Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENELITIAN

STUDI KEPEMUDAAN
Pemuda Pekerja Immaterial dan Negosiasinya pada Masa Transisi1

Oleh:
Citra Maudy Mahanani
NIM. 16/395820/SP/27309

Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

1
Jumlah kata yang ada dalam proposal ini adalah 1596 belum termasuk halaman depan dan daftar pustaka
A. Pendahuluan

Beberapa waktu terakhir, sosok Nadiem Makarim sering kali muncul di pemberitaan-
pemberitaan sebagai salah satu tokoh pemuda yang sukses dalam dunia bisnis. Berbeda
dengan pebisnis lainnya, Nadiem digadang-gadang sebagai salah satu pemuda yang
berhasil mengembangkan perusahaan rintisan (umumnya disebut start-up) bernama Go-
Jek. Dengan slogannya yang berbunyi “Satu Aplikasi untuk Semua Kebutuhan Anda” Go-
Jek menjadi platform seluler berbasis permintaan yang menyediakan layanan lengkap
mulai dari transportasi, logistik, pembayaran, layan-antar makanan, dan sebagainya.
Namun, Go-Jek bukanlah satu-satunya perusahaan rintisan yang sukses yang dikelola oleh
pemuda. Bersamaan dengan kemunculan Nadiem, nama lain seperti Achmad Zaky juga
hadir sebagai pejabat eksekutif tertinggi Bukalapak. Sebagai perusahaan rintisan yang
bergerak di bidang pasar digital, Bukalapak menjadi platform para pedagang untuk
menjajakan barang dagangannya secara daring (online). Salah satu inovasi Zaky adalah
“Hari Belanja Online Nasional” yang mampu menciptakan gaya berbelanja tersendiri bagi
masyarakat di era digital.

Bila melihat pada konteks masyarakat di era digital ini, makna kerja dan sukses tentu
akan sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang terjadi relatif cepat.
Sebab aspek fleksibilitas dan gaya bekerja yang dipertimbangkan pemuda sebagaimana
telah disebutkan di atas dilatarbelakangi oleh banyak hal dan konteks sekitarnya.
Kombinasi antara angka angkatan kerja dengan perkembangan dunia digital yang terjadi di
Indonesia dengan negara lain juga akan menghasilkan tantangannya sendiri bagi para
pemuda. Termasuk kemunculan pekerja sukses seperti Nadiem Makarim dan Achmad
Zaky dalam bidang industri kreatif juga pasti berhubungan dengan konteks yang ada saat
ini. Perkembangan industri kreatif yang berangkat dari narasi tentang pemanfaatan daya
kreasi dan daya cipta para pekerjanya semakin didukung dengan perkembangan akan
teknologi itu sendiri dan hadirnya ruang-ruang kerja yang memberikan akses internet.
Pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta yang mulanya harus dikerjakan di ruang kantor
sekarang sudah dapat dilakukan di kafe atau tempat lain yang bahkan berjarak jauh dari
letak perusahaannya. Bekerja dari jarak jauh dan preferensi akan fleksibilitas menjadi tren
di kalangan sebagian besar pemuda kontemporer.

Hal tersebut kemudian juga mengundang respon dari sebagian penyedia lapangan
kerja untuk menawarkan model baru dalam memperkerjakan para pemuda. Seperti
misalnya tren untuk menggunakan kontrak kepada para pekerjanya dengan tujuan dapat
diperpanjang setiap tahun. Termasuk juga penggunaan istilah mitra dalam menyebut para
pekerja mereka. Selain itu di kalangan pemuda sendiri juga banyak yang memilih menjadi
pekerja lepas supaya tidak terlalu terikat dengan peraturan yang ada di perusahaan bila
menjadi pekerja tetap. Padahal dalam beberapa kasus para pekerja kontrak atau tidak tetap
ini memiliki beban dan jam kerja yang sama dengan pekerja tetap. Maka dari itu, penting
untuk mengetahui dan memahami konsep kerja dan sukses yang ada pada tataran
pemikiran pemuda secara kontekstual.

Berangkat dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan


penggalian lebih lanjut mengenai proses yang dialami individu dalam tataran pikirannya
dalam memaknai konsep kerja dan sukses. Sebab narasi mengenai kedua hal tesebut tentu
variatif di kalangan pemuda terutama mereka yang memiliki preferensi tertentu akibat
perkembangan teknologi saat ini. Akan tetapi, penelitian tersebut belum berbicara lebih
jauh mengenai pemaknaan pemuda tentang bekerja atau masa transisi mereka dalam
tataran pikiran. Padahal, pikiran dan pemaknaan pemuda sebagaimana disebutkan di awal
terpengaruh oleh lingkungan sekitar dan konteks sosial yang melingkupinya. Oleh karena
itu, studi ini akan meneliti tentang pemaknaan pemuda akan kesuksesan dalam masa
transisi mereka dengan fokus pada negosiasi yang dilakukan pemuda terkait bekerja.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari pemaparan di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan oleh
peneliti adalah bagaimana pemuda memaknai dan menegosiasikan konsep bekerja dalam
masa transisinya?

C. Kajian Pustaka

No. Judul Metode Hasil


1 Youthful Creativity in Studi kasus pembuatan Industri kreatif memiliki peran untuk
Regional Australia: musik di Far North dimainkan di suatu wilayah sebagai
Panacea for Coast untuk dasar dari strategi pekerjaan dan retensi
Unemployment and Out- menjelaskan pemuda. Pekerja sektor industri kreatif
Migration kemungkinan dan batas (dalam penelitian ini khususnya dalam
industri kreatif sebagai bidang musik dan seni visual) rentan
bagian dari strategi dalam hal keamanan kerja, dan
ketenagakerjaan dan kemungkinan besar menjadi "mobil"
retensi pemuda. dalam menanggapi perubahan pasar
tenaga kerja dan kurangnya
keterjangkauan daya tampungnya.
Jaringan industri kreatif dapat
berkontribusi pada pembangunan
pedesaan dengan cara tidak langsung,
terutama jika dikaitkan dengan tujuan
kebijakan peningkatan penyediaan
layanan budaya dan tempat-tempat
pertunjukan, gaya hidup, dan pilihan
karir bagi kaum muda.
2 Creative Labour, Cultural Pembacaan terhadap Retorika kreativitas telah bermigrasi
Work, and konsep alienasi Marx, dari kesenian di seluruh spektrum
Individualisation dan tesis individualisasi bisnis, yang menghasilkan ekstrem
Ulrich Bech dan dalam arti luas bahwa pekerjaan zaman
Elisabeth Beck- akhir secara kreatif, ‘memberdayakan’
Gernsheim dan tidak dapat dibedakan dari karya
budaya. Makalah ini telah
menunjukkan bagaimana konsep
individualisasi membahas karakter
paradoks kerja dan kehidupan sehari-
hari saat ini, lebih bebas dalam arti
tertentu namun juga kasar dan
mengisolasi.
3. Creative Modernity: The Menghubungkan Proyek modernitas kreatif disebut-sebut
New Cultural State konsep modernitas sebagai hal yang sangat spesifik dalam
kreatif dengan waktu dan tempat dan, meskipun
modernitas Zygmunt mengandung kemungkinan-
Bauman dan Ulrich kemungkinan politis dan teoritis untuk
Bech 'memunculkan kembali' modernitas,
mungkin bukan sesuatu yang dapat
dengan mudah diekspor ke seluruh
dunia tanpa adaptasi yang cukup besar.

D. Kerangka Teori
Salah satu perspektif yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah perspektif
masa muda sebagai masa transisi (selanjutnya disebut sebagai perspektif transisi).
Sebagaimana telah dikenalkan secara singkat pada bagian sebelumnya, menurut perspektif
transisi, pemuda diharapkan mengalami kemajuan dari satu domain kehidupan ke domain
yang lain untuk dinyatakan berhasil melewati transisi menuju dewasa. Pergantian atau
kemajuan tersebut sering disebut sebagai peristiwa kehidupan (life events) yang
mengindikasikan bagaimana manusia mengalami transisi dari masa muda ke dewasa
(Minza, 2014). Peristiwa kehidupan yang signifikan bagi kehidupan para pemuda
misalnya, awal mula kerja, pernikahan, dan menjadi orang tua.

Sebagian karakter pemuda sebenarnya ikut terbentuk karena narasi rezim yang
berjalan. Naffs dan White (2012) mencontohkan, dalam konteks Indonesia, tingkat
pendidikan pemuda lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka memandang
bahwa generasi-generasi belakangan (sejak periode akhir penjajahan)—generasi muda
baru—memperoleh pendidikan yang lebih baik dari pada orang tua dan pemuka
masyarakat mereka (dalam hal pendidikan formal). Namun, hal tersebut tidak disertai
dengan kecakapan mencari nafkah. Dalam konteks lainnya, meningkatnya pendidikan
kaum muda juga tidak terlepas dari cita-cita rezim Orde Baru yang menitikberatkan
pertumbuhan ekonomi dan modernisasi di berbagai sektor, serta peningkatan kapasitas
sumber daya manusia yang salah satunya dapat ditempuh melalui pendidikan (Sutopo &
Azca, 2012). Sayangnya, hal tersebut tidak disertai oleh penyediaan lapangan pekerjaan
yang memadai oleh pemerintah.

