Anda di halaman 1dari 11

MALNUTRITION IN ACUTE AND CHRONIC KIDNEY

Dr. Agung Susanto, dr., SpPD, FINASIM

Divisi Ginjal Hipertensi Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran UNS/ RSUD Dr. Moewardi

A. PENDAULUAN
Chronic Kidney Disease CKD)/penyakit ginjal kronik (PGK) adalah proses patofisiologi
yang mengakibatkan abnormalitas pada struktur atau fungsi ginjal.1 Penyakit ginjal kronik
ditandai dengan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan
patologi atau petanda kerusakan ginjal seperti keabnormalan komposisi darah, urin,
pemeriksaan histologi atau tes imaging. Jika tidak ada tanda kerusakan anatomi ginjal,
diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan apabila nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari
60 ml/menit/1,73m² selama lebih dari sama dengan 3 bulan.2 Keadaan tersebut akan
berlangsung secara kronik progresif dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal stadium akhir.
Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.3
Acute Kidney Injury (AKI) tidak hanya mencakup gagal ginjal tetapi juga berbagai cedera
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat yang mengakibatkan
kegagalan mempertahankan cairan, elektrolit, dan homeostasis asam-basa.4,5 Sebanyak 42%
pasien dengan AKI berpotensi mengalami malnutrisi (Cano et al, 2009). Lebih jauh lagi,
sebanyak 73% pasien dengan AKI yang disertai dengan penyakit kritis berpotensi mengalami
malnutrisi.6
Penyakit Ginjal Kronik dikelompokkan menurut stadium, yaitu stadium I, II, III, IV dan
V. Pada stadium I-IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum
menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien
diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan
mempertahankan sisa fungsi ginjal dan diharapkan tidak akan masuk ke stadium V atau fase
gagal ginjal stadium akhir. Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
beresiko mengalami malnutrisi terutama malnutrisi energi protein. Malnutrisi sendiri
merupakan suatu kondisi medis yang disebabkan oleh asupan atau pemberian nutrisi yang
tidak benar maupun yang tidak mencukupi. Malnutrisi lebih sering dihubungan dengan asupan
nutrisi yang kurang atau sering disebut undernutrition (gizi kurang) yang bisa disebabkan oleh
penyerapan yang buruk atau kehilangan nutrisi yang berlebihan.7 Sesorang akan mengalami
malnutrisi jika tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah, jenis, dan kualitas gizi yang
memadai untuk diet yang sehat dalam jangka waktu yang lama.
Pasien dengan penyakit ginjal baik akut maupun kronis berisiko tinggi mengalami
malnutrisi akibat dari kurangnya energi protein dan defisiensi mikronutrien. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya prevalensi tinggi kekurangan gizi pada anak-anak dan juga
orang dewasa dengan penyakit ginjal kronis. Selain kelainan pada growth hormone-insulin
like growth factor, malnutrisi juga berperan dalam meningkatnya prevalensi stunted,
umumnya dapat diamati pada anak-anak dengan penyakit ginjal kronis. Mekanisme
patogenesis kekurangan gizi pada penyakit ginjal kronis bersifat kompleks. Malnutrisi
meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan beban penyakit secara keseluruhan pada
pasien.8 American Society for Parenteral dan Enteral Nutrition mendefinisikan malnutrisi
sebagai “ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi yang mengakibatkan defisit
kumulatif energi, protein atau mikronutrien yang dapat secara negatif mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan outcome lainnya”.9 Malnutrisi lazim di negara berkembang
dan maju, dan merupakan faktor resiko terjadinya morbiditas dan mortalitas. Tidak seperti di
negara berkembang di mana gizi buruk terkait pada kondisi sosial ekonomi yang buruk,
terjadinya kekurangan gizi di negara maju biasanya berkaitan dengan konteks penyakit akut
atau kronis.10 Penyakit akut terutama berpengaruh pada berat badan, sedangkan penyakit
kronis penyakit berdampak pada pertumbuhan linear .
Pemahaman yang jelas mengenai mekanisme patofisiologi kekurangan gizi pada pasien
dengan gangguan ginjal sangat penting untuk merencanakan strategi intervensi guna
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan serta mengurangi outcome negatif.
B. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya malnutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, meliputi11:
Penurunan intake energi dan protein
a. Anoreksia: yang dapat disebabkan karena disregulasi pada sirkulasi mediator
pemicu napsu makan ataupun karena toksik uremik yang terjadi.
b. Restriksi diet
c. Perubahan fungsi organ tubuh yang menyebabkan penurunan intake makanan
d. Depresi
1. Hipermetabolisme
a. Peningkatan resting energi expenditure karena inflamasi, peningkatan sitokin
proinflamasi, peningkatan resistensi insulin.
b. Gangguan hormonal: resistensi insulin dan peningkatan aktivitas glucocorticoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Penurunan aktivitas fisik
4. Penurunan anabolisme
a. Penurunan intake
b. Resistensi terhadap GH/IGF-1
c. Defisiensi testosteron
5. Komorbid dan gaya hidup:seperti DM, CHF, Depresi, Penyakit arteri koroner
6. Dialisis
Karena penurunan nutrisi akibat dialisis, inflamasi yang dipicu oleh dialisis

Penyebab dari AKI dapat digolongkan menjadi 3 yaitu pre-renal, intra-renal dan post-renal.
Tabel 1. Penyebab AKI dan relevansi nutrisi.12
PENYEBAB DESKRIPSI RELEVANSI
NUTRISI
Pre-renal Cedera pre-renal merujuk pada apa pun Tidak terdapat
yang menghalangi aliran darah ke ginjal. perubahan
Penyebabnya termasuk berkurangnya curah nutrisi pada
jantung; hipovolemia; emboli pembuluh pasien dengan
darah; atau obat-obatan yang AKI pre-renal
mempengaruhi suplai darah. Cidera pra-
ginjal seringkali terbalik dalam beberapa
hari setelah aliran darah normal pulih.
Namun, jika penyebab cedera pra-ginjal
tidak terbalik atau diobati secara efektif
dapat menyebabkan cedera intra-ginjal.
Intra-renal Cidera intra ginjal mengacu pada apa pun Ini adalah
yang merusak sel-sel ginjal. Penyebabnya bentuk cedera
termasuk agen nefrotoksik; infeksi atau yang lebih
penyakit sistemik, mis. lupus atau parah dan
sarkoidosis. cenderung
mengubah
kebutuhan
nutrisi pasien.
Post-renal Cedera post-renal merujuk pada apa pun Tidak terdapat
yang menghalangi aliran urin dari ginjal. Ini perubahan
sering mengakibatkan hidronefrosis ("air nutrisi pada
pada ginjal"). Penyebabnya termasuk batu pasien dengan
ginjal; pembesaran prostat; kanker serviks AKI post-renal
atau tumor. Cedera post-renal seringkali
kembali menjadi baik dalam beberapa hari
setelah obstruksi saluran kencing
dibersihkan.

