Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


“ANATOMI FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI”

Dosen : Karmitasari Yanra Katimenta, Ners., M.Kep

KELOMPOK VII
DISUSUN OLEH:

1. Aprila 2018.C.10a.0958
2. Dantini 2018.C.10a.0963
3. Fitrialiyani 2018.C.10a.0967
4. Melatia Paska 2018.C.10a.0977
5. Sarpika Yena A 2018.C.10a.0985
6. Yuni Elia Kartika 2018.C.10a.0993

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun ada beberapa
halangan yang mengganggu proses pembuatan makalah ini, namun penulis dapat
mengatasinya tentu atas campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi para mahasiswa terutama yang
berada di STIKes Eka Harap materi tentang “ANATOMI FISIOLOGI SISTEM
HEMATOLOGI”
” sehingga diharapkan dengan mempelajari makalah ini mahasiswa maupun
pembaca lainnya untuk mendapatkan tambahan pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, penulis
berharap adanya kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan makalah ini
pada masa yang akan datang. Akhir kata dari penulis berterimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini
sehingga menjadi bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 08 February 2020


DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................
Daftar
Isi.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Komposisi dan struktur Darah
Manusia............................................................
2.2 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh
Manusia ................................
2.3 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh
Manusia................................
2.5. Leukosit, Granulosit, Makrofag, Monosit, dan
Inflamasi.................................
2.6 Imunitas dan
Alergi...........................................................................................
2.7 Golongan
Darah................................................................................................
2.8 Hemostatis dan Pembekuan
Darah....................................................................
2.9 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembekuan
Darah.....................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
            Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan
yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport.
Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar
yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran
mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan
dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa
pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka
lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung, gumpalan
darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih seketika.
Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata Anda,
tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini
terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu bagian
saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan
menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika
keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem
ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil.
Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah
kematian. Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka,
dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas
yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada saat dan tempat
yang tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut akan membeku dan
berakibat pada kematian.
1.2    Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi fisiologi dalam sistem hematologi itu ?

1.3    Tujuan
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami berkaitan dengan anatomi dan fisiologi sistem
hematologi.
1.4    Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam
tindakan praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidakpahaman dalam
anatomi fisiologi dalam sistem hematologi sehingga berpengaruh besar terhadap
kehidupan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komposisi dan struktur Darah Manusia
 Karakteristik
1.Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan
dan di bawa dalam matriks cairan (plasma).
2.Darah lebih berat dibandingkan dengan air  dan lebih ketal. Cairan ini memiliki
rasa dan bau yang khas, serta Ph 7.4 (7.35-7.45).
3. Warna darah bervariasi dan merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa ke sel darah merah.
4.Volume darah tetap sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata, dan
kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai dengan
ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan edukosa dalam
tubuh. Volume ini juga bervariasi dengan perubahan cairan darah dan
konsentrasi elektrolitnya.
 Komposisi
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel
darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55%
yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang
disebut plasma darah.
Korpuskula darah terdiri dari:
 Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang
yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.
 Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
 Sel darah putih  atau  leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang
tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan
orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
Susunan Darah. serum darah atau plasma terdiri atas:
1. Air: 91,0%
2. Protein: 8,0% (Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
3. Mineral: 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfor,
magnesium dan zat besi, dll)
Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :
 albumin
 bahan pembeku darah
 immunoglobin (antibodi)
 hormon
 berbagai jenis protein
 berbagai jenis garam
 Struktur sel darah :
1. Air : 91%
2. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen).
3. Mineral :0,9% (Natrium klorida,natrium bikarbonat, garam
posfat, magnesium, kalsium dan zatbesi).
4. Bahan organik :0,1% ( Glukosa, lemak, asam urat, kreatinin
kolesterol dan asam amino). (Dr. Syaifuddin, 1992).
2.2 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh Manusia
  Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama
dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung campuran
kompleks zat organic dan zat anorganik.
Di dalam plasma darah terlarut berbagai macam zat. Di antara zat-zat
tersebut ada yang masih berguna dan adapula yang tidak berguna. Beberapa zat
tersebut antara lain seperti berikut.
a. Zat makanan dan mineral, antara lain glukosa, gliserin, asam amino, asam
lemak, kolesterol, dan garam mineral.
b. Zat hasil produksi dari sel-sel, antara lain enzim, hormon, dan antibodi.
c. Protein,
Protein dalam plasma darah terdiri atas:
1. antiheofilik berguna mencegah anemia;
2. Tromboplastin berguna dalam proses pembekuan darah;
3. protrombin mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
4. fibrinogen mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
5. albumin mempunyai peranan penting untuk memelihara tekanan osmotik
darah;
6. gammaglobulin berguna dalam senyawa antibodi.
d. Karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen.
Protein plasma mencapai 7% plasma dan merupakan satu-satunya unsure
pokok plasma yang tidak dapat menembus membrane kapilar untuk mencapai sel.
Ada 3 jenis protein plasma:
 Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55-60%. Albumin
disintesiskan dalam hati dan bertanggung  jawab untuk tekanan osmotic koloid
darah.
            Koloid, adalah zat yang berdiameter 1Nm – 100Nm, sedangkan kristaloid
adalah zat yang berdiameter kurang dari 1 Nm. Plasma mengandung koloid dan
kristaloid.
            Tekanan osmotic koloid atau tekanan onkotik, ditentukan berdasarkan
jumlah partikel koloid dalam larutan. Tekanan ini  merupakan ukuran ‘daya tarik’
plasma terhadap difusi air dan cairan ekstraseluler yang melewati membrane
kapilar.
 Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma.
            α dan β globulin disintesiskan dihati, dengan fungsi utama sebagai
molekul pembawa lipid, beberapa hormone berguna sebagai substrat, dan zat
penting tubuh lainnya.
            Gamma globulin adalah antibody. Ada 5 jenis immunoglobulin yang
diproduksi jaringan limpoid dan berfungsi dalam imunitas.
 Fibrinogen membentuk 4% protein plasma, disintesis di hati dan erupakan
komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
Plasma juga mengandung nutrient, gas darah, elektrolit, mineral, hormone,
vitamin dan zat-zat sisa.
(1). Nutrien meliputi asam amino, gula dan lipid yang diabsorbsi dari saluran
pencernaan.
(2). Gas Darah meliputi oksigen, karbondioksida dan nitrogen
(3). Elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium,magnesium, klorida, kalsium,
bikarbonat, fosfat dan ion sulfat.
Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit),sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.
Eritrosit atau Sel Darah Merah
Karakteristik
Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7,65 µm.
  Terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini
elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapilar
(pembuluh darah terkecil).
Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis
pigmen pernafasan yang mengikat oksigen. Fungsi hemoglobin itu sendiri yaitu
jika hemoglobin terpajan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan
rantai alfa dan beta, untuk membentuk oksihemoglobin. Dan hemoglobin
berikatan dengan CO2 dibagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin
yang terbentuk hanya memakai 20% CO2 yang terkandung dalam darah, 80%
sisanya dibawa dalam bentuk ion bikarbonat.
Fungsi Eritrosit
1.      Mentransfer oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin
terhadap oksigen.
2.      Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
3.      mengikat karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
Leukosit atau Sel Darah Putih
Leukosit dibagi dalam 2 kategori, granulosit dan sel mononuclear
(agranulosit). Dalam darah normal, jumlah total leukosit adalah 5.000 sampai
10.000 sel per mm3. Sekitar 60% diantaranya adalah granulosit dan 40% sel
mononuclear.
Granulosit. Diameter granulosit biasanya sampai tiga kali eritrosit.
Granulosit dibagi dalam tiga sub pengikat warna. Eosinofil, memiliki memiliki
granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya; Basofil, berwarna biru; dan
Netrofil, memiliki granula berwarna ungu pucat.
Leukosit Mononuklear (Agranulosit), adalah sel darah putih dengan inti
satu lobus dan sitoplasmanya bebas granula. Dalam darah orang dewasa normal,
limfosit berjumlah sekitar 30% dan monosit sekitar 5% dalam total leukosit.
Limfosit matang adalah sel kecil dengan sitoplasma sedikit. Diproduksi terutama
oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa, dan kelenjar timus dari sel
prekursor yang berasal sebagai sel stem sumsum. Monosit adalah leukosit
terbesar. Diproduksi oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi histiosit
jaringan, termasuk sel kupfer di hati, makrofag peritoneal, makrovag alveolar, dan
komponen lain sistem retikuloendotileal.
2.3 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh Manusia
Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama
dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung campuran
kompleks zat organic dan zat anorganik.
            Di dalam plasma darah terlarut berbagai macam zat. Di antara zat-zat
tersebut ada yang masih berguna dan adapula yang tidak berguna. Beberapa zat
tersebut antara lain seperti berikut.
a. Zat makanan dan mineral, antara lain glukosa, gliserin, asam amino, asam
lemak, kolesterol, dan garam mineral.
b. Zat hasil produksi dari sel-sel, antara lain enzim, hormon, dan antibodi.
c. Protein,
Protein dalam plasma darah terdiri atas:
1. antiheofilik berguna mencegah anemia;
2. Tromboplastin berguna dalam proses pembekuan darah;
3. protrombin mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
4. fibrinogen mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
5. albumin mempunyai peranan penting untuk memelihara tekanan osmotik
darah;
6. gammaglobulin berguna dalam senyawa antibodi.
d. Karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen.
Protein plasma mencapai 7% plasma dan merupakan satu-satunya unsure
pokok plasma yang tidak dapat menembus membrane kapilar untuk mencapai sel.
Ada 3 jenis protein plasma:
 Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55-60%. Albumin
disintesiskan dalam hati dan bertanggung  jawab untuk tekanan osmotic
koloid darah.
Koloid, adalah zat yang berdiameter 1Nm – 100Nm, sedangkan
kristaloid adalah zat yang berdiameter kurang dari 1 Nm. Plasma
mengandung koloid dan kristaloid.
Tekanan osmotic koloid atau tekanan onkotik, ditentukan
berdasarkan jumlah partikel koloid dalam larutan. Tekanan ini  merupakan
ukuran ‘daya tarik’ plasma terhadap difusi air dan cairan ekstraseluler
yang melewati membrane kapilar.
 Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma.
α dan β globulin disintesiskan dihati, dengan fungsi utama sebagai
molekul pembawa lipid, beberapa hormone berguna sebagai substrat, dan
zat penting tubuh lainnya.
Gamma globulin adalah antibody. Ada 5 jenis immunoglobulin yang
diproduksi jaringan limpoid dan berfungsi dalam imunitas.
 Fibrinogen membentuk 4% protein plasma, disintesis di hati dan erupakan
komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
Plasma juga mengandung nutrient, gas darah, elektrolit, mineral,
hormone, vitamin dan zat-zat sisa.
1. Nutrien meliputi asam amino, gula dan lipid yang diabsorbsi dari saluran
pencernaan.
2. Gas Darah meliputi oksigen, karbondioksida dan nitrogen
3. Elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium,magnesium, klorida,
kalsium, bikarbonat, fosfat dan ion sulfat.
Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit),sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.
Eritrosit atau Sel Darah Merah
Karakteristik
            Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan
pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm.
            Terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini
elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapilar
(pembuluh darah terkecil).
  Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis
pigmen pernafasan yang mengikat oksigen. Fungsi hemoglobin itu sendiri yaitu
jika hemoglobin terpajan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan
rantai alfa dan beta, untuk membentuk oksihemoglobin. Dan hemoglobin
berikatan dengan CO2 dibagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin
yang terbentuk hanya memakai 20% CO2 yang terkandung dalam darah, 80%
sisanya dibawa dalam bentuk ion bikarbonat.
Fungsi Eritrosit
1. Mentransfer oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap
oksigen.
2. Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
3. Mengikat karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
Leukosit atau Sel Darah Putih
Leukosit dibagi dalam 2 kategori, granulosit dan sel mononuclear
(agranulosit). Dalam darah normal, jumlah total leukosit adalah 5.000 sampai
10.000 sel per mm3. Sekitar 60% diantaranya adalah granulosit dan 40% sel
mononuclear.
Granulosit. Diameter granulosit biasanya sampai tiga kali eritrosit.
Granulosit dibagi dalam tiga sub pengikat warna. Eosinofil, memiliki memiliki
granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya; Basofil, berwarna biru; dan
Netrofil, memiliki granula berwarna ungu pucat.
Leukosit Mononuklear (Agranulosit), adalah sel darah putih dengan inti
satu lobus dan sitoplasmanya bebas granula. Dalam darah orang dewasa normal,
limfosit berjumlah sekitar 30% dan monosit sekitar 5% dalam total leukosit.
Limfosit matang adalah sel kecil dengan sitoplasma sedikit. Diproduksi terutama
oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa, dan kelenjar timus dari sel
prekursor yang berasal sebagai sel stem sumsum. Monosit adalah leukosit
terbesar. Diproduksi oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi histiosit
jaringan, termasuk sel kupfer di hati, makrofag peritoneal, makrovag alveolar, dan
komponen lain sistem retikuloendotileal.
Sel darah merah
Sel darah merah atau yang disebut eritrosit berasal dari bahasa yunani,
yaitu erythros berarti merah dan krytos yang berarti selubung/sel.  Sel ini tidak
memiliki intisel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan
mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Sel darah merah
mengandung protein hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang
diambil di paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar
ruang intrasel eritrosit. Sel darah matang dikeluarkan dari sum-sum tulang dan
hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disintegrasi dan mati. Sel-sel
darah merah yang mati diganti oleh sel-sel baru yang dihasilkan oleh sumsul
tulang. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Anemia
Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin.
Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah, atau jumlah sel darah
merah tetap normal. Tetapi jumlah hemoglobinnya sub normal. Karena
kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang. Maka individu akan
terlihat pucat atau kurang tenaga.
Kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan karena hilangnya
darah yang terlalu cepat atau produksi sel darah merah yang terlalu lambat atau
dapat disebut dengan kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel
darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.
            Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan kepusingan.Orang
dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat
Hb yang wajar.Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja.Artinya mutu hidupnya
lebih rendah.
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa
tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang
normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.
Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki.Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat
muda.
a. Penyebab umum dari anemia:

 Perdarahan hebat
 Akut (mendadak)
 Kecelakaan
 Pembedahan
 Persalinan
 Pecah pembuluh darah
 Kronik (menahun)
 Perdarahan hidung
 Wasir (hemoroid)
 Ulkus peptikum
 Kanker atau polip di saluran pencernaan
 Tumor ginjal atau kandung kemih
 Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
 Berkurangnya pembentukan sel darah merah
 Kekurangan zat besi
 Kekurangan vitamin B12
 Kekurangan asam folat
 Kekurangan vitamin C
 Penyakit kronik
 Meningkatnya penghancuran sel darah merah
 Pembesaran limpa
 Kerusakan mekanik pada sel darah merah
 Reaksi autoimun terhadap sel darah merah:
 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal Sferositosis herediter
 Elliptositosis herediter
 Kekurangan G6PD
 Penyakit sel sabit
 Penyakit hemoglobin C
 Penyakit hemoglobin S-C
 Penyakit hemoglobin E
 Thalasemia

b. Gejala
Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi
kebutuhan ini, bervariasi.Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan,
kurang tenaga dan kepala terasa melayang.Jika anemia bertambah berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung.
c. Diagnosa
Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase
sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin
dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan
bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC/complete blood count).
d. Macam-macam anemia
1.Anemia Hemoragis
Anemia akibat kehilangan darah secara berlebihan. Secara normal cairan
plasma yg hilang akan diganti dalam waktu 1-3 hari namun dengan konsentrasi sel
darah merah yang tetap rendah. Sel darah merah akan kembali normal dalam
waktu 3-6 minggu.
2.  Anemia Aplastika
Sumsum tulang yang tidak berfungsi sehingga produksi sel darah merah
terhambat.Dapat dikarenakan oleh radiasi sinar gamma (bom atom), sinar X yang
berlebihan, bahan2 kimia tertentu, obat2an atau pada orang2 dengan keganasan.
3.Anemia Megaloblasitik
Vitamin B12, asam folat dan faktor intrinsik(terdapat pd mukosa lambung)
merupakan faktor2 yang berpengaruh terhadap pembentukan sel darah merah. Bila
salah satu faktor di atas tidak ada maka produksi eritroblas dalam sumsum tulang
akan bermasalah. Akibatnya sel darah tumbuh terlampau besar dengan bentuk
yang aneh, memiliki membran yg rapuh dan mudah pecah..ciri2 ini disebut sebagai
Megaloblas.
Dapat terjadi pada:
1. Atropi mukosa lambung (faktor intrinsik terganggu)
2. Gastrektomi total (hilangnya faktor intrinsik)
3. Sariawan usus (absorbsi asam folat dan B12 berkurang
4. Anemia Hemolitik
Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan rapuhnya sel dan masa
hidup yg pendek (biasanya ada faktor keturunan)
Contoh :
1.Sferositosis, sel darah merah kecil, bentuk sferis, tidak mempunyai struktur
bikonkaf yg elastis (mudah sobek)
2.  Anemia sel sabit, 0,3-10 % orang hitam di Afrika Barat dan Amerika sel 2nya
mengandung tipe Hb yg abnormal (HbS), bila terpapar dengan O2 kadar rendah
maka Hb akan mengendap menjadi kristal2 panjang di dalam sel darah merah..
sehingga sel darah merah menjadi lebih panjang dan berbentuk mirip seperti bulan
sabit. Endapan Hb merusak membran sel. Tekanan O 2 jaringan yg rendah
menghasilkan bentuk sabit dan mudah sobek.Penurunan tekanan O2 lebih lanjut
membentuk sel darah semakin sabit dan penghancuran sel darah merah meningkat
hebat.
3.    Eritroblastosis Fetalis, Ibu dengan Rh(-) yang memiliki janin Rh(+).. pada
saat kehamilah pertama.. setelah ibu terpapar darah janin.. maka ibu secara
otomatis akan membentuk anti bodi terhadap Rh(+), sehingga pada kehamilan
yang ke dua anti Rh ibu akan menghancurkan darah bayi, dan bayi akan
mengalami anemia yg hebat hingga meninggal.
4.    Hemolisis karena malaria atau reaksi dg obat2an
5. Nutrional Anemia
Anemia defisiensi besi (Fe)
Anemia defisiensi asam folat
(akibat kekurangan asupan atau gangguan absorbsi GI track)
6. Anemia Pernisiosa
Vitamin B12 penting untuk sintesa DNA yang berperan dalam penggandaan
dan pematangan sel. Faktor intrinsik berikatan dengan B12 sebagai transport
khusus absorbsi B12 dari usus. Anemia pernisiosa bukan karena kekurangan
Intake B12 melainkan karena defisiensi faktor intrinsik yg mengakibatkan
absorbsi B12 terganggu.
7. Renal Anemia
Terjadi karena sekresi eritropoietin dari ginjal berkurang akibat penyakit ginjal.

Polisitemia
Adalah peningkatan sel darah merah dalam sirkulasi, yang mengakibatkan
peningkatan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui
pembuluh darahterhalang dan aliran kapilat dapat tertutup.
1.        Polisitemia kompensatori (sekunder)
Dapat terjadi akibat hipoksia ( kekurangan oksigen ) karena hal berikut ini:
a.         Kediaman permanen di dataran tinggi
b.        Aktifitas fisik berkepanjangan
c.         Penyakit paru atau jantung
2.        Polisitemia Vera
Adalah gangguan pada sistem tulang ( Ethel Sloane, 2003)

2.5 Leukosit, Granulosit, Makrofag, Monosit, dan Inflamasi


Leukosit (Sel darah putih).
 Sel darah putih atau leukosit adalah sel darah yang membentuk komponen
darah yang berada di plasma darah .
 Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagaibagian dari sistem kekebalan tubuh.
 Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti,dapat bergerak secara
amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler /diapedesis sehingga jika
ada kuman yang keluar dari pembuluh bisa ditangkapnya
 Normalnya kita memiliki  6000 hingga 9000 sel darah putih dalam satu
mili liter
 Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50. 000 sel per
tetes.
  Jika terjadi kekurangan atau dibawah normal kita sebut Leukopenia , dan
tentu jika terjadi banyak infeksi di tubuh jumlahnya akan menigkat sesuai apa
yang diperlukan agar tubuh optimal
Ada beberapa jenis sel darah putih, yaitu:
AGRANULOSIT : Leucocyt yang tidak bergranula / berbutir : Lymposit dan
Monosit
GRANULOSIT : Leucocyt yang bergranulla berbutir butir /granule : Basofil ,
Eosinofil dan Neutrofil.
Granulosit
            Jumlahnya hampir 75% dariseluruh leukosit, plasmanya mengandung
granula (butir-butir halus), dibuat didalam sumsum merah oleh jaringan retikulo
endotelium.Granulosit merupakan sel fagosit, memakan benda asing, terutama
bakteri.Oleh karena itu, granulosit dapat menembus dinding kapiler, disebut
diapedesis serta masuk ke jaringan-jaringan.Apabila terjadiluka, granulosit akan
berkumpul pada luka untuk memakan bakteri yang masuk ke dalam
tubuh.Granulosit yang mati akan berkumpul berupa nanah. Macam-macam sel
yang terdapat kedalam tipe granulosit antara lain :
1. Neutrofil
Ciri-ciri : Plasma bersifat netral bentuk bermacam-macam, bersifat fagosit
Jumlah (sel/mm3) : 3.000 – 7.000
Tempat pembentukan : Jaringan Limfoid , kelenjar limfa
Masa Hidup : 6 jam – beberapa hari
Fungsi : Memfagosit / memakan bakteri
2. Eosinofil
Ciri-ciri : Bersifat asam, berbintik kemerahan, jumlah meningkat selama terjadi
infeksi
Jumlah (sel/mm3) :100 – 400
Tempat Pembentukan : sumsum tulang
Fungsi : mencegah alergi, menghancurkan antigen-antibodi
Masa Hidup : 8 – 12 Hari
3. Basofil
Ciri-ciri : Bersifat basa, berwarna kebiruan, bersifat fagosit
Jumlah (sel/mm3) : 20 – 50
Tempat Pembentukan : Sumsum tulang
Masa Hidup : Beberapa jam – beberapa hari
Fungsi : Melepaskan zat pencegah alergi, mengandung heparin (zat anti koagulan)
 Agranulosit
Plasma agranulosit tidak mengandung granula (butiran), intinya relative
besar, jumlahnya ±25%. Macam-macam sel darah putih yang termasuk kedalam
tipe agranulosit antara lain:
1.    Limfosit
Ciri-ciri : Berinti satu, tidak dapat bergerak bebas, berwarna biru pucat
Jumlah (sel/mm3) : 1.500 – 3.000
Tempat Pembentukan : Limfa dan tulang
Masa Hidup : Beberapa jam – beberapa tahun
Fungsi : Mengaktifkan system kekebalan
2.    Monosit
Ciri-ciri : Berinti satu berukuran besar, berbentuk bulat panjang, dapat bergerak
cepat, bersifat fagosit
Jumlah (sel/mm3) : 100 – 700
Tempat Pembentukan : Sumsum tulang
Masa Hidup : Beberapa Bulan
Fungsi : Fagositosit, berkembang menjadi makrofag.

