Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi ialah sebuah penyakit yang diindikasi bersama meningkatnya tekanan darah arteri
lebih dari normal. Tekanan darah sistolik lebih dari 130 mmHg dan Diastolik lebih dari 90
mmHg merupakan batas normal tekanan darah (Junaidi, 2010). Hipertensi sering disebut
sebagai the silent killer karena seseorang yang mengidap penyakit hipertensi yang bahkan
sudah bertahun-tahun sering kali tidak menyadarinya sampai terjadi komplikasi seperti
kerusakan organ vital yang cukup berat yang bisa mengakibatkan kematian. Sejumlah 70%
penderita hipertensi tak sadar bila tengah terkena hipertensi sampai mereka memeriksakan
tekanan darahnya ke pelayanan kesehatan. Sebagian lagi menderita tanda serta gejala yakni
pusing, kencang di tengkuk, dan sering berdebar-debar (Adib, 2009). Menurut WHO
hipertensi dibagi menjadi tiga klasifikasi ada hipertensi ringan dengan sistolik 140-159
mmHg serta diastolik 90-99 mmHg, hipertensi sedang dengan sistolik 160-179 mmHg serta
diastolik 100-109 mmHg, hipertensi berat dengan sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik
lebih dari 110 mmHg.
Pola hidup ialah visualisasi dari aksi orang yang didorong kemauan serta ketertarikan,
dan mengenai pikiran individu saat melaksanakannya serta berinteraksi bersama
lingkungannya (Ahira, 2010). Para pakar kesehatan berargumen bahwa terbentuknya pola
hidup yang sehat hendak bergantung dari gaya atau pola hidup yang dilaksanakan individu.
Pola hidup orang, yang ditandai bersama perbuatan orang, hendak berdampak di kesehatan
orang serta seterusnya pada kesehatan. Pola hidup serta pola makan modern yang kini
dilaksanakan ternyata amat berpotensi rawan menghambat kesehatan serta memunculkan
penyakit (Irwansyah, 2010). Lazimnya untuk lansia dalam pola makannya masih keliru.
Kebanyakan lansia masih menyenangi makanan yang asin serta gurih, utamanya makanan
cepat saji yang berlimpah memuat lemak jenuh dan garam tingkat tinggi. Mereka yang suka
makan makanan asin serta gurih berkesempatan besar menderita hipertensi. Muatan natrium
di garam yang berlebihan mampu menopang air urine hingga menaikkan kuantitas volume
darah. Dampaknya jantung wajib bekerja keras mengalirkan darah serta tekanan darah jadi
meningkat. Hingga dapat memunculkan hipertensi (Yekti, 2010).

1
Pola makan yang dianjurkan pada penderita hipertensi adalah pola makan yang mengikuti anjuran diet hipertensi. Namun masih ada

lansia penderita hipertensi yang tidak dapat mematuhi anjuran dietnya. Seperti capaian studi Agrina, Rini, dan Hairitama
(2011) menunjukkan umumnya lansia tak taat terhadap anjuran diet hipertensi . Itu mampu diakibatkan oleh ilmu
ataupun perilaku penderita hipertensi itu sendiri. Faktor perilaku negatif yang kerap timbul
disebabkan kebosanan dan tak terbiasanya penderita hipertensi guna melaksanakan diet
hipertensi, yang dikarenakan budaya responden itu sendiri.
Seperti telah disebutkan bahwa istirahat atau tidur ialah satu diantara faktor yang
berdampak pada peristiwa hipertensi. Begitu pula pada lansia yang sering mengalami
gangguan kulitas tidur dapat berpengaruh pada macam penyakit yang diderita lansia yakni
hipertensi. Bobot tidur yang buruk berdampak besar pada meningkatnya tekanan darah
hingga lansia mampu menderita hipertensi selaku dorongan munculnya macam penyakit
(Amanda, 2015). Bobot tidur yang tak baik hendak menggampangkan lansia menderita
kekambuhan penyakit hipertensi, hal itu disebabkan bobot tidur yang buruk hendak
berpengaruh di turunnya antibodi lansia bersama gejala lemas serta gampang lelah hingga
ketika lansia memperoleh persoalan hidup hendak mengakibatkan lansia langsung ketika
kondisi tak berdaya atau menderita peristiwa hipertensi (Putri, 2014). Waktu yang optimal
untuk awal tidur ialah jam 10 malam, selain ampuh guna menghimpun kembali energi serta
tenaga tidur mulai jam 10 malam amat baik pula untuk vitalitas tubuh, serta menaikkan mood
positif di pagi hari. Keperluan tidur individu berbeda sesuai golongan usia, untuk usia 18-40
tahun keperluan tidur ialah 8 jam perhari, untuk usia 41-60 tahun keperluan tidur ialah 7 jam
perhari, serta untuk 60 tahun ke atas keperluan tidur ialah 6 jam perhari (Roshifanni, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyorini, 2014 kurang tidur sebagai faktor risiko
hipertensi pada lansia. Lama tidur yang amat ringkas mampu mengakibatkan hambatan
metabolisme serta endokrin, yang mampu berpartisipasi mengakibatkan hambatan
kardiovaskuler. Tekanan darah normal turun saat tengah tidur. Kondisi ini berlangsung sebab
turunnya aksi simpatis ketika tidur. Jika tidur menderita gangguan, hingga tak berlangsung
turunnya tekanan ketika tidur hingga menaikkan risiko berlangsungnya hipertensi (Setiyorini,
2014). Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi hipertensi adalah kepatuhan minum obat
dan olahraga (Ramadani, 2015). Pasien yang mengalami hipertensi diidentifikasi
berlandaskan ketaatan minum obat antihipertensi, terdapatnya fungsi aktif pasien serta
kemauannya untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter selaras bersama skedul yang
ditetapkan dan gaya hidup sehat (Dewi, 2011). Kepatuhan ialah istilah yang dipakai guna
memvisualisasikan aksi pasien saat meminum obat secara benar mengenai dosis, frekuensi
serta waktunya, kiat utama saat meminum obat : minum obat di waktu yang sama tiap hari,