C. Kekurangan Energi-Protein (Protein Energi Wasting) dalam AKI dan PGK


Kekurangan energi protein (Protein Energy Wasting) menunjukkan hilangnya
protein dan berkurangya penyimpanan energi yang terjadi secara bersamaan pada pasien
dengan disfungsi ginjal. Ini cenderung berkembang seiring dengan progresifitas CKD.
Dalam pengaturan suplai energi suboptimal, pasien CKD mengkatalisasi protein otot untuk
menyediakan kebutuhan energi, yang mengarah ke malnutrisi protein.
Katabolisme protein dan keseimbangan nitrogen dalam CKD berkaitan erat dengan
asupan energi. Asupan energi negatif mempercepat katabolisme protein dan mengarah ke
keseimbangan nitrogen negatif. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien
dengan CKD, energi resting expenditur mereka meningkat dibandingkan dengan individu
non-CKD.13 Keadaan inflamasi dan komorbiditas terkait dengan CKD seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes terkontrol buruk, dan hiperparatiroidisme dapat berkontribusi
pada peningkatan energi resting expenditur. Pengeluaran energi untuk istirahat terbukti
meningkat dari 12% menjadi 20% selama dialisis. Dengan demikian, pasien dengan gagal
ginjal memerlukan jumlah asupan energi yang lebih tinggi daripada individu yang sehat.
Pasien CKD, dengan demikian, rentan terhadap asupan energi yang tidak mencukupi.
Pada pasien CKD non-dialisis, keseimbangan nitrogen yang netral atau sedikit
positif dapat dipertahankan dengan diet protein yang berkuantitas rendah (~ 0,6 g / kg /
hari) tetapi (HBV) berkualitas tinggi serta asupan energi harus cukup memadahi (30-35
kkal / kg / hari). Dengan asupan energi yang memadai (diet ketogenik) dan suplemen asam
amino, dengan asupan protein yang sangat rendah sekalipun (0,3 g / kg / hari), pasien CKD
dapat mempertahankan keseimbangan nitrogen yang netral dan status klinis stabil. Efek
menguntungkan terkait diet ini diduga dapat mengurangi produk limbah beracun dan
peningkatan sensitivitas insulin / IGF.
Pada pasien dengan pemeliharaan dialisis hemo- atau peritoneal, kebutuhan protein
mereka jauh lebih tinggi, 1,2-1,3 g / kg / hari, berdasarkan pada KDOQI (Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative). Kebutuhan protein yang lebih tinggi disebabkan karena
terdapat kehilangan protein terkait dialisis, ekstra energi expenditure dan peradangan
persisten . Asupan protein <0,8 g / kg / hari atau> 1,4 g / kg / hari telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan mortalitas dalam dialisis pasien.14
Penilaian nutrisi merupakan suatu alat yang sangat dibutuhkan dalam mengevaluasi
dan memonitoring klinis pasien dengan acute kidney injury (AKI). Kehilangan fungsi renal
yang mendadak mengganggu metabolisme semua makronutrisi, serta berperan terhadap
kondisi pro-inflamasi, pro-oksidasi, dan hiperkatabolik. Gangguan nutrisi utama pada
pasien AKI adalah hiperkatabolisme, hiperglikemia, dan hipertrigliseridemia. Malnutrisi
pada AKI berhubungan dengan peningkatan terjadinya komplikasi, perawatan rumah sakit
yang lebih lama, dan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi. Berbagai istilah mengenai
gangguan metabolisme seperti malnutrisi uremik, uremic (renal) cachexia, protein-energy
malnutrition, malnutrition-inflammation atherosclerosis syndrome atau malnutrition-
inflammation complex syndrome disebut sebagai protein-energy wasting. Istilah ini dinilai
lebih cocok dalam merepresentasikan gangguan metabolik dalam hubungan kehilangan
fungsi ginjal secara akut terhadap status nutrisi. Protein-energy wasting (PEW) merupakan
suatu akibat dari kondisi malnutrisi (konsumsi nutrisi yang rendah), aksi toksin uremik,
inflamasi, dan hiperkatabolisme. Diantara penyebab keadaan tersebut beberapa hal
berhubungan dengan kondisi ginjal seperti dialisis (dialisis membran), kehilangan nutrisi
yang terjadi selama prosedur tersebut, gangguan endokrin, adanya komorbid (diabetes,
penyakit kardiovaskular, infeksi, dan usia lanjut) anoreksia, asidosis, peningkatan produksi
sitokin inflamasi, stres oksidatif, hipervolemia, penurunan konsumsi nutrisi, dan resep
restriksi diet.15

D. MONITORING
Penilaian status nutrisi pada pasien dengan Acute Kidney Injury atau Chronic
Kidney Disease tidak dapat menggunakan satu parameter saja, tetapi meliputi beberapa
parameter seperti klinis, riwayat medis, pemeriksaan fisik, riwayat psikososial, riwayat
diet, pemeriksaan biokimia (albumin, transferin, potasium, glukosa, kalsium, fosfat,
kolesterol), antropometri, subjective global assessment (SGA), dan malnutrition
inflammation score (MIS). Pemantauan status nutrisi (kalori dan protein) perlu dilakukan
setiap 6 bulan pada semua pasien yang menjalani dialisis, baik CAPD maupun
hemodialisis. Penilaian status nutrisi, monitoring dan intervensi nutrisi merupakan
komponen yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien Acute Kidney
Injury dan Chronic Kidney Disease.

Tabel 2. Kriteria diagnosis klinis malnutrisi pada AKI atau CKD.14


Kriteria Indeks
Kimia serum Albumin serum <3,8g/100 mL (*)
Prealbumin serum (transtiretin) <30mg per 100 mL (untuk pasien dialisis;
derajat kelainan bervariasi tergantung pada derajat GFR untuk pasien PGK
derajat 2-5(*)
Kolesterol serum <100 mg per 100 mL (*)
Masa tubuh IMT <23 kg/m2 (**)
Penurunan BB 5% dalam 3 bulan atau 10% dalam 6 bulan
Persentase lemak total tubuh <10%
Massa otot Muscle wasting: penurunan massa otot 5% dalam 3 bulan atau 10% dalam 6
bulan
Berkurangnya lingkar lengan atas (***): berkurang >10% dari persentil 50%
referensi populasi
Kreatinin (****)
Asupan harian Asupan rendah protein <0,8g/kg BB/hari selama minimal 2 bulan pada pasien
dialisis atau 0,6g/kg BB/hari pada pasien PGK derajat 2-5
Asupan energi rendah <25kkal/kg BB/hari selama minimal 2 bulan
* Tidak valid jika kadar berhubungan dengan kehilangan protein urin sangat besar, penyakit
hati, penggunaan obat kolesterol.
** IMT dapat lebih rendah untuk populasi Asia, BB harus bebas edema.
*** Pengukuran haris dilakukan oleh ahli.
**** Kreatinin dipengaruhi oleh massa otot dan asupan daging.
Tabel 3. Alat potensial untuk assessment malnutrisi pada pasien AKI atau CKD.14
Penilaian Indeks
Nafsu makan, asupan  Kuesioner assessment nafsu makan
makanan, energy expenditure  Food frequency questionnaires
 Pengukuran energy expenditure menggunakan kalorimetrik
indirek dan direk
Massa dan komposisi tubuh  BB, TB
 Nitrogen total tubuh
 Kalium total tubuh
 Energy-beam-based methods: DEXA, NIR,BIA
 Bioimpedance Analysis
 Underwater weighing dan air displacement weighing
 Microarrays
 Ukuran serat otot
 Pemeriksaan massa otot menggunakan CT atau MRI
Marker laboratorium  Biokimia serum: transferin, urea, trigliserida, bikarbonat
 Hormon: leptin, ghrelin, growth hormone
 Marker inflamatori: CRP, IL-6, TNF-α, IL-1, SAA
 Hitung sel darah perifer: hitung leukosit atau persentase
leukosit
Sistem skoring nutrisi  SGA dan modifikasinya, termasuk DMS dan CANUSA, MIS

BIA, bioelectrical impedance analysis; CANUSA, Canada-USA study-based


modification of the SGA; CRP, C-reactive protein; CT, computed tomography; DEXA,
dualenergy X-ray absorptiometry; DMS, dialysis malnutrition score; HD-PNI, hemodialysis
prognostic nutritional index; IGF-1, insulin-like growth factor-1; IL, interleukin (e.g., IL-1
dan IL-6); MIS, malnutrition-inflammation score; MRI, magnetic resonance imaging; NR,
near infrared interactance; SAA, serum amyloid A; SGA, subjective global assessment of
nutritional status; SUB, serum urea nitrogen; TNF-α, tumor necrosis factor-α.
Berbagai penelitian dilakukan mengenai evaluasi status nutrisi pada pasien AKI.
Beberapa parameter yang umum digunakan antara lain parameter antropometri seperti body
mass index, lingkar lengan atas, dan ketebalan lipatan kulit. namun parameter ini dipengaruhi
oleh faktor non nutrisi seperti inflamasi dan perubahan status hidrasi sehingga sulit untuk
mendapatkan diagnosis nutrisi yang dapat dipercaya. Parameter lain yang juga digunakan
yaitu parameter biokimia. Parameter ini terutama terdiri atas protein seperti albumin,
transferin, dan prealbumin. Selain itu, penggunaan marker seperti kolesterol, IGF-1, subjective
global assessment (SGA), dan penghitungan keseimbangan nitrogen juga dapat digunakan
sebagai alat untuk memonitoring nutrisi pasien AKI. Evaluasi laboratorium digunakan untuk
memonitoring respon metabolik terhadap bantuan nutrisi. Faktor-faktor seperti penurunan
konsumsi makanan, gangguan fungsi ginjal, dan status inflamasi dapat menyebabkan
penurunan kadar protein tersebut.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Chonchol, M., Spiegel, D.M. The Patient with Chronic Kidney Disease. In: Schrier, R.W.,
6th ed. Manual of Nephrology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 177-186.
2014.
2. Levey AS, De Jong PE, Coresh J, Nahas ME, Astor BC, Matsushita K et al. The definition,
classification, and prognosis of chronic kidney disease: A KDIGO Controversies
Conference report. Kidney International. 2011 Jul;80(1):17-28.
https://doi.org/10.1038/ki.2010.483
3. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat : Interna Publishing : 2014
; 2159-2165. 2014.
4. NICE. Acute kidney injury: prevention, detection and management. 2013.
5. Segaran and Bear. Guidelines for the Provision of Intensive Care Services. Intensive Care
Medicine and Intensive Care Society: 2.2.7 Dietetics. 2015.
6. Oh et al. Micronutrient loss during renal replacement therapy for acute kidney injury.
Abstract – British Renal Society. Available at http://britishrenal.org/conference-2/2015-
abstracts/. 2015.
7. WHO. WHO child growth standards and the identification of severe acute malnutrition in
infants and children A Joint Statemen. 2009). [online] Tersedia di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241598163/en/.
[Accessed 17 Apr. 2015].
8. Iorember, F. M. Malnutrition in chronic kidney disease. Frontiers in pediatrics. 2018.
9. Becker PJ, Nieman Carney L, Corkins MR, Monczka J, Smith E, Smith SE, et al.
Consensus statement of the Academy of Nutrition and Dietetics/American Society for
Parenteral and Enteral Nutrition: indicators recommended for the identification and
documentation of pediatric malnutrition (undernutrition). J Acad Nutr Diet. 114:1988–
2000. doi: 10.1016/j.jand.2014.08.026. 2014.
10. Grover Z, Ee LC. Protein energy malnutrition. Pediatr Clin North Am. 56:1055–68. doi:
10.1016/j.pcl.2009.07.001. 2010.
11. Carrero, J. J., Stenvinkel, P., Cuppari, L., Ikizler, T. A., Kalantar-Zadeh, K., Kaysen, G.,
and Ter Wee, P. Etiology of the protein-energy wasting syndrome in chronic kidney
disease: a consensus statement from the International Society of Renal Nutrition and
Metabolism (ISRNM). Journal of renal nutrition, 23(2), 77-90. 2013.
12. NHS. Nutritional considerations in adult patients with acute kidney injury. Available at:
https://www.thinkkidneys.nhs.uk/aki/wpcontent/uploads/sites/2/2017/12/Think-Kidneys-
Nutrition-Guide-final.pdf [Accessed 04 Mar. 2019]. 2017.
13. Sciatti, E.; Lombardi, C.; Ravera, A.; Vizzardi, E.; Bonadei, I.; Carubelli, V.; Gorga, E.;
Metra, M. Nutritional Deficiency in Patients with Heart Failure. Nutrients 2016, 8, 442.
2016.
14. Fouque, D.; Kalantar-Zadeh, K.; Kopple, J.; Cano, N.; Chauveau, P.; Cuppari, L.; Franch,
H.; Guarnieri, G.; Ikizler, T.A.; Kaysen, G.; et al. A proposed nomenclature and diagnostic
criteria for protein-energy wasting in acute and chronic kidney disease. Kidney Int. 2009
15. Berbel MN, Pinto MPR, Ponce D, Balbi AL. Review article: nutritional aspects in acute
kidney injury. Rev Assoc Med Bras, 57(5): 587-592. 2011.

Anda mungkin juga menyukai