Makrofag
Makrofag adalah sel darah putih besar yang merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh kita. Kata makrofag secara harfiah berarti ‘pemakan
besar. “Ini adalah organisme seperti amoeba, dan tugasnya adalah untuk
membersihkan tubuh kita dari puing-puing mikroskopis dan penyerang. Makrofag
memiliki kemampuan untuk mencari dan ‘makan’ partikel seperti bakteri, virus,
jamur, dan parasit.
Makrofag yang lahir dari sel-sel darah putih yang disebut monosit, yang
diproduksi oleh sel-sel induk dalam sumsum tulang kita. Monosit bergerak
melalui aliran darah, dan ketika mereka meninggalkan darah, mereka tumbuh
menjadi makrofag. Mereka tinggal selama berbulan-bulan, berpatroli sel dan
organ tubuh kita dan menjaga mereka bersih.
Fungsi sebuah makrofag
Makrofag menyelesaikan tugas pembersihan yang sedang berjalan dengan
menelan partikel yang tidak diinginkan dan ‘memakan’ mereka. Seperti
disebutkan sebelumnya, makrofag adalah sel sejenis amuba. Bayangkan sebuah
gumpalan-seperti jelly mengalir bersama, sekitar mangsanya, dan menelannya. Ini
pada dasarnya adalah bagaimana makrofag bekerja. Tapi mari kita lihat lebih
dekat pada proses yang sebenarnya.
Makrofag menggunakan proses yang disebut fagositosis untuk
menghancurkan dan menyingkirkan partikel yang tidak diinginkan dalam tubuh.
Fagositosis secara harfiah berarti sel ‘makan.’ Proses ini bekerja seperti ini:
karena makrofag menelan partikel, kantongnya disebut fagosom terbentuk di
sekitarnya. Kemudian, enzim yang dilepaskan ke fagosom oleh organel dalam
makrofag disebut lisosom. Sama seperti enzim dalam perut kita sendiri dilepaskan
untuk mencerna makanan kita, enzim yang dikeluarkan oleh lisosom mencerna
partikel. Puing-puing yang tersisa, atau apa yang tersisa dari partikel, keluar dari
makrofag yang akan diserap kembali ke dalam tubuh.
Makrofag membersihkan berbagai benda asing yang tidak diinginkan.
Seperti tukang pukul di sebuah klub malam, ini pembela besar menyelesaikan
pekerjaan. Bakteri, virus, jamur, dan parasit adalah beberapa contoh dari penyerbu
yang ditargetkan. Meskipun tubuh kita memiliki hambatan di tempat seperti kulit
kita dan selaput lendir yang terus keluar banyak mikroorganisme ini, mereka
masih bisa masuk ke dalam tubuh kita. Namun, setiap pelaku luar yang tidak bisa
masuk dengan cepat dihadapkan oleh sel-sel pembersihan yang super.
Aspek lain yang menarik dari makrofag adalah kemampuannya untuk
mengetahui mana sel-sel untuk menghancurkan dan mana yang harus
meninggalkan sendirian. Sehat, sel-sel hidup dalam tubuh kita memiliki satu set
tertentu protein pada membran luar mereka. Mereka adalah tanda dasarnya ID
untuk sel-sel kita. Ini adalah bagaimana sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel
kita sendiri dibandingkan benda asing.
Meskipun makrofag tidak membedakan antara berbagai jenis bakteri,
virus, atau pihak luar lainnya, mereka mengetahui bahwa partikel-partikel tersebut
tidak termasuk dalam tubuh dengan mendeteksi protein luar yang berbeda.
Makrofag bahkan memiliki kemampuan untuk mendeteksi sinyal yang dikirim
oleh bakteri, yang memungkinkan mereka untuk melakukan perjalanan ke tempat
infeksi. Tapi pekerjaan makrofag tidak berhenti di situ. Setelah virus telah ditelan
dan dicerna, misalnya, makrofag menampilkan protein mengidentifikasi itu virus
tertentu. Sebuah pesan akan dikirim ke seluruh sistem kekebalan tubuh untuk
memanggil untuk produksi antibodi spesifik untuk virus tertentu. Sepasukan sel
tempur kemudian dikirim keluar untuk menghancurkan virus sebelum mereka
dapat melakukan lebih banyak kerusakan. Makrofag bahkan menyerang beberapa
sel kanker.
Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya, makrofag juga
membersihkan puing-puing sel mati dan ‘sampah lainnya’ yang mungkin
tergeletak di sekitar. Bayangkan penyapu jalan perlahan-lahan bergulir di jalan
Anda. Setiap kotoran atau sampah yang ada di trotoar tersapu dan ‘ditelan’ oleh
truk. Hasilnya adalah jalan bebas dari daun, kotoran, sampah, atau gangguan
lainnya. Kita bisa membayangkan makrofag dengan cara yang sama ketika
membersihkan puing-puing sel.
Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk
jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,
zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis (Robbins & Kumar, 1994). Tujuan inflamasi yaitu
untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap
infeksi (Soesatyo, 2002). Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham
(rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) (Soesatyo, 2002), dan
function laesa (Chandrasoma dan Tailor, 1995).
Secara garis besar proses inflamasi dibagi menjadi 2 tahap :
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang
iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke
dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit
neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris
jaringan dan mikroba (Soesatyo, 2002).
b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki
seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak
dapat dilakukan sempurna (Ward, 1985).
2.6 Imunitas dan Alergi
Imunitas
 Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi
dan membunuh patogen serta sel tumor.
 Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari
sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
 Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
 Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi
yang menetralisir patogen.
 Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim
yang melindungi terhadap infeksi virus.
 Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariot kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme
tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis,
dan sistem komplemen.
 Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru
ini, dengan adanya evolusi vertebrata.
 Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ
tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin.
 Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata
mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif.
 Proses adaptasi membuat memori imunologikal dan membuat perlindungan
yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut.
 Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
 Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh
juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan
penyakit.
 Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada
biasanya, menyebabkan munculnya infeksi.
 Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe
combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi,
seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh
retrovirus HIV.
 Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang
jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing.
 Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes
melitus tipe 1 dan lupus erythematosus.
 Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian
dari penelitian.
ALERGI
Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan kerap kali
membahayakan terhadap subtansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi
merupakan manifestasi cidera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen
dan antibody. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa protein
yang dikenal tubuh sebagai benda asing, maka akan terjadi serangkaian peristiwa
dengan tujuan untuk membuat penginvasi tersebut tidak berbahaya,
menghancurkannyaa kemudian membebaskan tubuh darinya. Kalau limfosit
bereaksi terhadap antigen, kerapkali antibody dihasilkan. Reaksi alergi umum
akan terjadi ketika sistem imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara agresif
terhadap suatu subtansi yang normalnya tidak berbahaya (mis., debu, tepung sari
gulma). Produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat menimbulkan gejala
yang berkisar dari gejala yang ringan hingga gejala yang dapat membawa hingga
kematian.
Sistem imun tersusun dari banyak sel serta organ dan subtansi yang
disekresikan oleh sel-sel organ ini. Pelbagai bagian dari sistem imun ini harus
bekerjasama untuk memastikan pertahanan yang memadai terhadap para
penginvasi (yaitu virus, bakteri, subtansi asing lainnya) tanpa menghancurkan
jaringan tubuh sendiri lewat reaksi yang terlampau agresif.
2.7 Golongan Darah
Sebelum lahir, molekul protein yang di tentukan secara genetic disebut
antigen muncul di permukaan sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B
bereksi dengan antibody pasanagnnya, yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8
bulan setelah lahir.
a. Karena reaksi antigen –antibodi menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) sel
darah merah, maka atigen disebut aglutinogen dan antibody pasangannya disebut
aglutinin.
b. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A maupun tipe B, atau hanya
mewarisi salah satunya atau bahkan keduanya sekaligus.
      Klasifikasi Golongan Darah ABO ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya
aglutinogen (antigen tipe A dan B) yang ditemukan pada permukaan eritrosit dan
agglutinin (antibody), anti A dan anti B yang ditemukan dalam plasma darah.
a.      Darah golongan A mengandung aglutinogen tipe A dan agglutinin tipe B.
b.      Darah golongan B mengandung aglutinogen tipe B dan aglutinin tipe A.
c.       Darah golongan AB mengandung aglutinogen tipe A dan tipe B, tetapi tidak
mengandung agglutinin tipe A dan tipe B.
d.   darah golongan O tidak mengandung aglutinogen, tetapi mengandung agglutinin
anti A dan anti B.    
Penggolongan darah penting dilakukan sebelum transfuse darah karena campura
darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan destruksi sel darah merah.
a.  Dalam teknik slide biasa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah yang
terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya di letakkan pada
sebuah slide mikroskop.
b. Setetes serum yang mengandung agglutinin anti A (dari darah golongan B) di
teteskan pada salah satu tetes darah, sedangkan setetes serum yang mengandung
agglutinin anti B (dari darah golongan A) diteteskan pada tetes darah lainnya.
(1.)  Jika serum anti A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu
tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A)
(2.)  Jika serum anti B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki
aglutinogen tipe  B (golongan darah B).
(3.)  Jika kedua serum anti A dan anti B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut
memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB).
(4.) Jika kedua serum anti A dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka
individu tersebut    tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).
c.       Transfuse darah
(1.)  Saat transfuse darah diberikan, plasma donor akan diencerkan oleh plasma
recipient, sehingga agglutinin donor tidak dapat menyebabkan aglutinasi.
(2.)  walaupun demikian, aglutinogen pada sel donor penting untuk transfuse jika
golongan darah donor berbeda dengan golongan darah resipien, maka agglutinin
dalam plasma resipien akan mengaglutinasi sel darah merah asing donor.
(3.)  Reaksi transfuse disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah donor.
a.     Aliran darah dalam pembuluh kecil terhalang oleh gumpalan darah sel.
b.     Hemolisis (ruptur) sel darah merah menyebabkan terlepasnya hemoglobin
kedalam aliran darah.
c. Hemoglobin yang terbawa ke tubulus ginjal mengendap, menutup tubulus dan
mengakibatkan ginjal tidak berfungsi.
(4.)  Pencocokan silang pada golongan darah resipien dan donor dilakukan sebelum
pemberian transfuse untuk memastikan kecocokan darah.
(5.)  Konsep donor universal dan resipien universal
a.    Donor universal darah golongan O tidak memiliki aglutinogen untuk di aglutinasi
sehingga dapat diberikan pada resipien manapun, asalkan volume transfusinya
sedikit.
b.      Resipien universal individu dengan golongan darah AB tidak memiliki
agglutinin dalam plasmanya sehingga dapat menerima eritrosit donor apapun.
System Rh adalah kelompok antigen lain dalam tubuh manusia. System ini
ditemukan dan diberi nama berdasarkan rhesus monyet. Antigen RhD dalah
antigen terpenting dalam reaksi imunitas tubuh.
a.      Jika factor RhD ditemukan, individu yang memilikinya disebuh Rh positif. Jika
factor tersebut tidak ditemukan maka individunya disebut Rh negative. Individu
dengan Rh positif lebih banyak dibandingkan dengan yang ber Rh negative.
b.      sistem ini berbeda dengan golongan ABO dimana individu ber Rh negative
tidak memiliki agglutinin anti Rh dalam plasmanya.
c.       Jika seseorang dengan Rh negative diberikan darah ber Rh positif maka
agglutinin anti Rh akan di produksi walaupun transfuse awal biasanya tidak
membahayakan, pemberian darah Rh positif selanjutnya akan mengakibatkan
aglutinasi sel darah merah donor.
d.      Eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolisis pada bayi baru lahir, dapat terjadi
setelah kehamilan pertama ibu ber Rh negative dengan janin ber Rh negative.
(1.)  Pada saat lahir ibu akan terpapar beberapa antigen Rh positif janin sehingga ibu
akan membentuk antibody untuk menolak antigen tersebut.
(2.)  Jika antibody lawan factor Rh telah diproduksi ibu maka pada kehamilan
selanjutnya, antibody tersebut akan menembus plasenta menuju aliran darah janin
dan menyebabkan hemolisis sel darah merah janin. Bayi yang mengalaminya akan
terlahir dengan anemia.
(3.)  Pencegahan. Jika ibu ber Rh negative mendapat injeksi antibody berlawanan
dengan factor Rh positif dalam waktu 72 jam setelah melahirkan, keguguran, atau
setelah abortus janin ber Rh positif maka antigen tidak akan terakfasi. Ibu tidak
akan memproduksi antibody lawannya.
2.8 Hemostatis dan Pembekuan Darah
Hemostasis merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya
atau robeknya pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika endothelium
yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses ini mencakup pembekuan
darah (koagulasi ) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta
protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan
bekuan.
Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang
cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian
hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka.
Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan
diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada
tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada
pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen,
trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat hemostatik ataupun
trombos.
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga
terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin.
Mekanisme homeostatis dan pembekuan darah melibatkan suatu rangkaian proses
yang tepat.
1.      Vasokontriksi. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak
melepas serotonin dan tromboksan A2 (prostaglandin) yang menyebabkan otot
polos dinding pembuluh darah berkintriksi hal ini pada awalnya akan mengurangi
darah yang hilang.
2.      Plug trombosit
a.       Trombosit membengkak menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen
dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk plug trombosit.
b.      Trombosit melepas ADP untuk mengaktivasi lain sehingga melibatkan agregasi
trombosit untuk memperkuat plug.
(1.)  Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu
menghentikan pendarahan.
(2.)  Jika kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat mengurangi pendarahan,
sampai proses pembekuan terbentuk.
3.       Pembentukkan pembekuan darah

