2. Anggita Septian (01.2.16.00523) 3. Bagas Nofan Imandi (01.2.16.00525) 4. Crismonando Setya (01.2.16.00527) 5. David Bayu Kristanto (01.2.16.00529) 6. Diah Ayu Wilujeng (01.2.16.00531) 7. Dianita Anggraini (01.2.16.00533) 8. Dwi Chirmon Petter (01.2.16.00535) 9. Endro Naffantiyanto Akas (01.2.16.00537) 10. Febinda Dwi Arimbi (01.2.16.00539) 11. Inas Istiqal Sary Nabilah (01.2.16.00541) 12. Kezia (01.2.16.00543) 13. Lolita Fabiola Rohani (01.2.16.00546) 14. Milkha Oktariyanti (01.2.16.00548) 15. Muhamad Reka Yusmara (01.2.16.00550) 16. Novita Purwiningsih (01.2.16.00552) 17. Ony Nindya Naluri (01.2.16.00554) 18. Septi Arum Pradana (01.2.16.00558) 19. Tigo Charismayana (01.2.16.00560) 20. Weka Ermakda S (01.2.16.00562) 21. Yedija Dwika Agnestika Elgracesia (01.2.16.00564) 22. Yesika Margiana (01.2.16.00566) 23. Yunica Christanti Jatmiko (01.2.16.00569) 1. Faktor polistandart kompetensi Polistandart kompetensi adalah suatu ukuran atau patokan tentang penegtahuan, keterampilan dan sikap kerja yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan tujuan kerja yang dipersyaratkan. a. Pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan suatu tugas (ketidakmampuan) b. Ketidakmampuan mentrasnfer dan menerapkan kemampuan c. Ketidakmampuan pengetahuan sitasi dan lingkungan yang berbeda Bila polistandart kompetensi tidak terpenuhi atau menjadi faktor penyebab korupsi akan menyebabkan banyak kerugian. a. Kurang adanya keteladanan b. Tidak adanya kemampuan c. Kurang memadainya sistem akuntabilitas d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen e. Lemahnya pengawasan 2. Dampak polistandart kompetensi dan demokrasi Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi, karena korupsi yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, petinggi legislatif maupun petinggi partai politik. 1. Munculnya kepemimpinan yang korupsi Konsituen didapatkan dan berjalan karena adanya suap yang diberikan oleh calon- calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap kemampuan dan kepemimpinannya. Contohnya : adanya suap kepada masyarakat dari calon- calon pemimpin partai saat pesta demokrasi. Masyarakat seolah-olah dituntun untuk memilih pemimpin yang korup, masyarakat hanya diberi impi dan janji- janji akan sejahtera. 2. Menguatnya plutokrasi (sistem politik yang dikuasai pemilik modal/kapitalis Korupsi yang menyandera pemerintahan akan menghasilkan konsekuensi menguatkan plutokrasi , faktanya, perusahaan-perusahaan besar punya hubungan dengan partai-partai yang ada di kancah perpolitikan negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar menjadi ketua partai politik. Seringkali kepentingan partai bercampur dengan kepentingan perusahaan 3. Hancurnya kedaulatan rakyat Seharunya kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat. Namun yang terjadi sekarang ini adalah kedaulatan ada di tangan partai politik, karena anggapan bahwa partailaih bentuk representasi rakyat. Partai adalah dari rakyat dan mewakili rakyar sehingga banyak orang menganggap bahwa wajar apabila sesuatu yang didapat dari negara dinikmati oleh partai. 4. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap demokrasi Terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi partai politik, mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan politik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.