Anda di halaman 1dari 4

Pemeriksaan Penunjang Combustio

Terutama untuk luka bakar yang berat (Grade III)


1. Laboratorium Darah
a. Hitung jenis
b. Kimia darah
c. Analisa gas darah dengan carboxyhemoglobin
d. Analisis urin
e. Creatinin phosphokinase dan myoglobin urin (luka bakar akibat listrik)
f. Pemeriksaan faktor pembekuan darah (BT, CT)
2. Radiologi
a. Foto thorax : untuk mengetahui apakah ada kerusakan akibat luka bakar inhalasi
atau ada trauma dan indikasi pemasangan intubasi
b. CT scan : mengetahui adanya trauma
3. Fiberoptic bronchoscopy untuk pasien dengan luka bakar inhalasi

Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen


Ada tiga pemeriksaan yang dapat membantu ahli bedah pada pasien dengan trauma
tumpul abdomen, yaitu ultrasonografi (FAST-Focused Abdominal Sonography for Trauma),
CT Scan, dan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL). Hanya DPL dan FAST yang dilakukan
pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil.
1. FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma)
FAST dapat dilakukan oleh ahli bedah, dokter unit gawat darurat atau radiologis.
Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan ultrasound abdomen yang rutin dilakukan.
Pemeriksaan ini bermaksud unuk mengidentifikasi cairan pada empat area berikut:
a. Kantong Morrison (hepatorenal) pada abdomen kuadran kanan atas
b. Resesus splenorenal pada abdomen kuadran kiri atas
c. Pelvis
d. Kantong perikardial.
Penting untuk diketahui bahwa pengecualian untuk kantong perikardial, minimal 300
cc cairan dijumpai agar dapat dideteksi dengan FAST. Pemeriksaan pericardium rutin
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tamponade perikardial. Dijumpainya cairan
bebas pada kavum abdomen pada pasien stabil merupakan indikasi untuk laparatomi urgensi.
Dengan memahami bahwa tidak ada pemeriksaan yang sempurna, pemeriksaan FAST
sebaiknya diulangi atau DPL dilakukan pada kondisi pasien hipotensi tanpa sebab yang jelas
dan bila pemeriksaan awal FAST negatif.

2. DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)


DPL lebih jarang dilakukan dengan tersedianya FAST pada pasien yang tidak stabil
dan CT Scan pada pasien stabil. Walau begitu, pemeriksaan ini murah dan cepat, walaupun
sedikit invasif. Hasil yang dijumpai pada pemeriksaan DPL adalah sebagai berikut:
a. DPL positif gross artinya dijumpai darah yang diaspirasi dari kateter DPL sejak
dimasukkan.
b. DPL mikroskopis positif, biasanya merujuk pada eritrosit yang dijumpai > 100.000/uL.
Pada pasien-pasien yang tidak stabil dengan DPL gross positif merupakan indikasi
untuk operasi. Jika hanya positif secara mikroskopis, sumber kehilangan darah biasanya pada
abdomen, tetapi sumber perdarahan lain (contoh pelvis) sebaiknya dipikirkan.
Karena DPL sangat sensitif terhadap perdarahan dalam jumlah yang kecil, operasi
pada pasien dengan DPL positif secara mikroskop akan menyebabkan angka laparatomi non-
terapeutik menjadi tinggi. Jika cairan DPL terlihat mengalir melalui kateter urin atau dari
selang toraks, pasien sebaiknya menjalani operasi laparatomi sebagai kecurigaan rupture buli-
buli atau diafragma. Kasus seperti itu memang jarang, namun tetap harus dipikirkan. Sama
halnya jika isi usus dijumpai pada saat aspirasi pada cairan peritoneal, laparatomi untuk
cedera usus adalah mandatori. Dijumpainya bakteri pada pewarnaan Gram juga memberi
kesan cedera usus, atau lebih sering lagi, masuknya kateter DPL (atau jarum) ke dalam usus.
Karena itu, DPL merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk cedera usus dan
karena itu, pemeriksaan ini merupakan pilihan pada pasien-pasien di mana kemungkinan
cedera usus cukup tinggi-umumnya pada pasien-pasien dengan tanda sabuk keselamatan.

3. CT Scan
Pada pasien stabil, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan. Tergantung pada
protokol institusi, CT Scan mungkin menjadi pemeriksaan penunjang awal, atau bisa juga
diikuti dengan FAST atau DPL.
Dari CT Scan dapat diidentifikasi sumber perdarahan baik dari kavum abdomen
maupun retroperitoneal (terbatas pada Fast dan DPL). Jika terdapat laserasi hepatik atau
limpa, informasi dapat diintegrasikan kepada gambaran klinis dan penilaian dibuat pada
pasien yang akan dicoba untuk penanganan non-operatif. Perkembangan teknologi CT Scan
telah meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi
cedera pada usus, yang biasanya ditunjukkan melaui helaian mesenterium, cairan
mesenterium, penebalan usus dan/atau udara ekstra lumen.
Berikut ini merupakan alogaritma untuk penilaian terhadap pasien dengan trauma tumpul
abdomen.

Gambar Alogaritma untuk penilaian terhadap pasien dengan trauma tumpul abdomen.

*Pasien mungkin membutuhkan angioembolisasi pelvis post operatif. Jika interval waktu
dari cedera sangat singkat, pemeriksaan ulang FAST lebih dahulu dilakukan untuk
mengeluarkan pasien dari unit gawat darurat atau dalam satu jam setelah pasien tiba.

Indikasi Laparatomi
Perkembangan pada dua dekade terakhir adalah pengunaan penanganan nonoperatif
untuk luka organ visera padat, yang dipandu respon klinis dan pencitraan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa penanganan nonoperatif pada anak dan dewasa aman dan hasilnya lebih
baik dibandingkan laparotomi pada kasus tertentu. Kandidat untuk penanganan nonoperatif
adalah pada pasien tanpa perdarahan aktif dari luka visera padat tanpa bukti luka organ
berongga atau mesenterik. Jika keputusan dibuat untuk mengobservasi dan melakukan
penanganan nonoperatif, monitor ketat tanda vital dan lakukan pemeriksaan fisik berulang.
Peningkatan temperatur dan frekuensi napas dapat menandakan perforasi organ berongga
atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah pada sepsis atau perdarahan
intraabdomen. Pemeriksaan laboratorium tambahan, seperti leukosit, hemoglobin dan
hematokrit dan kadar asam laktat dan defisit basa dapat menentukan jika tindakan nonoperatif
gagal.
Data yang tidak lengkap di ruangan gawat darurat, pasien yang tidak dapat dievaluasi,
dan cedera multipel dapat menyulitkan pengambilan keputusan untuk melakukan operasi atau
observasi pada pasien. Laparatomi yang terlambat berhubungan dengan morbiditas yang
serius. Dengan adanya FAST, peningkatan penggunaan CT Scan, dan aplikasi teknik non
operatif yang berhasil telah mengubah algoritma penatalaksanaan secara drastis, termasuk
indikasi operasi. Dua tanda utama yang merupakan indikasi absolute untuk dilakukannya
laparatomi pada trauma abdomen adalah peritonitis dan instabilitas hemodinamik. Bila
dijumpai salah satu atau kedua tanda tersebut, pasien harus segera dibawa ke ruang operasi
tanpa penundaan. Pasien dengan keterlibatan cedera kepala, cedera spinal kord, intoksikasi
berat, dan cedera lain yang signifikan yang membutuhkan operasi emergensi juga
dimasukkan dalam kelompok ini. Walaupun kebanyakan pasien ditangani dengan aman
melalui operasi yang rutin dilakukan, beberapa kebijaksanaan diizinkan untuk dilakukan
berdasarkan stabilitas hemodinamik, waktu yang diharapkan sampai pasien dievaluasi secara
lengkap, dan kemampuan untuk melakukan observasi ketat dan pemeriksaan tambahan.

1. Demetriades D, Velmahos GC.2008. Indications for and Techniques of Laparotomy.


In: Feliciano DV, Mattox KL. Moore EE. Trauma. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
2. James H. Holmes., David M. Heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. P.189-216
3. Udeani J. 2011.Blunt Abdominal Trauma Treatment & Management. Emedicine.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1980980-treatment#showall.

Anda mungkin juga menyukai