TENTANG
PEDOMAN PENGENDALIAN / PEMERIKSAAN MEKANIS DAN TEKNIS
RS.SAMARINDA MEDIKA CITRA
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, diperlukan
penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang bermutu tinggi;
c. bahwa dalam upaya mengendalikan dan mencegah infeksi di RS.SMC diperlukan
pedoman pengendalian /pemeriksaan mekanis dan teknis ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a dan b,
perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RS.SMC;
MEMUTUSKAN :
Ditetapkan di : Bangkinang
pada tanggal : 11 juli 2018
DIREKTUR RSIA NORFA HUSADA,
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs)
merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda
(GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di bahas. Hal ini
menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban ekonomi
negara.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan
tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada
berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan,
perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit saja tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, bahkan di rumah ( home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan memahami konsep dasar
penyakit infeksi. Oleh
karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatanagar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety
yang pada akhirnya juga akan berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan
kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan PPI terkait
pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs) berupa langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs ( bundles), surveilans HAIs, pendidikan dan pelatihan
serta penggunaan anti mikroba yang bijak. Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection
Control Risk Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara berkala. Dalam pelaksanaan
PPI, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri wajib menerapkan seluruh program PPI
sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, penerapan PPI disesuaikan dengan
pelayanan yang di lakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian bahwa
dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program:
3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang memungkinkan
organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.
ICRA merupakan pengkajian yang di lakukan secara kualitatif dan kuantitatif terhadap risiko
infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali
ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut.
2. Tujuan:
Untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya HAIs pada pasien, petugas dan pengunjung di rumah
sakit dengan cara :
b) Internal
1) Risiko terkait pasien : Jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
2) Risiko terkait petugas kesehatan
- Kebiasaan kesehatan perorangan
- Budaya keyakinan tentang penyakit menular
- Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyaki
- Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (Kebersihan
tangan, pemakaian APD , tehnik isolasi),
- Skrening yang tidak adekuat terhadap penyakit menular
- Kebersihan tangan
- NSI
3) Risiko terkait pelaksanaan prosedur
- Prosedur invasif yang dilakukan
- Peralatan yang dipakai
- Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu
tindakan
- Persiapan pasien yang memadai
- Kepatuhan terhadap tehnik pencegahan yang direkomendasikan
4) Risiko terkait peralatan
Pembersihan, desinfektan dan sterilisasi untuk proses peralatan:
- Instrumen bedah
- Prostesa
- Pemrosesan alat sekali pakai
- Pembungkusan kembali alat
- Peralatan yang dipakai
5) Risiko terkait lingkungan
- Pembangunan / renovasi
- Kelengkapan peralatan
- Pembersihan lingkungan
Pengkajian Risiko Infeksi (Infection Control Risk Assesment/ICRA) terdiri dari 4 (empat) langkah,
yaitu :
1. Identifikasi risiko
Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan:
a) Penghitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi munculnya risiko.
b) Identifikasi aktivitas-aktivitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien, tenaga kesehatan dan
pengunjung pada risiko.
c) Identifikasi agen infeksius yang terlibat, dan
d) Identifikasi cara transmisi.
2. Analisa risiko
a) Mengapa hal ini terjadi ?
b) Berapa sering hal ini terjadi ?
c) Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut ?
d) Dimana kejadian tersebut terjadi
e) Apa dampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak dilakukan ?
f) Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut ?
3. Kontrol risiko
a) Mencari strategi untuk mengurangi risiko yang akan mengeliminasi atau mengurangi risiko atau
mengurangi kemungkinan risiko yang ada menjadi masalah.
b) Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada masalah.
4. Monitoring risiko
a) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan.
b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan umpan balik kepada staf dan
manajer terkait.
Dalam bentuk skema langka-langkah ICRA digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Basic Consepts of Infection Control, IFEC, 2011
a. Pimpinan
b. Anggota Komite PPIRS, IPCN / IPCN-link
c. Staf medik
d. Perawat
e. Laboratorium
f. Unit Produksi Makanan
g. Unit Pelayanan Laundri
h. Unit Perawatan Intensif
i. Unit Rawat Jalan
j. Unit Sanitasi dan Lingkungan
k. Instalasi Sterilisasi Pusat
l. Instalasi Laboratorium
m. Instalasi Farmasi
n. Instalasi Jenazah
o. Koordinator lain yang diperlukan
p. Komite Mutu
q. Staf PPIRS
r. IPCD/IPCO/IPCN/IPCN-link
s. Petugas kesehatan lain
t. Staf medik
u. Bidang Keperawatan
v. Bidang Teknik
w. Administrasi
Gambar 37. Prioritas Pengaturan
4. Infection Control Risk Assessmen Renovasi/Pembangunan Gedung Baru Penilaian Risiko Dampak Renovasi
atau Konstruksi yang dikenal
sebagai Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah suatu proses terdokumentasi yang dilakukan sebelum
memulai kegiatan pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran, konstruksi, maupun renovasi untuk mengetahui
risiko dan dampaknya terhadap kualitas udara dengan mempertimbangkan potensi pajanan pada pasien.
