Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN PENGALAMAN POLA MAKAN PADA PESERTA FITNESS

CENTER YANG MENGALAMI STATUS GIZI LEBIH

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar ahli madya keperawatan
pada jenjang pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

Nama : Fauziah Srie Hazmi


NIM : 1708207
Program Studi : Diploma III Keperawatan

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
KAMPUS DAERAH SUMEDANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengalaman merupakan hal yang pernah dialami, dijalani, dirasai [ CITATION Lek20 \l
1033 ]. Seseorang pasti pernah berpengalaman dalam berbagai hal baik dalam pekerjaan,
kegiatan, hidup, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu dalam pengalaman hidup pasti
terdapat beberapa pengalaman didalamnya seperti pengalaman makan yang dimana terdapat
pola makan. Pola makan itu sendiri dapat diartikan sebagaimana, pola makan dikatakan baik
bila kita mengkonsumsi makan dengan pola makan seimbang, pola makan seimbang adalah
frekuensi dan jenis makanan yang kita konsumsi sesuai dengan kebutuhan tubuh (Husnah,
2012). Adapula Faktor yang mempengaruhi pola makan salah satunya ialah faktor ekonomi,
sosial budaya, lingkungan dan kebiasaan makan (Sulistyoningsih, 2011).
Selain berpengalaman terhadap pola makan pasti juga semua orang pernah
berpengalaman dengan menjaga kesehatannya seperti berolah raga baik olahraga lari,
bersepedah, dan sebagainya yang dimana kebanyakan orang orang berolahraga di outdoor.
Olahraga itu sendiri tidak memandang gender dan usia semua kalangan bisa melalukan
olahraga, terkecuali ada beberapa batasan atau hambatan dalam melakukan olahraga di
outdoor misalnya kendala cuaca atau lingkungan yang tidak mendukung seperti lapangan
yang dicadikan salah satu acara. Oleh karena itu beberapa orang berpidah tempat olahraga
dengan berolahraga di indoor seperti berfitness yang dimana bisa berolahraga tanpa berfokus
pada kendala cuaca dan lain sebagainya sesuai dengan pengalaman yang telah dialami
seseorang dalam berolahraga di outdoor, yang dimana fitness center/ pusat kebugaran
merupakan suatu tempat untuk melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan olah
tubuh, latihan maupun olahraga yang bertujuan untuk mendapatkan kebugaran dan kondisi
badan yang sehat secara fisik dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa
kelelahan yang berlebih (Nityasa, 2018).
Bagi beberapa orang yang berkunjung ke fitness center mungkin hanya untuk sekedar
berolah raga saja. Adapun orang-orang yang mengikuti fitnes ia selalu menjaga pola
makannya yaitu seperti mengatur porsi karbohidratnya, tetapi adapula orang yang pola
makannya biasa saja tanpa harus mengatur tetapi ia selalu mengimbanginya dengan
berolahraga di fitness center. Mungkin bagi beberapa orang juga dengan mengatur pola
makan agar ia berada distatus gizi yang ideal seperti apa yang ia harapkan, tetapi adapula
orang yang bermasalah dengan status gizinya baik itu kurang atau berlebih ia pun tetap
berolahraga difitnes. Kesehatan peserta fitness center pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, upaya kesehatan, dan perilaku. Dengan perilaku yang sehat serta dengan
mengubah sikap dan perilaku seorang terhadap makanan, minuman dan perilaku hidup yang
teratur (Sucipto, 2015).
Motivasi peserta fitness dalam melakukan latihan kebugaran jasmani fitnes terdapat dua
kemungkinan ialah motivasi dari dalam (intrinsik) dan motivasi dari luar (ekstrinsik) seperti
halnya untuk kesenangan (enjoyment) karna kepenatan kesibukan aktivitas yang padat /
pekerjaan untuk kebugaran dikarnakan jarangnya olahraga yang, adapula untuk kemampuan
seperti halnya angkat beban bisa saja ingin mengikuti kejuaraan angkat besi atau hal lainnya,
penampilan karena ingin terlihat menarik atau adanya kepuasan tersendiri kepada diri sendiri,
sosial agar dapat bersosialisai diluar luang lingkup masyarakat disekitar (Muttaqin, 2016).
Dengan salah satu pengalaman seseorang terhadap permasalahan status gizinya
dengan mengikuti fitness, pengertian dari status gizi itu sendiri merupakan gambaran
keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk pemeliharaan kehidupan,
pertumbuhan, pemeliharaan fungsi normal tubuh, dan untuk produksi energi dan intake zat
gizi lainnya. Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang. Artinya, banyak,
frekuensi dan jenis makanan yang kita asup harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bila yang
dimakan melebihi kebutuhan, tubuh akan kegemukan. Sebaliknya, bila yang dimakan kurang
dari yang dibutuhkan, tubuh bakal kurus dan sakit-sakitan. Kegemukan dapat memacu
timbulnya berbagai penyakit. Status gizi kurang atau status gizi lebih akan berdampak kurang
baik terhadap kesehatan tubuh. Kedua keadaan yang ekstrem tersebut dinamakan status gizi
salah. Baik buruknya keadaan gizi seseorang ditentukan antara lain oleh nafsu makan dan pola
makannya (Husnah, 2012).
Upaya penanggulangan masalah gizi dilakukan melalui perbaikan pola makan, serta
peningkatan aktivitas fisik. Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, Kementerian
Kesehatan memberikan panduan kecukupan konsumsi harian yang tertuang pada Permenkes
nomor 75 tahun 2013 tentang pentingnya konsumsi Gizi Seimbang. Pemenuhan gizi melalui 4
pesan kunci yaitu Makan beranekaragam, Pola Hidup Bersih dan Sehat, Pola hidup aktif dan
berolahraga, serta memantau berat badan (Kemenkes, 2019). Peranan gizi pada usia dewasa
terutama adalah untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Tujuan utama
kesehatan gizi pada usia dewasa adalah meningkatkan kesehatan secara menyeluruh,
mencegah penyakit, dan memperlambat proses menua (Almatsier, 2011).
Dari segi ilmu gizi, kebiasaan makan/pola makan tak kurang ada pula yang kebiasaan
makannya kurang baik yaitu yang menghambat terpenuhinya kecukupan gizi. Kebiasaan
makan yang yang kurang baik antara lain tabu (pantangan) yang justru berlawanan dengan
konsep-konsep gizi. Oleh karena itu, dalam program perbaikan gizi seharusnya kebiasaan
makan yang kurang baik dan bertentangan dengan konsep-konsep gizi sedikit demi sedikit
harus ditinggalkan melalui berbagai cara (Kadir, 2016).
Penyebab status gizi lebih pada umumnya dapat disebabkan karena asupan energi
makanan yang berlebih atau karena pengeluaran energi yang kurang atau keduanya,
sebagaimana sering. Status gizi lebih berkaitan dengan banyak faktor antara lain, daya beli
yang cukup atau berlebih, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat seperti
pada kebiasaan mengkonsumsi fast-food, aktifitas fisik yang rendah karena ketersediaan
berbagai jenis hiburan yang tidak memerluan banyak aktivitas, pengetahuan gizi yang kurang
juga faktor genetik (Sahnaz, 2016). Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum
menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang
perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 21/2 porsi atau 21/2 gelas sayur setelah
dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang
atau 11/2 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah  jeruk ukuran sedang). Bagi orang
Indonesia dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan 400-600 g perorang perhari bagi
remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan
buah-buahan tersebut adalah porsi sayur. Untuk gizi seimbang itu sendiri adalah Konsumsi
makan sehari-hari harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai
dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur. Konsumsi makanan harus
memperhatikan prinsip 4 pilar yaitu anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik
dan mempertahankan berat badan normal (Kemenkes, 2014).
Obesitas berdampak negatif pada kesehatan, biaya kesehatan, dan produktivitas jangka
panjang suatu bangsa. Dari sisi kesehatan, obesitas berakibat berbagai macam penyakit dege-
neratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, stroke, dan kanker. Pada zaman dahulu,
penyakit ini muncul pada usia-usia tua. Namun, sekarang pada usia mudah juga dekat dengan
penyakit tersebut. Apalagi jika mempunyai kondisi gizi lebih yang merupakan faktor risiko.
Obesitas merupakan dampak ketidakseimbangan energi, asupan jauh melampaui keluaran
energi dalam jangka waktu tertentu. Banyak sekali faktor yang menunjang kelebihan ini.
Kelebihan mengonsumsi makanan terutama sumber energi dan kurangnya aktivitas fisik