a.       Mekanisme ekstrinsik. Pembekuan darah dimulai dari factor eksternal


pembuluh darah itu sendiri.
(1.)  Tromboplastin (membrane lipopprotein) yang di lepas oleh sel-sel jaringan yang
rusak mengaktivasi protrombin dengan bantuan ion kalsium untuk membentuk
thrombin.
(2.)  Thrombin mengubah pribrinogen yang dapat larut, menjadi pibrin yang tidak
dapat larut. Benang-benang pibrin membentuk bekuan, atau jarinagan-jaringan
pibrin, yang menangkap sel darah yang memlalui pembuluh yang rusak.
b.      Mekanisme intrinsic untuk pembentukan darah berlangsung dalam cara yang
lebih sederhana daripada cara yang dijelaskan diatas. Mekanisme ini melibatkan
13 faktor pembekuan yang hanya ditemukan dalam plasma darah. Setiap factor
protein berada dalam kondisi  tidak aktif : jika salah satunya di aktivasi, maka
aktifitas enzimatiknya akan mengaktivasi factor selanjutnya dalam rangkaian,
dengan demikian akan terjadi suatu rangkaian reaksi untuk membuntuk bekuan.
2.9 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembekuan Darah
13 Faktor Pembekuan Darah
1. Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan
diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan
masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
2. Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah
menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan
faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
3. Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang
berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting
dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur
koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
4. Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan
darah.
5. Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas,
yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik
dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut
parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator
globulin.
6. Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
7. Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas
dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak
dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau
diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor
akselerator dan stabil.
8. Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil
dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser
dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X.
Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga
antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
9. Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi,
diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan
faktor antihemophilic B.
10. Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan
mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan,
membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut
prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk
trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik.
Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga
thrombokinase.
11. Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam
jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat
juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
1. Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan
kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi
dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan
kecenderungan trombosis.
13. Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin
monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam
urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah.
Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic.
Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga
disebut transglutaminase.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan
yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport.
Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar
yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran
mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan
dengan sel serta organ pembentuk darah.
3.2 Saran.
Dari pemaparan diatas, kami memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan
maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahai anatomi sistem hematologi
secara tepat agar terhindar dari kesalahan dalam tindakan baik itu dirumah sakit
maupun di alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh akibat kurangnya
aktifitas positif untuk memberikan kesehatan terhadap jantung sebagai pusat
kehidupan dan berhubungan pula dengan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J elizabeth. 2001. Buku saku PATOFISOLOGI. Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Pearce, Evelyn. 2000. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia


Jakarta

Buku ajar Fisiologi Kedokteran, Arthur C. Guyton, MD, dan John E. Hall, PhD
edisi 11.
JURNAL PENELITIAN HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI

DENGAN MALARIA

Disusun Oleh :

M. HARIS ABIDIN

DWI NOVI YANTI

ZURALIS PITER SINGGIH


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU – LAMPUNG

2015/2016

ABSTRAK

Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang

kesehatan adalah penyakit malaria. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500

juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1

juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di

daerah endemis malaria. Di Indonesia pada tahun 2014 angka kejadian kasus

Malaria menunjukkan kecenderungan yang sama dibandingkan pada tahun 2013

yaitu sebesar 0,51 perseribu penduduk, sedangkan angka klinis malaria sebesar

23,8 perseribu penduduk.


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor biaya

penunjang, kepatuhan minum obat serta gambaran fasilitas kesehatan dan

pengetahuan petugas kesehatan dengan keberhasilan pengobatan malaria.Metode

penelitian adalah Cross Sectional Study. Populasi adalah penderita malaria dalam

6 bulan terakhir pada tahun 2014 yang tercatat di ruang Alamanda Rumah Sakit

Umum Daerah H.Abdul Moelok Lampung, sebanyak 125 orang. 

Hasil Penelitian variabel yang merupakan faktor yang berhubungan

dengan keberhasilan pengobatan yaitu biaya penunjang dengan nilai p = 0,02, dan

kepatuhan berobat dengan nilai p = 0,03, sedangkan faktor pelengkap yang

merupakan faktor penunjang. Dimana pengetahuan petugas yang dikategorikan

tahu sebesar 76% dan fasilitas kesehatan yang dikategorikan memadai sebesar

68%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Pemerintah

setempat agar pada wilayah yang jauh dari sarana kesehatan dan di daerah yang

jalur transportasi tidak lancar ditambahkan sarana kesehatan. Selain itu untuk

menunjang keberhasilan pengobatan diperlukan dukungan keluarga agar penderita

memiliki kepatuhan yang tinggi dalam meminum obat. Di samping itu, agar

pengobatan yang dilakukan lebih efektif di sarankan kepada petugas kesehatan

agar menggunakan pemeriksaan DDR di laboratorium sedangkan sarana

kesehatan yang tidak memiliki laboratorium agar diadakan pelatihan dan

pendidikan bagi petugas yang bertugas di sarana kesehatan tersebut.

Daftar Pustaka (28, 2000-2007)


Kata Kunci : Malaria, Keberhasilan Pengobatan Malaria

ABSTRACT

One of contagion becoming global problem in the field of health is

malarian ailment. This disease groan at least 350-500 million people every year

and hold responsible to death of about 1 million people every year. Estimated still

about 3,2 people milliard live in area of endemis malaria. In Indonesia on the year

2014 number of occurence of Malaria case show the compared to same tendency
in the year 2013 that is equal to 0,51 thousandth of resident, while number of

klinis malaria of equal to 23,8 thousandth of resident.

This Research target is to know the relation of factor of supporter expense,

compliance take medicine and also picture of facility of health and knowledge of

health worker with the efficacy of malaria medication. Research method is Cross

Sectional Study. Population is malaria patient in last 6 month in the year 2015

noted in room Alamanda Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Moelok Lampung

as much 125 people.

Result of variable Research representing factor of which deal with

medication efficacy that is supporter expense with the value p = 0,02, and

compliance medicinize with the value p = 0,03, while complement factor

representing supporter factor. Where worker knowledge categorized by soybean

cake of equal to 76% and health facility categorized adequate equal to 68%.

Pursuant to the research result suggestied to party of Local government of

so that region which is far from health medium and in area which transportation

band is not fluent enhanced by a health medium. Others to support the medication

efficacy needed by a family support so that patient own the high compliance in

taking medicine. Despitefully, so that medication conducted by more effective,

suggesting to health worker so that using inspection DDR in laboratory of while

health medium which do not own the laboratory of so that performed by training

and education for commisioned worker in the health medium.

Bibliography ( 28, 2000-2007)


Keyword : Malaria, Efficacy of Malaria Medication

A. Pendahuluan

Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang

kesehatan adalah penyakit malaria. Dalam buku The World MalariaReport

2005, Badan Kesehatan Dunia (WHO), menggambarkan walaupun berbagai

upaya telah dilakukan, hingga tahun 2005 Malaria masih menjadi masalah

kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya


350-500 juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian

sekitar 1 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar

orang hidup di daerah endemis malaria (Ndoen,  2006).

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di

Indonesia terjadi 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap

tahunnya. Pada tahun 2005 angka kejadian kasus Malaria menunjukkan

kecenderungan yang sama dibandingkan pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,51

perseribu penduduk, sedangkan angka klinis malaria sebesar 23,8 perseribu

penduduk. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasil Survey

Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, adalah sebesar 2%. Jumlah Kabupaten

endemis di Indonesia adalah 424 Kabupaten Dari 576 Kabupaten yang ada,

dan diperkirakan 42,4 % penduduk beresiko tertular (Sampri, 2007).

B. Bahan dan Metode

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut

Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan

memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah. Plasmodium yang

menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium falciparum


dan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan

Plasmodium knowlesi.

Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk

Anopheles, terutamanya Anopheles sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae

di Afrika. Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia

sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap

tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.

Cara pencegahan malaria

Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu

langkah yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam

hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran

masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari

gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :

1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan

kelambu berinsektisida.

2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).

3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.

4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak

menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang

nyamuk.

8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang

bergantungan serta genangan air.

9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk

abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops)

pemakan jentik.

10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa

payau sepanjang pantai.

Pengobatan malaria dengan herbal

1. Daun meniran

Cara pembuatan :

- Siapkan setengah genggam daun meniran

- Cuci bersih, lalu rebus dengan air bersih sebanyak 3 gelas

- Biarkan mendidih hingga tinggal tiga perempat bagian

- Sesudah dingin, saring

- Minum 3 kali sehari sebanyak tiga perempat gelas

- Bila perlu tambahkan sedikit madu.

2. Daun Pepaya

Cara pembuatan :

- Ambil daun pepaya agak muda dan masih segar sebanyak setengah

gelas minum

- Cuci bersih lalu giling sampai halus


- Tambahkan tiga perempat cangkir air masak dan sedikit garam

- Peras, lalu saring

- Minum 3 kali sehari.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Ruang alamanda Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Moelok merupakan salah satu Unit pelayanan kesehatan masyarakat

yang terletak di kota Bandar Lampung dengan Status Rawat Inap, yang

berada dalam naungan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Populasi dan Sampel:

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penderita malaria yang

tercatat dan dilaporkan di ruang Alamanda dari bulan Maret – April tahun

2015 sebanyak 125 orang.

Sedangkan yang menjadi sampel adalah penderita malaria yang mengikuti

program pengobatan gratis yang dianggap mampu memberikan

informasi/keterangan dengan benar tentang variabel yang diteliti dan telah

diketahui menderita malaria berdasarkan diagnosa klinik dan hasil

pemeriksaan di laboratorium Rumah sakit umum daerah Abdol Moelok yang

terpilih sesuai kriteria dengan menggunakan metode Simple Random

Sampling. Kriteria sampel adalah sebagai berikut :

1. Keluarga Pasien yang kooperatif

2. Pasien yang berumur ≤ 16 Tahun.


Pengumpulan data

1. Data Primer, yang dilakukan dengan wawancara langsung dengan

responden yang terpilih sebagai sampel sebagai instrumen.

2. Data Sekunder, dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang

berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari instansi terkait.

Jenis Variabel

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan

malaria sementara variabel bebas adalah variabel biaya penunjang, kepatuhan

minum obat, fasilitas kesehatan dan pengetahuan petugas. Adapun defenisi

dan kriteria masing masing variabel disajikan sebagai berikut :

1. Biaya Penunjang adalah biaya yang dikeluarkan oleh penderita selama

menjalani pengobatan malaria yang meliputi biaya transportasi (jika

menggunakan kendaraan umum), biaya makan (jika pasien di rawat inap)

dan biaya obat (jika pasien menderita komplikasi penyakit lain selain

malaria). Ada Bila penderita tidak memiliki biaya untuk menunjang

pengobatan, tidak bila tidak sama dengan kriteria ada.

2. Kepatuhan minum obat adalah kepatuhan penderita dalam menjalankan

pengobatan (minum obat) sesuai dengan dosis/aturan yang diberikan.

Patuh bila penderita menjalankan pengobatan sesuai dengan dosis/aturan

yang diberikan, tidak patuh bila tidak sama dengan kriteria patuh.
3. Fasilitas kesehatan Adalah adanya alat bantu untuk mendiagnosa dan

menunjang pengobatan penyakit malaria. Memadai bila ada alat bantu

untuk mendiagnosa dan menunjang pengobatan malaria, tidak

memadai bila tidak sama dengan kriteria memadai.

4. Pengetahuan petugas kesehatan adalah kemampuan tenaga kesehatan

dalam memahami, mendiagnosa dan memberikan dosis pengobatan yang

tepat terhadap penderita penyakit malaria. Indikator yang dinilai adalah

kemampuan tenaga kesehatan untuk mendiagnosa dan memberikan dosis

pengobatan secara cepat dan tepat. Tahu bila Bila tenaga

kesehatan memahami, mendiagnosa dan memberikan dosis pengobatan

secara tepat terhadap penderita penyakit malaria, tidak tahu bila tidak

sama dengan kriteria tahu.

Analisis data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat yaitu analisis

distribusi frekuensi dan persentase tunggal yang terkait dengan tujuan

penelitian; dan analisis bivariat yaitu analisis variabel dependen dan

independen dengan tabulasi silang (crosstab) disertai dengan uji hipotesis

melalui uji Chi Square. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol (H0).

C. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Penderita Malaria
Berdasarkan hasil penelitian dari 12 responden , pada umumnya

berumur 2 bulan- 16 tahun (29,5%), responden laki-laki lebih banyak

(56,8%) dibandingkan dengan perempuan (43,2%).

2. Deskripsi Variabel Yang Diteliti

Tahap ini dilakukan analisis distribusi frekuensi persentase

variabel penelitian yaitu variabel independen meliputi biaya penunjang

(biaya transportasi dan biaya makan), kepatuhan minum obat, fasilitas

kesehatan (ketersediaan laboratorium dan mikroskop), pengetahuan

petugas kesehatan. Dan variabel dependen meliputi keberhasilan

pengobatan malaria.

Tabel 1

Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel n %
Biaya Penunjang : 10 83,3

Ada 2 16,6

Tidak Ada
Jumlah 12 100
Kepatuhan Minum Obat : 12 100

Patuh 0 0

Tidak Patuh
Jumlah 12 100
Pengetahuan Petugas Kesehatan : 19 76

Tahu 6 24

Tidak Tahu
Jumlah 25 100
Keberhasilan Pengobatan Malaria : 12 100

Berhasil 0 0

Tidak Berhasil
Jumlah 12 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas diperoleh informasi bahwa sebagian

besar responden memiliki biaya penunjang untuk berobat ke rumah sakit .

Ini dapat dilihat dari tingkat persentasenya yaitu sebesar 83,3 % yang

berarti rumah sakit tetap menjadi pilhan utama dalam pemilihan tempat

pengobatan dan sebagian responden tetap menyediakan biaya agar dapat

menjangkau Rumah sakit (biaya transportasi) atau mendapatkan perawatan

yang intensif dengn rawat inap yang tentu harus mengeluarkan biaya lebih

untuk itu (biaya transportasi dan biaya makan) walaupun biaya penunjang

untuk pengobatan mahal. Sedangkan yang tidak memiliki yaitu sebesar

16,6 % dengan alasan biaya mahal atau mereka tidak memiliki

penghasilan. Dari Tabel di atas juga diperoleh informasi bahwa terdapat

12 orang atau 100% responden yang patuh minum obat selama menderita

malaria. Ini berarti sebagian responden sadar bahwa jika mereka patuh

minum obat maka penyembuhan yang optimal akan mudah diraih.

memberikan informasi bahwa pengetahuan petugas kesehatan yang ada di

wilayah kerja Rumah sakit Abdul Moelok yang dikategorikan ”tahu”

sebanyak 76% responden. Sedangkan pengetahuan petugas kesehatan yang

dikategorikan ”tidak tahu” sebanyak 24% responden, maka tabel di atas

memperlihatkan bahwa sebagian besar petugas kesehatan memiliki

pengetahuan yang cukup tentang pengobatan malaria. Berdasarkan Tabel 1


dapat dilihat bahwa 100% responden yang menjalani pengobatan malaria di

wilayah Rumah Sakit Abdul Moelok sembuh dibawah atau sama dengan 3

hari atau dapat dikatakan pengobatannya berhasil.

3. Pembahasan

Tarif Pengobatan malaria di rumah sakit bukanlah menjadi masalah

karena pengobatan malaria di rumah sakit seperti pada Rumah sakit

Abdul Moelok melalui program pemerintah dibebaskan dari biaya.

Seringkali permasalahan bukan pada tarif pelayanannya tetapi pada biaya

yang harus dikeluarkan untuk transportasi ke tempat pelayanan

kesehatannya. Sehingga perbandingan antara biaya yang dikeluarkan

untuk berobat dengan biaya transportasi lebih besar biaya transportasinya

karena jarak tempat tinggal dengan pelayanan kesehatannya jauh ditambah

lagi dengan biaya rawat inap (biaya makan) jika penderita memang harus

di rawat inap. Apalagi mengingat kondisi geografis dan demografis

wilayah kerja Rumah sakit Abdul Moelok yang semakin menyulitkan

akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Sejumlah penelitian

melaporkan bahwa akses ke rumah sakit baik bagi mereka yang tinggal

dalam jarak sampai puluhan kilometer dari rumah sakit . Hasil penelitian

yang diperoleh yaitu terlihat bahwa responden yang memiliki biaya

penunjang untuk berobat ke rumah sakit dan sembuh di bawah atau 3 hari
sebanyak 83,3 %. Responden yang memiliki biaya penunjang untuk

berobat ke rumah sakit dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 100%.

Sedangkan yang tidak punya biaya penunjang untuk berobat ke rumah

sakit dan sembuh di bawah atau 3 hari sebanyak 16,6 %. Berdasarkan data

tersebut, diperoleh fakta bahwa keberhasilan pengobatan malaria

mayoritas pada responden yang memiliki biaya penunjang untuk berobat

ke rumah sakit , sedangkan ketidak berhasilan pengobatan malaria

mayoritas pada responden yang tidak memiliki biaya penunjang untuk

berobat ke rumah sakit . Responden mengatakan bahwa biaya berobat

bukan merupakan penghambat untuk berobat ke rumah sakit karena tidak

dipungut biaya, yang lebih utama adalah kemauan berobat untuk

kesembuhan penyakit malaria ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Musril, dkk (2007). Sebagian besar

responden mempunyai hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan

karena faktor jarak, alat transportasi, atau hambatan geografis.

Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Rumah sakit Abdul Moelok di

temukan bahwa responden yang patuh minum obat dan sembuh di bawah

atau 3 hari sebanyak 100%. Berdasarkan data tersebut, diperoleh fakta

bahwa keberhasilan pengobatan malaria mayoritas pada responden yang

patuh minum obat, sedangkan ketidakberhasilan pengobatan malaria

mayoritas pada responden yang tidak patuh minum obat. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martha (2003) dengan

judul ”Penilaian kegagalan pengobatan klorokuin terhadap malaria

Falciparum tanpa komplikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di


Kecamatan Tombatu Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara” dimana

faktor risiko kegagalan pengobatan salah satunya terjadi karena kepatuhan

minum obat oleh penderita malaria.

