3. CT Scan
Pada pasien stabil, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan. Tergantung pada
protokol institusi, CT Scan mungkin menjadi pemeriksaan penunjang awal, atau bisa juga
diikuti dengan FAST atau DPL.
Dari CT Scan dapat diidentifikasi sumber perdarahan baik dari kavum abdomen
maupun retroperitoneal (terbatas pada Fast dan DPL). Jika terdapat laserasi hepatik atau
limpa, informasi dapat diintegrasikan kepada gambaran klinis dan penilaian dibuat pada
pasien yang akan dicoba untuk penanganan non-operatif. Perkembangan teknologi CT Scan
telah meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi
cedera pada usus, yang biasanya ditunjukkan melaui helaian mesenterium, cairan
mesenterium, penebalan usus dan/atau udara ekstra lumen.
Berikut ini merupakan alogaritma untuk penilaian terhadap pasien dengan trauma tumpul
abdomen.
Gambar Alogaritma untuk penilaian terhadap pasien dengan trauma tumpul abdomen.
┼
*Pasien mungkin membutuhkan angioembolisasi pelvis post operatif. Jika interval waktu
dari cedera sangat singkat, pemeriksaan ulang FAST lebih dahulu dilakukan untuk
mengeluarkan pasien dari unit gawat darurat atau dalam satu jam setelah pasien tiba.
Indikasi Laparatomi
Perkembangan pada dua dekade terakhir adalah pengunaan penanganan nonoperatif
untuk luka organ visera padat, yang dipandu respon klinis dan pencitraan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa penanganan nonoperatif pada anak dan dewasa aman dan hasilnya lebih
baik dibandingkan laparotomi pada kasus tertentu. Kandidat untuk penanganan nonoperatif
adalah pada pasien tanpa perdarahan aktif dari luka visera padat tanpa bukti luka organ
berongga atau mesenterik. Jika keputusan dibuat untuk mengobservasi dan melakukan
penanganan nonoperatif, monitor ketat tanda vital dan lakukan pemeriksaan fisik berulang.
Peningkatan temperatur dan frekuensi napas dapat menandakan perforasi organ berongga
atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah pada sepsis atau perdarahan
intraabdomen. Pemeriksaan laboratorium tambahan, seperti leukosit, hemoglobin dan
hematokrit dan kadar asam laktat dan defisit basa dapat menentukan jika tindakan nonoperatif
gagal.
Data yang tidak lengkap di ruangan gawat darurat, pasien yang tidak dapat dievaluasi,
dan cedera multipel dapat menyulitkan pengambilan keputusan untuk melakukan operasi atau
observasi pada pasien. Laparatomi yang terlambat berhubungan dengan morbiditas yang
serius. Dengan adanya FAST, peningkatan penggunaan CT Scan, dan aplikasi teknik non
operatif yang berhasil telah mengubah algoritma penatalaksanaan secara drastis, termasuk
indikasi operasi. Dua tanda utama yang merupakan indikasi absolute untuk dilakukannya
laparatomi pada trauma abdomen adalah peritonitis dan instabilitas hemodinamik. Bila
dijumpai salah satu atau kedua tanda tersebut, pasien harus segera dibawa ke ruang operasi
tanpa penundaan. Pasien dengan keterlibatan cedera kepala, cedera spinal kord, intoksikasi
berat, dan cedera lain yang signifikan yang membutuhkan operasi emergensi juga
dimasukkan dalam kelompok ini. Walaupun kebanyakan pasien ditangani dengan aman
melalui operasi yang rutin dilakukan, beberapa kebijaksanaan diizinkan untuk dilakukan
berdasarkan stabilitas hemodinamik, waktu yang diharapkan sampai pasien dievaluasi secara
lengkap, dan kemampuan untuk melakukan observasi ketat dan pemeriksaan tambahan.