Anda di halaman 1dari 15

KISAH PERANG BADAR

Pertempuran Badar (Arab: ‫غزوة بدر‬, translit. gazwah badr), adalah pertempuran besar pertama


antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13
Maret 624). Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi
pasukan Quraisy[1] dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan
sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang
kemudian mundur dalam kekacauan.

Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa
kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik
bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran
Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu.
Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan
terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan
pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak
maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan
pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain
ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.

Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama
bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah
saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan
kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru
telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai
golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai
memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan
demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.

Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas
dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.

Latar belakang
Pada awal peperangan, Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam bahasa Arab.
Beberapa diantaranya adalah suku Badui; bangsa nomad penggembala yang terdiri dari berbagai
macam suku; beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau daerah yang
lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas bangsa Arab menganut
kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk
paham Nestorian), dan Zoroastrianisme.

Nabi Muhammad lahir di Mekkah sekitar tahun 570 dari keluarga Bani Hasyim dari


suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima
wahyu ketika sedang menyendiri di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai
berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada
yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang menentangnya. Pada periode ini, Muhammad
dilindungi oleh pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun 619,
kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada salah seorang musuh Muhammad, yaitu Amr bin
Hisyam,[2]yang menghilangkan perlindungan kepada Muhammad serta meningkatkan
penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy
kepada kaum Muslim di Mekkah, Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal
ini menandai dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.

Setelah kejadian hijrah, ketegangan antara kelompok masyarakat di Mekkah dan Madinah
semakin memuncak dan pertikaian terjadi pada tahun 623 ketika kaum Muslim memulai
beberapa serangan (sering disebut ghazawāt dalam bahasa Arab) pada rombongan dagang kaum
Quraisy Mekkah. Madinah terletak di antara rute utama perdagangan Mekkah. Meskipun
kebanyakan kaum Muslim berasal dari kaum Quraisy juga, mereka yakin akan haknya untuk
mengambil harta para pedagang Quraisy Mekkah tersebut; karena sebelumnya telah menjarah
harta dan rumah kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekkah (karena hijrah) dan telah
mengeluarkan mereka dari suku dan kaumnya sendiri, sebuah penghinaan dalam kebudayaan
Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. [3] Kaum Quraisy Mekkah jelas-jelas
mempunyai pandangan lain terhadap hal tersebut, karena mereka melihat kaum Muslim
sebagai penjahat dan juga ancaman terhadap lingkungan dan kewibawaan mereka[4].

Pada akhir tahun 623 dan awal tahun 624, aksi ghazawāt semakin sering dan terjadi di mana-
mana. Pada bulan September 623, Muhammad memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim
melakukan serangan yang gagal terhadap rombongan besar kafilah Mekkah. Tak lama setelah
itu, kaum Quraisy Mekkah melakukan "serangan balasan" ke Madinah, meskipun tujuan
sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum Muslim.[5] Pada bulan January 624, kaum
Muslim menyerang kafilah dagang Mekkah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40 kilometer di luar
kota Mekkah, membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar membangkitkan dendam di
kalangan kaum Quraisy Mekkah.[6] Terlebih lagi dari sudut pandang kaum Quraisy Mekkah,
penyerangan itu terjadi pada bulan Rajab; bulan yang dianggap suci oleh penduduk Mekkah.
Menurut tradisi mereka, dalam bulan ini peperangan dilarang dan gencatan senjata seharusnya
dijalankan.[4] Berdasarkan latar-belakang inilah akhirnya Pertempuran Badar terjadi.

Pertempuran

Pergerakan pasukan menuju Badar.

Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa salah
satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu
Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan
dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena beberapa
kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Muhammad mengumpulkan pasukan
sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim
yang pernah diterjunkan ke medan perang.[7]

Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk
pamannya Hamzah dan para calon Kalifahpada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar
bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta dan 3 kuda, yang
berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk di atas satu
unta[8] Namun, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-
Qur'an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang serius, [9] dan calon
khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.[10]

Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar


mengenai rencana Muhammad untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama
Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera
saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk
melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut
bergabung, termasuk di antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah,
dan Umayyah bin Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa ikut
karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut, yang lain
ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan
sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum
Muslim.[11] Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya seorang bangsawan,
yaitu Umayyah ibn Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini. [12]

Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat penyergapan yang telah
direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan
bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa
orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh para pengintai
kafilah dagang Quraisy tersebut[13] dan Abu Sufyan kemudian langsung membelokkan arah
kafilah menuju Yanbu.[14]

Lukisan Iran (1314), menggambarkan pertemuan para pemimpin Muslim sebelum memulai
Pertempuran Badar.

"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang
kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai
kekuatan senjatalah yang untukmu,[15] dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir". Al-Anfal: 7

Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari
Mekkah. Muhammad segera menggelar rapat dewan peperangan, disebabkan karena masih
adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja
masuk Islam (disebut kaum Anshar atau "Penolong", untuk membedakannya dengan kaum
Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-
pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat
meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah), dinyatakan bahwa
mereka pun berjanji untuk berperang. Sa'ad bin Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan
berkata "Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-
benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu." [16] Akan tetapi, kaum Muslim
masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan
pergerakannya menuju Badar.

Pada tanggal 11 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar.
Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah
berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari
pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para
tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari
pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli
kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan
tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian menghentikan tindakan tersebut.
[16]
 Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para
bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata "Itulah Mekkah. Ia telah
melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya."[17] Hari berikutnya Muhammad
memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum
pasukan Mekkah.

Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama "Yalyal".
Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama "'Aqanqal". Ketika pasukan
Muslim tiba dari arah timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada
sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah
seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang
terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Muhammad kemudian memerintahkan agar sumur-
sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan
pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.

Tayangan dari film The Message: Pasukan Muslim mendekati pasukan Quraisy Mekkah di dekat
daerah 'Aqanqal.

"Semua suku Arab akan mendengar bagaimana kita akan maju ke depan dengan segala
kemegahan kita, dan mereka akan mengagumi kita untuk selama-lamanya." - Amr bin Hisyam

Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy sejak
saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa
hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri dan anak-
anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran, tetapi tidak dilakukan
pasukan Mekkah pada perang ini. Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali
tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di seluruh Hijaz.
[18]
 Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan waktu untuk
mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang
mereka.

Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima pesan
dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan tersebut,
sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah.[19] Pada titik ini, menurut penelitian Karen
Armstrong, muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam
ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani 'Adi, segera
kembali ke Mekkah. Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan
yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim. Sekelompok
perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara sesukunya, turut pergi
bersama kedua suku tersebut.[20] Di luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh
dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar "Kita tidak akan kembali sampai kita
berada di Badar". Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang dari kafilah dagang turut
bergabung dengan pasukan utama.[21]

Peta pertempuran. Pasukan Mekkah (Hitam) mendekati dari arah barat, sedangkan pasukan
Muslim (Merah) mengambil posisi-posisi di depan sumur-sumur Badar.

Di saat fajar tanggal 13 Maret, pasukan Quraisy membongkar kemahnya dan bergerak menuju
lembah Badar. Telah turun hujan pada hari sebelumnya, sehingga mereka harus berjuang ketika
membawa kuda-kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit 'Aqanqal (beberapa sumber
menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai puncak bukit).
[22]
Setelah menuruni bukit 'Aqanqal, pasukan Mekkah mendirikan kemah baru di dalam lembah.
Saat beristirahat, mereka mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin Wahab, untuk
mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa pasukan Muhammad
berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung Muslim lainnya yang akan bergabung dalam
peperangan.[23] Akan tetapi ia juga memperkirakan akan ada banyak korban dari kaum Quraisy
bila terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia melihat "unta-unta
(Madinah) yang penuh dengan hawa kematian").[24] Hal tersebut semakin menurunkan moral
kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan peperangan suku-suku Arab yang umumnya sedikit
memakan korban, dan menimbulkan perdebatan baru di antara para pemimpin Quraisy.
Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam membungkam semua
ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga diri kaum Quraisy dan menuntut mereka agar
menuntaskan hutang darah mereka.[25]

Pertempuran diawali dengan majunya pemimpin-pemimpin kedua pasukan untuk berperang


tanding. Tiga orang Anshar maju dari barisan Muslim, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh
pasukan Mekkah, yang tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan bahwa
mereka hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum Muslim kemudian
mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits, dan Hamzah. Para pemimpin Muslim berhasil
menewaskan pemimpin-pemimpin Mekkah dalam pertarungan tiga lawan tiga, meskipun
Ubaidah mendapat luka parah yang menyebabkan ia wafat.[26]

Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang Muslim
dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran
berlangsung, Muhammad telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang
dengan senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan senjata-
senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat. [27] Segera setelah itu ia memberikan
perintah untuk maju menyerbu, sambil melemparkan segenggam kerikil ke arah pasukan
Mekkah; suatu tindakan yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat Arab, dan
berseru "Kebingungan melanda mereka!"[28][29] Pasukan Muslim berseru "Ya manshur,
amit!!"[30] dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy. Besarnya kekuatan serbuan kaum
Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-Qur'an, yang menyebutkan bahwa ribuan
malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.[29]
[31]
 Haruslah dicatat bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah,
dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai
Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan
Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang segera saja tercerai-berai
dan melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit
lewat tengah hari.[32]

Lukisan Iran (1314), menggambarkan pasukan Muslim sedang melakukan pengejaran setelah
pertempuran

Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah tujuh puluh orang tewas dan
tujuh puluh orang tertawan.[33]Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban.
Kecuali bila ternyata jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka
persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim umumnya
dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat
peperangan.[29] Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban luka-luka dari
kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan antara kedua belah pihak
menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar
pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.
Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan beberapa orang Quraisy
Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi para
tawanan tersebut.[34][35] Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali dan
kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa'ad dan Umar
berpendapat agar tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan.
Muhammad akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan
hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah menantu
Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan bahwa suatu saat mereka
akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian melakukannya).[36] Setidak-tidaknya dua
orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau setelah
Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang pernah menumpahkan
keranjang kotoran kambing kepada Muhammad saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh
dalam perjalanan kembali ke Madinah.[37] Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan
membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya bahkan sampai melukai
seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah.[38]

Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad memberikan perintah agar mengubur
sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam sumur Badar. [39] Beberapa hadits
menyatakan kejadian ini, yang tampaknya menjadi penyebabkan kemarahan besar pada kaum
Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru saja ditangkap sekutu-
sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.
[40]

Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang memiliki hubungan darah
dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa terpanggil untuk melakukan pembalasan
terhadap orang-orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka tersebut. Pihak
Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan pembalasan, karena telah
mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun.
Akan tetapi selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih hidup
kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan mendapat perlakuan
yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk mendapatkan uang tebusan.

Keadaan medan pertempuran saat ini. Tembok putih kemungkinan besar batas makam Muslim
yang tewas.

Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan
menentukan arah masa depan Jazirah Arabia pada abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah
Muhammad, yang dalam semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah,
menjadi salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, "selama bertahun-tahun
Muhammad telah menjadi sasaran pencemoohan dan penghinaan; tetapi setelah keberhasilan
yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya secara
serius."[32] Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar memaksa suku-suku Arab
lainnya untuk "menganggap umat Muslim sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial
terhadap kewibawaan dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy." Kemenangan di
Badar juga membuat Muhammad dapat memperkuat posisinya sendiri di Madinah. Segera
setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa' dari Madinah, yaitu salah satu suku Yahudi yang
sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay, seorang
Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penentang Muhammad, menemukan bahwa posisi
politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya mampu memberikan
penentangan dengan pengaruh terbatas kepada Muhammad.[41]

Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah Abu
Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya [42] telah
memberikan Abu Sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin
bagi kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Muhammad bergerak memasuki Mekkah
enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh yang membantu merundingkan
penyerahannya secara damai. Abu Sufyan pada akhirnya menjadi pejabat berpangkat tinggi
dalam Kekhalifahan Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian melanjutkannya dengan
mendirikan Kekhalifahan Umayyah.

Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa kemudian menjadi amat dihargai,
sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara lengkap nama-nama pasukan Muslim tersebut dalam
biografi Muhammad yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang bertempur di Badar
dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan kemungkinan mereka juga
menerima semacam santunan pada tahun-tahun belakangan.[43] Meninggalnya veteran
Pertempuran Badar yang terakhir, diperkirakan terjadi saat perang saudara Islam pertama.
[44]
 Menurut Karen Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling berkelanjutan kemungkinan
adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang menurutnya pada awalnya dikerjakan umat
Muslim untuk mengenang kemenangan pada Pertempuran Badar. Meskipun demikian pandangan
ini diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam, pasukan Muslim saat itu sedang berpuasa
ketika mereka bergerak maju ke medan pertempuran.

Badar dalam al-Qur'an

Keadaan jalan raya menuju Badar saat ini.

Pertempuran Badar adalah salah satu dari sedikit pertempuran yang secara eksplisit dibicarakan
dalam al-Qur'an. Nama pertempuran ini bahkan disebutkan pada Surah Ali 'Imran: 123, sebagai
bagian dari perbandingan terhadap Pertempuran Uhud.[46]

Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika
itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertawakallah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, "Apakah tidak
cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari
langit)?" Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu
dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang
memakai tanda. Ali 'Imran: 123-125

Menurut Yusuf Ali, istilah "syukur" dapat merujuk kepada disiplin. Di Badar, barisan-barisan
Muslim diperkirakan telah menjaga disiplin secara ketat; sementara di Uhud mereka keluar
barisan untuk memburu orang-orang Mekkah, sehingga membuat pasukan berkuda Mekkah
dapat menyerang dari samping dan menghancurkan pasukan Muslim. Gagasan bahwa Badar
merupakan "pembeda" (furqan), yaitu menjadi kejadian mukjizat dalam Islam, disebutkan lagi
dalam surah yang sama ayat 13.[47]

"Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur).
Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala
melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan
dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati." Ali 'Imran:13

Badar juga merupakan pokok pembahasan Surah kedelapan Al-Anfal, yang membahas mengenai
berbagai tingkah laku dan kegiatan militer. [48] "Al-Anfal" berarti "rampasan perang" dan merujuk
pada pembahasan pasca pertempuran dalam pasukan Muslim mengenai bagaimana membagi
barang rampasan dari pasukan Quraisy. Meskipun surah tersebut tidak menyebut Badar, isinya
menggambarkan pertempuran tersebut, serta beberapa ayat yang umumnya dianggap diturunkan
pada saat atau segera setelah pertempuran tersebut terjadi.[48]
PERANG UHUD

Pertempuran Uhud

Bagian dari Perang Muslim-Quraisy

Gunung Uhud, lokasi pertempuran kedua antara Muslim


dan Quraisy Mekkah.

Tanggal 23 Maret 625
Lokasi Di lembah yang terletak di depan Gunung
Uhud, sekitar 5 mil dari Madinah
Hasil kemenangan Quraisy

Pihak terlibat

Muslim Persekutuan pimpinan


Quraisy Mekkah

Tokoh dan pemimpin

Muhammad Abu Sufyan

Kekuatan

700 infanteri, 3,000 infanteri,


[1]
2 kavaleri 200 kavaleri

Korban

75 27

Pertempuran Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan


kaum kafir Quraisy pada tanggal 22 Maret625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang
lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badr. Tentara Islamberjumlah 700 orang
sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung
oleh rasulullahsedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud
karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai
ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.

Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam


berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap kanan
berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40 kaki,
panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena terlindungi oleh bukit Uhud,
sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena musuh bisa memutari bukit Ainain dan
menyerang dari belakang, untuk mengatasi hal ini rasulullah menempatkan 50 pemanah di
Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Zubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu
"Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama kalian
tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini.
Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika kalian melihat kami kalah, jangan
datang untuk menolong kami."

Di belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus,
membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka tersebut. Di antara wanita
ini adalah Fatimah, putri rasulullah yang juga istri Ali, sedangkan rasulullah sendiri berada di
sayap kiri.

Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu keberanian


dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu jumlah dan
kavaleri (kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik rasulullah). Abu Sufyan tentu lebih
memilih pertempuran terbuka di mana dia bisa bermanuver ke bagian samping dan belakang
tentara Islam dan mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung pasukan tersebut. Tetapi
rasulullah menetralisir hal ini dan memaksa Abu Sufyan bertempur di front yang terbatas di
mana infantri dan kavalerinya tidak terlalu berguna. Juga patut dicatat bahwa tentara Islam
sebetulnya menghadap Madinah dan bagian belakangnya menghadap bukit Uhud, jalan
ke Madinah terbuka bagi tentara kafir.

Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan


pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan
dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, masing-
masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap
tetapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di
barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha.

Peta pertempuran uhud

Kisah ini ditulis di Sura Ali ‘Imran ayat 140-179. Dalam ayat2 di Sura Ali ‘Imran, Muhammad
menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi Muslim mu’min
dan munafik (ayat 166-167).

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-
orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142)? Bahkan
jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144), karena tiada
seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para nabi yang tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat
pada kafir (ayat 149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa
takut (ayat 151)." --
Ayat2 di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim
kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari,
Volume 4, Book 52, Number 276

Sebagaimana manusia biasa, wajar bila seseorang terlupa akan sesuatu. Begitu juga pasukan
yang berjaga di atas bukit Uhud. Mereka terlupa dan akhirnya turun ke lembah untuk mengambil
hak pemenang perang. Melihat banyak pasukan dari pihak islam yang meninggalkan pos di atas
bukit, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan kafir yang tersisa untuk berbalik kembali dan
menyerang pasukan islam. Pos di atas bukit direbut oleh kafirin dan pasukan islam yang tersisa
di sana dibunuh, termasuk Hamzah paman rasulullah.

PERANG KHANDAQ
Pertempuran Khandaq (Arab:‫ )غ زوة الخن دق‬juga dikenal sebagai Pertempuran Al-
Ahzab, Pertempuran Konfederasi, dan Pengepungan Madinah terjadi pada
bulan Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun 627 Masehi, pengepungan Madinah ini dipelopori
oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy makkah dan yahudi bani Nadir (al-ahzaab).
Pengepungan Medinah dimulai pada 31 Maret, 627 dan berakhir setelah 27 hari.

Orang-Orang Yahudi yang diusir lalu ditempatkan di Khaibar, sebuah wilayah di luar
Kota Madinah. Hal itu membuat mereka kecewa dan marah. Mereka terdiri atas duasuku utama,
yaitu Bani Nadhir dan Bani Wail.

Pertempuran ini dinamai Pertempuran Khandaq (Arab ‫ )الخندق‬karena parit yang digali oleh umat
Islam dalam persiapan untuk pertempuran. Kalimat Khandaq kata adalah bentuk bahasa Arab
dari bahasa Persia "kandak" (yang berarti "Itu yang telah digali").

Pertempuran juga disebut sebagai Pertempuran Konfederasi (bahasa Arab ‫)غزوة االحزاب‬. Al-
Qur'an menggunakan istilah sekutu (Arab ‫ )االحزاب‬dalam surah Al-Ahzab [Quran 33:9-32]
untukmenunjukkan konfederasi Arab pagan dan Arab Yahudi terhadap Islam.

Pengepungan adalah "pertempuran kecerdasan", di mana para ahlik taktik Muslim mengatasi
lawan-lawan mereka, sementara jatuh korban sangatlah sedikit. Upaya konfederasi untuk
mengalahkan kaum Muslim gagal, dan kekuatan Islam menjadi berpengaruh di wilayah tersebut.
Akibatnya, tentara Muslim mengepung sekitar Banu Qurayza, yang mengarah ke penyerahan
tanpa syarat mereka. Kekalahan itu menyebabkan Mekah kehilangan perdagangan mereka dan
sebagian besar adalah kehormatan harga diri mereka.

Untuk melindungi Madinah dari serangan gabungan, maka dibuatlah parit sebagai strategi
berperang untuk menghindari serbuan langsung dari pasukan Al-Ahzab Quraisy dan bani Nadir.
Strategi pembuatan parit di sela sela daerah yang tidak terlindungi oleh pegunungan sebagai
tempat perlindungan adalah strategi dari sahabat Rasulullah S.A.W bernama Salman al-
Farisi yang berasal dari Persia, sehingga perang ini disebut dengan pertempuran parit/khandaq.
Sejatinya strategi ini berasal dari Persia, yang dilakukan apabila mereka terkepung atau takut
dengan keberadaan pasukan berkuda.

Lalu digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilan/sepuluh hari. Pasukan gabungan
datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap berperang. Pasukan gabungan membuat
kemah di bagian utara Madinah, karena di tempat itu adalah tempat yang paling tepat untuk
melakukan perang. Pada Pertempuran Khandaq, terjadi pengkhianatan dari kaum Yahudi Bani
Qurayzhah atas kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya untuk mempertahankan kota
Madinah, tetapi bani Quraizhah mengkhianati perjanjian itu.

Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan penuh Nua'im bin Mas'ud al-Asyja'i yang telah
memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan gabungan dengan keahliannya memecah belah
pasukan gabungan. Lalu Allah S.W.T mengirimkan angin yang memporakporandakan kemah
pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan memadamkan api mereka. Hingga
akhirnya pasukan gabungan kembali ke rumah mereka dengan kegagalan menaklukan
kota Madinah. Setelah peperangan itu, Rasulullah dan para sahabat berangkat menuju kediaman
bani quraizah untuk mengadili mereka.
Gambaran pertempuran

Awal tahun 627, orang-orang Yahudi dari Bani Nadir bertemu dengan Quraisy Mekah
Arab. Huyayy bin Akhtab, bersama dengan para pemimpin lainnya dari Khaybar, melakukan
perjalanan untuk sumpah setia dengan Safwan di Mekah. Sebagian besar tentara Konfederasi
dikumpulkan oleh pagan Quraish Mekah, yang dipimpin oleh Abu Sufyan, yang menerjunkan
4.000 prajurit, 300 penunggang kuda, dan 1.000-1.500 orang pada unta.

Bani Nadir mulai meriahkan para perantau dari Najd. Mereka meminta Bani Ghatafan dengan
membayar setengah dari hasil panen mereka. Rombongan kedua terbesar ini, menambahkan
kekuatan sekitar 2.000 300 laki-laki berkuda yang dipimpin oleh Unaina bin Hasan Fazari. Bani
Asad juga setuju untuk bergabung dengan mereka yang dipimpin oleh Thulaihah al-Asadi.
Dari Bani Sulaim, Nadir dijamin 700 pria, meskipun akan jauh lebih besar memiliki beberapa
pemimpinnya tidak bersikap simpatik terhadap Islam. Para Bani Amir, yang memiliki perjanjian
dengan Muhammad, menolak untuk bergabung.

Suku-suku lain termasuk Bani Murrah dengan 400 orang dipimpin oleh Hars bin Auf
Murri dari Bani Shuja dengan 700 laki-laki dipimpin oleh Sufyan bin Abd Syams. Secara total,
kekuatan tentara Konfederasi, meskipun tidak disepakati oleh ulama, diperkirakan sekitar 10.000
laki-laki dengan enam ratus kuda. Pada akhir Maret 627 tentara yang dipimpin oleh Abu Sufyan
berbaris menuju Madinah 

Pertempuran Khandaq

Bagian dari Perang antara Muslim-Quraish


Tanggal 31 Maret - April 627 Masehi[1] (5 SyawalHijriah)[2]
Lokasi Perbatasan sekitar Medina
Hasil Kegagalan pengepungan; kemenangan Islam secara telak

Pihak terlibat

Muslim Konfederasi including

 Arab Pagan Qurayshdari Mekkah


 Suku Arab Yahudi Bani Qaynuqa, dan Bani
Nadir *Suku Arab pagan lain seperti Bani
Murra, Khaybar, Huyyay bin Auf Murri, Bani
Ghatafan, Bani Asad, Bani Shuja

Tokoh dan pemimpin


Muhammad Abu Sufyan

Kekuatan

3,000[3] 10,000[3]

Korban

Sedikit korban jiwa Banyak jatuh korban

Anda mungkin juga menyukai