Dasar dari pengobatan yang akurat adalah adanya dukungan laboratorium

yang berfungsi dengan baik. Keterbatasan fasilitas kesehatan seperti

fasilitas pemeriksaan hapusan darah malaria mengakibatkan pengobatan

malaria sebagian besar berdasarkan diagnosis klinis. Diperkirakan kurang

lebih separuh dari kasus malaria di indonesia yang dilaporkan hanya di

diagnosa berdasarkan gejala klinik tanpa dukungan konfirmasi

laboratorium. Ini berpengaruh terhadap ketidaktepatan diagnosa dan

pengobatan yang tidak memadai. Rumah sakit  merupakan salah satu

fasilitas kesehatan sosial yang penting bagi masyarakat. Namun

demikian, rumah sakit memiliki permasalahan dalam penyediaannya

karena sering terjadi ketidaksesuaian antara sediaan yang dilakukan oleh

pemerintah dengan permintaannya dari masyarakat. 

Pengetahuan adalah apa yang diketahui dan mampu diingat oleh setiap

individu setelah ia mendengar, mengalami, menyaksikan dan mengamati

sejak lahir hingga dewasa. Pengetahuan sangat berhubungan dengan

kemampuan seseorang untuk menerima informasi termasuk informasi

tentang kesehatan. Hasil dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Rumah sakit  menyatakan bahwa sebagian besar petugas kesehatan

memiliki pengetahuan cukup tentang pengobatan malaria yaitu sebesar

76%. Pengetahuan petugas yang cukup tentunya dapat menjadi salah satu

faktor pendukung keberhasilan pengobatan karena berpengaruh terhadap


ketepatan diagnosis dan pemberian dosis yang tepat. Sedangkan petugas

kesehatan yang memiliki pengetahuan kurang tentang pengobatan malaria

yaitu sebesar 24%. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh

Pribadi, dkk (1997) bahwa pengobatan yang dilakukan

oleh petugas kesehatan sendiri yang tidak adekuat baik dosis maupun cara

pemberiannya yang kurang tepat, akan

membuat pengobatanmalaria menjadi tidak efektif dan tidak rasional.

Keadaan ini juga cenderung meningkatkan resistensi P.

falciparum terhadap obat anti-malaria.

Daftar Pustaka

Harijanto, P.N. 2000. Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis

& Penanganan. Jakarta. EGC.

Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit Dan Vektor Malaria Di

Indonesia.http://library.usu.ac.id. Diakses 26 September 2007


Mansjoer, Arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Tiga. Jilid 1.

Jakarta. Media Aesculapius.

Notoatmodjo, Soekidjo Dr. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip

Dasar.  Jakarta : Rineka Cipta.

Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Tahun

1998/1999-2013. 2014. Departemen Kesehatan Kerjasama

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

HEMATOLOGI I
Oleh :
Nama : Anjar Sari
NIM : B1A016123
Rombongan :V
Kelompok :5
Asisten : Dini Darmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah


yang merupakan salah satu sistem organ terbesar dalam tubuh makhluk hidup.
Darah membentuk 6%-8% dari berat tubuh total dan terdiri dari sel-sel darah
yang tersuspensi di dalam suatu cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel
darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
trombosit. Cairan plasma membentuk 45%-60% dari volume darah total, sel
darah merah menempati sebagian besar volume sisanya (Sacher & Richard,
2000).
Darah merupakan sistem  transpor  yang berfungsi antara lain
membawa zat makanan dari saluran pencernaan menuju jaringan, membawa
produk akhir metabolisme  dari  sel ke organ ekskresi, serta membawa oksigen
dari paru-paru ke jaringan yang mengandung berbagai bahan penyusun sistem
imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit, sebagai
alat pertahanan mikro organisme yang masuk ke dalam tubuh (Handayani et
al., 2013). Darah adalah matrik cairan dan merupakan jaringan pengikat
terspesialisasi yang dibentuk dari sel-sel bebas (Bryon & Doroth, 1973).
Pengukuran hematologi hewan meliputi pengukuran kadar
hemoglobin, penghitungan total eritrosit, penghitungan total leukosit, dan
pengukuran hematokrit. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen
paling efektif. Eritrosit mamalia tidak berinti dan berbentuk bulat. Eritrosit
ikan berinti, berbentuk elips dan berwarna merah muda. Secara fisiologis,
hemoglobin sangat penting untuk kehidupan hewan dan sangat menentukan
kemampuan kapasitas pengikatan oksigen oleh darah (Guyton, 1976).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk memberikan keterampilan


tentang cara pengambilan darah hewan serta cara melakukan perhitungan sel
darah merah, sel darah putih, kadar hemoglobin hewan, dan nilai hematokrit.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan Hayem,
larutan Turk, larutan 0,1 N HCl, larutan EDTA, dan hewan coba yaitu ikan
nilem (Osteochilus vittatus), ikan gurami (Osphronemus goramy), mencit
(Mus musculus), ayam (Gallus gallus domesticus), dan ikan nila
(Oreochromis niloticus).
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah haemometer,
haemositometer, tabung sahli, hematocyt reader, pipet kapiler, mikroskop,
object glass, cover glass, spuit, dan hand counter.

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Menghitung jumlah leukosit (pengenceran 10 kali):


1. Alat dan bahan disiapkan. Sebelumnya wadah untuk darah hewan
dan spuit dicuci dengan larutan EDTA agar darah tidak
menggumpal, darah hewan diambil.
2. Darah hewan diisap dengan mikropipet sampai pengenceran
menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan
kertas isap.
3. Larutan Turk yang telah dituangkan terlebih dahulu diisap dalam
tabung reaksi sampai angka 11.
4. Beberapa tetes larutan Turk dibuang (1-2 tetes), kemudian tetes
berikutnya dipakai untuk perhitungan.
5. Bilik hitung disiapkan, cairan dalam pipet diteteskan sehingga cairan
dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik hitung.
6. Lihat di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah,
kemudian dengan perbesaran kuat.
7. Semua leukosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pojok dihitung
dengan sisi ¼ atau dengan volume masing-masing 1/160 mm3.

2.2.2 Menghitung jumlah eritrosit:


1. Alat dan bahan disiapkan. Sebelumnya wadah untuk darah hewan
dan spuit dicuci dengan larutan EDTA agar darah tidak
menggumpal, darah hewan diambil.
2. Darah hewan diisap dengan mikropipet sampai pengenceran
menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan
kertas isap.
3. Larutan Hayem yang telah dituangkan terlebih dahulu diisap dalam
tabung reaksi sampai angka 101 (pengenceran 100 kali).
4. Beberapa tetes larutan Hayem dibuang (1-2 tetes), kemudian tetes
berikutnya dipakai untuk perhitungan.
5. Bilik hitung disiapkan, cairan dalam pipet diteteskan sehingga cairan
dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik hitung.
6. Lihat di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah,
kemudian dengan perbesaran kuat.
7. Semua eritrosit yang dihitung terdapat di dalam bujur sangkar kecil
dengan sisi 1/20 atau dengan volume masing-masing 1/4000 mm3.

2.2.3 Mengukur kadar hemoglobin dengan Metode Sahli:


1. Spuit dibilas dengan EDTA lalu darah hewan diambil.
2. Tabung Sahli (berskala) ke dalamnya diteteskan 0,1 N larutan HCl
hingga batas 10.
3. Darah diteteskan dengan segera ke tabung Sahli yang berisi HCl.
4. Larutan HCl dan darah diaduk dengan batang pengaduk gelas.
5. Tabung diletakkan pada komparator yang memiliki warna
pembanding.
6. Tambahkan akuades jika warnanya belum sama hingga warnanya
sama.
7. Bandingkan tabung dan komparatornya.
8. Nilai skala yang bertepatan dengan tinggi larutan merupakan kadar
hemoglobin darah dengan satuan % Hb atau gram Hb per 100 ml.

2.2.4 Mengukur nilai hematokrit:


3
1. Sampel darah diambil menggunakan pipet kapiler heparin sampai
4
bagian panjangnya.
2. Ujung pipet kapiler ditutup menggunakan plastisin.
3. Selanjutnya disentrifugasi menggunakan mikrosentrifus dengan
kecepatan 1200 rpm selama 3 menit.
4. Korpuskula darah diukur menggunakan hematocyt reader.

1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Hematologi I


Kadar
∑Leukosit ∑Eritrosit Kadar
No. Hewan Hb
(sel/mm3) (sel/mm3) Hematokrit
(gr/dL)
Ikan
1. 11.175 2.605.000 5,2 Lisis
Nilem
2. Mencit 3.175 1.670.000 7,9 41%
3. Ayam 7.775 1.150.000 5 14%
4. Mencit 16.300 14.270.000 5 40%
Ikan
5. 4.600 1.130.000 3,5 7%
Gurami

Perhitungan kelompok 5:
∑E = 5000 x E
      = 5000 x 226
      = 1.130.000 sel/mm3
∑L = 25 x L
      = 25 x 184
      = 4.600 sel/mm3
3.2 Pembahasan
Berdasarkan percobaan Hematologi I kelompok 5 pada ikan gurami
menunjukan jumlah sel darah merah (eritrosit) ikan tersebut adalah 1.130.000
sel/mm3, jumlah sel darah putihnya (leukosit) 4.600 sel/mm3, kadar
hemoglobin (Hb) 3.5 gr/dL, dan nilai hematokritnya yaitu 7%. Menurut
referensi, jumlah sel eritrosit pada tiap-tiap spesies berbeda satu sama lain.
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Kadar eritrosit ikan
normal berkisar 50.000 – 3.000.000 sel/mm 3. Leukosit ikan berinti dan
berwarna merah muda (Lagler, 1997). Berarti kadar eritrosit ikan pada
percobaan sudah sesuai dengan referensi.
Menurut Ramesh & Saravanan (1992), mengenai kadar Hb pada ikan
sebesar 5,05 – 8,33 gr/dL, sedangkan pada percobaan nilainya hanya 3.5
gr/dL, tidak sesuai dengan referensi. Perbedaan data hasil pengamatan yang
diperoleh disebabkan karena beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya
pengamatan perhitungan melalui mikroskop, cara membuat sampel, cara
mengambil darah, dan lamanya pengamatan.
Jumlah leukosit ikan sebanyak 20.000-150.000 sel/mm3 (Moyle &
Cech, 2001). Hasil percobaan tidak sesuai dengan referensi (Bevelander &
Judith, 1979) karena perhitungan leukosit pengamatan hanya 4.600 sel/mm3,
sangat berbeda jauh. Hal ini dapat terjadi karena dari kondisi kesehatan ikan
nilem yang digunakan saat praktikum sedang tidak sehat karena terkena
jamur. Besarnya jumlah leukosit selalu dipengaruhi oleh jumlah eritrosit,
dimana jumlah leukosit selalu lebih rendah daripada jumlah eritosit
(Bevelander & Judith, 1979).  Penurunan kadar leukosit menyebabkan hewan
menjadi stress (Ramesh et al., 2008). Kadar leukosit yang tinggi disebabkan
karena adanya gangguan yang masuk kedalam tubuh atau adanya peradangan
(imflamation) (Pearce, 1989).
Nilai hematokrit ikan-ikan secara umum berkisar antara 20-30% dan
untuk beberapa spesies laut bernilai sekitar 42% (Bond, 1979). Hematokrit
dibawah 30% menunjukan defisiensi eritrosit. Berarti hasil pengamatan tidak
sesuai dengan pustaka. Ini dapat disebabkan karena cara pengambilan darah
yang salah, ikan sedang sakit atau stress.
Hematology berasal dari bahasa romawi hemat yang memiliki arti
darah yang berarti darah dan ology yang memiliki arti belajar atau
mempelajari. Hematology adalah ilmu yang mempelajari aspek anatomi,
fisiologi dan patologi darah. Komponen darah terdiri plasma dan unsur-unsur
pembentuk darah yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit (Nurcholis et
al., 2013).
Cara pengambilan darah pada hewan uji dilakukan melalui titik
tertentu yaitu (Dukes, 1995):
1. Darah mencit diambil dengan cara memotong ekornya dan mengambil
sampel darah melalui ekornya.
2. Darah ikan diambil langsung menuju jantung (cor) dengan menggunakan
jarum suntik.
3. Darah pada ayam diambil melalui vena jugularis yang terdapat di bagian
sayap.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Hematologi I antara
lain:
1. Darah hewan uji (ayam, ikan, dan mencit)
2. Larutan Turk digunakan untuk mengencerkan leukosit
3. Larutan Hayem digunakan untuk mengencerkan eritrosit
4. Larutan HCl untuk menimbulkan reaksi dan menghasilkan warna senyawa
hernatin asam yang berwarna coklat pekat pada hemoglobin
5. Akuades digunakan sebagai pengencer
6. Larutan EDTA digunakan untuk mengencerkan darah yang menggumpal
(Hoffbrand, 1987).
Darah merupakan jaringan sirkulasi utama yang terdiri dari sel-sel
yang tersuspensasi dalam cairan substansi interseluler (plasma) dengan fungsi
utama yaitu mempertahankan homeostastis (Etim et al., 2014). Komponen
hematologi terdiri dari sel-sel darah merah atau eritrosit, sel-sel darah putih
atau leukosit, dan hemoglobin (Etim et al., 2014). Fungsi utama darah antara
lain sebagai oksigenasi jaringan, gizi jaringan, pemeliharaan keseimbangan
asam – basa, serta pembuangan produk limbah metabolisme dari jaingan
(Nurcholis, 2013).
Darah merupakan suatu jaringan yang terdiri atas eritrosit (sel darah
merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit yang terendam dalam plasma
darah cair. Darah beredar dalam sistem vaskuler, mengangkut oksigen dari
paru dan nutrien dari saluran cerna ke jaringan lain ke seluruh tubuh. Eritrosit
adalah korpuskel-korpuskel kecil yang memberi warna merah pada darah.
Eritrosit berkembang dalam sumsum tulang sebagai sel sejati. Trombosit
adalah badan kecil tanpa nukleus dan tidak berwarna yang ditemukan dalam
darah semua mamalia. Leukosit merupakan jenis sel darah putih yang
memiliki nukleus dan tidak berwarna dalam keadaan segar. Jumlah leukosit
dalam sirkulasi berkisar antara 5000-9000 per millimeter kubik darah (Bloom
& Fawcett, 1994).
Pengukuran hematologi merupakan pengukuran yang meliputi
pengukuran kadar hemoglobin, perhitungan total eritrosit, perhitungan total
leukosit dan pengukuran hematokrit. Hematokrit adalah istilah yang
menunjukan besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya di dalam 100
mm3 darah dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai Hematrokit adalah suatu
istilah yang artinya prosentase berdasarkan volume dari darah, yang terdiri
dari sel darah merah (Hoffbrand & Pettit, 1987).
Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif.
Eritrosit mamalia tidak berinti dan berbentuk bulat. Eritrosit ikan berinti,
berbentuk elips dan berwarna merah muda. Kadar hemoglobin bervariasi
dengan jumlah sel darah merah yang ada. Secara fisiologis, hemoglobin sangat
penting untuk kehidupan hewan dan sangat menentukan kemampuan kapasitas
pengikatan oksigen oleh darah (Guyton, 1976).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran hematologi antara lain
1. Cara pengambilan darah terhadap hewan uji.
2. Cara membuat bahan pengamatan.
3. Cara menghitung komponen sel darah menggunakan haemocytometer
melalui mikroskop.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Cara pengambilan darah pada mencit diambil di bagian ekornya, darah
ikan diambil langsung menuju jantung (cor), dan darah pada ayam diambil
melalui vena brachialis yang terdapat di bagian sayap.
2. Jumlah eritrosit ikan gurami adalah 1.130.000 sel/mm3, jumlah leukositnya
4.600 sel/mm3, kadar Hb 3.5 gr/dL, dan nilai hematokritnya yaitu 7%.
DAFTAR REFERENSI

Bavelender, G. A. & Judith, A. R., 1979. Dasar-dasar Histologi. 8 ed. Jakarta :


Erlangga.
Bloom & Fawcett, 1994. Buku Ajar Histologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Bond, C. E., 1979. Biology of Fishes. Philadelphia : W. B. Saunders.
Bryon, A. S. & Doroth, 1973. Text Book of Physiology. Japan : St Burst The
Moshy Co Toppon Co Ltd.
Dukes, H. H., 1995. The Phisiology of Domestic Animals. New York : Constock
Publishing Associates.
Etim, Williams, M. E., Akpabio, U. & Edem, E. A., 2014. Haematological
Parameters and Factors Affecting Their Value. Journal of Science and
Education Centre of North America, 2(1), pp. 37-47.
Guyton, A. C., 1976. Text Book of Medical Physiology. London : W. B. Saunders
Company Philadelphia.
Handayani, L., Irianti, N. & Yuwono, E., 2013. Pengaruh Pemberian Minyak Ikan
Lemuru terhadap Kadar Eritrosit dan Trombosit pada Ayam Kampung.
Jurnal Ilmiah Peternakan, 1(1), pp. 39-46.
Hoffbrand, A. V. & Pettit, J. E., 1987. Haematologi. Jakarta : Penerbit ECG.
Lagler, K. F., 1997. Ichthyology. Canada : John Willey and Sons.
Moyle, P. B. & Cech, J. J., 2001. Fisher and Introduction to Ichtyology 4th.
London : Prentice, Inc.
Nurcholis, A., Aziz, M. & Muftuch, 2013. Ekstrasi Fitur Roudness untuk
Menghitung Jumlah Eritrosit dalam Citra Sel Darah Ikan. Jurnal EECIS,
7(1), pp. 35-40.
Pearce, E., 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Ramesh, M. & Saravanan, M., 2008. Haematological and Biochemical Biology
responses in a freshwater fish Cyprinus carpio exposed to chlorpyrifos.
International Journal of Integrative Biology.
Sacher, R. A. & Richard, A. M., 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai