PENDAHULUAN
banyak dijumpai di Asia Tenggara (Bakta, 2006). Berdasarkan penelitian World Health
Organization (WHO) 2006 diperkirakan sebesar 5% penduduk dunia adalah carrier dari
300-400 ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia
di Indonesia berkisar 3-10%, berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
hingga tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 8,3% dari jumlah penderita yang
orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Dari total populasi pembawa sifat
Makasar. Apabila diasumsikan terdapat 5% carrier dan angka kelahiran 23 per mil
dari total populasi 240 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita
carrier thalassemia alfa kira-kira 1-10% dan thalassemia β adalah 3,7% (Ganie, 2008).
seimbangan sintesis rantai globin. Namun hal yang berbeda adalah karena rantai α
dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti pada thalassemia
β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada masa fetus sedangkan thalassemia-β dapat
memberikan gambaran klinik yang beraneka ragam mulai dari anemia yang paling berat
sampai yang paling ringan sehingga dapat digolongkan menjadi thalassemia β mayor,
intermedia dan minor atau trait. Thalassemia-β mayor merupakan thalassemia dengan
gambaran klinik anemia yang berat yang bergantung pada transfusi darah (Bakta, 2006).
terus-menerus dapat mengakibatkan penumpukan besi pada tubuh karena tidak adanya
sistem dari tubuh yang secara fisiologis mengatur pengeluaran besi berlebih. Kapasitas
transferin serum sebagai protein transport yang utama untuk mengikat dan
mendetoksifikasi zat besi dapat terlampaui dan menyebabkan peningkatan fraksi non
transferin terikat besi dalam plasma yang dapat mencetuskan radikal bebas hidroksil dan
kerusakan jaringan akibat oksigen. Kelebihan zat besi sangat beracun untuk semua sel
tubuh dan menyebabkan kerusakan organ yang serius dan tidak dapat kembali
(Mishra,2013).
Beberapa organ yang dapat mengalami kerusakan akibat penimbunan besi dalam
tubuh diantaranya jantung, hati, limpa, pankreas dan kelenjar endokrin. Penumpukan
besi di jantung dapat menimbulkan kardiomiopati, irama jantung yang tidak teratur dan
berakhir pada gagal jantung. Pada pankreas, besi akan terakumulasi di pulau-pulau
kerusakan kelenjar endokrin. Selain itu, kulit penderita thalassemia juga dapat
Tingginya besi pada tubuh juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi karena keadaan
Indonesia disamping asma bronkiale dan sindrom nefrotik. Anak yang didiagnosis
penyakit kronik dapat mengalami stress mental, rasa ingin marah, kegalauan dan dapat
merupakan hal sulit bagi seorang anak bukan saja karena ketakutan terhadap
thalassemia (74%) ternyata memiliki kualitas hidup yang buruk. Tidak hanya itu,
masalah psikologis seperti gejala cemas, depresi dan gangguan perilaku juga ditemukan
sebanyak 44% (Shaligram, 2007). Penelitian serupa juga dilakukan di Pusat
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Juli 2009 didapatkan bahwa setengah
dari subjek (50,5%) memiliki kualitas hidup yang buruk (Aji et al., 2009). Menurut
penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri bulan Mei sampai Juli 2015 tercatat penderita thalassemia β mayor
mengalami kelemahan fisik, pucat dan secara fisiologi sering merasa kurang percaya
Salah satu cara untuk mengevaluasi kelebihan besi pada thalassemia-β mayor
dapat digunakan pemeriksaan ferritin serum (Mishra,2013). Kadar ferritin yang tinggi
gangguan fungsi kerja organ dalam tubuh (Supartini, 2013). Feritin serum diperiksa
untuk mengetahui hasil terapi dan menentukan prognosis. Target kadar feritin adalah
sekitar 1.000 ng/mL yang dianggap ambang batas efek toksik pada penderita yang
Charafeddine (2008) yang menyatakan bahwa penderita dengan kadar ferritin <1.500
dengan yang memiliki kadar ferritin >1.500 ng/mL (p< 0,024). Tingginya kadar ferritin
