Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pneumonia Balita

1. Definisi Pneumonia Balita

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang

disebabkan oleh mikoorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit

namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena

paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru

disebabkan oleh selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering

disebut sebagai pneumonistis.13

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru.

Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan

sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll).14

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroosganisme seperti

virus, jamur dan bakteri.15

2. Pneumonia Balita

Anak Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Anak Balita

adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular

dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun atau biasa digunakan

perhitungan bulan yaitu usia 12–59 bulan.16

13
Djojodibroto, 2014. Respirologi: respiratory medicine. jakarta: EGC.
14
Said M, 2015, Buku Ajar Respirologi Anak, 1th Ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
15
Kemenkes, RI, 2018, Tatalaksana Pneumonia Balita di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
16
DEPKES RI, 2015, Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia, Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI

9
10

Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia,

dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare.

Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi

subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki, dan sianosis.17

3. Klasifikas Pneumonia

Berdasarkan Kemenkes, RI. tahun 2018 tentang Tatalaksana

Pneumonia Balita di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.

Diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya penyakit pneumonia 18

a. Anak umur < 2 bulan

1) Batuk Bukan Pneumonia

Seorang bayi berumur <2 bulan diklasifikasikan menderita batuk

bukan pneumonia apabila dari pemeriksaan: Tidak ada TDDK kuat

dan tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari 60x/menit

2) Pneumonia Berat

Seorang bayi berumur <2 bulan menderita penyakit sangat berat

apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu

kurang mau minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar

dibangunkan, stidor pada waktu anak tenang, wheezing, demam

atau terlalu dingin. Ditandai dengan tidak ada tarikan dinding dada

bagian bawah kedalam (TDDK) yang kuat dan adanya napas cepat

60x/menit atau lebih. Semua pneumonia pada bayi berumur kurang

dari 2 bulan diklasifikasikan sebagai pneumonia berat, tidak boleh

diobati di rumah, harus dirujuk ke rumah sakit.

17
Said M, 2015.
18
Kemenkes, RI, 2018 ;15
11

b. Anak umur 2 bulan sampai < 5 tahun

1) Batuk Bukan Pneumonia

Seorang anak berumur 2 bulan sampai <5 tahun diklasifikasikan

menderita batuk bukan pneumonia apabila dari pemeriksaan:

a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK).

b) Tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50x/menit

untuk anak umur 2 bulan sampai <12 bulan dan kurang dari

40x/menit pada umur 12 bulan - <5 tahun. Sebagian besar

penderita batuk pilek tidak disertai tanda-tanda pneumonia

(TDDK dan nafas cepat). Hal ini berarti anak hanya menderita

batuk-pilek dan diklasifikasikan sebagai batuk bukan

pneumonia

2) Batuk Dengan Pneumonia

Sebagian besar anak yang menderita pneumonia tidak akan

menderita pneumonia berat kalau cepat diberi pengobatan. Seorang

anak berumur < 2 bulan - < 5 tahun diklasifikasikan menderita

batuk dengan pneumonia apabila:

a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

b) Adanya nafas cepat, dengan frekuensi nafas 60x/menit pada bayi

berumur <2 bulan, 50 x / menit atau lebih pada anak umur 2-12

bulan dan 40x/menit atau lebih pada umur 12 bulan -<5 tahun.

3) Batuk Dengan Pneumonia Berat

Seorang anak berumur 2 bulan sampai <5 tahun diklasifikasikan

menderita batuk dengan pneumonia berat apabila terdapat tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK). Jika anak

diklasifikasikan menderita pneumonia berat harus dirujuk segera


12

kerumah sakit.

4. Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan utama dan

menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di

negara berkembang. Penyakit ini juga merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia pada

anak berusia <5 tahun adalah 10–20 kasus/100 anak/ tahun di negara

berkembang dan 2-4 kasus/anak/tahun di negara maju.19

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan

utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun .

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih

kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara.20

5. Etiologi Pneumonia

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada

perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum

etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum

mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan

anak yang lebih besar. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,

pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptoccus pneumoniae,

Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus. Secara klinis,

umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.

Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya

tidak dapat menentukan etiologi.21


19
Callistania, Indrawati, 2014, Kapita Selekta Kedokteran, 4th Ed, Jakarta: Media Aesculapius.
20
Said M, 2015.
21
Said M, 2015.
13

6. Etiologi Berdasarkan Tempat Terjadinya Pneumonia

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk

pneumonia, yaitu: pneumonia-komunitas (Community-Acquired

Pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan pneumonia

nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia), bila infeksi terjadi di rumah

sakit. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk

pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,

penyakit dasar atau penyakit penyerta dan prognosisnya.22

7. Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer

melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan

yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan

sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi

serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya

kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan

leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium

ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag

meninkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman

dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem

bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.23

8. Gejala
22
Said M, 2015.
23
Said M, 2015.
14

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara

ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian

kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi

sehingga memerlukan perawatan di RS. Gambaran klinis pneumonia pada

bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara

umum adalah sebagai berikut : 24

a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah

atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,

takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

9. Faktor Resiko Pneumonia

Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi

atas faktor internal dan faktor eksternal.25 .

a. Faktor Resiko Internal

Faktor resiko internal pneumonia ini yaitu faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh balita dalam melawan penyakit infeksi

yang masuk, meliputi :

1) Usia

Pneumonia adalah penyebab infeksi utama kematian pada

anak-anak di seluruh dunia, sebesar 15% dari semua kematian anak

di bawah 5 tahun. Menurut WHO tahun 2013, kematian akibat

pneumonia diperkirakan 935.000 anak di bawah usia lima tahun.

24
Said M, 2015.
25
DEPKES RI,2015.
15

Berdasarkan kelompok umur penduduk, pneumonia yang tinggi

terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat

pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur

berikutnya.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah

kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak usia

dibawah lima tahun (balita). Hal ini dikarenakan bayi dan balita

merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna,

sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.26

2) Jenis Kelamin

Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013 jumlah penderita

pneumonia lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan

perempuan,

3) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Berat badan memiliki peran penting terhadap kematian balita

akibat pneumonia. Di negara berkembang, sebanyak 22% kematian

pada pneumonia diperkirakan terjadi karena BBLR Narsiti (2008).

Menurut penelitian Susi Hartati, menghasilkan bahwa bayi dengan

BBLR mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan

dengan berat badan lahir normal dan memiliki peluang mengalami

pneumonia sebanyak 1,38 kali dibanding berat badan lahir normal,


26
Narsiti (2008) dalam Rara Alfaqinisa, 2015, Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Orang Tua Tentang Pneumonia Dengan Tingkat Kekambuhan Pneumonia Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep Kota Semarang Tahun 2015, Skripsi, Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang;20
16

terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan

zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena

penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan

lainnya.27

4) Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi anak merupakan

faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Hal ini berhubungan

dengan asupan gizi anak, misalnya anak yang mengalami defisiensi

vitamin A akan beresiko dua kali lebih mengalami pneumonia pada

anak

5) Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif

adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan dan

makanan lainnya. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan

untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan

bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Sistem

pertahanan tubuh balita akan berusaha mempertahankan atau

melawan benda asing yang masuk kedalam tubuh, sistem

pertahanan tubuh yang paling baik diperoleh dari ASI. Kenyataan

tersebut dapat diterima karena Air Susu Ibu (ASI) yang

mengandung imonoglobulin dan zat yang lain memberikan

kekebalan bayi terhadap infeksi bakteri dan virus. Anak yang diberi

ASI terbukti lebih kebal terhadap berbagai penyakit infeksi, seperti


27
Hartati (2011) dalam Rara Alfaqinisa, 2015;20
17

diare, pneumonia (radang paru), Infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA), dan infeksi telinga. 28 Menurut penelitian Susi Hartati

(2011), anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif

mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 4,47 kali

dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif.

6) Status Imunisasi

Campak, pertusis, difteri dan beberapa penyakit lain dapat

meningkatkan resiko terkena pneumonia. Sebagian besar kematian

pneumonia berasal dari jenis pneumonia yang berkembang dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan

pneumonia. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi

lengkap bila terserang penyakit diharapkan perkembangan

penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat .

b. Faktor Resiko Eksternal

Faktor resiko eksternal adalah faktor luar tubuh balita atau

lingkungan balita yang menimbulkan resiko terkena pneumonia,

yaitu :29

1) Kepadatan Hunian Rumah

Banyaknya orang yang tinggal dalam satu rumah mempunyai

peranan penting dalam kecepatan transmisi mikroorganisme di

dalam lingkungan. Luas Lantai bangunan rumah sehat harus cukup

untuk penghuni didalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah

tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak


28
Sugihartono dan Nurjazuli (2011) dalam Rara Alfaqinisa, 2015;20
29
Rara Alfaqinisa, 2015,;23
18

menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu

anggota terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada

anggota keluarga yang lain .

2) Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup.

Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah terutama cahaya

matahari, selain kurang nyaman tetapi juga merupakan media atau

tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.

