Anda di halaman 1dari 3

Faniatus Salma

315190048 /

TUGAS PERKULIAHAN SESI 7

Sebagian pasangan suami istri (pasutri) merekam video hubungan intim mereka baik dalam
proses pemanasan maupun dalam intinya. Ada yang beralasan itu dalam rangka
membangkitkan semangat dan syahwat. Ada yang hanya ‘iseng’dan adapula yang mengatakan
itu untuk keperluan dokumentasi. Sebagian orang berdalih bahwa ada orang yang dianggap
berilmu yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu.

A. Bagaimana pandangan anda hukum permasalahan di atas? Berikan alasan anda !

= Masalah ini kini sedang ramai menjadi pembicaraan kaum Muslim, dan bala’ dari perbuatan
tersebut telah menimpa mereka, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Karena itu, wajib
dijelaskan hukumnya menurut syariah Islam.
Islam telah menetapkan bahwa hubungan badan hanya boleh dilakukan antara seorang laki-laki
dengan isteri dan budaknya (lihat QS al-Muminun [24]: 5-7). Selain itu, syara’ juga telah
menetapkan batas-batas aurat yang harus dijaga kecuali di antara mereka. Bagi suami-istri,
masing-masing diperbolehkan melihat seluruh bagian tubuh pasangannya. Bahz ibn Hakîm telah
meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya, kakeknya berkata:
َ َ ِ ‫كإال َّ من زوجت‬ ْ
َ‫مينُك‬ ْ َ ‫ملَك‬
ِ َ‫ت ي‬ َ ‫ما‬
َ ْ ‫ك أو‬ ْ ‫حف‬
َ ْ َ ْ ِ ِ َ َ ‫َظ ع َوْ َرت‬ َ ‫ما نَذ َُر قَا‬
ْ ‫ل« ا‬ َ َ‫منْهَا و‬ َ ‫ل اللَّهِ ع َوْ َراتُنَا‬
ِ ‫ما نَأتِى‬ َ ‫سو‬ ُ ْ ‫قُل‬
ُ ‫ت يَا َر‬
»

“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah  SAW, manakah bagian
aurat kami yang harus kami tutupi dan mana yang boleh kami biarkan?” lalu Rasulullah SAW
bersabda kepadaku, “Jagalah auratmu, kecuali dari istrimu atau hamba sahaya
perempuanmu.” (HR Abu Dawud).
Mesikupun demikian, Islam mengharamkan menceritakan aurat pasangannya dan perihal
hubungan badan itu kepada orang lain. Dalam Hadits riwayat Muslim, Nabi saw bersabda:

َ ‫ل يفْضي إلَى ا‬ َ ‫« إن م‬
»‫س َّرهَا‬ َّ ُ ‫ضي إِلَيْهِ ث‬
ِ ‫م يَنْشُ ُر‬ ِ ْ‫م َرأتِهِ وَتُف‬
ْ ِ ِ ُ َ ‫ج‬ ُ ‫الر‬ َ ‫م الْقِيَا‬
َّ ِ‫مة‬ ً َ ‫منْزِل‬
َ ْ‫ة يَو‬ َ ِ‫عنْد َ اللَّه‬ ِ َّ ‫ن أشَ ِّر الن‬
ِ ‫اس‬ ْ ِ َّ ِ

Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah
seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami
menyebarkan rahasia istrinya (HR Muslim dari Abi Said al-Khudri).[1]
Keharaman menceritakan tersebut termasuk keharaman suami yang mempunyai dua istri atau
lebih, yakni hubungan badan suami-istri dengan istri satu disampaikan kepada istri yang lain.

Berdasarkan nas-nas di atas, maka keharaman hukum menceritakan tersebut termasuk


keharaman merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa ditonton orang lain. Dengan
keras Nabi saw. menggambarkan mereka seperti setan:
‫ه‬
ُ َ ‫جت‬
َ ‫حا‬
َ ‫منْهَا‬
ِ ‫ضى‬ ِّ ‫ت شَ يْطَانًا فِي ال‬
َ َ‫سكَّةِ فَق‬ ْ َ ‫ل شَ يْطَانَةٍ لَقِي‬
ُ َ ‫مث‬ َ ِ ‫ل ذَل‬
َ ‫ك‬ ُ َ ‫مث‬
َ ‫ما‬
َ َّ ‫ل إِن‬ َ ِ ‫ل ذَل‬
َ ‫ك فَقَا‬ ُ َ ‫مث‬
َ ‫ما‬َ ‫ن‬ ْ َ‫« ه‬
َ ‫ل تَد ْ ُرو‬
َ
»ِ‫ن إِليْه‬ ُ
َ ‫س يَنْظ ُرو‬ ُ ‫وَالنَّا‬
Faniatus Salma
315190048 /

“Tahukah apa permisalan seperti itu?” Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya permisalan
hal tersebut adalah seperti setan wanita yang bertemu dengan setan laki-laki di sebuah gang,
kemudian setan laki-laki tersebut menunaikan hajatnya (bersetubuh) dengan setan perempuan,
sementara orang-orang melihat kepadanya.” (HR Abu Dawud).[2]
Adapun merekam adegan hubungan badan seperti itu untuk keperluan sendiri, termasuk
perbuatan sia-sia dan tidak ada gunanya, yang sebaiknya ditinggalkan:

]‫ماال َ يَعْنِيهِ» [رواه ابن ماجه‬


َ ‫ه‬ َ ْ ‫سالَم ِ ال‬
ُ ُ ‫م ْرءِ ت َ ْرك‬ ْ ِ ‫نإ‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ح‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫م‬
ِ

“Tanda dari baiknya keIslaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat
baginya.” (Hr Ibn Majah)[1]
Lebih dari itu, jika hasil rekaman tersebut lalu disimpan, maka dapat menjadi wasilah yang
mengantarkan kepada perbuatan haram. Sebab, siapa yang dapat menjamin rekaman itu tidak
jatuh kepada orang lain? Dalam hal ini, dapat diterapkan kaidah syara’:

‫ة‬
ٌ ‫م‬
َ ‫ح َّر‬
َ ‫م‬ َ ْ ‫ة إِلَىال‬
ُ ِ ‫ح َرام‬ ُ َ ‫سيْل‬
ِ َ‫اَلْو‬

“Sarana yang bisa mengantarkan kepada keharaman, maka hukumnya jelas-jelas


diharamkan.”
Adapun hukum memberitakan dan memperbincangkan peristiwa seperti ini juga diharamkan,
karena termasuk menyebarkan perbuatan maksiat. Nabi saw. dengan tegas menyatakan:

َ ُ ُّ ُ ‫« ك‬
َ ْ ‫ح وَقَد‬
ُ ‫ست َ َره‬ َ ِ ‫صب‬
ْ ُ‫م ي‬َّ ُ ‫مال ً ث‬
َ َ ‫لع‬ِ ْ ‫ل بِاللَّي‬ُ ‫ج‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫ل‬ َ ‫م‬ َ ْ‫ن يَع‬
ْ ‫جاهَ َرةِ أ‬ ُ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ َ ‫م‬ِ ‫ن‬ َّ ِ ‫ين وَإ‬
َ ِ‫جاهِر‬ ُ ْ ‫معَافًى إِال َّ ال‬
َ ‫م‬ ُ ‫متِي‬ َّ ‫ل أ‬
ُ ْ ‫ست ْ َر اللَّهِ عَن‬
»‫ه‬ ِ ‫ف‬ ُ ‫ش‬ ِ ْ ‫ح يَك‬ُ ِ ‫صب‬ْ ُ ‫ه وَي‬ُ ُّ ‫ست ُ ُره ُ َرب‬ َ َ ‫ة كَذ َا وَكَذ َا وَقَد ْ ب‬
ْ َ ‫اتي‬ َ ‫ح‬ َ ِ‫ت الْبَار‬
ُ ْ ‫مل‬
ِ َ‫ن ع‬ َ ‫ه ع َلَيْهِ فَيَقُو‬
ُ َ ‫ل يَا فُال‬ ُ َّ ‫الل‬

Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampak-nampakkannya dan


sesungguhnya di antara bentuk menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang
melakukan perbuatan pada waktu malam, sementara Allah telah menutupinya, kemudian pada
waktu pagi dia berkata, “Wahai fulan, semalam aku telah melakukan ini dan itu.” Padahal pada
malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan
(dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah
ditutupi oleh Allah (Muttafaq ‘alayh).[3]
Karena itu, hendaknya seorang Muslim menjaga lisannya dari membicarakan perbuatan
maksiat orang-orang seperti mereka (mujahirin), bukan untuk menutup aib mereka, tetapi agar
tidak terlibat dalam menyebarkan perbuatan keji maksiat mereka di tengah-tengah orang
Mukmin. Juga termasuk menjaga lisan dan pikiran dari perkara-perkara yang sia-sia, kecuali
untuk menjelaskan hukumnya, agar umat tidak melakukan kemaksiatan serupa.
Karena seluruh perbuatan di atas diharamkan, maka men-download, mengkopi dan
menyebarkannya–meski yang disebarkan adalah madaniyyah (produk materi/bukan
pemikiran), tetapi karena madaniyyah ini terkait dengan hadharah kapitalis , dan isinya
diharamkan oleh Islam–jelas hukumnya haram
Faniatus Salma
315190048 /

B. Apakah boleh mengatakan bahwa orang-orang syi’ah sebagai anak-anak hasil zina atau
anak-anak hasil nikah mut’ah ?, apakah dibolehkan mengatakan bahwa wanita syi’ah sebagai
wanita pezina? Berikan jawaban anda secara analisis dengan merujuk kepada dalil Aqli dan dalil
Naqli

= Dalil aqli dan naqli ini adalah argument yang bisa menguatkan keyakinan manusia mengenai
Allah SWT. Dalil tersebut asalnya bisa langsung dari logika manusia atau pun dari kitab suci Al-
Qur’an.

Pembahasan

Dalil AQLI merupakan dalil yang berasal dari akal pikiran manusia. Akal pikiran tersebut yang
menuntun manusia dalam memahami keberadaan Allah SWT.

Dalil NAQLI merupakan dalil yang berasal dari kitab suci Al-Qur’an dan juga Al-Hadist. Dalil naqli
ini disebut juga dengan nash atau dalil syar’i.

Dalil naqli dan dalil aqli ini saling melengkapi. Namun harus digaris bawahi bahwa nalil naqli
harus senantiasa didahulukan dari dalil aqli

Mengatakan secara Aqli dan Naqli anak yang menikah mutaah tidak dan anak/permpuas syiah
tidak dapat dikatakan sebagai orang kafir karna tetap boleh berhaji dan juga dalam hadist tidak
ada hokum seperti itu

Anda mungkin juga menyukai