jernih (Gandasoebrata, 2006 ).

b) Normal jumlah lekosit


Normal jumlah lekosit adalah 4 – 5 / LPB. Lekosit
dapat berasal dari seluruh traktus urogenitalis. Lekosit
dalam urin umumnya berupa segmen, dalam urin asam
lekosit atau pus biasanya mengerut, pada urin lindi lekosit
akan mengembang dan cenderung mengelompok. Lekosit
umumnya lebih besar dari eritrosit dan lebih kecil dari sel
epitel (Gandasoebrata,2006).

c) Torak , silinder.
Tempat pembentukan silinder adalah tubuli ginjal.
Dan adanya silinder dalam jumlah yang banyak dalam
urin menandakan adanya kelainan pada ginjal
( Gandasoebrata, 2006 ).

d) Sel Epitel
Bentuk sel epitel saluran kemih berbeda – beda dari
bagian atas sampai bawah. Adanya sel epitel berasal dari
traktus urogenetalis bagian atas menunjukkan adanya
pelepasan abnormal dari sel epitel tersebut.
(Gandasoebrata, 2006 )

e) Kristal
Adanya kristal dalam urin kurang bermanfaat untuk
klinik, kecuali apabila ditemukan kristal cystin atau sulfa.
Adapun kristal – kristal dalam urin normal:
 Dalam urin asam ; asam urat, natrium urat dan
jarang sekali calsium sulfat. Kristal asam urat
biasanya berwarna kuning.
 Dalam urin asam atau yang netral atau yang agak
lindi ; calsium oksalat, dan kadang – kadang asam
hipurat.
 Dalam urin lindi atau kadang – kadang dalam
netral ; ammonium – magnesium fosfat
( triplefosfat ) dan jarang – jarang calsium fosfat
 Dalam urin lindi ; calsium carbonat dan calsium
fosfat ( Gandasoebrata, 2006).
 Bakteri , Spermatozoa , Protozoa, dll. Adanya
infeksi pada traktus urogenitalis akan
menunjukkan adanya bakteriuria. Spermatozoa
tidak menunjukkan gejala klinis.

c. Biakan bakteri
Guna menentukan adanya bakteriuria, artinya infeksi saluran
kemih dengan bakteri, sekarang tersedia beberapa cara diagnosa,
yaitu:
a) Tes sedimentasi mendeteksi secara mikroskopis adanya
kuman dan lekosit di endapan dalam urin.

b) Tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip mengandung


nitrat yang dicelupkan ke urin. Praktis semua gram negatif
dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, yang tampil sebagai
perubahan warna tertentu pada strip. Kuman-kuman
grampositif tidak terdeteksi.

c) Dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman


di kaca obyek, yang seusai inkubasi ditentukan jumlah
koloninya secara mikroskopis. Tes ini dapat dipercaya dan
lebih cepat daripada pembiakan lengkap dan jauh lebih
murah.
d) Pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya
residif 1-2 kali, terlebih-lebih pada infeksi saluran kemih
anak-anak dan pria.
e) Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah cara
imunologi guna menentukan infeksi saluran kemih yang
letaknya lebih tinggi. Dalam hal ini tubuli secara lokal
membentuk antibodies terhadap kuman, yang bereaksi
dengan antigen yang berada di dinding kuman. Kompleks
yang terbentuk dapat diperlihatkan dengan cara
imunofluoresensi (Tjay dan Rahardja, 2007).
f) Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per
milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari
specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama
adanya infeksi.
g) Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase
lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan
nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien
mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess
positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uriteria akut organisme menular secara seksual
(misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae,
herpes simplek).
 Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP),
msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat
dari abnormalitas traktus urinarius, adanya
batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau
hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.

9. Penatalaksanaan Medik
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
1) Terapi antibiotika dosis tunggal.
2) Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari.
3) Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu.
4) Terapi dosis rendah untuk supresi.
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor
kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah
penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin
atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini.
Pyridium, suatu analgesic urinarius jug dapAt digunakan untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibat infeksi.
Berikut ini adalah deskripsi beberapa agen antimikroba yang umum
digunakan dalam terapi infeksi saluran kemih:
1) Siprofloksasin
Obat golongan kuinolon ini bekerja dengan menghambat DNA
gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu. Siprofloksasin terutama
aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella, Shigella,
Kampilobakter, Neiseria, dan Pseudomonas. Obat ini juga aktif terhadap
kuman Gram positif seperti Str. pneumonia dan Str. faecalis, tapi bukan
merupakan obat pilihan utama untuk Pneumonia streptococcus (Anonim,
2008).
2) Trimetropim-Sulfametoksazol (kotrimoksazol)
Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk
kombinasi karena sifat sinergisnya. Kombinasi keduanya menghasilkan
inhibisi enzim berurutan pada jalur asam folat (Anonim, 2008).
Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu sintesa asam folat
bakteri dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam
dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat. Dan mekanisme kerja
trimetoprim adalah menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat (Tjay dan Raharja, 2007).
3) Amoksisillin
Amoksisilin yang termasuk antibiotik golongan penisilin bekerja
dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif,
penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (Tjay dan Rahardja, 2007).
Amoksisillin merupakan turunan ampisillin yang hanya berbeda pada
satu gugus hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang sama. Obat
ini diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan menghasilkan kadar
yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan (Anonim, 2008).

4) Seftriakson
Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman,
berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman
untuk ketangguhan dindingnya (Tjay dan Rahardja, 2007).Seftriakson
memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosprin yang
lain sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan
untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia, dan meningitis
(Anonim, 2008).

5) Gentamisin
Gentamisin merupakan aminoglikosida yang paling banyak
digunakan. Spektrum anti bakterinya luas, tetapi tidak efektif
tehadap kuman anaerob (Anonim, 2008). 6. Ampisilin Ampisilin
adalah antiseptik infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis,
bronkitis kronis, salmonelosis invasif da n gonore (Anonim, 2008).
Ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba gram-negatif dan
tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral (Istiantoro dan Gan,
2005).

Dalam penggunaan antibiotic diatas penggunannya dapat


dilakukan secara rasional yaitu dengan :
Penggunaan antibiotik untuk terapi perlu didasari pada
berbagai pertimbangan khusus menuju penggunaan antibiotik
secara rasional. Asas penggunaan rasional suatu antibiotik ialah
seleksi antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme
penginfeksi dan efektif untuk memusnahkannya dan sejalan
dengan hal ini, memiliki potensi terkecil untuk menimbulkan
toksisitas, reaksi alergi ataupun resiko lain bagi pasien (Wattimena,
dkk, 1991). Penggunaan antibiotik secara rasional mencakup tepat
indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis regimen dan
waspada terhadap efek samping obat yang dalam arti konkritnya
adalah :
a. Pemberian resep yang tepat.
b. Penggunaan dosis yang tepat.
c. Lama pemberian obat yang tepat .
d. Interval pemberian obat yang tepat .
e. Kualitas obat yang tepat .
f. Efikasi obat yag tepat .
g. Aman pada pemberiannya .
h. Tersedia bila diperlukan.
i. Terjangkau oleh penderita.
Kriteria dalam penggunaan antibiotik secara rasional yang telah
disebutkan di atas mengandung pengertian :
a) Tepat indikasi adalah pemberian antibiotika yang sesuai
dengan keluhan atau diagnosa.
b) Tepat obat adalah kesesuaian pemilihan jenis obat dengan
memperhatikan efektifitas obat yang bersangkutan.
c) Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang :
 Tepat takarannya (tidak terlalu besar, tidak terlalu
kecil).
 Tepat rute pemberiannya (peroral, suppositoria,
subkutan, intramuskular, intravena) tergantung keadaan
pasien.
 Tepat saat pemberiannya (perut kosong, perut isi, sesaat
sebelum operasi).
 Tepat interval pemberiannya (6 jam sekali, 8 jam sekali,
12 jam sekali).
 Tepat lama pemberiannya (sehari saja, 2hari, 3hari, 5-
7hari).

d) Tepat pasien adalah kesesuaian pemberian obat pada


pasien sesuai kondisi untuk menghindari kontraindikasi
(Sastrowardoyo, 1994).

Selain itu dalam penggunaan antibiotic terdapat beberapa efek


samping yang ditimbulkan, yaitu:
Penggunaaan antibiotik yang tidak tepat penakarannya selain dapat
menggagalkan terapi juga dapat menimbulkan bahaya -bahaya lain,
misalnya resistensi, supra infeksi dan efek samping negatif.
a. Resistensi
Resistensi pada suatu mikroba adalah suatu keadaan di
mana kehidupan mikroba itu sama sekali tidak terganggu oleh
kehadiran antibiotik. Sifat ini merupakan suatu mekanisme
pertahanan tubuh dari suatu makhluk hidup.

b. Supra infeksi
Keadaan ini merupakan infeksi baru yang disebabkan oleh
mikroba patogen atau jamur pada pengobatan infeksi primernya
dengan antibiotik. Keadaan ini relatif sering dan potensial
berbahaya karena mikroba penyebabnya Enterobakter,
Pseudomonas, Candida, atau jamur lainnya, sulit diinfeksi dengan
anti infeksi yang tersedia sampai kini (Sastramihardja, 1997).

c. Efek samping negatif


Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan pada tubuh manusia, yaitu reaksi alergi dan reaksi
toksik (Sastramihardja, 1997). Penggunaan obat yang tidak
rasional yang mencakup penulisan obat yang tidak perlu, obat yang
tidak aman, obat yang tidak efektif serta obat yang digunakan
kurang tersedia. Ketidakrasionalan tersebut dapat menyebabkan
kegagalan terapi terutama penggunaan antibiotik yang akan
menimbulkan bahayabahaya lain, misalnya resistensi, supra infeksi
dan efek samping negatif (Sastramihardja, 1997).

