Anda di halaman 1dari 8

RESUME PENGANTAR AUDIT FORENSIK

FRAUD
Dosen Pengampu : Johan Arifin, SE., M.Si., Ph.d.

DISUSUN OLEH :

KHULIL FATHORONI 18919034

YENI RATNAWATI 18919053

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020

1
KECURANGAN (FRAUD)

Pengertian Fraud
 Menurut Tuanakota (2010) bahwa kecurangan atau fraud adalah suatu
kecerobohan maupun kesengajaan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan, sehingga menyebabkan laporan keuangan
menjadi menyesatkan secara material.
 Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia fraud atau kecurangan merupakan suatu
tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak
yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan dan pihak ketiga yang
melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara
tidak adil atau melanggar hukum.
 Pada dasarnya fraud merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan
perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh orang luar maupun
dalam perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan merugikan orang lain.

Jenis-jenis kecurangan (Fraud)


1. Korupsi (Corruption)
Singleton (2010) menjelaskan cabang dari korupsi sebagai berikut:
a. Benturan Kepentingan (Conflict of Interest)
Konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan, manajer atau
eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi yang tidak
diungkapkan dalam transaksi yang berdampak negatif terhadap
perusahaan. Konflik kepentingan terdiri dari tiga kategori yaitu:
skema pembelian, skema penjualan dan skeman lainnya. Perbedaaan
antara konflik kepentingan dan corruption fraud lainnya adalah
kenyataan bahwa fraudster (orang yang melakukan fraud)
menggunakan pengaruhnya. Misalnya menyetujui faktur atau tagihan
untuk kepentingan pribadi.

2
b. Penyuapan (Bribery)
Penyuapan merupakan sebuah upaya untuk memberikan suatu
penawaran pemberian penerimaan atau permohonan seseuatu dengan
tujuan untukk mempengaruhi pembuat keputusan dalam memutuskan
keputusan bisnis.
c. Pemberian Ilegal (illegal gratuities)
Mirip dengan suap, tetapi dengan pemberian illegal tidak ada maksud
untuk mempengaruhi keputusan bisnis. Misalnya orang yang memiliki
pengaruh diberikan hadiah mahal,liburan gratis dan sebagainya. Untuk
mempengaruhinya dalam membuat keputusan negosiasi atau bisnis
tetapi hadiah dilakukan setelah kesepakatan tercapai.
d. Pemerasan secara ekonomi (economi extortion)
Pada dasarnya pemerasan ekonomi adalah kebalikan dari suap.
Karyawan menuntut pembayaran dari vendor karena beranggapan
bahwa atas jasanya, vendor dapat secara mulus masuk di perusahaan.
2. Penyimpangan Aset (Asset Missappropiation)
Menurut Tuanakotta (2010) penyimpangan aset dalam bahasa sehari-hari
disebut pencurian. Dalam fraud tree ada 3 jenis tindakan dari asset
missappropiation yaitu pada cash, fraudulent disbursement dan non cash.
Penyimpangan pada cash yang sering terjadi adalah larcery dan skimming.
Larcery merupakan pencurian yang terjadi pada saat uang diterima tetapi
uang tersebut disimpan sendiri dan tidak dimasukkan dalam perusahaan.
Skimming adalah pencurian uang dengan cara membuat sutau transaksi fiktif
terkait penjualan atau lainnya. Pada non cash juga terdapat larceny artinya
pencurian barang pada saaat transaksi seperti penjualan dan pegiriman dengan
kuantitas yang salah. Misuse atau penyalahgunaan cenderung pada
penggunaan asset perusahaan untuk keperluan pribadi. Skema fraudulent
disbursement seperti penyaluran dana dari rekening perusahaan untuk tujuan
kecurangan tetapi terlihat seperti cara yang normal (singleton, 2006) 
3. Fraudulent Statements
Jenis fraud ini sangat dikenal para suditor yang melakukan audit. Fraud ini
berupa salah saji baik disengaja maupun tidak disengajan (Tuanakotta, 2007).

3
Jenis-jenis fraudulent statemen adalah sebagai berikut:
a. Timming Different (Improper treatment of sales) ada beberapa cara
untuk membuat skema ini yang bertujuan untuk membesar-besarkan
pendapatan pada suatu periode fiskal. Salah satu caranya adalah untuk
mendorong untuk melebih-lebihkan persediaan yang ada dan
kelebihan tersebut diangap sebagai penjualan sehingga seolah-olah
persediaan dan penjulan tampak lebih besar.
b. Pendapatan fiktif (Fictitious Revenue)
Kecurangan ini lakukan dengan cara mencatat pendapatan yang tidak
pernah terjadi. Kecurangan ini dapat melibatkan pelanggan nyata atau
pelanggan fiktif. Hasil akhir dari kecuranan ini adalah peningkatan
pendapatan dan keuntungan.
c. Penyembunyian Hutang (Conceled Liabilities)
Salah satu cara untuk membuat skema fraud adalah menunda
pencatatan hutang diakhir tahun periode fiscal sehingga tahun berjalan
akan memiliki biaya yang lebih kecil dan mencatat hutang pada bulan
pertama fiscal berikutnya.
d. Pengungkapan yang tidak memadai (Inadequate Disclousure)
Perusahaan tidak mengungkapkan atas laporan keuangan secara cukup
dengan maksud untuk menyembunyikan fraud yang terjadi.
Kecurangan ini dilakukan dengan cara tidak memberikan inforamsi
yang cukup terhadap apa yang terjadi di perusahaan kepada pengguna
laporan keuangan dengan maksud untuk menutupi bahwa seolah-olah
perusahaan dalam keadaan baik.
e. Penilaian aset yang tidak memadai (Improper asset valuation)
Kecurangan ini dilakukan dengan meningkatkan nilai dari aset seperti
piutang, persediaan, aset jangka panjang, mengkapitalisasi biaya atau
dengan mengurangi akun pengurang seperti cadangan keruagian
piutang, depresiasi sehingga aset akan menjukkan nilai yang lebih
tinggi dengan nilai sebenarnya.

