Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan agenda pemerintah mewujudkan
Indonesia Sehat, Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari
Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program
Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera.
Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan
Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN 2015-
2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal
dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6)
meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Tingginya angka kematian ibu dan kematian bayi menunjukkan masih
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Demikian juga dengan tingginya
angka kesakitan yang akhirakhir ini ditandai dengan munculnya kembali
berbagai macam penyakit lama, seperti malaria dan tuberculosis paru,
merebaknya berbagai penyakit baru yang bersifat pandemic seperti
HIV/AIDS, SARS dan Flu Burung, serta belum hilangnya penyakit-penyakit
endemis seperti diare dan demam berdarah.
BAB ISI
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa yang
dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain bagi kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas – batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pada awalnya istilah siaga digunakan hanya untuk program Kesehatan Ibu dan
Anak dengan singkatan siap antar jaga dalam upaya penurunan angka kematian
ibu dan bayi di pedesaan. Menurut Pramudho (2009) desa siap antar jaga terdiri
dari Warga Siaga dan Bidan Siaga, dalam mewujudkan bank darah desa atau
kelompok donor darah, angkutan bersalin (ambulan desa), Tabulin (tabungan ibu
bersalin) dan Dasolin (dana sosial bersalin). Keterlibatan semua komponen
masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat desa, tenaga kesehatan,
pimpinan legislatif, sektor swasta sangat dominan dalam mewujudkan Desa Siaga
tersebut.
Tujuan Desa Siaga
1. Tujuan Umum
Tujuan umum Desa Siaga yaitu terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya (Depkes RI,
2006).
2. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan.
b. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap
risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,
wabah, kegawadaruratan dan sebagainya)
c. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan
kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang
kesehatan. 
3. Ciri-Ciri Desa Siaga
a. Minimal Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan
dasar ( dengan sumberdaya minimal 1 tenaga kesehatan dan sarana fisik
bangunan, perlengkapan & peralatan alat komunikasi ke masyarakat & ke
puskesmas )
b. Memiliki sistem gawat darurat berbasis masyarakat
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat 
4. Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan desa siaga adalah mempermudah strategi intervensi,
sasaran ini dibedakan menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
a. Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan
kesehatan di wilayah desanya
b. Pihak- pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat termasuk tokoh
agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader serta petugas kesehatan
c. Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan memberi dukungan
kebijakan, peraturan perundang –undangan, dana, tenaga, sasaran, dll,
seperti kepala desa, camat, pejabat terkait, LSM, swasta, donatur, dan
pemilik kepentingan lainnya.
5. Kriteria Pengembangan
Dalam pengembangan desa siaga akan meningkat dengan membagi menjadi
empat kriteria.
a. Tahap bina. Tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif, tetapi
telah ada forum atau lembaga masyaratak desa yang telah berfungsi dalam
bentuk apa saja misalnya kelompok rembuk desa, kelompok pengajian,
atau kelompok persekutuan do’a.
b. Tahap tambah. Pada tahap ini, forum masyarakat desa talah aktif dan
anggota forum mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat ,
selain posyandu. Demikian juga dengan polindes dan posyandu sedikitnya
sudah oada tahap madya.
c. Tahap kembang. Pada tahap ini, forum kesehatan masyarakat telah
berperan secara aktif,dan mampu mengembangkan UKBMsesuai
kebutuhan dengan biaya berbasis masyarakat.Jika selama ini pembiyaan
kesehatan oleh masyarakat sempat terhenti karena kurangnya pemahaman
terhadap sistem jaminan,masyarakat didorong lagi untuk mengembangkan
sistem serupa dimulai dari sistem yang sederhana dan di butuhkan oleh
masyarakat misalnya tabulin.
d. Tahap Paripurna,tahap ini,semua indikator dalam kriteria dengan siaga
sudah terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan seha tserta
berperilaku hidup bersih dan sehat. 
6. Keberhasilan Program
Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4
kelompok indikator, yaitu : indikatorinput,
proses, output danoutcome (Depkes, 2009).
a. Indikator Input
1) Jumlah kader desa siaga.
2) Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.
3) Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.
4) Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.
5) Tersedianya dana operasional desa siaga.
6) Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.
7) Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan
yang dijumpai dalam warna yang sesuai.
8) Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita
gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).
b. Indikator proses
1) Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan
sebagainya).
2) Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.
3) Berfungsi/tidaknya poskesdes.
4) Berfungsi/tidaknya UKBM/posyandu yang ada.
5) Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah
kesehatan berbasis masyarakat.
6) Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
7) Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari
masyarakat.
c. Indikator Output
1) Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani.
2) Jumlah kunjungan neonates (KN2).
3) Jumlah BBLR yang dirujuk.
4) Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani.
5) Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat M P-AS I.
6) Jumlah balita yang mendapat imunisasi.
7) Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam.
8) Jumlah keluarga yang punya jamban.
9) Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.
10) Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.
11) Adanya data kesehatan lingkungan.
12) Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu
yang menjadi masalah setempat.
13) Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.
d. Indikator outcome
1) Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.
2) Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.
3) Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.
4) Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.
Dijelaskan oleh Pramudho (2009) sejak bulan Mei 2006, telah ditetapkan bahwa
istilah Desa Siaga (desa siap antar jaga) diganti dengan istilah P4K (Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi). Perubahan ini dilakukan
untuk mencegah kebingungan masyarakat dan rancunya istilah Desa Siaga.
Ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI dengan nomor:
564/Menkes/SK/VIII/2006 pada tanggal 2 Agustus 2006

Pemberdayaan Masyarakat Menurut Sulistiyani (2004) bahwa secara etimologis


pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan.
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang
atau belum berdaya. Shardlow (1998) dalam Adi (2008) pengertian pemberdayaan, pada
intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow
menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai sesuatu gagasan tidaklah jauh berbeda
dengan gagasan Biestek (1961) dalam Notoatmodjo (2005) yang dikenal di bidang
pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dengan nama ‘SelfDetermination’. Prinsip ini pada
intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam
kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien
mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya. Jamasy
(2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggung jawab utama dalam program
pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau
memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari
aspek fi sik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerja sama, kekuatan intelektual dan
komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan
berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara
untuk meraihnya adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen
masyarakat dalam tahapan program pembangunan. Setiap komponen masyarakat selalu
memiliki kemampuan atau berpotensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di
antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja sama untuk dapat berdaya dan
mandiri. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya
untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu
dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifi kasi, menganalisis, menetapkan
kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif
pemecahnya dengan mengoptimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki secara
mandiri. Tujuan pemberdayaan menurut Sulistiyani (2004) adalah terbentuknya individu
dan masyarakat mandiri.

Anda mungkin juga menyukai