Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AUDIT INTERNAL KASUS PT KAI

Dosen Pengampu: Drs. Sudarno, M.Si., Ph. D.

Disusun Oleh:
Shafira Akmala
12030117140162
Kelas B
Absen 35

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
I. Latar Belakang

BEDAH KASUS MITIGASI RESIKO AUDIT STUDI KASUS PT. KAI

PERMASALAHAN
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat
menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Berawal dari perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak
menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor
Eksternal. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
PT. KAI. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan
dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Berikut beberapa
temuan yang berhasil ditemukan:
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan
nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan
kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak
bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6
Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar
oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal
harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.

5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan


tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan
pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

II. Rumusan Masalah


1. Apa permasalahan yang menyebabkan PT KAI terdeteksi adanya kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan?
2. Bagaimana seharusnya sikap auditor dalam pelaksaanaan mitigasi risiko audit?
3. Apa saja komponen risiko audit yang dilakukan oleh auditor pada kasus PT KAI?

III.Teori

A. Risiko Audit

Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara
material. Risiko bisnis (business risk) merupakan risiko dimana auditor akan menderita
kerugian atau merugikan dalam melakukan praktik profesinya akibat proses pengadilan
atau penolakan publik dalam hubungannya dengan audit. (Guy, Dan et al, 2002).

Pengguna laporan keuangan merupakan unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk
menentukan tingkat kepastian yang diperlukan, auditor terlebih dahulu harus
mengidentifikasi pengguna potensial laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan
keuangan yang lebih besar akan meningkatkan risiko bisnis dan dapat meningkatkan
tingkat kepastian yang diinginkan auditor.

Menurut SA seksi 312 (PSA No. 25) yang dikutip oleh Soekrisno Agoes (2004), risiko
audit adalah risiko yang timbul karena auditor, tanpa disadari tidak memodifikasikan
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material.

SAS No. 47, tentang Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (AU 312),
meminta auditor untuk menilai risiko audit. SAS No. 47, juga menjelaskan bahwa risiko
salah saji (misstatement) yang material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh
penipuan merupakan bagian dari risiko audit dan meminta auditor secara khusus menilai
risiko tersebut.

Audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material,
maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang
tidak terdeteksi oleh auditor. Dengan demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor
harus mempertimbangkan risiko audit tersebut.

Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan
yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan
pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika 99% kepastian
diinginkan, maka risiko audit adalah 1%, sementara jika kepastian sebesar 95 % dianggap
memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya pertimbangan professional berkenaan
dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai
satu kebijakan kantor akuntan public, dan risiko audit akan dapat dibandingkan antara satu
audit dengan audit lainnya. (Boynton, Jhonson, Kell, 2003).

Tantangan akhir dari suatu audit adalah bahwa auditor tidak dapat memeriksa semua
bukti yang berkaitan dengan setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi.
Model risiko audit menjadi pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga
auditor dapat mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan.

6. Komponen Risiko Audit


SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3 komponen:

1. Risiko bawaan (Inherent risk) merupakan kerentanan asersi terhadap salah saji
(misstatement) yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pengendalian
yang berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti itu lebih besar dalam
beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo atau pengelompokan yang
berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini dipertimbangkan pada tahap
perencanaan audit. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan
salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Akun yang terdiri dari
jumlah yang berasal estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.
2. Risiko Pengendalian (Control Risk) merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang
material yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan
perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai tujuan entitas yang
relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan
selalu ada karena keterbatasan yang melekat pada pengendalian internal.
3. Risiko Deteksi (Detection Risk) merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji yang material dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan
fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini sebagian muncul
dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa semua saldo akun atau
kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya.

B. Model Risiko Audit


Model risiko audit, mengekspresikan hubungan antara komponen-komponen risiko
audit sebagai berikut :

AR = IR X CR X DR

Dimana : AR = Audit Risk


IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk

Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan bahwa auditor telah
membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu seperti asersi kelengkapan
untuk persediaan.

AR = 5%, IR = 75%, CR = 50%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :


Risiko deteksi sebesar 13%, berbarti auditor perlu merencanakan pengujian subtantif
dengan suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat
kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam mendeteksi salah saji yang material.
Risiko ini dapat diterima jika auditor memiliki keyakinan dari sumber-sumber lain untuk
mendukung penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian.

C. Audit Berbasis Risiko


Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit) adalah metodologi pemeriksaan yang
dipergunakan untuk memberikan jaminan bahwa risiko telah dikelola di dalam batasan
risiko yang telah ditetapkan manajemen pada tingkatan korporasi. 

Pendekatan audit ini berfokus dalam mengevaluasi risiko-risiko baik strategis,


finansial, operasional, regulasi dan lainnya yang dihadapi oleh organisasi. Dalam Audit
berbasis risiko, risiko-risiko yang tinggi diaudit, sehingga kemudian manajemen bisa
mengetahui area baru mana yang berisiko dan area mana yang kontrolnya harus diperbaiki.