merupakan dua faktor sebagai penyebab obesitas (Nadimin, 2015)
WHO tahun 2015 menunjukan bahwa populasi dewasa di dunia mengalami kelebihan
berat badan (overweight), dengan persentase 38% pria dan 40% wanita. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 tentang status gizi dewasa Indonesia menyebutkan,
prevalensi obesitas untuk dewasa 15,4%, prevalensi berat badan lebih 13,5% dan prevalensi
dewasa kurus 8,7%. Proporsi status gizi responden dengan hasil IMT 6,6% gizi kurang,
30,8% overweight, dan 31,4% obesitas yang diteliti pada wanita umur 18-44Tahun (Shanti,
2017). Proporsi berat badan lebih dan obese pada dewasa lebih dari 18 tahun di Indonesia
pada tahun 2007-2018, untuk berat badan lebih 8,6% 10,5% untuk obese pada tahun 2007,
11,5% untuk berat badan lebih 14,8% untuk obese pada tahun 2013 dan 13,6% untuk berat
badan lebih 21,8% untuk obese ditahun 2018 di Indonesia. Untuk ditahun 2017 presentase
gemuk dan obese di indonesia gemuk 14,6% dan obese 25,8% sedangkan di Jawa Barat untuk
obese kurang lebih 22,8% (Kemenkes, 2017). Adapun hasil penelitian “Survei Status Gizi
Atlet PPLOP” yang hasilnya mengatakan bahwa 5% dengan asupan energi kurang, 5%
dengan hasil gemuk dan 7% kurus (Baitul, 2017). Status Gizi orang dewasa juga bisa
dihitung dengan penilaian (IMT),dengan cara IMT hasil bagi dari berat badan dalam bentuk
kilogram dan tinggi badan dalam meter kuadrat.
Adapun yang telah meneliti dengan judul penelitian hubungan pola makan dan status
gizi dengan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan antara pola makan dan status gizi
dengan tingkat kebugaran, dengan pesan penelitian atlet yang mempunyai kebugaran yan
kurang agar ditingkatkan dengan menjaga pola makna dan status gizi (Rahman, 2019).
Adapula hasil penelitian dari “pola konsumsi dan status gizi” menjelaskan bahwa gambaran
pola makan mulai dari jenis makanan sumber karbohidrat bagi atlet sangat diperlukan untuk
menghasilkan energi yang mencukupi yang bertujuan untuk mengisi glikogen otot dan hati
yang sudah dipakai pada kontaksi otot, atlet yang simpanan glikogennya sedikit akan mudah
kelelahan (Jumria, 2011).
Pola makan merupakan berbagai macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi
setiap hari, pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan. Adapula
hasil penelitian terhadap atlet PSM Makassar sebanyak 45% atlet dengan pola konsumsi
kurang dan untuk asupan karbohidrat 100% responden termasuk kategori kurang,asupan
Vitamin A 100% atlet masuk kategori kurang,dalam pemenuhan mineral khususnya zat besi
100% atlet masuk kategori kurang, dan untuk asupan kalsium 13,6% kurang (Taufiq, 2003).
Studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu pusat kebugaran di Sumedang
yang lebih tepatnya di Fitness Dano dimana terdapat peserta fitnes dengan dominan pria tetapi
ada pula beberapa wanita dengan umur yang berfariasi yaitu lebih dari 20 tahun yang
berprofesi sebagai mahasiswa dan pekerja dengan peserta fitnes yang rutin berkunjung 100
orang/bulannya dan 50 orang/ harinya dengan kurang lebih terdapat 10 orang wanita/
minggunya, disana peneliti menilai status gizi pada 10 orang laki-laki dengan hasil yang
berstatus gizi lebih 2 orang dan dengan alasan masuk ingin menurunkan berat badan. Oleh
karena itu peneliti lebih tertarik kepada peserta fitnes yang memiliki status gizi lebih dimana
peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran pengalaman pola makan pada peserta fitness
center yang mengalami status gizi lebih.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “bagaimana gambaran pengalaman pola makan pada peserta fitness
center yang mengalami status gizi lebih?”

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengenai gambaran pengalaman pola
makan pada peserta fitness center yang mengalami status gizi lebih.

1.4 Manfaat Studi


1.4 1 Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui bahwa pola makan, dan status gizi itu bisa
menjadi data tolak ukur agar selalu menjaga pola hidup sehat untuk selalu berolahraga.
1.4 2 Manfaat Pengembangan
Hasil Penelitian bisa dijadikan sebagai bahan baca orang-orang agar termotivasi untuk
berolah raga dan hidup sehat.

Anda mungkin juga menyukai