Berikut langkah yang dapat ditempuh dalam upaya memilih


antibiotik secara rasional:
a) Memastikan bahwa pasien benar membutuhkan antibiotik.
b) Memperkirakan bakteri yang menjadi penyebab infeksi.
c) Menentukan beberapa pilihan antibiotik yang memiliki
efektifitas terhadap dugaan bakteri penyebab.
d) Mempertimbangkan riwayat pemberian antibiotik
sebelumnya.
e) Mempertimbangkan kemampuan penetrasi pilihan
antibiotik ke lokasi fokus infeksi.
f) Mempertimbangkan apakah terdapat kontraindikasi
pemberian pilihan antibiotik, misalnya dalam hal usia,
alergi, gangguan fungsi ginjal atau hati, dan lain-lain.
g) Menentukan bentuk sediaan dan dosis antibiotik yang
diberikan berdasarkan berat badan, keadaan fungsi ginjal
dan hati pasien.
h) Mempertimbangkan harga antibiotik yang terjangkau oleh
pasien. Bila terdapat beberapa pilihan antibiotik dengan
tingkat efektifitas dan keamanan yang sebanding, pilihlah
antibiotik yang paling cost-effective (Cunha dkk, 2008).

Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina


adanya:
a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan.
b. Interansi obat.
c. Efek samping obat.
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan


faal ginjal:
a. Efek nefrotosik obat.
b. Efek toksisitas obat

Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiap saat dievalusi


keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan?
b. Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau
malah membahnayakan ?
c. Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan ?
d. Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan ?

10. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh
Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a. Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
b. Adakah obstruksi pada saluran kemih?

Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi


nosokomial.
a. Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
b. Imobilisasi dalam waktu yang lama.
c. Apakah terjadi inkontinensia urine?

Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih


a. Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan
jumlah).
b. Adakah disuria?
c. Adakah urgensi?
d. Adakah hesitancy?
e. Adakah bau urine yang menyengat?
f. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
g. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih
bagian bawah?
h. Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi
saluran kemih bagian atas?
i. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih
bagian atas.

Pengkajian psikologi pasien:


a. Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan
pengobatan yang telah dilakukan?
b. Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.

2) Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yangberhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
b. Perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi, dan
atau nokturia ) yang berhubungan dengan ISK.
c. Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan intruksi perawatan
di rumah.

3) Intervensi (Perencanaan / Implementasi)


Perencanaan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
b) Kriteria Hasil :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Nilai kultur urine negative
 Urine berwarna bening dan tidak bau

Intervensi :
a. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu di atas
38,50°C
Rasional : Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam
tubuh
b. Catat karakteristik urine
Rasional :Untuk mengetahui / mengidentifikasi indikasi kemajuan
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
c. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter jika tidak ada kontra
indikasi
Rasional :Untuk mencegah stasis urine
d. Monitor pemeriksaan ulang urine kultuur dan sensivitas untuk
menentukan respon terapi.
Rasional :Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap
keadaan penderita.
e. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara
komlit setiap kali kemih.
Rasional :Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih.
f. Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan
kering.
Rasional :Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri
yang membuat infeksi uretra.

b. Perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi dan


atau nokturia ) yang berhubungan dengan ISK.
a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien
dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
b) Kriteria Hasil :
 Klien dapat berkemih setiap 3 jam
 Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
 Klien dapat BAK dan berkemih
Intervensi :
a) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk
mengetahui input / output
b) Anjurkan untuk berkemih setiap 2-3 jam
Rasional :Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam
kandung kemih.
c) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :Untuk memudahkan klian dalam berkemih.
d) Bantu klien ke kamar kecil , memakai pispot / urinal.
Rasional :
Untuk memudahkan klien untuk berkemih.
e) Bantu klien mendapatkan poosisi berkemih yang nyaman.
Rasional :Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

c. Nyeri yang berhubungan dengan ISK


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
b) Kriteria Hasil :
 Pasien mengatakan / tidak ada keluhan pada saat berkemih
 Kandung kemih tidak tegang
 Passien tampak tenang
 Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
a) Kaji inensitas, lokasi dan faktor yang memberatkan atau
meringankan nyeri.
Rasional :Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi.
b) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang
dapat di toleran.
Rasional :Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat
merilekskan otot-otot.
c) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jikatidak ada kontra indikasi.
Rasional :Untuk membantu klien dalam berkemih.
d) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :Analgetik memblok lintasan nyeri.

d. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi


tentangproses penyakit, metode pencegahan, dan intruksi perawatan di
rumah.
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
b) Kriteria Hasil :
 Klien tidak gelisah
 Klien tenang
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan
Rasional :Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
b) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional :Agar klien mempunyai semangat dan mau empati
terhadap perawatan dan pengobatan.
c) Beri suport pada klien
Rasional :Agar klien mempunyai semangat dan percaya diri tinggi
terhadap perawatan atas kesembuhannya.
d) Beri dorongan spiritual
Rasional :Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada
tuhan YME. Beri suport pada klien.
e) Beri penjelasan terhadap penyakitnya
Rasional :Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang
dialaminya.
3) Implementasi / Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi /
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan ( Doenges E Marilyn, dkk.
2000 ).Tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk,
2000).

4) Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah,
mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
a. Nyeri yang menetap atau bertambah.
b. Perubahan warna urine.
c. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit,
perasaan ingin kencing menetes setelah berkemih.

Anda mungkin juga menyukai