Sistem HVAC (heating, ventilation, air conditioning) adalah sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin
udara di sarana pelayanan kesehatan yang dirancang untuk: a) menjaga suhu udara dan kelembaban dalam
ruangan pada tingkat yang nyaman untuk petugas, pasien, dan pengunjung; b) kontrol bau, c) mengeluarkan
udara yang tercemar, d) memfasilitasi penanganan udara untuk melindungi petugas dan pasien dari patogen
airborne, dan e) meminimalkan risiko transmisi patogen udara dari pasien infeksi. Sistem HVAC mencakupudara
luar inlet, filter, mekanisme modifikasi kelembaban (misalnya kontrol kelembaban musim panas, kelembaban
musim dingin), pemanas dan pendingin peralatan, exhaust, diffusers, atau kisi-kisi untuk distribusi udara.
Penurunan kinerja sistem fasilitas kesehatan HVAC, inefisiensi filter, pemasangan yang tidak benar, dan
pemeliharaan yang buruk dapat berkontribusi pada penyebaran infeksi airborne.
a) RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi atau konstruksi menggunakan metode ICRA
adalah:
Tahap pertama dalam kegiatan ICRA adalah melakukan identifikasi tipe proyek konstruksi dengan
menggunakan Tabel 10.Tipe proyek konstruksi ditentukan berdasarkan banyaknya debu yang
dihasilkan, potensi aerosolisasi air, durasi kegiatan konstruksi, dan sistem sharing HVAC.
2) Identifikasi Kelompok Pasien Berisiko
Selanjutnya identifikasi Kelompok Pasien Berisiko (Tabel 11.) yang dapat terkena dampak konstruksi.
Bila terdapat lebih dari satu kelompok pasien berisiko, pilih kelompok berisiko yang paling tinggi.Pada
semua kelas konstruksi, pasien harus dipindahkan saat pekerjaan dilakukan.
3) Menentukan Kelas Kewaspadaan dan intervensi PPI
Kelas Kewaspadaan ditentukan melalui pencocokan Kelompok Pasien Berisiko (R,S,T,ST) dengan Tipe
Proyek Konstruksi (A,B,C,D) berdasarkan matriks pencegahan dan pengendalian infeksi.
Penentuan intervensi PPI dilakukan setelah Kelas Kewaspadaan diketahui. Apabila Kelas Kewaspadaan
berada pada Kelas III dan IV, maka diperlukan Perizinan Kerja dari Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dan dilakukan identifikasi dampak lain di daerah sekitar area proyek.
-144-
5) Identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak potensial Pada Kelas Kewaspadaan III dan IV,
perlu dilakukan identifikasi daerah sekitar area proyek dan tingkat risiko lokasi tersebut. Identifikasi
dampak potensial lain dapat diketahui dengan mengisi Tabel 14.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, tuntutan pengelolaan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit,
pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik karena dampak kegiatan pemberian pelayanan
maupun karena kondisi sarana dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.
Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi
yang baik pula terutama untuk mendeteksi dan menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk
dapat mencapai hal tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit dan cara
pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang aman bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta
didik dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.
Tujuan
1.Peserta pelatihan mampu mengenal resiko bahaya yang ada di rumah sakit.
2.Peserta pelatihan mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada di satuan kerja masing-masing.
3.Peserta pelatihan mampu mengenal sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan di rumah sakit
khususnya di satuan kerja masing-masing.
4.Peserta pelatihan mampu mengikuti prosedur pengendalian resiko bahaya dan menerapkan kepada pengunjung,
keluarga pasien dan peserta didik yang ada di lingkungan rumah sakit.
Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak dapat mengenalinya, terutama
resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau
kimia. Akan tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan, maka dapat berdampak
serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar
rumah sakit.
Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok sebagai berikut;
A. Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
a. Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko
bahaya ini termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik /
jarum jahit bekas pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik karena dimungkinkan
jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular
penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas
dibagian lain dalam pelatihan ini.
b. Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta
dorong untuk mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh dari
brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c. Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu
sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan
tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam tersebut.
d. Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-
lantai yang miring baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin
sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan
“awas licin”.
e. Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada
pekerjaan konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan
pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk keselamatan. Pada ruang
perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman
dan anak-anak selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada ruang perawatan air borne dissease,
penggunaan laminar airflow, pemasangan shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan
metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan
pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasional Prosedur
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan,
jadwal istirahat, dan lain-lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian
bahaya. APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan
memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan resiko bahaya maka
resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat juga
semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti kurang leluasa dalam bekerja,
keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekeerja yang
kurang faham terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan dalam penggunaan
APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan penyimpanan yang baik sehingga kualitas
perlindungan dari APD tersebut tetap optimal.
Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Hierarchy pengendalian resiko bahaya.
A. Kesimpulan
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik, kimia, fisiologi/ergonomi dan psikologi
dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat disekitar
lingkungan rumah sakit. Pekerja rumah sakit memiliki resiko kerja yang lebih tinggi dibanding pekerja industri lain
sehingga resiko bahaya tersebut harus dikendalikan.
Salah satu upaya pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh pekerja rumah sakit
tentang resiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja mampu mengenal resiko bahaya tersebut. Dengan mengenal
resiko bahaya diharapkan pekerja mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui
upaya pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan.
Ditetapkan di : SAMARINDA
pada tanggal : 11 juli 2018
DIREKTUR RS.SAMARINDA MEDIKA CITRA,