2
wajib terdapat obat dimana penderita berada, bawa obat kemanapun pergi (Ardhiyanti, 2015).
Studi dilaksanakan Ekarini (2011) menjelaskan sokongan tenaga kesehatan amat dibutuhkan
untuk menyuluhkan utamanya melaksanakan pengobatan yang rutin untuk pasien hipertensi.
Olahraga bersama gerakan tertentu yang mengaitkan otot tubuh hendak memperkokoh
daya otot, peran persendian, membuat pembuluh darah tetap elastis serta terbuka. Hingga
berolahraga sangat berpengaruh terhadap tekanan darah tinggi (Malara, 2014). Olahraga
yakni senam hipertensi dapat mendorong jantung hingga optimal, dimana olahraga dapat
menaikkan denyut jantung dan akan menurunkan aktivitas pernafasan dan setelah itu akan
menyababkan curah jantung menurun sehingga terjadi turunnya tekanan darah (Anwari,
2015). Keterkaitan senam hipertensi pada pengendalian tekanan darah lansia sebagaimana
dikonklusikan di studi Wahyuni (2015) menunjukan berlangsungnya perbaikan tekanan
darah di lansia tetapi tak menggapai taraf signifikan yang dikehendaki. Olahraga dapat
menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik di umur lanjut yang sehat serta juga
yang mempunyai tekanan darah tinggi. Olahraga dengan intensitas sedang yang dilaksanakan
3 kali sepekan sepanjang 15-60 menit ialah terapi untuk hipertensi ringan serta sedang
(Anwari, 2015). Hasil studi Kusumaratna (2008) menunjukan bahwa lanjut usia yang
mempunyai aktivitas fisik yang tinggi, mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.
Sedangkan gambaran kualitas hidup lansia di Indonesia rendah.
Menurut WHO di dunia sekitar 972 juta orang mengidap penyakit hipertensi, jumlah ini
kemungkinan hendak naik di 2025. Dari 972 juta menderita hipertensi, 333 juta di negara
maju serta 639 juta selebihnya di negara berkembang mencakup Indonesia (Yonata, 2016).
Menurut riskesdas 2018 penyakit hipertensi di umur lanjut dengan prevelensi 55,2% di umur
55-64 tahun, 63,2% di umur 65-74 tahun, serta 69,5% di umur lebih dari 75 tahun. Menurut
riskesdas prevelensi hipertensi berdasarkan diagnosa dokter atau minum obat antihipertensi
pada penduduk di atas usia 18 tahun ada 8,8%. Kemudian dari data tersebut, terdapat 54,4%
yang teratur minum obat, 32,3% tak teratur minum obat serta 13,3% tak minum obat. Adapun
alasan tak teratur minum obat serta tak minum obat kebanyakan karena sudah merasa sudah
sehat (Kemenkes, 2018). Menurut Dinas Kesehatan Sumedang data kunjungan penyakit
hipertensi di puskesmas kabupaten sumedang tahun 2018 teruntuk wilayah kecamatan Paseh
sebanyak 6.387 orang (Dinkes Sumedang, 2018). Berdasarkan data kunjungan pasien lansia
yang menderita hipertensi terjadi peningkatan dalam 3 bulan terakhir di Puskesmas Bongkok.
Pada bulan Februari 2020 jumlah kunjungan penderita hipertensi yang memeriksakan
hipertensinya ke puskesmas pada lansia sebanyak 6 orang, Maret 2020 sejumlah 13 orang, di
April 2020 sejumlah 14 orang, dan pada Mei 2020 sejumlah 12 orang (Puskesmas Bongkok,
3
2020). Capaian riset sebelumnya yang sudah dilaksanakan di sebuah desa yaitu desa
Bongkok terdapat lansia dengan hipertensi disana peneliti memeriksa tekanan darahnya.
Berlandaskan pemaparan tersebut hingga penulis berminat guna mengkaji gambaran pola
hidup lansia dengan hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah


Semakin bertambah usia sesorang akan mengalami perubahan terutama pada pola hidup
lansia dengan hipertensi. pada lansia juga terdapat beberapa macam penyakit seperti Stroke,
Jantung, Gagal Jantung, Gagal Jantung termasuk juga Hipertensi. di Puskesmas Bongkok
terdapat banyak lansia yang yang menderita hipertensi. Berdasarkan data kunjungan pasien
lansia yang menderita hipertensi terjadi peningkatan dalam 3 bulan terakhir di puskesmas
Bongkok Pada bulan Februari 2020 jumlah kunjungan penderita hipertensi yang
memeriksakan hipertensinya ke puskesmas pada lansia sebanyak 6 orang, Maret 2020
sejumlah 13 orang, di April 2020 sejumlah 14 orang, dan pada Mei 2020 sebanyak 12 orang
Dengan ini peneliti bertujuan untuk mengetahui “ Bagaimana Gambaran pola hidup lansia
dengan hipertensi”

1.3 Tujuan Riset


Melakukan eksplorasi tentang gambaran pola hidup lansia dengan hipertensi. Eksplorasi
ini berfokus pada pola makan, pola tidur, olahraga, dan kepatuhan minum obat

1.4 Manfaat Studi


1.4.1 Manfaat Praktis
1. Kegunaan studi bagi peneliti ialah menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan studi mengenai gambaran pola hidup lansia dengan hipertensi.
2. Manfaat untuk petugas kesehatan di Puskesmas Bongkok sumber informasi mengenai
gambaran pola hidup lansia dengan hipertensi.

1.4.2 Manfaat Pengembangan


Kegunaan untuk peneliti lain sebagai data dasar mengenai gambaran pola hidup lansia
dengan hipertensi.

4
5

Anda mungkin juga menyukai