Cahaya yang dimaksud disini adalah cahaya alamiah, cahaya

alamiah yakni sinar matahari, cahaya ini sangat penting karena

dapat membunuh bakteri patogen didalam rumah. Dalam membuat

jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk

kedalam ruangan, karena fungsi jendela selain sebagai ventilasi juga

sebagai jalan masuk cahaya. Alat ukur pencahayaan adalah

luxmeter, dan kadar yang disyaratkan adalah minimal 60 lux

3) Kelembaban

Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung

dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Kelembaban

ini sangat erat kaitannya dengan tempat pertumbuhan etiologi

pneumonia yang berupa bakteri, virus, jamur dan mikoplasma. Alat

yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah higrometer.

Syarat-syarat kelembaban yang memenuhi standart kesehatan

adalah sebagai berikut :


19

a) Lantai dan dinding harus tetap kering.

b) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 60%.

4) Ventilasi

Ventilasi dalam rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi

pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah

tersebut agar tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah,

disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya

kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen

penyebab penyakit. Fungsi kedua yaitu untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang

terus menerus. Fungsi lainnya adalah menjaga ruangan selalu tetap

didalam kelembaban yang optimum.

5) Status Sosial Ekonomi

Menurut Riskesdas tahun 2013, status sosial ekonomi yang

rendah beresiko untuk terkena pneumonia, hal ini berhubungan

dengan pendidikan, lingkungan yang padat, nutrisi yang kurang,

dan gaya hidup yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

Hal diatas didukung oleh penelitian Susi Hartati (2011), yang

menjelaskan bahwa orang tua balita yang berpenghasilan rendah


20

berpeluang anak balitanya mengalami pneumonia sebesar 0,42 kali

dibandingkan orang tua yang berpenghasilan tinggi.

6) Pendidikan

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang secara tidak

langsung dapat mempengaruhi kejadian pneumonia pada bayi dan

balita. Seorang ibu yang memiliki pendidikan formal yang lebih

tinggi diharapkan dapat menerima pengetahuan atau informasi lebih

baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan lebih rendah

sehingga ibu yang berpendidikan tinggi dapat merawat anaknya

dengan lebih baik. Hal ini didukung dengan penelitian Susi Hartati

(2011), menyimpulkan bahwa ibu balita berpendidikan rendah

berpeluang anak balitanya mengalami pneumonia sebesar 0,81 kali

dibandingkan ibu balita yang berpendidikan tinggi.

7) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah apa yang diketahui

oleh seseorang tentang sesuatu hal yang didapat secara formal

maupun informal. Menurut penelitian Susi hartati (2011) ibu balita

yang pengetahuannya rendah berpeluang anak balitanya mengalami

pneumonia sebesar 0,4 kali dibandingkan ibu balita yang

berpeluang tinggi.

10. Diagnosis

Dalam mendiagnosis anak dengan pneumonia memerlukan beberapa

tahapan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


21

penunjang.30

a. Anamnesis

Hal yang penting dalam tatalaksana pneumonia anak adalah

pemberian pengetahuan kepada orang tua dan tenaga kesehatan

mengenal keluhan. Gejala, dan tanda yang spesifik pada saluran napas

anak sebelum ke sarana kesehatan. Pasien biasanya mengalami demam

tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak napas. Pada bayi biasanya

gejalanya tidak khas, sering tanpa demam. Anak yang lebih besar

kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah. Hal

yang paling mudah dalam mengenali pneumonia anak adalah adanya

riwayat batuk dan atau adanya kesulitan bernapas dalam waktu kurang

dari 14 hari, disertai ada atau tidak tanda-tanda bahaya.

Beberapa gejalanya yaitu:

1) Batuk, biasanya 3-5 hari

2) Kesukaran bernapas seperti: napas cepat atau sesak napas

3) Demam tinggi

4) Informasi tanda-tanda bahaya

Faktor Risiko

1) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis (batuk kronik) pada

keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

2) Riwayat tersedak atau gejala sesak napas tiba-tiba, seperti gejala

aspirasi dari benda asing seperti kacang.

3) Riwayat infeksi HIV pada pasien dan ibunya.

30
Kemenkes, RI, 2018;27
22

4) Riwayat imunisasi: vaksin BCG, DPT, Campak, HIB, dan

pneumokokus.

5) Riwayat asma pada pasien dan keluarganya yaitu pada orang tua

dan saudara kandung.

6) Riwayat menderita campak dalam beberapa hari sebelumnya.31

b. Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan fisik pada anak yang paling baik adalah

anak dalam keadaan tenang. Tidak ada gunanya mendengarkan dengan

alat stetoskop pada dada saat anak dalam keadaan menangis. Dilakukan

observasi pada dada untuk melihat adanya tarikan, dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK), kemudian lakukan penghitungan frekuensi

napas. Hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah:

1) Tanda-tanda bahaya

2) Frekuensi napas

3) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Pemeriksaan yang dapat mengganggu ketenangan anak seperti

pemeriksaan pada perut, pemeriksaan turgor kulit, melihat ke dalam

telinga sebaiknya dilakukan di akhir pemeriksaan.

1) Pemeriksaan Umum

a) Pemeriksaan kesadaran

b) Pengukuran berat badan dan tinggi badan

c) Penentuan status nutrisi

d) Melihat apakah masih bisa minum

e) Pemeriksaan suhu tubuh


31
Kemenkes, RI, 2018;27
23

f) Pemeriksaan laju napas:

Menghitung frekuensi napas dengan cara mengamati selama 60

detik atau 1 menit ketika anak dalam keadaan tidur, tenang atau

sedang minum ASI. Napas cepat sesuai umur didefinisikan

berdasarkan WHG seperti dibawah ini:

Umur anak <2 bulan frekuensi 60 kali per menu atau lebih

Umur anak 2 sampai < 12 bulan frekuensi 50 kali per menu atau

lebih

Umur anak 12 sampai dengan 59 bulan frekuensi 40 kali per

menit atau lebih.

g) Dilakukan analisis pertumbuhan seperti berat badan, untuk

menilai apakah anak menderita malnutrisi atau tidak.

2) Pemeriksaan Klinis

a) Terdapat anggukan kepala (head nodding)

b) Napas cuping hidung

c) Sianosis sentral dilihat dari lidah

d) Adanya kemungkinan tekanan vena jugularis yang meningkat,

pada kecurigaan gagal jantung

e) Stridor dalam keadaan istirahat

f) Tanda kesukaran bernapas seperti merintih (grunting)

g) Adanya pergeseran trakea dari garis tengah: mediastinum

bergeser menandakan terdapat cairan atau udara dalam satu sisi

yang disebabkan oleh : efusi pleura, empiema, atau


24

pneumotorak

h) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

i) Napas dalam menandakan adanya napas cepat dan dalam

(Kussmaul)

j) Pada auskultasi: biasanya terdengar krepitasi, ronki bawah halus

(crackles), suara napas bronkial atau mengi (wheezing)

k) Pada perkusi dada, meskipun pemeriksaan ini sulit dilakukan

pada anak terdapat tanda efusi pleura (dullness), pneumotorak

(hipersonor).

c. Pemeriksaan Penunjang

Apabila fasilitas tersedia, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk

mengkonfirmasi diagnosis dan melihat apakah terdapat komplikasi dan

menilai beratnya penyakit.

1) Pulse oxymetri untuk menilai saturasi oksigen sebagai indikasi

pemberian oksigen (terapi oksigen).

2) Foto toraks: membantu mengkonfirmasi diagnosis pneumonia dan

menyingkirkan kondisi yang lain seperti gagal jantung, dan

mengidentifikasi adanya komplikasi seperti empiema atau abses

paru. Foto toraks posisi postern-anterior yang diperlukan dalam

menegakkan diagnosis pneumonia. Foto toraks tidak dapat

menentukan penyebab pneumonia secara pasti namun gambaran

radiologi yang klasik dapat memberikan petunjuk etiologi

pneumonia.
25

Gambaran klasik radiologi dapat dibagi sebagai berikut:

a) Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air

bronchogram. biasanya disebabkan infeksi akibat Pneumokokus

atau bakteri lain

b) Infiltrat intersisial, biasanya disebabkan oleh virus atau

mikoplasma. Gambaran berupa corakan bronkovaskular

bertambah, peribronchial cuffing, dan overaeriation, bila best

terjadi pachy consolidation karma atelaktasis.

c) Infiltrat halus bilateral yang difus sampai ke perifer, corakan

peribronchial yang bertambah, dan Pneumatocele. Biasanya

disebabkan karma S. aureus.

3) Hasil pemeriksaan lengkap pada pneumonia tidak dapat

menentukan diagnosis pneumonia secara pasti. Hasil hitung leukosit

> 15.000/ml dengan dominasi netrofil Sering didapatkan pada

pneumonia bakteri. Pada daerah endemis malaria penting untuk

melihat adanya anemia dan parasit malaria.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut diatas, pneumonia

pada balita memiliki gejala khas sebagai berikut:

a. Batuk

b. Frekuensi pernapasan cepat

c. Demam

d. Terdengar ronki basah halus (crackles) pada auskultasi (pemeriksaan

dengan stetoskop)

Berdasarkan gejala klinis dan gambaran radiologi, WHO


26

menggolongkan diagnosis pneumonia sebagai berikut:

a. Pneumonia berdasarkan gejala klinis:

1) Batuk atau common cold bukan pneumonia

2) Pneumonia:

Frekuensi pernafasan cepat sesuai umur

3) Pneumonia berat

a) Frekuensi pernafasan cepat sesuai umur

b) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

c) Disertai tanda antara lain : saturasi oksigen < 90% atau sianosis

sentral

d) Distres pernafasan berat (seperti: grunting, tarikan dinding dada

bagian bawah kedalam yang berat)

e) Disertai tanda-tanda bahaya; tidak mau mau minum, letargi,

penurunan kesadaran atau kejang

b. Pneumonia berdasarkan gambaran radiologi:

Apabila pada pemeriksaan radiologi dada terdapat gambaran alveolar

consolidation yang signifikan. Pneumonia lobaris ditegakkan bila

terdapat gambaran konsolidasi dalam satu lobus.

11. Komplikasi

Jika tidak mengalami perbaikan setelah dua hari. atau kondisi anak

semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain.

Jika memungkinkan. lakukan foto toraks ulang untuk mencari komplikasi.


27

Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah.32

a. Pneumatokel yang disebabkan infeksi Stafilokokus. Jika terjadi

perburukan klinis secara cepat walaupun sudah diterapi, ditandai

dengan pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura,

ditemukannya kokus gram positif pada sediaan apusan sputum dan

adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula.

b. Pneumotoraks

c. Empiema. Apabila terdapat demam persisten disertai tanda klinis dan

gambaran foto toraks yang mendukung:

1) Terdapat tanda pendorongan organ intratorakal yang masif

2) Pekak pada perkusi

3) Gambaran foto toraks menunjukkan cairan pada satu atau kedua

sisi toraks

d. Abses

12. Penularan Pneumonia

Penularan pneumonia antara lain melalui :

a. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar.

b. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain.

c. Migrasi (perpindahan) mikroorganisme langsung dari infeksi didekat

paru-paru.33

12. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

32
Kemenkes, RI, 2018;30
33
Misnadiarly (2008) dalam Rara Alfaqinisa, 2015;20
28

1. Menghindari balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat

keramaian yang berpotensi menjadi faktor penularan.

2. Menghindari balita dari kontak penderita Pneumonia.

3. Memberikan ASI eklusif pada anak.

4. Segera berobat jika mendapatkan anak mengalami panas, batuk, pilek.

Terlebih jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya terikat pada

otot diantara rusuk (retraksi).

5. Imunisasi lengkap dan gizi baik dapat mencegah pneumonia.

6. Mengatasi faktor lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan

(dengan memberikan kompor bersih dalam ruangan terjangkau

misalnya) dan mendorong kebersihan yang baik di rumah juga dapat

mengurangi jumlah anak-anak yang jatuh sakit terkena pneumonia.

7. Imunisasi HIB (untuk memberikan kekebalan terhadap haemophilus

influensa, vaksin pneumococcal disease) dan vaksin influenzae pada

anak resiko tinggi, terutama usia 2-23 bulan. Namun untuk vaksin ini

karena harganya yang cukup mahal, tidak semua anak dapat

menikmatinya.34

B. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,

34
Misnadiarly (2011) dalam Rara Alfaqinisa, 2015;44
29

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Dan sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui mata dan telinga.35

2. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Menurut Soekidjo Notoatmodjo, Pengetahuan yang dicakup didalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:36

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh

badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab

itu “ tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Pemahaman (Comprehention)

Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengidentifikasi

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan. Contoh :

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang akan

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai penggunaan.

d. Analisa (Analysis)

35
Notoatmodjo, 2014.
36
Notoatmodjo, 2014.
30

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat

menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan suatu

bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formula baru

dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun,

merencanakan, menyelesaikan dan meringkas suatu teori.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Penelitian ini berdasarkan suatu

kriteria yang sudah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Notoatmodjo mengelompokkan cara memperoleh pengetahuan

menjadi :37

a. Cara tradisional

37
Notoatmodjo, 2014.
31

Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode

penemuan secara sistematis dan logis. Cara-cara penemuan metode ini

antara lain :

1) Cara coba salah (trial and error)

