Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN ANAK


PADA PASIEN SINDROMA NEFROTIK
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

Oleh:

Rahayu Tri Utami (183110228)

Tingkat:
II(B)

PEMBIMBING KLINIK:
Ns.Hj.Tisnawati.SSt,S.Kep,M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat
dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh
dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada
didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas
mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan
cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat
proses urinasi, bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua
fungsi organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal
itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu
sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih
tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka
kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000
anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,
usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz &
Sowden, 2002).

B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom
Nefrotik pada anak
2. Mahasiswa bisa melakukan pengkajian pada pasien dengan sindroma nefrotik
berdasarkan konsep yang telah dipelajari
3. Mahasiswa mengetahui apa saja diagnosa yang mungkin muncul pada pada
pasien dengan sindrom nefrotik
4. Mahasiswa bisa melakukan rencana keperawatan pada pasien dengan Sindrom
Nefrotik
5. Mahasiswa bisa melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan
Sindrom Nefrotik
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan ole adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hypoprotein, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema (suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai dengan peningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah,
edema, serum kolesterol yang tinggi (hiperlipidemia).

B. Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer
adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping
obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

C. Manifestasi klinis
1. Edema berat di seluruh tubuh (anasarka)
2. Proteinuria berat > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak
3. Hipoalbuminemia < 30 g/l
4. Hiperlipidemia
5. Anoreksia
6. Merasa cepat lelah
7. Kadang sesak nafas

D. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama
albumin, ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin,
namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus
menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia
disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme
albumin di ginjal menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat( namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).
Hipotesis menunjukan kehilangan albumin mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran cairan dari dalam darah ke
intestitium. Isi dari cairan yang berkurang dalam saluran darah seterusnya akan
mengaktifkan renin- angiotensin- aldosteron sistem. Hormon vasopresin(ADH) akan
dirembes untuk menstabilkan kandungan cairan dalam saluran darah seperti sediakala.
Meskipun demikian, pengumpulan cairan ini menyebabkan kehilangan cairan yang
terus- menerus ke interstitium karena protein terus – menerus hilang kedalam urin
diikuti dengan kerusakan pada membran basal glomerulus. Ini menyebabkan
penumpukan cairan secara berlebih dalam jaringan dan mengakibatkan edema.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia) hal ini menyebabkan
intake nutrisi berkurang sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurunnya
respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hyperlipidemia.
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat (Mansjoer
Arif, dkk.2012 dalam buku Nuari, Nian Afrian dan Dhina Widayati.2017. Gangguan
Sistem perkemihan dan penatalaksanaan Keperawatan)
SN Bawaan SN idiopatik

E. WOC
Kerusakan glomerulus

Gg. Dalam proses filtrasi

Tekanan onkotik-koloid
Imunoglubulin lolos dalam infiltrasi Protein lolos dalam filtrasi Protein dalam darah
Merangsang sel hati untuk
membentuk lipoprotein Permeabilitas kapiler
Masuk urin Sintesis albumin dalam hati
Ig G & Ig A, transferin lipid (lipogenesis)
dan zinc masuk ke urin Transudasi cairan dari ruang
Protein dalam urin Hipoalbuminemia intravaskuler ke ruang
Produksi lipid
urin interstisial (ekstravasasi cairan)
Sel T dalam sirkulasi
Proteinuria hiperlipidemia
Edema
Respon Imun Sindroma Nefrotik

MK : kerusakan
MK: Resiko Infeksi
integritas kulit

Pencernaan
Luka/ lecet
S.Pernafasan S.Kardiovaskuler S.Integumen S.Muskuloskeletal
Asites

Menekan diafragma Volume cairran Edema anasarka Penekanan pada Sirkulasi kulit
Tek. Abdominal Pembuluh darah terganggu
intravaskuler
Ekspansi paru Perubahan penampilan
Mendesak rongga lambung
hipovolemia Koping tidak efektif
Vol paru
Merangsang saraf simpatis abdominal Aldosteron meningkat
CO MK : Gg Citra
Nafas cepat Reabsorbsi Na+H2O Tubuh
Mual & muntah (takipnea) Angiotensin I dan
Hipoperfusi Ginjal angiotensin II
Vol ECF meningkat
anoreksia MK : Ketidakefektif
Substrat angiotensin
Pola Nafas Tek. Perfusi menurun
dalam arteriol aferen MK : Hipervolemia
Resiko defisit nutrisi Pelepasan Renin
dan hantaran NaCl ke
makula densa menurun
F. Penatalaksanaan
1. Istirahat sampai edema sedikit
2. Protein tinggi 3-4 gram/ kg BB/ hari
3. Diuretikum
4. Kortikosteroid
5. Antibiotika
6. Punksi ansietas
7. Digitalis bila ada gagal jantung

G. Pemeriksaan diagnostic
1. Urinalisa (protein, eritrosit, silinder)
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Clearance kreatinin (BUN / SC)
3. Uji darah
a. Albumin serum – menurun
b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
4. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin

Pemeriksaan penunjang
a. Tes urin

Sampel urine akan diperiksa di laboratorium untuk melihat ada tidaknya protein yang
bocor. Dokter dapat meminta pasien untuk melakukan pengambilan sampel urine
selama 24 penuh.

b. Tes darah

Tes darah dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien untuk memeriksa kadar
protein dalam darah (albumin), disertai dengan tes fungsi ginjal. Tes darah juga dapat
dilakukan untuk mencari penyebab sindrom nefrotik, misalnya pemeriksaan kadar
gula darah bagi yang menderita diabetes.

c. Biopsi ginjal

Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal. Biopsi ginjal


dilakukan untuk memeriksa jaringan ginjal melalui mikroskop.

(penambahan dari Monicha Yuza Utami)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas : nama, tmpat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Badan bengkak, muka sembab, dan nafsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu
Edema pada masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia
c. Riwayat penyakit sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun, konstipasi,
diare, urin menurun
3. Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun
setelah kelahiran
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan
5. Imunisasi : tidak ada hubungan
6. Kebutuhan dasar
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus

b. Sirkulasi
Tanda:
1) Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat
kehamilan/ eklampsia)
2) Disritmia jantung
3) Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)
4) Nadi kuat( hipervolemia)
5) Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum)
6) Pucat, kecenderungan perdarahan

c. Eleminasi
Gejala:
1) Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, polyuria
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
2) Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
3) Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
4) Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
5) Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)

d. Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual,
muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban, Edema( umum, bagian bawah)

e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur, Kram otot/ kejang; sindrom” kaki
gelisah”
Tanda :
1) Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak
mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa)
2) Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.

f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah

g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda :
1) Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan
Kussmaul); nafas amonia.
2) Batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).

h. Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda :
1) Demam(sepsis, dehidrasi)
2) Pretekie, area kulit ekimosis
3) Pruritus, kulit kering

i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius,
malignansi.

7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
1) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Kesadaran: biasanya compos mentis
3) TTV
TD : pada anak sindrom nefrotik biasanya tekanan darah normal, atau sedikit
meningkat
Nadi: pada anak dengan sindrom nefrotik biasanya nadi berkisar 70-110
x/menit
Suhu: biasanya suhu badan normal
Pernafasan: saat bernafas, sesak nafas, ronkhi, serta nyeri dada. Frekuensi
pernafasan 15-32 x/ menit, rata-rata 18 x/menit
4) Kepala dan wajah
Cembung dan terlihat edema pada wajah (moon face)
5) Mata
Amati bentuk mata dan kesimetrisan, warna konjungtiva, biasanya anemis,
biasanya sembab, ikterus akibat edema periorbital, udema lebih nyata pada
pagi hari sewaktu bangun tidur
6) Hidung
Amati bentuk kesimetrisan, kebersihan hidung, biasanya terdapat pernafasan
cuping hidung bila terjadi edema pada rongga pleura
7) Telinga
Amati bentuk kesimetrisan keadaan lubang telinga dan kebersihan, fungsi
pendengaran
8) Mulut
Amati bentuk kesimetrisan, mukosa bibir kering, pucat (sianosis)
9) Leher
Apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
10) Dada
Jika terdapat efusi pleura maka akan terjadi retraksi saat bernafas, sesak
nafas, ronkhi, serta nyeri dada, frekuensi pernafasan 15-32 x/menit, rata-rata
18 x/menit.
11) Abdomen
Biasanya terjadi pebesaran abdomen, edema (asites) mukosa usus
menyebabkan diare turgor kulit tidak elastis, lingkar abdomen meningkat
12) Daerah genitalia
Amati bentuk, dan kebersihan daerah sekitar genitalia biasanya dengan
pembengkakan pada labia atau skortal
13) Ekstremitas
Ukur lingkar lengan, biasanya terdapat edema, pucat, CRT <3 detik,
ekstremitas teraba dingin jika sirkulasi perifer terganggu
14) Kulit
Biasanya didapatkan kerusakan pada kulit seperti turgor kulit jelek dan
kelembapan nya kering