penderita terdiagnosa secara cepat dan terapi kelasi besi diberikan sedini mungkin,
kualitas hidup yang sudah dilakukan antara lain oleh Bulan (2009) mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalassemia β mayor. Penelitian
tersebut dilakukan di RS. Dr. Kariadi Semarang dengan jumlah sampel 55 anak
kualitas hidup dengan kadar Hb, status ekonomi dan pendidikan orangtua sedangkan
untuk kadar ferritin dan ukuran limpa tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Hal
tersebut berbeda dengan penelitian oleh Ansari (2014) dengan judul Quality of Life in
Patients With Thalassemia Major yang dilakukan di Universitas Guilan di Iran dengan
51 sampel didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan
penimbunan besi yang dialami oleh penderita thalassemia β mayor yang merupakan
komplikasi yang tidak bisa dihindari dan menjadi konsekuensi dilakukannya transfusi
jangka panjang dapat dinilai melalui pengukuran kadar feritin serum penderita. Untuk
itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan kadar ferritin serum
terhadap kualitas hidup penderita thalassemia β mayor anak di RSUD Abdul Moeloek
Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara kadar feritin
serum terhadap kualitas hidup pada penderita thalassemia-β mayor anak di RSUD
penderita thalassemia β mayor anak di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun
2020.
Sebagai informasi dan bahan masukan dalam menyusun kebijakan dan strategi
kesehatan yang berhubungan dengan kadar feritin serum maupun kualitas hidup
1.4.2 Masyarakat
kualitas hidup penderita thalassemia β mayor anak di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
feritin serum terhadap kualitas hidup penderita thalassemia β mayor anak di RS Abdul
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Penyakit thalassemia memiliki gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk
yang diturunkan oleh salah satu orang tuanya, hingga yang paling berat (bentuk
homozigot) yang diturunkan oleh kedua orang tua yang mengidap thalassemia disebut
2.1.2 Etiologi
kedua jenis rantai globin. Hemoglobin merupakan molekul pengikat oksigen yang
terdapat di dalam sel eritrosit. Hemoglobin normal orang dewasa adalah HbA yang
terdiri atas 4 subunit yaitu 2 rantai α-globin dan 2 rantai β-globin. Masing masing
subunit yang tersusun oleh rantai polipeptida dinamakan rantai globin mengikat gugus
hem. Gugus hem merupakan pigmen yang mengandung unsur besi (Fe). Gugus hem
inilah yang mengikat oksigen ketika darah berada di dalam paru-paru. Rantai α-globin
dan rantai β-globin mempunyai bentuk struktur rantai polipeptida yang berbeda. HbA
dapat dituliskan dengan rumus α2β2 sedangkan Hb janin hingga lahir berjenis HbF
dengan rumus α2γ2. Pada saat lahir, darah terdiri dari 70% HbF dan 30% HbA. Pada
2014).
Kejadian mutasi gen β-globin yang lebih banyak daripada mutasi gen α-globin
menyebabkan thalassemia. Mutasi gen β-globin berdampak pada 50% struktur rantai β-
globin , sedangkan mutasi gen α-globin hanya berdampak pada 25% struktur rantai α-
globin. Di lain pihak, mutasi gen β-globin tidak menimbulkan efek prenatal, karena γ-
globin yang menyerupai β-globin memang merupakan kandungan utama sebelum lahir.
disebabkan karena adanya mutasi pada satu gen β-globin, sedangkan thalassemia β
keturunan dengan peluang risiko 25% thalassemia β mayor dan 50% β-thalassemia.
Namun jika salah satu orang tua menderita β-thalassemia dan yang lain memiliki
triplikasi gen α-globin, pasangan ini juga mempunyai risiko keturunan 25% menderita
2. Βeta thalassemia trait: pasien mengalami anemia ringan, sel darah merah
transfusi darah.
thalassemia.
darah yang terus menerus, splenomegali yang berat, deformitas dari tulang dan
1. Thalassemia β ringan
Pada derajat ringan, biasanya tidak menunjukkan masalah yang bermaksa secara
klinis dan tidak memerlukan pengelolaan. Kadar Hb biasanya sekitar 8-10 g/dl.
2. Thalassemia β sedang
Thalassemia β sedang merupakan mayoritas thalassemia β dengan kadar Hb
sekitar 6-7 gr/dl. Secara klinis gejala mirip dengan thalassemia intermedia dan
3. Thalassemia β berat
2.1.5 Patofisiologi
Thalassemia β mayor adalah bentuk yang paling parah dari thalassemia di mana
terjadi keadaan tubuh tidak dapat membuat hemoglobin dewasa yang normal, yang
terdiri dari jumlah yang sama dari rantai α dan β, dan sebagai konsekuensinya tidak
dapat menghasilkan sel darah merah normal. Pada individu dengan thalassemia β
mayor, setiap sel darah merah mengandung jauh lebih sedikit hemoglobin, karena gen
β-globin tidak bekerja atau berfungsi dengan baik dan dengan demikian tidak atau
menghasilkan jumlah rantai β yang sangat sedikit. Akibatnya, ada jauh lebih sedikit sel
sel darah merah dalam sumsum tulang dan sel progenitor pada darah tepi karena rantai
tersebut tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya. Presipitasi ini yang
efektif sehingga umur eritrosit menjadi pendek dan menimbulkan anemia. Anemia akan
menyebabkan proliferasi eritroid yang terus menerus pada sumsum tulang yang tidak
Presipitasi rantai alfa
intra medular
efektif dan menimbulkan ekspansi sumsum tulang. Ekspansi sumsum tulang
hemodilusi darah karena sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya
splenomegali. Pada limpa yang membesar semakin banyak sel darah merah abnormal
yang terjebak untuk kemudian dihancurkan oleh sistem fagosit (Atmakusuma dan
Setyaningsih, 2014).
Thalassemia β
Hemolisis
Ekses rantai α dan
Hb A menurun
Presipitasi rantai α
pada eritrosit
Gagal jantung
Gagal endokrin Hemokromatosis jaringan
Kerusakan hati
bulan sampai 2 tahun dengan klinis anemia berat (Atmakusuma, 2014). Gambaran
klinik pada thalassemia β mayor dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (Bakta, 2006):
maka produksi HbF dan hiperplasia eritroid menurun sehingga anak tumbuh
normal sampai dekade ke 4-5. Setelah itu timbul gejala “iron overload” dan
2. Yang tidak mendapatkan transfusi yang baik maka timbul gejala anemia
yang khas yaitu Cooley’s anemia. Gejala muncul mulai saat bayi berumur 3-
2.1.7 Diagnosis
yang mengungkapkan anemia hipokromik, berinti sel darah merah pada apusan darah
peningkatan jumlah HbF setelah usia 12 bulan, dan keparahan klinis anemia
1. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan anemia berat dengan Hb dapat < 7 g/dl,
pada pemeriksaan sumsum tulang, masa hidup sel darah merah memendek,
(pada β+), bisa tidak ada (pada β0), HbA2 sangat bervariasi dan pada analisis
sintesis rantai globin dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai β menurun
transfusi darah (blood transfusion dependent). Pada dasarnya terapi thalassemia mayor
terdiri atas:
Hb normal atau mendekati normal maka dilakukan transfusi darah secara teratur.
g/dl diberikan transfusi darah 2-4 unit setiap 4-6 minggu dengan tujuan menekan
merah yang teratur, mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis yang tidak
efektif, membantu pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan
berdasarkan pada kadar Hb < 6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan
pembesaran limpa dan atau ekspansi sumsum tulang (Permono dan Ugrasena,
2012).
Tujuan utama terapi kelasi besi adalah mencapai kadar besi tubuh yang
aman. Terapi kelasi besi dimulai apabila kadar feritin serum mencapai 1000
ng/mL, yaitu kira-kira setelah 10-20 kali transfusi untuk mencegah kerusakan
berulang dengan cara meningkatkan eksresi besi melalui urin dan feses.
a. Deferoxamine (Desferal)
besi dengan rasio 1:1, sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi toksik. Sesuai
dengan berat molekul yang relatif tinggi dan sifat hidrofilik, DFO tidak mudah
bioavailabilitas oral yang buruk dan waktu paruh yang pendek (Poggiali, 2012).
kadang secara intramuskular. Infus DFO dilakukan dalam 8-12 jam, selama 5-7
hari per minggu. Deferoxamine mempunyai keamanan yang sangat baik, selain
itu defroxamine meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan angka kesakitan.
Secara umum, besi akan hilang ketika pemberian infus deferoxamine dalam
b. Deferasirox (Exjade)
molekulnya akan membentuk ikatan 2 kelator dengan 1 atom besi (2:1). Afinitas
selama beberapa jam. Hal ini terjadi karena konsentrasi puncak plasma dicapai
dalam waktu 2 jam, dan masih dapat terdeteksi selama 24 jam; rerata waktu
paruh eliminasi antara 11-16 jam. Dengan demikian deferasirox dapat diberikan
hanya dosis tunggal untuk mencapai kadar terapi. Ekskresi utama deferasirox
c. Deferiprone
hydroxypyridin-4-1), dimana akan mengikat besi dengan rasio 3:1 dan dapat
masuk kedalam miosit dan dapat menangkap besi plasma labil yang terdapat
pada kardiomiosit dan makrofag. DFP mempunyai waktu paruh yang pendek (3-
4 jam) dan harus diberikan tiga kali dalam sehari. (Poggiali, 2012).
f. Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500
kombinasi hanya diberikan pada keadaan ferritin ≥ 3.000 ng/ml yang bertahan
akibat kelebihan besi, dan diberikan untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan)
bergantung kadar ferritin dan fungsi jantung saat evaluasi (Pudjiadi et al, 2010).
fungsi hati.
3. Pemberian asam folat 5 mg/hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik
(Bakta, 2006)
4. Splenektomi
6. Rekayasa genetik
2.1.9 Komplikasi
Kejadian yang tinggi pada disfungsi endokrin telah banyak dilaporkan pada
anak, remaja dan dewasa muda yang menderita talasemia mayor. Pituirari anterior
disebut memiliki peranan yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang berdampak
pada gangguan sekresi hormonal antara lain disfungsi gonad. Beberapa hal yang
hemosiderosis, anemia kronik dan pemberian terapi kelator yang tidak adekuat
(Anggororini, 2010)
kelainan pada jantung. Risiko terkena penyakit jantung meningkat seiring dengan
peningkatan kadar ferritin serum penderita (Malik et al, 2009). Fungsi jantung secara
normal bergantung pada aktivitas sel-sel di jantung yang saling terkoordinasi. Ketika
terjadi penimbunan besi yang meningkatkan spesies oksigen reaktif, sel miosit
mengalami kerusakan dan kematian yang dapat menimbulkan gagal jantung kongestif.
Sedangkan dapat juga menyebabkan aritmia jantung apabila menyerang sel-sel pada
sistem konduksi (Prabhu, 2009). Besi bebas juga dapat terakumulasi pada tiap lapisan
jantung, namun yang tersering pada epikardium daripada lapisan dalam (endocardium).
rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi,
disfungsi multiendokrin dan defisiensi vitamin D, kalsium dan zink dengan pengukuran
setelah dua tahun dari transfusi pertama kali. Penyakit hati yang tersering yaitu
hepatomegali dan dampak lain juga berkaitan dengan transfusi adalah penularan infeksi
Hepatitis (Malik et al, 2009). Dengan adanya penimbunan besi, sel hepatosit diserang
terus menerus akibat adanya spesies oksigen reaktif dan kemudian menyebabkan
kematian sel. Sel-sel yang mati akan digantikan dengan sel fibroblast. Akibatnya,
kolagen akan terbentuk dan menyebabkan fibrosis hati dan kemudian sirosis (Prabhu,
2009)
ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya dampak neurologik dari
et al, 2009). Adanya besi bebas yang terakumulasi pada otak ditambah keadaan anemia
kronik menyebabkan stress oksidatif dan dapat mempercepat proses degenerasi sel pada
Plasma mengandung 2-3 mg besi yang terikat pada sebuah protein yang disebut
transferrin, yang merupakan molekul utama pengangkutan besi untuk digunakan pada
eritropoiesis di sumsum tulang dan digunakan oleh sel lain yang membutuhkan. Ketika
kapasitas pengikat serum transferrin berlebih, besi mulai bergabung dengan protein
plasma dan molekul lain seperti citrate. Besi ini dinamakan non-transferrin bound iron
(NTBI). NTBI sangat mudah diambil oleh hepatosit dan parenkim sel lainnya, dan
akumulasi intraseluler besi pada sel secara cepat menyebabkan kerusakan reaksi
oksidasi. Dalam sel, besi yang normal tersimpan menjadi ferric (Fe3+ ) yang bergabung
dengan sebuah protein globular kompleks yang disebut ferritin (Leecharoenkiat, 2016).
kadar normal berkisar antara 20 – 200 ng/L dengan 1 ng/L ferritin serum mewakili 10
mg simpanan besi (Suhandi, 2001). Sebagai pertanda utama yang digunakan untuk
mengetahui kelebihan besi pada tubuh, ferritin disekresikan ke dalam plasma dalam
jumlah sedikit. Konsentrasi ferritin dalam plasma atau serum berhubungan dengan total
kelebihan besi pada tubuh. Normal konsentrasi ferritin bergantung pada jenis kelamin
dan usia (Mishra,2013). Pada pria kadar normal ferritin sekitar 20-300 ng/ml sedangkan
pada wanita sekitar 15-120 ng/ml (Ikram, 2004). Adapula yang menyatakan kadar
ferritin normal pada pria berkisar antara 15 – 400 ng/L dan pada wanita 10 – 106 ng/L
Pada beban besi yang berlebihan kadar ferritin serum bisa mencapai 1000 ng/L
(Adrianto dan Gunawan, 2015). Walaupun kadar ferritin serum tidak selalu dapat
dijadikan tolak ukur karena sebagai reaktan fase akut, nilai ferritin serum dipengaruhi
juga oleh beberapa faktor seperti kelainan inflamasi, kelainan hati, dan keganasan,
pengukuran serum ferritin secara berkala masih dipercaya dan menjadi metode yang
paling mudah dilakukan untuk mengukur kelebihan besi tubuh dan efektivitas terapi
kelasi besi (Galleno dan Origa, 2010). Target kadar feritin adalah sekitar 1.000 ng/mL
(Ikram, 2004).
2.3.1 Definisi
sesuai dengan usia seseorang dan/atau peran utamanya di masyarakat. Kesehatan adalah
keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang baik, bukan sekedar bebas dari
klinis, penilaian manfaat suatu intervensi klinis, uji tapis dalam mengidentifikasi anak-
anak dengan kesulitan tertentu dan membutuhkan tindakan perbaikan secara medis
2.3.2 Komponen
World Health Organization (WHO) menyatakan komponen dilihat dari seluruh
kualitas hidup dan kesehatan secara umum: (1) Kesehatan fisik, meliputi penyakit dan
kegelisahan, tidur dan beristirahat, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada obat dan bantuan medis, dan kapasitas pekerjaan; (2) Psikologis,
penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, dan kepercayaan individu; (3)
Hubungan sosial, meliputi pribadi, dukungan sosial, dan aktivitas seksual; (4)
Kualitas hidup anak secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
(1) Kondisi global, meliputi lingkungan makro yang berupa kebijakan pemerintah dan
penduduk), status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan dan pendidikan orang tua; (3)
kandung, saudara lain serumah dan teman sebaya); (4) Kondisi personal, meliputi
dimensi fisik, mental dan spiritual pada diri anak sendiri, yaitu genetik, umur, kelamin,
ras, gizi, hormonal, stress, motivasi belajar dan pendidikan anak serta pengajaran agama
(Bulan, 2009).
Anak dengan penyakit fisik kronik seperti thalassemia beta mayor mudah
terkena masalah emosional dan perilaku. Permulaan penyakit, rutinitas pengobatan dan
hubungan anak dengan keluarganya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 80% anak
dengan thalassemia beta mayor mungkin sekali memiliki masalah psikososial misalnya
sikap menentang, kecemasan, dan depresi. Pemeriksaan kualitas hidup dengan masalah
instrument pengukur kualitas hidup anak, dikembangkan selama 15 tahun oleh Varni
dkk (1999). Peds QL mempunyai 2 modul yaitu umum dan spesifik penyakit. Peds QL
kategori umum didesain untuk digunakan pada berbagai keadaan kesehatan anak,
instrumen ini dapat membedakan kualitas hidup anak sehat dengan anak yang menderita
suatu penyakit akut atau kronik. Sedangkan Peds QL spesifik penyakit dikembangkan
untuk asma, arthritis, kanker, diabetes, penyakit jantung, diabetes dan lainnya.
Konsep Peds QL generik adalah menilai kualitas hidup sesuai dengan persepsi
penderita terhadap dampak penyakit dan pengelolaan pada berbagai bidang penting
kualitas hidup anak yang terdiri dari 6 bidang dengan 23 pertanyaan yaitu: fisik (8
Kandungan besi tubuh normal adalah 3-5 g namun pada penderita thalassemia
sekitar 0,75 g/kgBB. Normalnya setiap orang menyerap 1 mg besi perhari dari
pencernaan, pada penderita thalassemia sekitar 10 mg/hari. Setiap 1 unit darah segar
atau sebanyak 450 ml mengandung 200-250 mg besi. Setiap cm kubik packed cell
cc/kg/packed cell, tubuh mengakumulasi 200 mg/kgBB besi setiap tahun. Kadar ferritin
serum pada penderita thalassemia β mayor meningkat dan ini mencerminkan jumlah
komplikasi yang tidak bisa dihindari dan menjadi konsekuensi dilakukannya transfusi
jangka panjang. Transfusi darah penting bagi penderita, namun apabila dilakukan terus-
menerus dapat mengakibatkan penumpukan besi pada tubuh karena tidak adanya sistem
dari tubuh yang secara fisiologis mengatur pengeluaran besi berlebih (Mishra,2013).
Besi yang tidak terikat oleh molekul pengikat seperti transferrin atau ferritin atau
obat kelasi besi, mencetuskan berbagai macam reactive oxygen species (ROS) , yang
tersering adalah radikal hidroksil. Hal ini menyebabkan di dalam sel terjadi peningkatan
besi tidak terikat pada plasma dan terakumulasi sebagai cadangan besi (ferritin dan
DNA, serta gangguan mekanisme pengaturan kematian sel secara apoptosis dan
yang dapat menimbulkan kardiomiopati dan irama jantung yang tidak teratur. Pada
diabetes. Pada hati dan limpa menyebabkan hepatosplenomegali, fibrosis hepatis dan
pertumbuhan dan terhambatnya kematangan seksual. Selain itu besi yang berlebih di
dalam kelenjar tiroid dan paratiroid dapat menyebabkan penurunan fungsi organ
tersebut dan pada kulit dapat menyebabkan pigmentasi sehingga kulit berwarna perak
keunguan atau kehitaman. Tingginya besi pada tubuh juga meningkatkan risiko
terjadinya infeksi karena keadaan tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri atau
hati dan gagal jantung (33%) (Borgna, 2004). Pada pasien yang tidak sering
mendapatkan transfusi darah pun, tetap terjadi absorpsi besi abnormal yang
menyebabkan penumpukan besi berkisar 2 – 5 gram per tahun. (Gatot et al, 2007).
Kebocoran
enzim
ng/mL menunjukkan risiko terjadinya komplikasi yang lebih rendah dan kualitas hidup
yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki kadar ferritin >1.500 ng/mL (p <
0,024).
dengan kualitas hidup penderita thalassemia yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
Thalassemia β mayor
Kualitas Hidup
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
antara konsep-konsep akan diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan di lakukan.
2.7 Hipotesis
Ho : Tidak terdapat hubungan antara kadar feritin serum terhadap kualitas hidup
antara kadar feritin serum terhadap kualitas hidup pada penderita thalassemia-β mayor
Penelitian ini dilakukan di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada bulan
Maret 2020.
3.4.1 Populasi
(Notoadmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita thalasemia
β mayor anak yang rutin melakukan perawatan berupa transfusi darah di RSUD Abdul
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2012) Sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti
(Notoatmodjo, 2012).
A. Kriteria inklusi :
Kriteria inklusi adalah subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang
memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini penulis
B. Kriteria eksklusi:
Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena
Perkiraan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus uji hubungan.
Apabila diperkirakan derajat korelasi kadar ferritin serum dengan kualitas hidup
thalassemia β mayor anak adalah derajat sedang dengan koefisien korelasi (r=0,4), nilai
kesalahan tipe I (α)=0,05 maka Zα=1,96, nilai kesalahan tipe II (β)=0,2 maka Z β=0,842
dan kekuatan penelitian adalah 80%, maka besar sampel penelitian adalah sebagai
= 46,7 ≈ 47
Maka besar sampel minimal penelitian ini adalah 47 anak. Apabila diperkirakan terjadi
drop out sebesar 10% maka besar sampel dengan koreksi drop out adalah 58 anak
Keterangan :
n : Ukuran sampel
Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo,
2012) .
oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). Variabel dependent pada penelitian ini adalah
kualitas hidup.
(Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas pada penelitian ini adalah kadar ferritin serum.
Variabel Skala
Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Ukur
Variabel
terikat
Sumber : Ikram, 2004, Carrafedine, 2008 , Bulan, 2009 dan Notoatmodjo, 2012
Peds QLTM 4.0 kategori umum (Generic core score) didesain untuk digunakan
pada berbagai keadaan kesehatan anak, instrumen ini dapat membedakan kualitas hidup
anak sehat dengan anak yang menderita suatu penyakit akut atau kronik. Peds QL
kurang dari 5 menit, rasio kehilangan data sekitar 0,01%, penilaian sangat mudah
dengan memberi nilai 0-4 pada setiap jawaban pertanyaan dan secara mudah
dikonversikan dalam skala 0-100 untuk interpretasi standar. Pengisian kuesioner dapat
diwakili orang tua pada anak usia 2-18 tahun dan pengisian sendiri pada anak umur 5-18
tahun, pengisian sendiri oleh anak umur 5-7 tahun dibantu oleh interviewer, pertanyaan
pada kedua bentuk ini prinsipnya sama, perbedaannya hanya pada bentuk kalimat tanya
Skala pengukuran kualitas hidup pada kuesioner Peds QLTM 4.0 kategori umum
berupa pertanyaan tertutup yang dijawab dengan memilih jawaban yang tersedia.
Keandalan instrumen ini telah diuji sebelumnya dengan konsistensi internal yang
baik dengan koefisien alfa secara umum berkisar antara 0,70-0,92. Kesahihannya
penurunan nilai sehubungan dengan adanya penyakit dan pengelolaan, yang tidak hanya
mewakili penyakit kronis saja (Agung, 2012). Untuk itu pada penelitian kali ini peneliti
Berdasarkan penelitian Varni et al (2002) nilai total kualitas hidup anak sehat
secara umum adalah 81,38 ± 15,9. Nilai kualitas hidup yaitu -1 SD populasi normal
adalah 65,48. Dikatakan normal apabila nilai kualitas hidup ≥ 65,48 dan berisiko bila <
1. Editing
2. Coding
Pada tahapan coding dilakukan penulisan memberikan kode tertentu pada tiap
3. Processing
4. Cleaning
diinterprestasikan.
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah dalam
bentuk tabel, kemudian data diolah dengan menggunakan program software statistik
pada komputer SPSS 16.0. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
2012).
Analisis bivariat pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar feritin
(kualitas hidup) menggunakan uji korelasi Spearman. Uji ini merupakan uji
non parametrik dengan syarat data tidak terdistribusi normal dan data dependen
komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p ≤0,05 maka
variabel yang diuji. (Dahlan, 2011). Selain itu ditentukan pula nilai koefisien
korelasi (r) untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel dengan
variabel. Arah korelasi + (positif/ searah) diartikan bahwa semakin besar nilai
satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya sedangkan arah korelasi –
(negatif/ berlawanan) berarti semakin besar nilai satu variabel semakin kecil nilai
Persiapan Penelitian
Kesimpulan