Selain perspektif mengenai transisi pemuda, untuk memahami gaya bekerja para
pemuda yang telah digambarkan pada bagian sebelumnya, penelitian ini akan
menggunakan teori mengenai immaterial labor. Tenaga kerja immaterial merupakan teori
yang berangkat dari gagasan para marxis-revolusioner yang menggambarkan bagaimana
nilai dihasilkan dari kegiatan afektif dan kognitif, yang, dalam berbagai cara,
dikomodifikasi dalam ekonomi kapitalis. Konsep kerja immaterial tersebut diciptakan oleh
sosiolog dan filsuf asal Italia bernama Maurizio Lazzarato. Dalam esainya tahun 1996
yang berjudul "Immaterial Labor", ia mengatakan bahwa organisasi siklus produksi kerja
immaterial tidak jelas jelas secara materi (dapat dilihat oleh mata), karena tidak
didefinisikan oleh empat dinding dari suatu pabrik. Lokasi di mana ia beroperasi berada di
luar dalam masyarakat luas, pada tingkat teritorial yang dapat kita sebut "baskom kerja
immaterial." "Unit-unit produktif" kecil dan kadang-kadang sangat kecil (seringkali hanya
terdiri dari satu individu) diorganisasikan untuk proyek-proyek ad hoc tertentu, dan
mungkin hanya ada untuk durasi pekerjaan-pekerjaan tertentu. Begitupun dengan siklus
produksinya yang hanya beroperasi ketika dibutuhkan oleh si kapitalis; begitu pekerjaan
telah selesai, siklus itu akan kembali ke jaringan dan arus yang memungkinkan reproduksi
dan pengayaan kapasitas produktifnya.

Lebih lanjut, Lazzarato mengatakan bahwa ketidakberdayaan, hyperexploitation,


mobilitas, dan hirarki adalah karakteristik yang paling jelas dari kerja immaterial
metropolitan. Di balik label pekerja "wiraswasta" independen, apa yang sebenarnya kita
temukan adalah kaum proletar intelektual, tetapi yang diakui hanya oleh majikan yang
mengeksploitasinya. Perlu dicatat bahwa dalam jenis kehidupan kerja ini menjadi semakin
sulit untuk membedakan waktu luang dari waktu kerja. Dalam arti, kehidupan menjadi
tidak dapat dipisahkan dari kerja.

E. Metode
Fokus penelitian ini akan diarahkan pada pemaknaan individu akan konsep sukes
dalam kaitannya dengan bekerja. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan metode
fenomenologi sebagai cara untuk mendapatkan data. Fenomenologi merupakan salah satu
jenis metode kualitatif yang diaplikasikan untuk mengungkap kesamaan makna yang
menjadi esensi dari suatu konsep atau fenomena yang secara sadar dan individual dialami
oleh sekelompok individu dalam hidupnya. Studi fenomenologis dalam konteks ini
berusaha mengungkapkan apa kesamaan pengalaman hidup atau proses negosiasi yang
dialami oleh para pemuda pekerja immaterial. Data yang dikumpulkan dalam studi ini
berupa teks atau narasi deskriptif.
Teknis penelitian akan dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara
mendalam dan observasi partisipan yang dilakukan di beberapa tempat, baik di
Yogyakarta maupun Jakarta. Metode wawancara mendalam memungkinkan peneliti untuk
melihat pemahaman diri dari sudut pandang informan dan pewawancara pun turut
mendapatkan apresiasi empatik dari dunia informan, sehingga memungkinkan pemahaman
multi perspektif tentang topik tersebut. Setiap informan akan diwawancara dengan waktu
dan tempat yang terpisah satu sama lain. Peneliti juga akan mencatat latar belakang sosial
dan sejarah dari informan yang bersangkutan untuk memperkuat kapasitas reflektif atas
mereka. Selain itu, penulis juga akan melakukan observasi partisipan yang dapat
memungkinkan penulis mengamati perilaku, mendengarkan percakapan mereka,
mengikuti kegiatan sehari-hari mereka, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan tujuan penelitian.
Analisis data wawancara dan observasi juga dilakukan secara bertahap. Pertama, hasil
wawancara akan ditranskrip dan diperiksa secara tematik untuk menemukan persamaan
dan perbedaan di antara para informan. Kutipan wawancara juga dikelompokkan (coding)
berdasarkan tema-tema kunci untuk interpretasi kritis yang relevan. Selanjutnya, catatan
lapangan yang didapatkan juga dipilih dan dikelompokkan berdasarkan tema utama.
Catatan tersebut untuk menjelaskan bagaimana informan dapat memaknai kerja mereka
dan hal apa yang melatarbelakanginya. Pada studi ini, pemuda dipahami sebagai produk
dialektik konstruksi sosial dalam masyarakat. Pemuda, dalam hal ini, dipandang berkaitan
dengan aspek ekonomi, sosial, dan budaya termasuk ketidaksetaraan hubungan kekuasaan
baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Daftar Pustaka

Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry: Choosing Among Five Traditions. Sage
Publications,

France, Alan. 2007. Understanding Youth in Late Modernity. Open Univ Press,

Gibson, Chris. 2007. Youthful Creativity in Regional Australia: Panacea for Unemployment
and Out-Migration?. Geographical Research Vol 42. No. 2, pp. 183-195,

Glover, R. W., & Marshall, R. 1993. Improving the School-To-Work Transition of American
Adolescents. Teachers College Record, 94, 588–610,

Jacob, M. 2008. Unemployment Benefits and Parental Resources: What Helps the Young
Unemployed with Labour Market Integration?. Journal of Youth Studies Vol. 11 No. 2,
pp. 147-163,

Virno, Paolo, and Michael Hardt. 2010. Radical thought in Italy a potential politics.
Minneapolis, Minn. [u.a.]: Univ. of Minnesota Press.
Naafs, Suzanne & White, Ben. 2012. Intermediate Generations: Reflections on
Indonesian Youth Studies. The Asia Pacific Journal of Anthropology, vol. 13 issue 1.
Pp. 3-20. Canberra: ANU,
 Nilan, Pamela. 2011. “Youth Sociology Must Cross Cultures”. Youth Studies Australia, Vol.
30 Number 3. Australia,
Nugroho, Adam Rizky. 2016. “Masuk Modal Besar, Go-Jek Kini Lebih Bernilai daripada
Garuda Indonesia”. Diakses secara online:
https://www.bareksa.com/id/text/2016/08/12/masuk-modal-besar-go-jek-kini-lebih-
bernilai-daripada-garuda-indonesia/13779/analysis pada 21 November 2018.
Madjid, Nurcholish. 1973. ‘Remaja, Keluarga, & Masyarakat di Kota Besar. Suatu Usaha
Pendahuluan untuk Memahami Persoalan Sekitar ‘‘Generation Gap’’’, Prisma, vol. 2,
no. 5, pp. 45–51,
Malmberg-Heimonen, I., & Julkunen, I. 2006. Out of Unemployment? A Comparative
Analysis of the Risks and Opportunities Longer-Term Unemployed Immigrant Youth
Face in the Labour Market. Journal of Youth Studies Vol. 9 No. 5, pp. 575-592,
McGuigan, Jim. 2010. Creative Labour, Cultural Work and Individualisation. International
Journal of Cultural Policy. Vol. 16 No. 3, pp. 323-335,
Minza, Wenty Marina. 2014. “Masa Muda sebagai Masa Transisi” dalam Buku Panduan
Studi Kepemudaan. Perkumpulan Pengkajian Masyarakat dan Perubahan Sosial bekerja
sama dengan Youth Studies Centre (YouSure) Fisipol, Universitas Gadjah Mada,
Modell, J., Furstenberg, F., & Hershberg, T. 1976. “Social Change and Transitions to
Adulthood in Historical Perspective. Journal of Family History Vol. 1. No. 1, pp. 7-31,
Sutopo, Oki Rahadianto. 2012. Biaya-Biaya Manusia dalam Era Neoliberal: Sebuah
Imperatif. Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 1 No1 Mei. Jurusan Sosiologi. Universitas
Gadjah Mada,
Sutopo, Oki Rahadianto & Najib Azca. 2012. Transisi Pemuda Yogyakarta menuju Dunia
Kerja: Narasi dan Perspektif dari Selatan. Jurnal Studi Pemuda No. 1. Vol. 2.
YouSure. Universitas Gadjah Mada,
Sutopo, Oki Rahadianto, Steven Threadgold, & Pam Nilan. 2017. Young Indoneisan
Musicians, Strategic Social Capital, Reflexivity, and Timing. Sociological Research
Online. Vol. 22 No. 3, pp. 186-203,
Watt, James H. dan Sjef A. Van den Berg. 1995. Research Methods for Communication
Science. Boston: Allyn and Bacon,
Wyn, J., & White, R. 1997. Rethinking Youth. London: Sage Publications,

Anda mungkin juga menyukai