Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

AUDIT INTERNAL KASUS OLYMPUS

Dosen Pengampu: Drs. Sudarno, M.Si., Ph. D.

Disusun Oleh:
Shafira Akmala
12030117140162
Kelas B
Absen 35

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
I. Latar Belakang

Olympus, produsen kamera asal Jepang mengaku telah menyembunyikan kerugian


investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun atau sejak era 1980-an. Selama ini,
Olympus menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman ini
merupakan buntut dari tuntutan mantan CEO Olympus Michael Woodford yang dipecat pada
14 Oktober silam. Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini menjelaskan
transaksi mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun.
Presiden Direktur Olympus Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang
mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu, sebagai pihak
yang bertanggung jawab. Sementara Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor
internal Hideo Yamada bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi. Keduanya
menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana. "Saya benar-benar tidak mengetahui
kebenaran tentang semua ini," kata Takayama, yang mengaku tidak mengetahui kasus ini
sejak jabatan Presiden Direktur diserahkan oleh Kikukawa kepadanya, dalam jumpa pers
bersama sekitar 200 wartawan, dikutip dari Reuters, Selasa (8/11/2011). Pihak Olympus
menemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi produsen peralatan medis asal
Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 lalu senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun), yang juga
melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga
perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).
Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu
tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam beberapa bulan kemudian, pembayaran
kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari buku. Kasus ini dipastikan akan
menyeret Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena tuntutan pidana untuk pasal
manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya. Banyak analis yang kini
mempertanyakan masa depan perusahaan yang dibentuk pada 1919 sebagai produsen
mikroskop itu. "Ini sangat serius. Olympus sudah mengaku mengisi data palsu (di laporan
keuangan) untuk menutupi kerugian selama 20 tahun. Semua pihak yang terlibat selama 20
tahun harus ikut bertanggung jawab," kata Ryosuke Okazaki, Kepala Investasi ITC Investment
Partners. "Ada kemungkinan terburuk saham Olympus bisa dikeluarkan dari bursa. Masa
depan perusahaan ini menjadi sangat suram," jelas Okazaki. Pengumuman yang mengejutkan
ini juga membuat saham Olympus jatuh 29% ke posisi terendahnya dalam 16 tahun terakhir.
Perusahaan ini sudah kehilangan 70% nilai pasarnya, setara Rp 5,1 triliun, sejak ditinggal
Woodford, yang terus mempertanyakan investasi bodong tersebut. Pihak Olympus mengaku
masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut sebelum menyatakan apakah ada pihak
lain yang ikut terlibat. Mori sudah dipecat pada hari yang sama, sementara auditor internal
sudah meminta pengunduran diri.
Kasus yang menimpa Olympus ini langsung menjadi perhatian media lokal karena
merupakan skandal penipuan perusahaan terbesar di Jepang sejak serangkaian skandal broker
di era 1990-an, salah satunya adalah broker terbesar keempat di Jepang, Yamaichi Securities
pada 1997.
Olympus mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan disalurkan ke
banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik yang lazim dilakukan
perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang tahun 1990 lalu. Nippon Life
Insurance, salah satu pemegang saham terbesar di Olympus, mendesak produsen kamera itu
lebih transparan dalam membeberkan kasus tersebut.

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Perusahaan Olympus bisa dikatakan telah melakukan fraud?
2. Pihak-pihak mana sajakah yang terlibat dari kasus ini?
3. Bagaimana seharusnya peran dan tugas auditor internal dalam kasus ini?
III. Teori

1. Fraud

Fraud merupakan suatu perbuatan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja, sadar dan
mau untuk menyelahgunakan segala sesuatu yang dimiliki secara bersama, misalnya sumber
daya perusahaan dan negera, demi kenikmatan pribadi dan kemudian menyajikan informasi
yang salah untuk menutupi penyalahgunaan tersebut. Fraud berbeda dengan kesalahan yang
tidak disengaja (unintentional error).

Jika seorang secara tidak sengaja memasukkan data yang salah ketika mencatat suatu
transaksi, maka itu tidak dapat dikatakan sebagai fraud karena dilakukan dengan tidak sengaja.
Tetapi jika seseorang dengan kecerdikannya, merekayasa laporan keuangan untuk menarik
minat calon investor untuk berinvestasi pada perusahaannya maka disebut fraud.

Fraud pada laporan keuangan merupakan kesengajaan ataupun kelalaian dalam pelaporan
keuangan dimana laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku. Kelalaian atau kesengajaan tersebut sifatnya material sehingga dapat mempengaruhi
keputusan yang akan diambil oleh pihak yang berkepentingan. Fraud biasanya terjadi pada
korporasi yang besar, baik pemerintah maupun swasta sehingga kerugian atas terjadinya fraud
sangat besar jumlahnya. 

A. Teori Fraud Triangle 

Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:

1.      Pressure (Dorongan) Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang


melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah,
ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah
kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

2.      Opportunity (Kesempatan)
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena
internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau
penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen
yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan
control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

3.      Rationalization (Pembenaran)
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran atas tindakannya, misalnya: Bahwa tindakannya untuk membahagiakan keluarga
dan orang-orang yang dicintainya, perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat
besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.

Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat
wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Risiko bisnis
(business risk) merupakan risiko dimana auditor akan menderita kerugian atau merugikan
dalam melakukan praktik profesinya akibat proses pengadilan atau penolakan publik dalam
hubungannya dengan audit. (Guy, Dan et al, 2002).

Pengguna laporan keuangan merupakan unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk
menentukan tingkat kepastian yang diperlukan, auditor terlebih dahulu harus mengidentifikasi
pengguna potensial laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan keuangan yang lebih besar
akan meningkatkan risiko bisnis dan dapat meningkatkan tingkat kepastian yang diinginkan
auditor.

2. Sistem Pengendelian Internal

A. Pengendalian Internal Menurut COSO

Pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan perusahaan dapat
tercapai. Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan tujuan perusahaan tidak dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Semakin besar perusahaan semakin penting pula arti dari
pengendalian internal dalam perusahaan tersebut. Secara umum, pengendalian internal
merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan
pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu.

Perusahaan umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan


operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem. Definisi pengendalian
internal yang dikemukan oleh banyak penulis pada umumnya bersumber dari definisi yang
dibuat oleh COSO (The Committee Of Sponsoring Organizations Of Treadway Commission).
Pada edisi yang baru, COSO (2013) mendefinisikan pengendalian internal sebagai
berikut:"Internal control is a process, affected by an entity's board of directors, management,
and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of
objectives relating to operations, reporting, and compliance" Pengertian pengendalian internal
control menurut COSO tersebut, dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, 
karena hal tersebut menembus kegiatan operasional organisasi dan merupakan bagian integral
dari kegiatan manajemen dasar.

Pengendalian internal hanya dapat menyediakan keyakinan memadai, bukan keinginan


mutlak. Hal ini menegaskan bahwa sebaik apapun pengendalian internal itu dirancang dan
dioperasikan,hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya
efektif dalam mencapai tujuan pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun
sedemikian rupa dengan sebaik baiknya. Bahkan bagaimanapun baiknya pengendalian internal
yang ideal di rancang, namun keberhasilannya bergantung pada kompetisi dan kendala dari
pada pelaksanaannya dan tidak terlepas dari berbagai keterbatasan.

B. Tujuan pengendalian internal

Dari beberapa pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa tujuan pengendalian internal
yaitu mencakup tiga hal pokok yang dapat diuraikan sebagai berikut:

 Tujuan tujuan operasi yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi operasi.
Bahwa pengendalian internal dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari
semua operasi perusahaan sehingga dapat mengendalikan biaya yang bertujuan untuk
mencapai tujuan organisasi.

 Tujuan-tujuan pelaporan
Bahwa pengendalian internal dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan data serta catatan
catatan akuntansi dalam bentuk laporan keuangan dan laporan manajemen sehingga tidak
menyesatkan pemakai laporan tersebut dan dapat diuji kebenarannya.

 Tujuan-tujuan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.


Bahwa pengendalian internal dimaksudkan untuk meningkatkan ketaatan entitas terhadap
hukum hukum dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, pembuat aturan terkait,
maupun kebijakan kebijakan entitas itu sendiri. Ketiga tujuan pengendalian internal tersebut
merupakan hasil (output) dari suatu pengendalian internal yang baik, yang dapat dicapai
dengan memperhatikan unsur unsur pengendalian internal yang merupakan proses untuk
menghasilkan pengendalian internal yang baik. Oleh karena itu, agar tujuan pengendalian
internal tercapai, maka perusahaan harus mempertimbangkan unsur unsur pengendalian
internal. 
C. Unsur-Unsur Pengendalian Internal

COSO menyatakan mengenai unsur unsur pengendalian internal sebagai


berikut: "Internal control consists of five integrated components:
1.      Control Environment
2.      Risk Assessment
3.      Control Activities
4.      Information And Communication
5.      Monitoring Activities"
Adapun hubungan diantara kelima tujuan dan komponen komponen pengendalian
internal tersebut digambarkan oleh COSO dalam bentuk kubus sebagai berikut:
Berdasarkan gambar tersebut menjelaskan bahwa ada suatu hubungan langsung antara tujuan
tujuan sebagai apa yang hendak dicapai entitas dengan komponen komponen pengendalian
internal yang mewakili apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tujuan itu, serta struktur
organisasi entitas pada setiap tingkatan (divisi, unit, operasi, fungsi, dan lainnya). Ketiga
kategori tujuan tersebut (operasi, pelaporan, dan ketaatan) diwakili oleh kolom, kemudian
kelima komponen pengendalian internal diwakili oleh baris, sedangkan struktur organisasi
entitas direpresentasikan oleh ketiga dimensinya.
Agar lebih jelas berikut ini akan dijelaskan kelima komponen pengendalian internal tersebut :
1. Lingkungan Pengendalian (Control Invironment)
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi
dan mempengaruhi kesadaran personal organisasi tentang pengendalian. Lingkungan
pengendalian merupakan landasan untuk semua komponen pengendalian internal yang
membentuk disiplin dan struktur. Berdasarkan rumusan COSO, bahwa lingkungan
pengendalian didefinisikan sebagai seperangkat standar, proses, dan struktur yang
memberikan dasar untuk melaksanakan pengendalian internal di seluruh organisasi.
Selanjutnya, COSO menyatakan, bahwa terdapat lima prinsip yang harus ditegakkan atau
dijalankan dalam organisasi untuk mendukung lingkungan pengendalian agar dapat terwujud
dengan baik, yaitu:
 Organisasi yang terdiri dari dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya
menunjukkan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika.
 Dewan direksi menunjukkan indenpendensi dari manajemen dan dalam mengawasi
pengembangan dan kinerja pengendalian internal.
 Manajemen dengan pengawasan dewan direksi menetapkan struktur, jalur pelaporan,
wewenang-wewenang dan tanggung jawab dalam mengejar tujuan.
 Organisasi menunjukkan komitmen untuk menarik, mengembangkan, dan
mempertahankan individu yang kompetensi sejalan dengan tujuan.
 Organisasi meyakinkan individu bertanggung jawab atas tugas dan tanggung jawab
pengendalian internal mereka dalam mengejar tujuan.

2. Penilaian Risiko (Risk Assessment)


Menurut COSO, penilaian risiko melibatkan proses yang dinamis dan interaktif untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko terhadap pencapaian tujuan. Risiko itu sendiri dipahami
sebagai suatu kemungkinan bahwa suatu peristiwa akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian
tujuan entitas, dan risiko terhadap pencapaian seluruh tujuan dari entitas ini dianggap relatif
terhadap toleransi risiko yang ditetapkan. Oleh karena itu, penilaian risiko membentuk dasar
untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola oleh organisasi

Prinsip-prinsip yang mendukung penilaian risiko menurut COSO sebagai berikut:


 Organisasi menetapkan tujuan dengan kejelasan yang cukup untuk memungkinkan
identifikasi dan penilaian risiko yang berkaitan dengan tujuan.
 Organisasi mengidentifikasi risiko terhadap pencapaian tujuan di seluruh entitas dan
analis risiko sebagai dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
 Organisasi mempertimbangkan potensi kecurangan dalam menilai risiko terhadap
pencapaian tujuan.
 Organisasi mengidentifikasi dan menilai perubahan yang signifikan dapat
mempengaruhi sistem pengendalian internal.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)


Menurut COSO, aktivitas pengendalian adalah tindakan-tindakan yang ditetapkan
melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang membantu memastikan bahwa
arahan manajemen untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan dilakukan. Aktivitas
pengendalian dilakukan pada semua tingkat entitas, pada berbagai tahap dalam proses bisnis,
dan atas lingkungan teknologi.
Aktivitas pengendalian memiliki berbagai macam tujuan dan diterapkan dalam
berbagai tindakan dan fungsi organisasi. Aktivitas pengendalian meliputi kegiatan yang
berbeda,seperti: otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, analisis, prestasi kerja, menjaga keamanan
harta perusahaan dan pemisahan fungsi.
COSO menegaskan mengenai prinsip prinsip dalam organisasi yang mendukung
aktivitas pengendalian yaitu sebagai berikut:
 Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian yang berkontribusi
terhadap mitigasi risiko pencapaian sasaran pada tahap yang dapat diterima.
 Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian umum atas teknologi
untuk mendukung tercapainya tujuan.
 Organisasi menyebarkan aktivitas pengendalian melalui kebijakan kebijakan yang
menetapkan apa yang diharapkan, dan prosedur-prosedur yang menempatkan
kebijakan kebijakan ke dalam tindakan.
4. Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication)
COSO menjelaskan bahwa informasi sangat penting bagi setiap entitas untuk
melaksanakan tanggung jawab pengendalian internal guna mendukung pencapaian tujuan-
tujuannya. Informasi yang diperlukan manajemen adalah informasi yang relevan dan
berkualitas baik yang berasal dari sumber internal maupun eksternal dan informasi yang
digunakan untuk mendukung fungsi komponen-komponen lain pengendalian internal.
Informasi diperoleh ataupun dihasilkan melalui proses komunikasi antar pihak internal
maupun eksternal yang dilakukan secara terus- menerus, berulang, dan berbagi. Kebanyakan
organisasi membangun suatu sistem informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi yang
andal, relevan dan tepat waktu.
Ada 3 prinsip yang mendukung komponen informasi dan komunikasi dalam
pengendalian internal menurut COSO, yaitu:
 Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi yang
berkualitas dan yang relevan untuk mendukung fungsi pengendalian internal.
 Organisasi secara internal mengkomunikasikan informasi, termasuk tujuan dan
tanggung jawab untuk pengendalian internal dalam rangka mendukung fungsi
pengendalian internal.
 Organisasi berkomunikasi dengan pihak internal mengenai hal-hal yang
mempengaruhi fungsi pengendalian internal.

5. Aktivitas Pemantauan (Monitoring Activities)


Aktivitas pemantauan menurut COSO merupakan kegiatan evaluasi dengan beberapa
bentuk apakah yang sifatnya berkelanjutan, terpisah maupun kombinasi keduanya yang
digunakan untuk memastikan apakah masing-masing dari kelima komponen pengendalian
internal mempengaruhi fungsi fungsi dalam setiap komponen, ada dan berfunsi.
Evaluasi berkesinambungan ,(terus menerus) dibangun ke dalam proses bisnis pada
tingkat yang berbeda dari entitamenyajikanyajikan informasi yang tepat waktu. Evaluasi
terpisah dilakukan secara periodik, akan bervariasi dalam lingkup dan frekuensi tergantung
pada penilaian risiko, efektifitas evaluasi yang sedang berlangsung, bahan pertimbangan
manajemen lainnya.
Temuan-temuan dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan,
lembaga-lembaga pembuat standar yang diakui atau manajemen dan dewan direksi, dan
kekurangan kekurangan yang ditemukan dikomunikasikan kepada manajemen dan dewan
direksi. Kegiatan pemantauan meliputi proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal
sepanjang waktu, dan memastikan apakah semuanya dijalankan seperti yang diinginkan serta
apakah telah disesuaikan dengan perubahan keadaan.
Pemantauan seharusnya dilakukan oleh personal yang semestinya melakukan
pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu
yang tepat, guna menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagaimana yang
diharapkan dan untuk menentukan apakah pengendalian internal tersebut telah disesuaikan
dengan perubahan keadaan yang selalu dinamis. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pemantauan dilakukan untuk memberikan keyakinan apakah pengendalian internal telah
dilakukan secara memadai atau tidak. Dari hasil pemantauan tersebut dapat ditemukan
kelemahan dan kekurangan pengendalian sehingga dapat diusulkan pengendalian yang lebih
baik.

IV. Pembahasan

Dalam kasus ini mengapa Perusahaan Olympus bisa dikatakan melakukan fraud
karena Perusahaan Olympus telah terbukti melakukan manipulasi laporan keuangan, dengan
cara menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun atau
sejak era 1980-an.

Selama ini, Olympus menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi.


Pihak Olympus menemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi produsen peralatan
medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 lalu senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun), yang
juga melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga
perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).

Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu
tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam beberapa bulan kemudian, pembayaran
kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari buku. Kasus ini dipastikan akan
menyeret Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena tuntutan pidana untuk pasal
manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya. Disebutkan Perusahaan Olympus
sudah mengaku mengisi data palsu (di laporan keuangan) untuk menutupi kerugian selama 20
tahun. Semua pihak yang terlibat selama 20 tahun juga harus ikut bertanggung jawab.
Pengumuman ini merupakan buntut dari tuntutan mantan CEO Olympus Michael Woodford
yang dipecat pada 14 Oktober silam.

Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini menjelaskan transaksi


mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun. Presiden Direktur Olympus
Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan
Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu, sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara
Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada bertanggung jawab
sebagai pihak yang menutup-nutupi.

Keduanya menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana. Dalam kasus ini auditor
internal tidak menjalankan tugas dan menyalahi kode etiknya, auditor internal seharusnya
menjadi kunci penting bagi perusahaan dalam mendeteksi adanya fraud. Namun dalam
perusahaan umumnya di perusahaan jepang, sifat bawahan yang harus turut dengan atasannya
menjadi permasalahan dalam kasus ini.

Kurangnya kesadaran dalam moralitas menjadi factor penentu kecurangan dalam kasus
ini, oleh karena itu auditor internal mengikuti perintah atasan untuk menutupi kecurangan.
Tanggungjawab internal auditor dalam pencegahan, pendeteksian dan menginvstigasi
perbuatan kecurangan masih menjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam profesi audit,
khususnya pada lembaga audit internal. Namun demikian tidak bisa dibantah baha internal
auditor memegang peranan penting dalam mendukung penerapan good corporate
governance. 

Keterlibatan internal auditor dengan aktivitas operasional sehari-hari termasuk


keterlibatan dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern
memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala dan
menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki risiko tinggi.
Efektivitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sangat
tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang dimiliki dan mekanisme pelaporan
hasil investigasi kecurangan yang dapat dijalankan, karena belum semua jajaran direksi mau
memberikan kewenangan penuh dalam proses pencegahan, pendeteksian dan investigasi
kecurangan.

V. Kesimpulan

Dalam kasus ini kecurangan terjadi karena dana akuisisi disalahgunakan oleh
Perusahaan Olympus, dalam hal ini memang kecurangan sudah direncenakan dengan baik dari
mulai CEO sampai audit internal Perusahaan Olympus. Dana akuisisi memang sudah sering
terjadi digunakan dalam melakukan kecurangan karena dana akuisisi memang sangat berisiko
dalam risiko bisnis. Sudah jelas dalam kasus ini auditor internal juga ikut terlibat yang
seharusnya auditor internal mencegah adanya kecurangan dalam perusahaan. Sistem
pengendalian internal Perusahaan Olympus harus diperketat, selain itu peran para whistle
blower juga harus didengarkan dan dilindungi. Dalam kasus ini umumnya perusahaan jepang
bawahan selalu mengikuti atasan nya dengan alasan takut. Identitas para whistle blower
haruslah

Secara garis besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan tanggung
jawab manajemen, akan tetapi internal auditor diharapkan dapat melakukan tiga hal tersebut di
atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dalam perkembangannya penugasan
dalam memerangi kecurangan saat ini telah mengarah pada profesi tersendiri, seperti Certified
Fraud Examiners (CFE) ataupun akuntan forensic. Dalam menjalankan tugas auditnya,
internal auditor harus waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya peluang atau
kemungkinan terjadinya kecurangan.

Dalam kenyataannya, kewaspadaan dan sifat skeptic yang pada tempatnya, mungkin
merupakan dua keterampilan yang penting bagi inernal auditor. Penyelidikan yang kritis
terhadap kemungkinan kecurangan, harus diikuti oleh penilaian terhadap pengendalian yang
ada, praktik pengendalian dan seluruh lingkup pengendaliannya yang potensial. Untuk
menyelidiki kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan/organisasi, sering kali
dibutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik criminal.
Internal auditor harus bertindak secara proaktif dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya
kecurangan, khususnya keterlibatan secara aktif dalam mengevaluasi struktur pengendalian
intern perusahaan dan status organisasi.

Efektivitas internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sering kali
terkendala oleh waktu dan besarnya biaya untuk menilai/menguji prosedur, kebijakan
manajemen dan pengujian atas pengendalian.
Internal auditor barada dalam posisi yang penting untuk memonitor secara terus menerus
struktur pengendalian intern perusahaan melalui identifikasi dan deteksi atas tanda-tanda (red
flags) yang mengindikasikan adanya suatu kecurangan. Internal auditor berada pada posisi
yang tepat untuk memehami seluruh aspek tentang struktur organisasi, tempat pelatihan yang
tepat, pemahaman mereka tentang sumber daya manusia yang ada, memahami kebijakan dan
prosedur operasi, dan memahami kondisi bisnis dan lingkungan pengendalian intern yang
memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menilai tanda-tanda atau gejala
(symptom ataupun red flag) kemungkinan terjadinya kecurangan.

Para internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan diatur secara jelas
dalam kewenangan pelaporan dan standar profesi. Komisi Treadway (the Treadway
Commision, 1987) merekomendasikan bahwa internal auditor harus berperan aktif dalam
mencegah dan mendeteksi kecurangan. Demikian pula dalam Pernyataan Standar Internal
Audit mensyaratkan bahwa internal auditor harus berperan aktif dalam mencegah dan
mendetesi kecurangan dengan mengidentifikasi tanda-tanda kemungkinan terjadinya
kecurangan, menginvestigasi gejala kecurangan dan melaporkan temuannya pada komite audit
atau kepada tingkat manajemen yang tepat.

Kecurangan biasanya tidak hanya dilakukan oleh karyawan pada tingkat bawah, tetapi
jug adapt dilakukan oleh jajaran direksi (top management) baik secara individual maupun
bersama-sama (fraud management) yang dalam cakupan penugasan audit mungkin luar
jangkauan kewenangan internal auditor.

Pada dasarnya dalam menjalankan tugas audit regular, internal auditor perlu
mewaspadai terjadinya kecurangan yang dapat mempengaruhi kualitas, integritas dan
keandalan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, internal auditor harus
menginvestigasi secara menyeluruh kemungkinan terjadinya kecurangan dan
mengkomunikasikan kepada komite audit terhadap adanya indikasi kecurangan. Dengan
demikian, hubungan kerjasama yang erat antara komite audit dengan fungsi audit internal,
khususnya melalui pertemuan-pertemuan antara ketua komite audit dengan kepala Satuan
Pemeriksa Intern (SPI), akan dapat meingkatkan kualitas hasil kerja internal auditor dan
mengurangi keungkinan terjadinya kecurangan.
Hubungan kerjasama antara internal auditor dengan eksternal auditor dapat membawa
keterlibatan internal auditor dalam proses penilaian terhadap (kemungkinan) terjadinya
kecurangan pada area peran internal auditor yang sangat terbatas, misalnya pada level
terjadinya kecurangan melibatkan manajemen lini menengah dan atas (middle/top
management). Sehingga secara tidak langsung internal auditor akan lebih mampu berperan
dalam memantau kemungkinan terjadinya kecurangan pada level pembuat kebijkan. Situasi
demikian ini akan memberikan peluang bagi internal auditor untuk berperan aktif dalam
pengujian integritas, kualitas, dan keandalan proses pembuatan hingga implementasi
kebijakan yang dilakukan oleh top manajemen.

Bahkan dalam laporannya pada tahun 1999, COSO (Committee of Sponsoring


Organizations) mendorong agar internl auditor mampu dan dapat berperan secara aktif dalam
menilai kualitas, keandalan dan integritas manajemen puncak dalam pembuatan dan
implementasi kebijakan agar terbebas dari unsur perbuatan kecurangan.
Berkenaan dengan peran dan tanggung jawab sebagaimana diuraikan di atas, Pernyataan
Standar Internal Auditor (SIAS) No.3 menguraikan mengenai tanggungjawab internal auditor
untuk pencegahan kecurangan, yaitu : “memeriksa dan menilai kecukupan dan efektivitas
system pengendalian intern, berkaitan dengan pengungkapan risiko potensial pada berbagai
bentuk kegiatan/operasi organisasi”. Standar ini secara jelasa mengemukakan bahwa
pencegahan kecurangan adalah tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian, internal
auditor harus menilai kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh manajemen
terhadap kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa keahlian seorang internal auditor dalam pengungkapan terjadinya
kecurangan, harus memiliki kemampuan mirip dengan yang dimiliki seorang penyidik
criminal dan keberadaan keduanyaadalah untuk mencari kebenaran melalui pengungkapan
bukti pendukung perbutan fraudnya. Dalam pengungkapan kecurangan seorng internal auditor
harus mempunyai rasa ingin tahu dan suka akan tantangan pada hal-hal yang muncul secara
tidak lazim.

Anda mungkin juga menyukai