Anda di halaman 1dari 9

Makalah Analisi Kasus

Olympus Accounting Scandal


Mata Kuliah Corporate Governance

Kelompok 4
Firza Miftria
Norie Novria
Yolanda Saskia B.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Program Ekstensi Akuntansi
2016

STATEMENT OF AUTHORSHIP
Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
merupakan murni hasil dari pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum/tidak pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali makalah/tugas kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menyatakan kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama

: Firza Miftria

NPM

: 1506799273

Tanda Tangan :
Nama

: Norie Novria

NPM

: 1506799613

Tanda Tangan :
Nama

: Yolanda Saskia B.

NPM

: 1506800073

Tanda Tangan :
Mata Ajaran

: Tata Kelola Perusahaan

Judul Makalah/Tugas

Tanggal

: 16 Desember 2016

Dosen

Profil Perusahaan
Olympus Corporation adalah sebuah perusahaan Jepang yang bergerak di bidang optik dan
gambar seperti pembuatan kamera, mikroskop, termometer, kartu memori, dan lensa kamera.
Olympus didirikan pada tanggal 12 oktober 1919 dan kantor pusat di Shinjuku, Tokyo,
Jepang. Sedangkan di Amerika berada di Allentown, Pennsylvania dan Eropa di Hamburg,
Germany.
Produk pertama yang diproduksi oleh Olympus adalah mikroskop yang diperkenalkan di
Jepang pada tahun 1920. Sejak itu, Olympus telah menjadi penyedia mikroskop presisi dan
sistem mikroskop untuk laboratorium klinik, ilmu pengetahuan, teknik, pendidikan, pangan,
pertanian, perikanan, peternakan dan industri penelitian.
Olympus mempertahankan keunggulannya dalam tiga kelompok produk : kelompok produk
imaging, yang meliputi kamera digital, kamera, dan tape recorder microcassette; kelompok
produk medis, yang menawarkan endoskopi medis, penganalisis klinis dan peralatan medis
lainnya, serta endoskopi industri dan instrumen inspeksi lainnya.
Teknologi bioimaging Olympus membantu berbagai penelitian-penelitian ilmiah terbaru
dalam biologi dan kedokteran yang dapat membantu menentukan generasi dunia kesehatan
berikutnya. Olympus juga berkontribusi dalam penemuan penjelasan fungsi otak, mekanisme
pembentukan kanker dan metastasis, kerja obat dan mekanisme kekebalan, dan sel iPS
teknologi.
Produk perangkat sistem dan informasi terpadu yang meliputi mikroskop dan alat ukur, serta
printer, perangkat pengolahan data barcode, magneto-optik disk drive dan produk-produk
perangkat informasi lainnya. Perusahaan ini akan terus memberikan teknologi dan produk
yang menawarkan nilai baru dalam kehidupan sehari-hari orang di seluruh dunia.
Dalam misinya, Olympus mencoba untuk membuat dunia sedikit lebih baik di setiap harinya,
dan suatu tempat menjadi lebih sehat, lebih aman dan lebih baik bagi manusia untuk
ditinggali. Perusahaan ini berkomitmen untuk mengembangkan teknologi dan produk baru,
serta pelayanan yang sesuai dengan standar industri dan menawarkan peningkatan
keselamatan, keamanan, kualitas dan produktivitas kepada pelanggan mereka.

Analisa Permasalahan
Sekilas mengenai Kasus Akuntansi Olympus
Pada akhir tahun 2011 kasus Olympus Corporation terungkap telah menyembunyikan
kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak tahun 1990-an. Kasus ini muncul setelah
dewan Olympus memecat CEO Michael C. Woodford, yang baru menjabat selama enam
bulan, Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini menjelaskan transaksi
mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun karena CEO tersebut terus
mendesak dilakukannya penyelidikan internal terkait transaksi mencurigakan biaya advisory
(penasihat keuangan) sebesar US$687 juta, transaksi akuisisi senilai US$2,2 miliar. Setelah
dipecat, Woodford membeberkan dokumen yang mengungkap besarnya biaya penasihat
keuangan yang dibayar Olympus untuk mengakuisisi perusahaan alat kesehatan asal Inggris,
Gyrus, pada 2008 lalu. Reuters mencatat biaya US$87 juta atau sekitar 6 triliun rupiah itu
sebagai biaya penasihat keuangan terbesar yang pernah ada. Jumlah biaya penasihat
keuangan yang dikeluarkan Olympus itu mencapai sepertiga dari total nilai akuisisinya, atau
hampir 30 kali lipat dari biaya advisory yang biasanya berlaku di pasar modal, sekitar 1
hingga 5 persen. Diketahui kemudian bahwa kesepakatan itu dilakukan untuk
menyembunyikan kerugian (indonesiafinancetoday.com, 2011; koran-jakarta.com, 2011).
Pihak Olympus menemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi produsen peralatan
medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 lalu senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun), yang
juga melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga
perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).
Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu
tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam beberapa bulan kemudian,
pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari buku.
Pengumuman yang mengejutkan ini juga membuat saham Olympus jatuh 29% ke posisi
terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Perusahaan ini sudah kehilangan 70% nilai pasarnya,
setara Rp 5,1 triliun, sejak ditinggal Woodford, yang terus mempertanyakan investasi bodong
tersebut.
Pihak Olympus mengaku masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut sebelum
menyatakan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. Mori sudah dipecat pada hari yang
sama, sementara auditor internal sudah meminta pengunduran diri.
Kasus yang menimpa Olympus ini langsung menjadi perhatian media lokal karena
merupakan skandal penipuan perusahaan terbesar di Jepang sejak serangkaian skandal broker
di era 1990-an, salah satunya adalah broker terbesar keempat di Jepang, Yamaichi Securities
pada 1997.
Olympus mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan disalurkan ke
banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik yang lazim dilakukan
perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang tahun 1990 lalu.

Kasus yang terjadi di Olympus


Olympus, produsen kamera asal Jepang mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi
di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun atau sejak era 1990-an. Selama ini, Olympus
menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman ini merupakan
buntut dari tuntutan mantan CEO Olympus, Michael Woodford yang dipecat pada 14 Oktober
2011. Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini menjelaskan transaksi
mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun. Presiden Direktur Olympus
Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan
Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu, sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara
Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada bertanggung jawab
sebagai pihak yang menutup-nutupi. Keduanya menyatakan siap jika dituntut hukuman
pidana.
Dalam pembukuan Olympus ditemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi
produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 lalu senilai US$ 2,2 miliar
(Rp 18,7 triliun), yang juga melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan
pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).
Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu
tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam beberapa bulan kemudian,
pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari pembukuan Olympus.
Kasus ini dipastikan akan menyeret Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena
tuntutan pidana untuk pasal manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya.
Banyak analis yang kini mempertanyakan masa depan perusahaan yang dibentuk pada 1919
sebagai produsen mikroskop itu.
Pengumuman yang mengejutkan ini juga membuat saham Olympus jatuh 29% ke posisi
terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Perusahaan ini sudah kehilangan 70% nilai pasarnya,
setara Rp 5,1 triliun, sejak ditinggal Woodford, yang terus mempertanyakan investasi bodong
tersebut. Pihak Olympus mengaku masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut
sebelum menyatakan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. Mori sudah dipecat pada hari
yang sama, sementara auditor internal sudah meminta pengunduran diri.
Kasus yang menimpa Olympus ini langsung menjadi perhatian media lokal karena
merupakan skandal penipuan perusahaan terbesar di Jepang sejak serangkaian skandal broker
di era 1990-an, salah satunya adalah broker terbesar keempat di Jepang, Yamaichi Securities
pada 1997. Olympus mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan

disalurkan ke banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik yang
lazim dilakukan perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang tahun 1990
lalu.
Skandal Olympus merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah korporasi di Jepang,
dimana kasus manipulasi laporan keuangan yang mereka lakukan benar-benar merugikan
bukan hanya perusahaan Olympus, tapi merusak citra perusahaan-perusahaan di Jepang.
Seperti yang diketahui, Jepang memiliki budaya yang sangat kental akan kecintaan terhadap
bangsa sendiri, budaya tersebut juga mengakar kepada perusahaan asli Jepang termasuk
Olympus. Kebanyakan pegawai atau bagian dari manajemen perusahaan memiliki loyalitas
dan kecintaan yang tinggi terhadap perusahaan. Tetapi loyalitas tersebut disalahartikan
dengan menutup-nutupi kebobrokan perusahaan. Berikut pelanggaran kode etis akuntansi
manajemen yang dilakukan oleh Olympus :
1. Tata Kelola Perusahaan yang Buruk
Berbeda dengan perusahaan Barat (MNCs), Olympus dalam struktur tata kelola
perusahaannya menempatkan Komite Audit pada level yang sama dengan Dewan
Direksi, dimana Dewan Direksi juga memiliki wewenang untuk mengamati kinerja
Komite Audit, padahal seharusnya Komite Audit dan Dewan Direksi merupakan
bagian yang terpisah, dan Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati
dan mengawasi kinerja Dewan Direksi beserta manajemen apakah sudah sesuai
dengan kontrol internal perusahaan atau tidak, bukan malah sebaliknya diawasi oleh
Dewan Direksi.
Olympus juga tidak menempatkan eksekutif maupun non-eksekutif independen
dalam jajaran direksinya, dalam hal ini bukan hanya Olympus tapi hampir semua
perusahaan di Jepang tidak bisa menerima perubahan dengan menempatkan eksekutif
atau non-eksekutif asing dalam jajaran direksinya.
2. Manipulasi Laporan Keuangan Teroganisir
Tobashi dalam bahasa Jepang berarti "to make fly away : untuk membuatnya
hilang" - mengacu pada teknik akuntansi yang digunakan oleh perusahaan untuk
menyembunyikan kerugian investasi, biasanya dengan mentransfer kerugian menjadi
aset untuk perusahaan sekutu atau perusahaan anak (Soble, 2011). Meskipun tobashi
skema muncul di Jepang, perilaku seperti itu tidak asing lagi bagi skandal yang

dialami perusahaan lainnya, termasuk Enron dan Lehman Brothers. Dalam


menyembunyikan kredit macet, skema tobashi membuat perusahaan terlihat lebih
baik. Dengan menjual aktiva bermasalah atau pinjaman ke perusahaan dummy,
kerugian dapat dicegah untuk muncul di laporan keuangan (WSJ, 2011). Tobashi itu
sah di Jepang sampai akhir 1990-an, dan tidak diizinkan untuk dipraktekan lagi ketika
aturan diperketat.
Dalam kasus Olympus, tobashi dipraktekkan dari 1990-an, mengabaikan
aturan Jepang terhadap skema tersebut. Dengan cara yang berbelit-belit, Olympus
memberikan pinjaman kepada bank investasi asing, yang kemudian melanjutkan
untuk membeli produk yang paling tidak menguntungkan dari produksi dari mereka.
Pinjaman tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyembunyikan sekuritas
Olympus atas kerugian investasi terkait. "Produk tobashi itu tidak merupakan
pelanggaran terang-terangan terhadap hukum Jepang pada waktu itu, tapi perilaku itu
tetap dianggap tidak pantas (Jiji, 2011)."
Dengan skema Tobashi, Olympus telah melakukan penipuan atas laporan
keuangan perusahaan selama 20 tahun. Sekalipun skema Tobashi sebenarnya
dilegalkan di Jepang sampai akhir 1990-an, tapi dalam praktik manajemen hal ini
seharusnya tidak pantas dilakukan oleh manajemen sekalipun tidak melanggar hukum
melalui praktek merger dan akuisisi yang kompleks, Olympus telah memanipulasi
laporan keuangannya dan menyembunyikan kerugian investasi mereka. Padahal
seharusnya, harus ada transparansi atas kinerja manajemen yang dilaporkan atau
dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.
Hal ini bukan dilakukan per individu melainkan teroganisir secara keseluruhan
dalam badan organisasi Olympus. Baik dari manajemen level atas sampai level bawah
telah bekerjasama dengan sangat baik selama hampir 20 tahun untuk menutupi
kerugian tersebut. Kepemimpinan keuangan seluruh perusahaan berkolusi dengan satu
sama lain, memungkinkan bahwa semua transaksi mencurigakan bisa luput di bawah
pengawasan auditor internal Olympus. Auditor Internal Olympus, Hideo Yamada
secara sengaja membantu menutup-nutupi kerugian investasi yang dialami oleh
Olympus dan memberikan opini wajar atas kondisi internal Olympus. Bahkan dalam
salah satu catatan investigasi atas Olympus disebutkan, salah satu mantan Direktur
Operasional Olympus secara sengaja menyarankan penggantinya untuk tidak
membuka mulut dan menutupi manipulasi yang dilakukan oleh Olympus. Ini
menunjukkan kinerja manajemen yang tidak independen dan terlalu kolektif.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dalam kasus yang terjadi pada perusahaan Olympus, terlihat beberapa pelanggaran etika
akuntan manajemen, dalam keberlangsungan perusahaan selama 20 tahun. Manajemen dalam
perusahaan ini telah melanggar semua standar akuntansi manajemen sehingga dalam
penyampaian output ataupun laporan keuangan bagi pengguna internal maupun eksternal
tidak mencerminkan hal yang terjadi dalam perusahaan. Manajemen secara khusus tidak
mematuhi standar kompetensi dan objektifitas dengan memberikan laporan keuangan palsu.
Hal ini berdampak pada ketidakpercayaan investor, sehingga harga saham langsung terjun
bebas yaitu hampir 75%.
Saran
Sebaiknya, Olympus harus mempertimbangkan untuk menerapkan tata kelola perusahaan
yang lebih ke Barat atau Internasional dimana Komite Audit dan Dewan Direksi dipisahkan,
dan Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati dan mengawasi kinerja
Dewan Direksi beserta manajemen, bukan malah sebaliknya diawasi oleh Dewan Direksi.
Manajemen Olympus harus mengimplementasikan budaya independensi dan keterbukaan
atas informasi yang terjadi pada perusahaan dengan memasukkan orang-orang yang nonJepang,
Manajemen Olympus perlu menanamkan budaya anti penyuapan dan kebijakan perlu
diperketat. Semua dewan direksi harus diberikan pelatihan kepatuhan tahunan dan setiap
tahunnya mengakui kode etik tambahan khusus selain kode biasa yang mengatur direksi
untuk memiliki standar yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai