Anda di halaman 1dari 13

TUGAS AKUNTANSI FORENSIK

Fraud Tree & Faktor-Faktor Fraud

Nama : Ni Wayan Murdani

NIM / No : 1702622010287 / 34

Kelas : Akuntansi C Malam

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


2020
5.1 Fraud Tree
ACFE membuat suatu klasifikasi yang disebut “Fraud Tree”, yaitu sistem klasifikasi
mengenai kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan di dalam suatu
perusahaan. Secara umum, klasifikasi yang dilakukan terbagi menjadi tiga, yaitu Korupsi
(Corruption), Penyimpangan atas aset (Asset Missappropriation), Pernyataan Palsu
(Fraudulent Statements).
1. Corruption (korupsi)
Merupakan tindakan yang dilakukan biasanya oleh satu atau lebih orang yang saling
menguntungkan. Ada 4 jenis korupsi yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut :
a. Conflicts of Interest (Konflik Kepentingan).
Konflik kepentingan muncul ketika seorang pegawai bertindak atas nama
kepentingan pihak ketiga selama melakukan pekerjaannya atau atas nama
kepentingan diri sendiri dalam kegiatan yang dilakukannya.
Contoh : Purchases Schemes, Sales Schemes.
b. Bribery (penyuapan).
Penyuapan melibatkan pemberian, penawaran, permohonan, atau penerimaan
sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi seorang petugas dalam melakukan
pekerjaannya menurut hukum. Para petugas tersebut mungkin dipekerjakan oleh
pemerintah (atau pihak yang berwenang) atau oleh organisasi swasta.
Contoh :
1) Invoice Kickbacks (suap faktur), merupakan salah satu bentuk penyuapan di
mana si penjual "mengiklaskan" sebagian dari hasil penjualannya. Persentase
yang diiklaskan itu bisa diatur di muka, atau diserahkan sepenuhnya pada
"keiklasan" penjual. Kickbacks merupakan korupsi dalam hal pembelian.
2) Bid Rigging, merupakan korupsi dalam hal penjualan yang merupakan
permainan dalam tender.
c. Illegal Gratuities (persenan ilegal)
Merupakan pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari
penyuapan. Hal ini melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau
permohonan sesuatu yang berharga karena tindakan resmi yang telah dilakukan. Ini
mirip dengan suatu penyuapan, tetapi transaksinya terjadi setelah fakta pekerjaan
tersebut dilakukan. Contohnya : hadiah perkawinan, hadiah ulang tahun, hadiah
perpisahan, dll.
d. Economic Extortion (pemerasan ekonomi)
Merupakan penggunaan (atau ancaman) kekuatan (termasuk sanksi ekonomi) oleh
individual atau organisasi untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Item yang
berharga itu dapat berupa aktiva keuangan atau ekonomi, informasi, atau kerjasama
untuk mendapatkan suatu keputusan yang menguntungkan atas pekerjaan atau hal
tertentu yang sedang ditangani.

2. Asset Misappropriation (penyalahgunaan aset).


Merupakan penyalahgunaan terhadap aktiva tetap atau harta perusahaan yang
digunakan untuk keuntungan pribadi. Jenis yang paling umum dari penipuan dan sering
terjadi sebagai penipuan karyawan. Beberapa jenis penyalahgunaan asset yaitu :
a. Cash
1) Larceny (pencurian). Kas dicuri setelah kas dicatat pada buku perusahaan.
a) Of Cash on Hand. Ditandai dengan tidak adanya penjelasan terhadap
selisih kas yang terjadi
b) From the Deposit. Slip deposito yang diubah atau disalahgunakan
2) Skimming
Kas dicuri sebelum dilakukan pencatatan pada buku perusahaan. Dapat
dilakukan dengan :
a) Sales dengan ciri-ciri penjualan tetap atau menurun dengan harga pokok
penjualan yang meningkat, unrecorded, understated
b) Receivables dengan ciri meningkatnya piutang usaha dibandingkan
dengan kas, write-off schemes, lapping schemes
c) Refunds, dsb.
3) Fraudulent Disbursements
Terjadi ketika arus uang sudah terekam dalam (atau sudah masuk ke) sistem.
Fraudulent Disbursements mempunyai tanda tanda awal terjadinya
penyalahgunaan kas yaitu meningkatnya pengeluaran ringan (misalnya biaya
konsultasi atau iklan), alamat rumah pegawai sama dengan alamat vendor,
alamat vendor merupakan PO. BOX, nama vendor terdiri atas inisial huruf atau
tujuan bisnis yang tidak jelas. Fraudulent Disbursements dapat dilakukang
dengan :
a) Billing schemes. Merupakan skema permainan (schemes) dengan
menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya.
Perusahaan melakukan pengeluaran uang berdasarkan faktur fiktif untuk
barang atau jasa yang dibeli, faktur yang di mark up nilainya, atau faktur
untuk keperluan pribadi. Contoh: Shell company, Non-accomplice vendor,
Personal purchases.
b) Payroll schemes. Merupakan skema permainan melalui pembayaran gaji.
Perusahaan melakukan pembayaran klaim kompensasi berdasarkan data
yang tidak seharusnya. Contoh : Ghost employees, Commission schemes,
Workers’ compensation, Falsified wages.
c) Check tampering. Pelaku menukarkan dana perusahaan dengan mengubah
dana pada salah satu bank perusahaan, atau mencuri cek yang ditujukan
untuk pihak lain. Contoh : Forged maker, Forged endorsement, Altered
payee, Concealed check, Authorized maker.
d) Register disbursement schemes. Pelaku memasukkan input yang salah
pada cash register untuk menutupi uang yang diambil. Contoh : False
Voids, False Refund.
3. Fraudulent Statements
Hal ini berkaitan dengan fraud manajemen. Sementara semua fraud melibatkan
bentuk penyimpangan laporan keuangan, untuk memenuhi definisi di bawah kelas skema
fraud, laporan itu sendiri harus memberi keuntungan bagi pelakunya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, laporan tersebut tidak sekadar sarana
untuk menutupi atau mengaburkan tindakan kecurangan.Dua jenis Fraudulent
Statementsyang dapat dilakukan yaitu:
a. Financial
1) Asset/Revenue Overstatements
a) Timing Differences
b) Fictitious Revenues
c) Concealed Liabilities
d) Improper Disclosures
e) Improper Asset
2) Asset/Revenue Understatements
b. Non-Financial
1) Employment Credentials
2) Internal Documents
3) External Documents

5.2 Faktor-faktor terjadinya fraud


1. FRAUD TRIANGLE
Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey
setelah melakukan penelitian untuk tesis doktor-nya pada tahun 1950. Cressey
mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan alasan mengapa
orang melakukan fraud.Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Cressey menemukan
bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki masalah keuangan yang tidak
bisadiselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan
secara diam-diam dengan jabatan/pekerjaan yang mereka miliki dan mengubah pola
pikir darikonsep mereka sebagai orang yang dipercayai memegang aset menjadi
konsep merekasebagai pengguna dari aset yang dipercayakan kepada mereka. Cressey
juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui bahwa
tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal, tetapi mereka
berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
tindakan yang wajar. Dari penjelasan di atas, Cressey mengungkapkan bahwa ada 3
faktor yangmendukung seseorang melakukan fraud, yaitu yaitu pressure (dorongan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar
berikut ini:

a. Pressure
Pressure (tekanan) memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan di mana kita
merasa ditekan, kondisi yang berat saat kita menghadapi kesulitan, sesuatu yang dapat
membuat kita meningkatkan perhatian dalam melakukan tindakan, meningkatkan
ingatan dan kemampuan untuk mengingat. Dengan kata lain,pressureDapat
meningkatkan kinerja. Akan tetapi, di lain pihakdapat menjadi salah satu sumber dari
munculnya fraud dan akhirnya menjadi salah satu elemen darifraudtriangle. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan pressure adalah sebuah dorongan yang
menyebabkan seseorang melakukan tindakan fraud, contohnya hutang atau tagihan
yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya
yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi
banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
b. Opportunity
Opportunity adalah peluang / kesempatan yang dapat kita pahami sebagai
situasi dan kondisi yang ada pada setiap orang atau individu. Situasi dan kondisi
tersebut memungkinkan seseorang bisa berbuat atau melakukan kegiatan yang
memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu
organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang.
Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling
mendasari terjadinya kecurangan. Peluang ini dapat muncul kapan saja, sehingga
pengawasan dan kontrol internal perusahaan sangat diperlukan untuk mengantasipasi
kemungkinan adanya peluang seseorang melakukan kecurangan. Seseorang yang
tanpa tekanan sekalipun dapat melakukan kecurangan dengan adanya peluang ini,
meskipun pada awalnya tidak ada peluang untuk melakukan ini.
c. Rationalization
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan bahwa
faktorketiga terjadinya sebuah fraud adalah rasionalisasi. Secara garis besar
rasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh
orang-orangyang merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku
akan mencarialasan untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang
sudahdilakukannya dapat diterima oleh masyarakat.Menurut Spillane (2003),
rasionalisasi adalah sebuah gaya hidup dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan
prinsip yang menyatukan, secara tidak langsung rasionalisasi menyediakan cara untuk
membenarkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan keadaan yang ada. Cara
berasionalisasi yang sering terjadi adalah memindahkan kebenaran dasar sejajar
dengan prestasi yang tidak tepat, namun sebaliknya rasionalisasi ini hanya akan
menghasilkan penghargaan diri yang palsu.Para pakar sosiolog merujuk pada proses
di mana peningkatan jumlah tindakan sosialmenjadi berdasarkan pertimbangan
efisiensi perhitungan bukan pada motivasi yang berasal dari moralitas, emosi,
kebiasaan atau tradisi.
Seperti yang kita ketahui kejahatan kerah putih atau white collar crime
memiliki ciri khas kurangnya perasaan atau ketidakpedulian pelaku yang berasal
dariserangkaian alasan atau rasionalisasi untuk membebaskan diri dari rasa bersalah
yangtimbul dari perilaku mereka yang menyimpang (Dellaportas, 2013). Rasionalisasi
merupakan senjata yang digunakan para pelaku dalam menyangkal seluruh
kesalahanatau kecurangan yang mereka buat dengan tujuan mempertahankan citra
diri.

2. FRAUD DIAMOND
Pada awalnya Cressey melakukan penelitian kepada 113 orang yang
melakukan pelanggaran hukum dibidang penggelapan uang di perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa alasan yang mendorong seseorang
melakukan fraud ada 3 yang tergabung dalam Fraud Triangle yang sudah dijelaskan
diatas.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, ditemukan 1 faktor lagi yang
merupakan alasan seseorang melakukan kecurangan. Berikut penjelasannya :

a. Tekanan (Pressure)
Pressure adalah sesuatu yang mendorong orang melakukan kecurangan dapat
disebabkan oleh tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan,
perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan
kerja.
Tekanan/motif ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu :
a) Bentuk nyata (direct) ini adalah kondisi kehidupan nyata yang dihadapi oleh
pelaku seperti kebiasaan sering berjudi, party/clubbing, atau persoalan keuangan.
b) Berikutnya adalah bentuk Persepsi (indirect) yang merupakan opini yang
dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti
executive need. Dalam SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum
terjadi pada tekanan/motif yang dapat mengakibatkan keempat kondisi tersebut
adalah :
1) financial stability,
2) external pressure,
3) personal financial need, dan
4) financial targets.

b. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat
menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah,
ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit
& sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah pengendalian internal.
Pengendalian internal yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan
kecurangan.. Menurut SAS No. 99 menyebutkan bahwa peluang/kesempatan pada
financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori kondisi tersebut adalah
1) Nature of industry,
2) Ineffective monitoring, dan
3) Organizational structure

c. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku
selalu mencari pembenaran atas perbuatannya. Sikap atau karakter yang dimiliki
pelaku, akan menentukan rasionalisasi atas pembenaran kecurangan yg dilakukan,
contohnya bagi mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk
merasionalisasi penipuan

d. Kemampuan (Capability)
Dalam kenyataannya ternyata ada satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan,
yaitu Individual capability. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi
seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu
tindak kecurangan. Pada elemen Individual Capability terdapat beberapa komponen
kemampuan (Capability) untuk menciptakan fraud yaitu :
1) Posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan,
2) Kecerdasan (brain)
3) Tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego)
4) Kemampuan pemaksaan (coercion skills)
5) Kebohongan yang efektif (effective lying)
6) Kekebalan terhadap stres (immunity to stress)
Dalam fraud diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran
utama dalam terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan
terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampaun individu/capability. Walaupun
peluang/opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud dan insentif dan
rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang harus memiliki
kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk
mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Dengan
demikian, fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya, tekanan
dan rasionalisasi yang membuat orang mau melakukannya dan kemampuan individu.
Pada intinya fraud diamond adalah alasan seseorang yang melakukan fraud
karena adanya kesempatan, tekanan dan rasionalitas yang ketiga alasan tersebut dapat
terjadi jika seseorang memiliki kemampuan (capability). Fraud Diamond ini yang
dapat menjadi alasan seseorang yang melakukan kecurangan terhadap laporan
keuangan (fianancial statement).

3. FRAUD CROWE PENTAGON


Sesuai dengan perkembangan zaman teori fraud juga mengikuti perubahan.
Dari awal Cressey mencetuskan teori Fraud Triangle dengan 3 hal yang mendukung
terjadinya fraud, kemudian menjadi Fraud Diamond dengan ditambah 1 faktor lagi
yaitu capability dan yang terbaru dewasa ini adalah “Fraud Crowe Pentagon” .
Kondisi perusahaan yang kini semakin berkembang dan kompleks dibanding dulu,
serta para pelaku fraud yang kini lebih cerdik dan mampu mengakses berbagai
informasi perusahaan. Hal ini menyebabkan teori fraud perlu dikembangkan dari
fraud triangle menjadi fraud pentagon. 5 elemen dalam fraud pentagon adalah
pressure, opportunity, rationalization, competence/capability, and arrogance.
Berikut penjelasannya :
a. Pressure
Pressure adalah sebuah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan
fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah,
ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah
kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh
keserakahan.
b. Opportunity
Opportunity adalah peluang / kesempatan yang dapat kita pahami sebagai situasi dan
kondisi yang ada pada setiap orang atau individu. Situasi dan kondisi tersebut
memungkinkan seseorang bisa berbuat atau melakukan kegiatan yang memungkinkan
fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang
lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang

c. Rasionalisasi
Rasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh
orang-orangyang merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku
akan mencarialasan untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang
sudahdilakukannya dapat diterima oleh masyarakat.Menurut Spillane (2003),
rasionalisasi adalah sebuah gaya hidup dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan
prinsip yang menyatukan, secara tidak langsung rasionalisasi menyediakan cara untuk
membenarkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan keadaan yang ada.
d. Capability/Competency
Dalam kenyataannya ternyata ada satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu
Individual capability. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi
seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu
tindak kecurangan.Competence merupakan perkembangan dari elemen opportunity
yaitu kemampuan individu untuk mengesampingkan internal control dan
mengontrolnya sesuai dengan kedudukan sosialnya untuk kepentingan pribadinya.
e. Arrogance
Arrogance adalah sikap superioritas dan keserakahan dalam sebagian dirinya yang
menganggap bahwa kebijakan dan prosedur perusahaan sederhananya tidak berlaku
secara pribadi. Dengan sifat seperti ini, seseorang dapat melakukan kecurangan
dengan mudah karna merasa/menganggap dirinya paling unggul diantara yang lain
dan menganggap kebijakan tidak berlaku untuknya.

Anda mungkin juga menyukai