Adalah cara yang paling tradisional dalam memperoleh

pengetahuan, cara ini dipakai sebelum adanya keberdayaan. Pada

waktu itu seseorang apabila menghadapi masalah, upaya

pemecahannya dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut

tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain, apabila kemungkinan

kedua ini gagal juga, maka dicoba kemungkinan ketiga, dan begitu

seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan

oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji

atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang

menerima pendapat tersebut bahwa apa yang dikemukakannya

adalah benar

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada

masa lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang


32

dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk

memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat menggunakan

cara tersebut. Tetapi apabila gagal menggunakan cara tersebut, ia

tidak akan mengulang cara tersebut dan berusaha untuk mencari

cara lain sehingga dapat berhasil memecahkannya.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah

menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi deduksi pada dasamya merupakan cara melahirkan

pemikiran secara langsung melalui pernyataan - pernyataan yang

dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat

suatu kesimpulan. Apabila pembuatan kesimpulan itu melalui

pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi.

Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan

umum kepada yang khusus.

b. Cara modern

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah, Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.38

a. Usia

38
Notoatmodjo, 2014
33

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat lahir sampai saat

berulang tahun semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

b. Penyuluhan

Pada umumnya semakin tinggi Penyuluhan seseorang maka semakin

tinggi pula tingkat pengetahuan. Penyuluhan itu sendiri adalah

bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan

orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan/pengalaman merupakan

sebuah cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

d. Informasi

Pengetahuan diperoleh melalui informasi yaitu menyatakan atau realita

dengan melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat komunikasi

seperti membaca surat kabar, melihat televisi dan lain sebagainya

e. Kebudayaan dan lingkungan

Kebudayaan dimana hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita apabila dalam sebuah wilayah

mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, maka

segera mungkin berpengaruh terhadap sikap pribadinya.

f. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan, terutama untuk

menunjang kehidupan keluarganya.


34

5. Kategori Pengetahuan

Menurut Notoatmojo mengemukan bahwa untuk mengetahui secara

kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi 3

tingkatan yaitu39 :

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 %

b. Tingkat pengetahuan cukup bika skor atau nilai 56-75%

c. Tingkat pengetahuan buruk bila skor atau nilai < 56 %

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

C. Konsep Sikap

1. Definisi Sikap

Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary mencantumkan

bahwa sikap (attitude) berasal dari bahasa Italia attituidine yaitu “Manner

of placing or holding the body, dan way of feeling, thinking or behaving”.

Campbel dalam buku Notoadmodjo mengemukakan bahwa sikap adalah

“A syndrome of response consistency with regard tosocial objects”.

Artinya sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap obyek

sosial. Dalam buku Notoadmodjo (2014) mengemukakan bahwa sikap

(attitude) adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau obyek.40

39
Notoatmodjo, 2014.
40
Notoatmodjo, 2014
35

Menurut Eagle dan Chaiken dalam buku A. Wawan dan Dewi M.

mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi

terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif,

afektif (emosi) dan perilaku.41 Dari definisi-definisi di atas menunjukkan

bahwa secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang

umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku

(cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi

(menyebabkan respon-respon yang konsisten).

2. Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto dalam buku Notoadmodjo

adalah: 42

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap

dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk,

dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

41
Derwanto & Astuti, 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.,
Yogyakarta : Nuha Medika.
42
Notoatmodjo, 2014
36

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.43

3. Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo dalam buku Wawan dan Dewi, sikap terdiri

dari berbagai tingkatan yaitu 44:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah

adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

4. Fungsi Sikap

43
Notoatmodjo, 2014
44
Derwanto & Astuti, 2010
37

Menurut Katz dalam buku Wawan dan Dewi sikap mempunyai

beberapa fungsi, yaitu:45

a. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat

Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang

sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat

dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap dapat membantu

seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersifat positif

terhadap obyek tersebut. Demikian sebaliknya bila obyek sikap

menghambat pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif

terhadap obyek sikap yang bersangkutan.

b. Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk

mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh seseorang

pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau

egonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu

untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan

mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat

menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu mengambil sikap

tertentu akan menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada

individu yang bersangkutan.

d. Fungsi pengetahuan

45
Derwanto & Astuti, 2010
38

Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan

pengalaman-pengalamannya. Ini berarti bila seseorang mempunyai

sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang pengetahuan

orang terhadap obyek sikap yang bersangkutan.

5. Komponen Sikap

Menurut Azwar S sikap terdiri dari 3 komponen yang saling

menunjang yaitu46 :

a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik

sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki

individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek

emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu.

c. Komponen kognatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang

dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan

untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

46
Azwar, S., 2011, Sikap dan Perilaku Dalam: Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya ed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 23.
39

Menurut Azwar S faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu47:

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila

pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan

telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai

masalah.

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi

lainnya, terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

47
Azwar, S. ; 30.
40

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan

apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego48

7. Kategori Sikap

Menurut Notoatmojo mengemukan bahwa untuk mengetahui secara

kualitas sikap yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi 3 tingkatan

yaitu 49:

a. Sikap baik bila skor atau nilai 76-100 %

b. Sikap cukup bika skor atau nilai 56-75%

c. Sikap buruk bila skor atau nilai < 56 %

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman sikap yang ingin kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

48
Azwar, S. ; 30
49
Notoatmodjo, 2014.
41

D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Kejadian

Pneumonia Balita

Menurut teori Lawrence Green perilaku di temukan oleh 3 faktor utama

yakni faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan,

faktor pendukung yang meliputi Terjangkaunya fasilitas kesehatan,

ketersediaan pelayanan kesehatan, faktor pendorong sikap dan perilaku

petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama. Dari ke tiga (3) faktor

tersebut akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam pencegahan Pneumonia

Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi perilaku seseorang

termasuk perilaku di bidang kesehatan sehingga bisa menjadi penyebab

tingginya angka penyebaran suatu penyakit termasuk penyakit pneumonia

yang mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi.

Pengetahuan orang tua mengenai pneumonia meliputi pengertian,

penyebab, gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari

penyakit pneumonia pada balita, berperan penting dalam penurunan angka

kematian dan pencegahan kejadian pneumonia serta malnutrisi pada anak.

Pengetahuan juga mempengaruhi tindakan orang tua tentang pencegahan

terhadap suatu penyakit khususnya pneumonia.

Beberapa penelitian lainnya mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan pengetahuan dan sikap orang tua terhadap kejadian

pneumonia yaitu hasil penelitian Yulia Efni,Rizanda Machmud, Dian Pertiwi

(2016) dengan judul ”Faktor Resiko Yang Berhubungan dengan Kejadian

Pneumonia Balita”. Penelitian ini menggunakan desain case control study,


42

sampel terdiri dari 27 case dan 27 control. Data dikumpulkan dengan

wawancara terpimpin serta melihat data rekam medik dan dianalisis dengan uji

chi-square. Hasil penelitian mendapatkan balita pada kelompok kasus yang

tidak mendapatkan ASI eksklusif (81,5%), paparan asap rokok (74,1%),

riwayat bayi berat lahir rendah (3,7%), tidak mendapatkan imunisasi campak

(40,7%) dan gizi kurang (25,9%). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat

hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian pneumonia

(p=0,022; OR=9,1; 95%CI=1,034-80,089), sedangkan pemberian ASI

eksklusif, paparan asap rokok, riwayat bayi berat lahir rendah dan imunisasi

campak tidak terdapat hubungan yang bermakna terhadap pneumonia.50

Hasil penelitian Amalia Mustika Hayati,Suhartono,Sri Winarni (2017)

dengan judul “Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Semin I

Kabupaten Gunung Kidul”. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian

analitik observasional dengan menggunakan pendekatan case control yaitu

dengan membandingkan sekelompok orang yang menderita penyakit (kontrol),

kemudian dicari sebab timbulnya suatu penyakit. Penelitian retrospective

adalah design penelitian yang dapat dipergunakan untuk menilai berapa

besarkah peran faktor risiko dalam kejadian penyakit (cause-effect

relationship) dengan cara membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko

tersebut pada kelompok kasus dengan ketetapan pajanan pada kelompok

kontrol. Hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu tidak ada hubungan yang

signifikan antara kategori luas ventilasi rumah, jenis lantai, jenis dinding,

50
Yulia, Rizanda, Pertiwi,2016.
43

kategori suhu di dalam rumah, kepadatan hunian, jenis bahan bakar,

keberadaan anggota lain yang merokok dengan kejadian pneumonia pada anak

balita di wilayah kerja Puskesmas Semin I Kabupaten Gunung Kidul dan ada

hubungan yang signifikan antara kategori pencahayaan alami di dalam rumah,

kelembaban di dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada anak balita di

wilayah kerja Puskesmas Semin I Kabupaten Gunung Kidul.51

Hasil penelitian Dwi Gustin Franciska (2018) dengan judul ”Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Desa

Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo II Tahun 2018”.

Penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan

Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara minimal

sampel yaitu 30 ibu yang memiliki balita di Desa Sungai Arang wilayah kerja

Puskesmas Muara Bungo II, dengan tehknik Accidental Sampling. Analisis

Univariat menggunakan distribusi frekuensi dan Analisis Bivariat

menggunakan uji chi-square untuk menganalisis hasil observasi penelitian

dengan tingkat kepercayaan 95%. Mayoritas responden berpengetahuan cukup

sebanyak 14 responeden (46.6%), mayoritas responden bersikap negatif

sebanyak 26 responden (86.6%). Dengan uji statistik Tidak ada hubungan

antara pengetahuan dengan kejadian pneumonia P-value 0,706 (> 0,05), dan

ada hubungan antara sikap dengan kejadian pneumonia P-value 0,049 (<

0,05).52

51
Amalia,Suhartono,Winarni, 2017, Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan
Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Semin I Kabupaten Gunung
Kidul: Jurnal Kesehatan Masyarakati, vol. 5, no. 5 (Oktober).
52
Franciska, 2018, Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita Di Desa Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo II Tahun 2018” : Scientia
Journal, vol. 2, no.2 (Desember).
44

Hasil penelitian Astuti (2018) dengan judul ”Tingkat Pengetahuan

Masyarakat Tentang Pengaruh Polusi Udara Terhadap Penyakit Ispa Di

Puskesmas Perawatan Betungan Kota Bengkulu”. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasinya

adalah semua orang yang menderita ISPA di Puskesmas Bentungan. Sampel

diambil dengan menggunakan accidental sampling. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan analisis univariat dan bivariat.

Penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil dari 23 responden (24,5%),

memiliki sedikit pengetahuan tentang efek polusi udara, sebagian besar

responden 45 (47,9%) mengalami ISPA. Uji statistik P ≤ 0,05 0,000

mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pengetahuan masyarakat tentang efek pencemaran udara pada penyakit

pernafasan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.53

Hasil penelitian Fitrianti (2018) dengan judul “Hubungan Pengetahuan

Ibu Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Kebun Handil

Kota Jambi”. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain

cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu

dan karakteristik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Kebun handil tahun 2016 yang berjumlah 3.731. Sampel

pada penelitian ini dipilih dengan teknik accidental sampling, yang berjumlah

94 orang. Penelitian ini dianalisa dengan menggunakan uji statistik chi

square,di puskesmas kebun handil. Hasil penelitian memperlihatkan sebagian

53
Astuti, 2018, “Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengaruh Polusi Udara Terhadap
Penyakit Ispa Di Puskesmas Perawatan Betungan Kota Bengkulu” : Journal of Nursing and
Public Health, vol. 6, no.1 (April)
45

responden (44,7%) memiliki pengetahuan rendah, responden yang menderita

pneumonia sebesar 53,2%. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada

hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita (p-

value = 0,003< alpha 0,05). Untuk meningkatkan pengetahuan responden,

maka perlu ditingkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang pneumonia

balita. Hasil penyuluhan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat terhadap pneumonia dan pencegahannya.54

Hasil penelitian Normalita Puspitasari (2018) dengan judul

“Pengetahuan ibu tentang pneumonia pada balita mengalami peningkatan

setelah diberikan penyuluhan”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu tentang pneumonia pada

balita. Metode Penelitian ini adalah Pre eksperimen dengan pendekatan waktu

cross sectional. Design penelitian menggunakan rancangan one grup pre-test

post-test. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu 45 orang.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data

dilakukan dengan wilcoxon match pairs test. Hasil uji statistik didapatkan p

value sebesar 0,000 (p value<0,05). Ada pengaruh penyuluhan terhadap

pengetahuan ibu tentang pneumonia pada balita di Posyandu Matahari Desa

Sariharjo wilayah kerja Puskesmas Ngaglik II.55

Penelitian yang telah dijelaskan diatas, merupakan kajian atau

pembahasan yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Dari uraian
54
Fitrianti, 2018, Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di
Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi : Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, vol. 7, no. 2,
(September),109
55
Puspitasari, 2018, Pengetahuan ibu tentang pneumonia pada balita mengalami peningkatan
setelah diberikan penyuluhan: Jurnal Health of Studies , vol. 3, no. 2 (September).
46

diatas dapat peneliti ungkapkan bahwa peneliti

mengungkapkan atau mengangkat permasalahan

yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian

yang peneliti teliti adalah hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap orang tua terhadap kejadian pneumonia balita, yang mana

menurut peneliti bahwa belum ada yang meneliti terkait

dengan judul yang peneliti ajukan.

E. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Pengetahuan
Penyakit Pneumonia
Faktor - Pengertian
Predisposisi Pneumonia
Sikap - Penyebab
Perilaku
Pneumonia
- Tanda dan gejala
Pneumonia
Tindakan - Penularan

Peningkatan pengetahuan dan sikap


orang tua tentang penyakit Pneumonia

Anda mungkin juga menyukai