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
3. Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
4. Resiko infeksi b.d. ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : imunosupresan
5. Kerusakan integritas kulit b/d kelebihan volume cairan
6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur / bentuk tubuh

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipervolemia
b/d gangguan keperawatan dalam 3x24 1. Periksa tanda dan gejala
mekanisme jam masalah keperawatan hipervolemia (mis ortopnea,
regulasi teratasi dengan kriteria dispnea, edema, JVP/ CVP
hasil: meningkat, refleks
1. Edma menurun hepatojugular positif, suara
2. Tekanan darah nafas tambahan)
membaik 2. Identifikasi penyebab
3. Turgor kulit membaik hipervolemia
4. Membran mukosa 3. Monitor status hemodinamik,
membaik jika tersedia
5. Berat badan membaik 4. Monitor intake dan output
cairan
5. Batasi asupan cairan dan garam
6. Anjurkan cara membatasi
cairan

Pemantauan Cairan
1. Monitor berat badan
2. Monitor elastisitas atau turgor
kulit
3. Monitor kadar albumin dan
protein total
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia
6. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Penyakit ginjal dan kelenjar)
7. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
8. Dokumentasi hasil pemantauan
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Resiko defisit Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi b/d keperawatan dalam 3x24 1. Identifikasi status nutrisi
kurang dari jam masalah keperawatan 2. Monitor asupan makanan
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria 3. Fasilitasi menentukan pedoman
hasil: diet
Status nutrisi: 4. Berikan makanan tinggi serat
1. Sikap terhadap untuk mencegah konstipasi
makanan / minuman 5. Berikan suplemen makan, jika
sesuai dengan tujuan perlu
kesehatan meningkat 6. Ajarkan diet yang di
2. Nafsu makan membaik programkan, jika perlu
3. Mual muntah menurun
Pemantauan Nutrisi
1. Identifikasi kemampuan
menelan
2. Monitor mual dan muntah
3. monitor hasil laboratorium
(mis. Kadar kolesterol, albumin
serum, transferrin, kreatinin,
hemoglobin, hematokrit, dan
elektrolit darah)
4. Timbang berat badan
5. Informasikan hasil pemantauan
Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
b/d keperawatan dalam 3x24 1. Berikan perawatan kulit pada
ketidakadekuatan jam masalah keperawatan area edema
pertahanan tubuh teratasi dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan
sekunder : hasil: sesudah kontak dengan pasien
imunosupresan 1. Bengkak menurun dan lingkungan pasien
2. Kemerahan menurun 3. Pertahankan teknik aseptik
3. Nafsu makan pada pasien beresiko tinggi
meningkat 4. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

Manajemen Nutrisi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor asupan makanan
3. Fasilitasi menentukan pedoman
diet
4. Berikan suplemen makan, jika
perlu
5. Ajarkan diet yang di
programkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal : seri asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC
Nuari, Nian Afrian dan Dhina Widayati. 2017. Gangguan pada sistem perkemihan
dan penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama
Brunner & Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi :8
vol:3.Jakarta: EGC
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai