Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK
“KOMUNIKASI TERAPUTIK PADA LANSIA”

Dosen : Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Bella Azsaria 2018.C.10a.0960
Dantini 2018.C.10a.0963
Fitrialiani 2018.C.10a.0967
Sarpika Yena A. 2018.C.10a.0985
Trisia Vironika 2018.C.10a.0990

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah .........................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
(SESUIAKAN JA)

BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................28
3.2 Saran ....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang CEK LAGI WKWKWK
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya
dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2018).

Indrawati (2013) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah


komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan
kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik. Komunikasi dengan
lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
(Stuart dan Sundeen, 2013).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam
masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di
banding populasi usia muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia)
di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini
sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar
11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan
berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia
tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung
dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien
tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia
telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta
empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka.
Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas
fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia
(William et al., 2017).
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah
menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai bahasa
setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya
diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah
suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan
memahai keadaan lanjut usia. (Wahjudi Nugroho, 2018) .
2.2 Rumusan Masalah
Dari pengertian komunikasi terapeuik pada lansia diatas penulis
mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi dengan lansia ?
2. Bagaimana komunikasi dengan kelompok keluarga dengan lansia ?
3. Apa masalah yang umum terjadi pada lansia dengan masalah
komunikasi ?
4. Apa perubahan dan gangguan yang terjadi pada lansia?
2.3 Tujuan Penulisan
2.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat menerapkan Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia. Sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam praktik klinik ataupun
di dunia kerja nanti.
2.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1) Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi Terapeutik pada
Lansia
2) Mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktekan Komunikasi
Terapeutik pada Lansia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Dengan Lansia


2.1.1 Pengertian
Menurut Wahjudi Nugroho (2018) Komunikasi dengan lansia adalah
proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut
usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan
tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana.
Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari)
dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus
dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat
pendek, wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-
buru, dada sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan.
2.1.2 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi
terapeutik pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan
asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
14. Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan
dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia.
2.4.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
1) Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
2) Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3) Pertahankan kontak mata dengan pasien
4) Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif
5) Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6) Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang sederhana.
7) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8) Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9) Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10) Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11) Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12) Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan,
atau bahu.
13) Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
2.2 Komunikasi dengan Kelompok Keluarga dengan Lansia
2.3 Masalah yang Umum terjadi pada Lansia dengan Masalah Komunikasi
2.3.1 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
2.3.1.1 Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang
terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65
tahun mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi
(Crews & Campbell, 2014 ; Mitchell, 2016). Bagi mereka yang berusia diatas
80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et
al., 2016). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang
dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara
berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika
anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien
akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata
“Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan,
2000 ; Ross et al., 2017).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi
diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan
warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan
menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan
akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien
lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan
(mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan
penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya
cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2014). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia
et al., 2016).
2.3.1.2 Pasien Dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2018 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2
juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk
demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30
tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2019). Sebagai akibatnya, dokter
dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau
perawat nonformal lain (Vieder et al.,2012).
Istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver).
Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2020). Ada banyak tingkatan
demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium
awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin
disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki
makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah,
pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya
berdiam diri (Orange & Ryan, 2020).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien
demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk
tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2018).
2.3.1.3 Pasien Yang Ditemani Oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang
hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2020). Meskipun
caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta
pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan
kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver sangat
penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya
membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia,
caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et
al.,2015;Wolff & Roter,2018). Juga merupakan hal penting untuk
memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-
nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2014).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia : Proses komunikasi antara
petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif
dan sikap nonasertif.
1) Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilakuprilaku di bawah ini:
1. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2. Meremehkan orang lain
3. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4. Menonjolkan diri sendiri
5. Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2) Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1. Menarik diri bila di ajak berbicara
2. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3. Merasa tidak berdaya
4. Tidak berani mengungkap keyakinaan
5. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6. Tampil diam (pasif)
7. Mengikuti kehendak orang lain
8. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang
wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai
tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi
hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu
yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara
lain :
1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2. Keraskan suara anda jika perlu
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia
dapat melihat mulut anda.
4. Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang
baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya
pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah
sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9. Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya
ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan
bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan
ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya
denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
12. Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14. Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien
dan dapat membantu proses komunikasi.
2.4 Perubahan dan Gangguan yang Terjadi Pada Lansia
2.4.1 Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan
fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini
sangat penting untuk dianalisis.
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya
umur. Menurut Wahjudi Nugroho (2018) perubahan yang terjadi pada lansia
adalah sebagai berikut:
1) Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel syaraf yang
tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan neuro transmitter utama.
Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan
waktu yang lebih lama untukmerespons dan bereaksi. Respon menjadi
lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun
10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh
terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan. Waktu reaksi
yang lama menyebabkan lansia beresiko mengalami kecelakaan dan
cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat terjadi bila orang
tersebut berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring atau duduk. Perawat
harus menasehati orang tersebut untuk menunggu waktu merespons
terhadap rangsang dan bergerak lebih pelan. Kebingungan yang terjadi
tiba-tiba mungkin merupakan gejala awal infeksi atau perubahan kondisi
fisik (pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat, dehidrasi dan
lainnya).
2) Perubahan Penglihatan
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata, maka sel
tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan
berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk
(akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat. Lansia memerlukan
waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap
dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda
yang sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan
bagian penuaan normal, namun terjadi peninekatan penyakit mata pada
lansia. Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
3) Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada berfrekuensi tinggi
terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan telinga
dalam yang irreversible. Lansia sering tidak mampu mengikuti
percakapan karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh,
b, t, p) semuanya terdengar sama.
Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa terisolasi dari
menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan
pendengaran, maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis. Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia
berespons tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahamin
percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering
disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau “senile”.
2.4.2 Gangguan yang Terjadi Pada Lansia
Gangguan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering
adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
2. Gangguan buang air kecil: keluarnya air seni tanpa disadari, dalam
jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan
atau social yang akan memperburuk kualitas hidup lansia tersebut.
Lansia kemudian sering mengurangi minum dengan harapan untuk
mengurangi keluhan tersebut, hal ini berdampak pada kekurangan cairan
dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih.
3. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang
meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat
sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-
hari.Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85
tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun
mengalami dementia (kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85
tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat
menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu
dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.
4. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada
lansia, karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan
asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam diagnosis dan
pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat
penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang
menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya
beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya
tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor
lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
5. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan
kulit: akibat proses menua semua pancaindera berkurang fungsinya,
demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan
untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi,
sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan
trauma yang minimal.
6. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik,
makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat
pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain.
Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus
menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras
dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih
berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah
perut.
7. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat
proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia.
Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering
menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh
lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan,
berat badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan
pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga
diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna,
tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik
lainnya.
Pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu yang menonjol
hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar,
nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan
gangguan jiwa tidak jelas.
8. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial
(terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera,
kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang
sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor
kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur,
alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
9. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada
lansia adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga
membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan
dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-
obat yaqng digunakan.
10. Gangguan tidur:  Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering
dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur.
tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika
terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun
dipagi hari.
11. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun
pada lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan
bertambahnya umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini
disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai
keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita atau baru saja di
dapat
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara.

Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar


menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga hubungan
intim yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong
dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien serta mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. Teknik
komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan
caregiver-nya.

Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang


tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga
tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang
efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara perawat-pasien lanjut usia :

1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan


masalahnya, yang akan memungkinkan perawat memberikan
pelayanan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.
3.2 Saran
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada
lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali
kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2020. Communication between


older patients and their physicians. Clin Geriatr Med
Arwani. 2013. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.


Yogyakarta : Graha Ilmu Stanley, Mickey. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Indrawati. 2013. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC

Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta :


Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 2018. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta:


EGC.

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2017. The therapeutic


effects of the physician-older patient relationship: effective communication
with vulnerable older patients. Clin Interv Aging

Anda mungkin juga menyukai