Risk-Based Audit memastikan bahwa seluruh tanggung jawab manajemen telah


dilakukan secara efektif. Tanggung jawab manajemen yang utama termasuk memastikan 
internal control telah memadai dan manajemen risiko telah dilakukan dengan tepat, diikuti
oleh berbagai fungsi dan unit kerja di perusahaan. Peran Risk-Based Audit dalam
peningkatan Internal Control dan Proses Manajemen Risiko sangat menyeluruh dan
strategis. Oleh karena itu apabila Risk Based Auditdiimplementasikan dengan konsisten,
maka efektivitas Internal Control dan Proses Manajemen  Risiko perusahaan akan
meningkat.
Pendekatan audit berpeduli risiko bukan berarti menggantikan pendekatan audit
konvensional yang dijalankan oleh lembaga audit intern yang sudah berjalan selama ini.
Pendekatan ini hanya membawa suatu metodologi audit yang dapat dijalankan oleh auditor
intern dalam pelaksanaanpenugasan auditnya melalui pendekatan dan pemahaman atas
risiko yang harus diantisipasi, dihadapi, atau dialihkan oleh manajemen guna mencapai
tujuan.
Perbedaan pendekatan audit berpeduli risiko dengan pendekatan audit konvensional
adalah pada metodologi yang digunakan dimana auditor mengurangi perhatian pada
pengujian transaksi individual dan lebih berfokus pada pengujian atas sistem dan proses
bagaimana manajemen mengatasi hambatan pencapaian tujuan, serta berusaha untuk
membantu manajemen mengatasi (mengalihkan) hambatan yang dikarenakan faktor risiko
dalam pengambilan keputusan.

IV. Pembahasan

Permasalahan yang terjadi dalam PT. KAI, salah satunya disebabkan oleh kelalaian
auditor dalam pelaksanaan mitigasi risiko audit. Risiko Audit adalah istilah yang umum
digunakan dalam kaitannya dengan audit atas laporan keuangan suatu entitas. Pada kasus
PT KAI, persoalan auditor eksternal juga berlaku bagi auditor internal yang mengaudit
Laporan Keuangan. Dapat dijelaskan bahwa risiko auditor terbesar adalah tak mengetahui
(gagal untuk mengetahui) hal-hal yang seharusnya mengubah opini auditor terhadap
Laporan Keuangan yang mengandung salah-saji secara material. Auditor harus
memertimbangkan sifat & kualitas manajemen, sifat industri, sifat operasi, dan bentuk atau
sifat penugasan auditor eksternal.
Auditor PT. KAI tidak dapat mengungkapkan adanya salah saji material dalam laporan
keuangan terkait dengan PPN karena tidak dilakukan pengecekan sebelumnya. Pada
awalnya, kegiatan audit dimulai dengan observasi terhadap control (pengendalian), analisis
pengendalian, disusul kegiatan analisis risiko tiap jenis operasi korporasi tersebut dan
analisis keselarasan aktivitas dengan sasaran korporasi.
Selanjutnya, apabila auditor sudah dapat mendeteksi setiap risiko , diperlukan adanya
evaluasi risiko.

V. Kesimpulan

Permasalahan yang terjadi dalam PT. KAI tidak hanya disebabkan oleh auditor saja,
perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit
dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Auditor Eksternal itu juga yang menyebabkan terdeteksinya kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan.

Pada kasus ini namun memang kelalaian auditor dalam mitigasi risiko merupakan
penyebab utama, Risiko Audit adalah istilah yang umum digunakan dalam kaitannya
dengan audit atas laporan keuangan suatu entitas. The primary objective of such an audit is
to provide an action to the opinion as to whether or not the financial statements under
audit present fairly the financial position, profit/loss and cash flows of the entity. Audit risk
is the risk of the auditor providing an inappropriate opinion on the financial statements,
particularly when those financial statements contain a material misstatement.
Tujuan utama dari audit tersebut adalah untuk memberikan suatu tindakan untuk
berpendapat, apakah atau tidak laporan keuangan yang diaudit menyajikan secara wajar
keuntungan keuangan, posisi/ rugi dan arus kas entitas. Risiko Audit adalah risiko auditor
memberikan pendapat yang tidak pantas atas laporan keuangan, terutama ketika laporan
keuangan tersebut mengandung salah saji material.
Perluasan Audit Berbasis Risiko mencakupi kegiatan identifikasi, pengukuran dan
analisis risiko, lalu memilih aktivitas strategis terkait manajemen risiko. Auditor PT. KAI
tidak dapat mengungkapkan adanya salah saji material dalam laporan keuangan terkait
dengan PPN karena tidak dilakukan pengecekan sebelumnya. Pada awalnya, kegiatan audit
dimulai dengan observasi terhadap control (pengendalian), analisis pengendalian, disusul
kegiatan analisis risiko tiap jenis operasi korporasi tersebut dan analisis keselarasan
aktivitas dengan sasaran korporasi.
Selanjutnya, apabila auditor sudah dapat mendeteksi setiap risiko , diperlukan adanya
evaluasi risiko. Evaluasi risiko adalah tugas integral dari auditor internal, risiko menurut
kelompok probabilitas terjadinya. Auditor menentukan jenis risiko, tingkat risiko, audit
program berbasis risiko dan melakukan audit sub-proses kunci, fungsi kunci, aktivitas
kunci.

Anda mungkin juga menyukai