4
 Konsep Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle)
Menurut Donald R Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010) konsep
segitiga kecurangan terdiri dari tekanan (Presure), kesempatan (perceived
opportunity), pembenaran (rationalization).
1. Elemen tekanan (Pressure/ Incentive)
Elemen tekanan (Pressure/ Incentive) adalah tekanan atau dorongan
orang untuk melakukan kecurangan. Dalam hal keuangan misalnya
penggelapan uang perusahaan yang bermula dari suatu tekanan yang
menghimpit, maka orang yang melakukan hal tersebut sedang
mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak yang tidak dapat
diceritakan kepada orang lain. Sedangkan tekanan dalam hal non
keuangan juga mendorong seseorang untuk melakukan fraud misalnya
tindakan menutupi kinerja yang buruk karena tuntuan pekerjaan untuk
mendapatakan hasil yang baik..
2. Elemen kesempatan (Perceived Opportunity)
Elemen kesempatan (Perceived Opportunity) adalah peluang
kemungkinan terjadinya kecurangan. Menurut Donald R.Cressey
dalam Tuanakota (2010) ada dua persepsi tentang peluang ini, Pertama
general information yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan
yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa
konsekuensi. Pengetahuan ini dari apa yang didengar atau dilihat,
misalnya pengalaman orang lain melakukan fraud dan tidak ketahuan
atau tidak dihukum atau terkena sanksi. Kedua technical skill atau
keahlian/ketrampilan yang dibutukan untuk melaksanakan keajahatan
tersebut.
3. Elemen pembenaran (Rationalization)
Elemen pembenarn (Rationalization) menjadi elemen penting dalam
terjadinya kecurangan dimana pelaku mencari pembenaran atas
perbuatannya. Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang
paling sulit diukur (Zimbelden dan Albrecht,2003)

5
Penyebab fraud terus menerus terjadi
Menurut Martin T Biegelmen (2013) kecurangan terjadi secara terus menerus
disebabkan karena:
1. Potato chip
Salah satu penyeban mengapa pelaku fraud berulang kali melakukan
kecurangan adalah ketagihan. Inilah karakter yang diangkat-angkat melalui
teori potato chip (keripik kentang). Seperti halnya kita makan keripik
kentang tidak cukup hanya sekali, pelaku berhasil melakukan kecurangan,
dia akan sulit berhenti karena merasa tidak akan tertangkap. Pelaku
menjadi ketagihan mengulangi perbuatannya, bahkan melakukan
kecurangan lainnya hingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
2. Tip of iceberg
Seringkali sebuah kasus fraud hanyalah sebagian kecil dari besar kasus
yang sesungguhnya, seperti halnya gunjng es yang hanya terlibat ujungnya
sedangkan bongkahan es besar ada di bawah permukaan.
Contoh kasus pencucian uang sebesar contohnya kasus pencucian uang di
Bank besar di Eropa beberapa tahun yang lalu, setelah dilakukan
penyelidikan kasus serupa kemungkinan bisa terjadi pada bank-bank kecil
lainnya di Eropa.
3. Rotten apple
Seorang pemimpin dalam tim sudah seharusnya menjadi panutan dan
inspirasi bagi para stafnya dan bertugas mencetak pemimpin-peminpin di
masa mendatang demi perputaran roda perusahaan. Pemimpin yang
melakukan fraud bisa menjadi contoh buruh bagi para stafnya, mereka
akan meniru perbuatan pemimipin mereka dan membuat karir mereka
beresiko.
4. Low-hanging fruit
Istilah low-hanging fruit mewakili celah fraud yang kerap tidak mendapat
perhatian sehingga menjadi peluang besar bagi para pelaku untuk
melakukan fraud dengan mudah. Contoh fraud beresiko tinggi misalnya
pemalsuan laporan keuangan dan masalah akunting, tidak mengabaian
celah-celah kecil lainnya. Misalnya melibatkan pemalsuan invoice dengan

6
pihak ketiga. Apabila celah-celah kecil tersebut tidak mendapat perhatian
selayaknya maka kecurangan tidak akan diketahu dan pelaku akan terus
melakukan aksinya.
5. Short memory syndrom
Yaitu keadaan dimana masyarakat kita cenderung cepat melupakan
pengalaman buruk di masa lalu.

7
DAFTAR PUSTAKA

Albrecht,W.S., Albrecht,C.C.,Albrecht, C., & Zimbelman,M. (2003) “Fraud


Examinantion”, 3rd Edition. USA: south-Western Cengage Learning,
ISBN-13:978-0-324-56084-8

Biegelman, Martin T. 2013, Faces of Fraud: Cases and Lessons from a Life
Fighting. Global Fraud Study. Austin: ACFE.

Singleton, T.W., Singleton. A.J.,Bologna,G.J., Lindquist, R.J.2006. Fraud Auditing


And Forensic Accounting Third Edition. John Wiley & Sons Inc.,
Hoboken, New Jersey.

Tuanakotta, Theodorus. M. 2010. Akuntansi Forensik dan Auditor Investigatif.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPFE
UI). Edisi ke 2: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai