Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ASFIKSIA


DI RUANG PERINATOLOGI RSUD GENTENG

OLEH :
FIFI FATIMATUR ROFI’AH
2019.04.024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN ASFIKSIA
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD GENTENG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Anak Ruang Perinatologi RSUD Genteng

Oleh :
FIFI FATIMATUR ROFI’AH
2019.04.024

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASFIKSIA
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD GENTENG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Anak Ruang Perinatologi RSUD Genteng

Oleh :
FIFI FATIMATUR ROFI’AH
2019.04.024

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA

A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan
terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian
besar terjadi pada waktu persalinan (Manuaba, 2010).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir (Jitowiyono, 2012).
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2015).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saifuddin, 2010).

B. Kalsifikasi
Asfiksia neonatorum menurut Manuaba, (2010) diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :
NILAI APGAR SCORE
TANDA
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda seluruhnya
ekstremitas biru

Keterangan :
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
  Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.

C. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut Mochtar, (2016) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2011), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi
tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat
persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya
hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Hidayat, (2015) tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat
kehamilan hingga kelahiran bayi yang berupa :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik, kejang,
nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata yang terdiri dari tremor kecil
yang cepat ke satu arah dan yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah
yang berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.

E. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka
bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh
yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam
basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan (Prawirohardjo,
2015).

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa asfiksia
pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo, (2015), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2.
Hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan
tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu
diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya
perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan
cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr
dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

G. Penatalaksanaan
Pada pertolongan persalinan, petugas harus siap melakukan resusitasi setiap menolong
persalinan. Walau hanya beberapa menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat
menderita kerusakan otak dan meninggal. Persiapan yang diperlukan adalah persiapan
keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan diri (petugas).
a) Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, membicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayinya dan persiapan
persalinan. Sebagai contoh apa bila bayi lahir kemudian bayi tidak dapat bernafas
spontan dan memerlukan tindakan resusitasi maka memberi tahu pada keluarga dan
memberi surat persetujuan pada keluarga untuk dilakukan tindakan yang di butuhkan
untuk bayi (inform consent).
b) Persiapan Tempat
Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih, kering, sebaiknya
dekat pemancar panas, dan tidak berangin.
c) Persiapan Alat Resusitasi
Alat yang digunakan meliputi:
1) Kain ke-1 : untuk mengeringkan bayi.
2) Kain ke-2 : untuk menyelimuti bayi.
3) Kain ke-3 : untuk ganjal bahu bayi.
4) Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
5) Tabung dan sungkup/ balon dan sungkup.
6) Kotak alat resusitasi.
7) Sarung tangan.
8) Jam atau pencatat waktu.
d) Persiapan Diri
Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan APD sebelum menolong persalinan.

Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak bernafas atau megap-
megap. Selain itu, resusitasi juga dilakukan jika air ketuban bercampur dengan mekonium.
Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah
suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali. Pada setiap tahapan manajemen asfiksia
senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat untuk
dilakukan
Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia diberikan asuhan pasca
resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama.
Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi, meliputi :

a. Bila resusitasi berhasil


Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu memindahkan
bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat. Kemudian lakukan
monitoring tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan juga pemeriksaan analisa gas
darah, kadar gula darah, hematokrit, dan kadar kalsium.
Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI, menjaga
kehangatan bayi dengan teknik Kangaroo Mother Care, dan jelaskan kepada ibu
bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir. Selain itu, selalu monitor warna
kulit, suhu, dan respirasi rate minimal pada 2 jam pertama, serta lakukan pencatatan
dan dokumentasi.
b. Bila perlu rujukan
Bayi perlu rujukan bila:
1) RR <30x/menit, atau >60x/menit
2) Adanya tarikan dinding dada
3) Bayi merintih (ada bunyi nafas saat ekspirasi) atau megap-megap (ada bunyi napas
saat inspirasi)
4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5) Bayi lemas
Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap kali selesai
melakukan tindakan.
c. Bila resusitasi tidak berhasil
1) Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral kepada keluarga yang
kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis. Perubahan hormon setelah
kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada ibu
dan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan makanan
bergizi.
2) Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan nifas
3) Lakukan pencatatan atau dokumentasi
Ada beberapa hal yang tidak dianjurkan dilakukan terhadap bayi dengan
asfiksia. Berikut adalah tindakan-tindakan yang sebaiknya dihindari saat melakukan
pertolongan kepada bayi dengan asfiksia beserta akibat yang ditimbulkannya.

Tindakan yang tidak dianjurkan dan akibat yang mungkin ditimbulkan


Tindakan Akibat
Menepuk bokong Trauma dan melukai
Menekan rongga dada Fraktur, pneumothoraks, gawat napas,
kematian
Menekankan paha ke perut bayi Ruptur hepar atau lien, perdarahan
Mendilatasi sfingter ani Robek atau luka pada sfingter
Kompres dingin atau panas Hipotermia, luka bakar
Meniupkan oksigen atau udara Hipertermi
dingin ke muka atau tubuh bayi

Penatalaksanaan dari sisi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara yaitu :


a. Cairan penambah volume darah
Cairan diberikan ketika bayi terlihat pucat, kehilangan darah, dan atau tidak
memberikan respon yang memuaskan terhadap resusitasi. Cairan yang di pakai dapat
berupa gram fisiologis (dianjurkan), ringer laktat, dan dapat juga berupa darah O-
negatif dengan dosis 10 ml/kgBB/ 5-10 menit melalui jalur vena umbilikalis.
b. Epinefrin
Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi tekana positif) 30 detik dan
VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak memberikan hasil positif sehingga
frekuensi jantung tetap > 60x/menit. Dosis yang diberikan sebanyak 0,1 s.d 0,3
ml/kgBB melalui rute IV dengan penenceran 1:10.000 dan diberikan secepat
mungkin.
c. Natrium bikarbonat
Hanya diberikan jika dicurigai terjadina asidosis metabolik atau terbukti sudah
terjadi assidosis metabolik. Dosis pemberian yaitu sebanyak 2 mEq/kgBB (larutan
4,2%) melalui jalur vena umbilikus dengan kecepatan ≤ 1 mEq/kgBB/menit.
Natrium bikarbonat tidak boleh diberikan jika ventilasi masih belum adekuat.

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka

2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau
mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah
dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
(Jitowiyono, 2012)

H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
1. Perdarahan otak
2. Anuria atau oliguria
3. Hiperbilirubinemia
4. Obstruksi usus yang fungsional
5. Kejang sampai koma
6. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri yaitu penumothorax
Saifuddin, (2010)
I. Bagan Resusitasi Neonatus

J. Pathway
Paralisis pusat
pernafasan
Persalinan lama, lilitan tali pusat, Faktor lain : anestesi, obat-
presentasi janin abnormal obatan narkotik

ASFIKSIA
Muncul rangsangan
terhadap nervus
Bayi kekurangan O2 dan kadar simpatikus
CO2 meningkat

DJJ menjadi lebih cepat


Perbedaan suhu intra dan
Nafas cepat Suplai O2 ke ekstra uteri
paru menurun Irreguler dan menghilang
MK : Pola Nafas Lemak subkutis yang
Tidak Efektif masih tipis Janin akan mengadakan
Takipneu
pernafasan intrauterin

Apneu primer
Terjadi Paru-paru terisi
Gangguan
penguapan cairan ketuban
Denyut jantung dan metabolisme &
dan mekonium
tonus otot menurun perubahan asam
Kehilangan
panas basa Bronkus
Nafas cepat dan dalam tersumbat dan
MK : Hipotermia terjadi atelektasis
Gangguan
Bradikardi, TD menurun
perfusi ventilasi Janin lahir alveoli
tidak mengembang
Suplai darah dan O2 ke Asidosis
jaringan cerebral menurun MK : Bersihan
respiratorik
Jalan Nafas
Tidak Efektif
MK : Penurunan MK : Gangguan
kapasitas adaptif Pertukaran Gas
intrakranial

Suplai O2 menurun

Manuaba, (2010)
Reflek menelan belum
sempurna

MK : Defisit
Intake menurun
Nutrisi

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASFIKSIA


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, no. rekam medik
tanggal mrs, tanggal pengkajian, diagnosa medis)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan utama
Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot
pernapasan yang kurang optimal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit
lainnya.
d. Kebutuhan dasar
- Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
- Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
- Makanan/ cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
- Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
- Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
- Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal
: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis
mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan edem serebral
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
6. Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah

C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan
jalan nafas meningkat
SLKI
Bersihan jalan nafas
1. Produksi sputum menurun
2. Ronki menurun
3. Frekuensi nafas membaik
4. Pola nafas membaik

SIKI
Latihan batuk efektif
Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya sputum
3. Monitor tanda & gejala infeksi saluran nafas
Terapeutik
1. Atur posisi semi fowler atau fowler
2. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung lalu keluarkan lewat mulut
3. Anjurkan batuk yang kuat setelah tarik nafas
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran atau nebulizer

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan hambatan upaya nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
nafas efektif kembali
SLKI
Pola napas
1. Dispnea
2. Penggunaan otot bantu napas
SIKI
Manajemen jalan napas
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pertukaran gas meningkat
SLKI
Pertukaran gas
1. Dispnea menurun
2. Bunyi nafas tambahan menurun
3. PO2 cukup membaik
4. Pola nafas membaik
SIKI
Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi nafas
2. Monitor pola nafas
3. Auskultasi bunyi nafas
4. Monitor nilai AGD
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

4. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan edem serebral


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kapasitas
adaptif intrakranial meningkat
SLKI
Kapasitas adaptif intrakranial
1. Tingkat kesadaran cukup meningkat
2. Bradikardia cukup membaik
3. Pola nafas membaik
4. Refleks neurologis cukup membaik
5. Tekanan intrakranial cukup membaik
SIKI
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex lesi, edem serebral, gangguan
metabolisme)
2. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
3. Monitor status pernafasan
4. Monitor cairan serebro-spinalis (ex warna, konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyeddiakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan

D. Implementasi
Suatu realisasi tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data yang berkelanjutan, mengobservasi
respon klien sebelum dan sesudah tindakan serta menilai data yang baru.

E. Evaluasi
Dilakukan setelah diberikan tindakan keperawatan dengan melihat respon klien,
mengacu pada kriteria evaluasi, ada 3 tahap yaitu :
a. Berhasil
Jika perilaku klien sesuai dengan tujuan dalam waktu yang telah ditetapkan
b. Tercapai Sebagian
Jika klien menunjukkan peilaku perkembangan tetapi tidak sebaik yang ditentukan pada
pernyataan tujuan
c. Belum Tercapai
Jika klien tidak mampu sama sekali untuk menunjukkan perilaku yang diharapkan pada
pernyataan tujuan

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, I. (2015). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogjakarta : Nuha Medika.
Jitowiyono, S. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi: pendekatan: NANDA, NIC, NOC.
Cetakan kedua. Yogyakarta: Nuha Medika
Manuaba, I. (2010). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC
Mochtar, R. (2016). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Prawirohardjo, S. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Saifuddin. (2010). Asuhan Nasional Pelayana Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai